Anda di halaman 1dari 107

BAB III

Hak dan kewajiban pemegang izin usaha pertambangan dalam

mengelola Mineral dan Batubara

A. Izin Pengelolaan Mineral dan Batubara

Kontrak atau Izin pengelolaan mineral dan batubara di indonesia saat ini

beraneka ragam, dikarenakan masih berlakunya berbagai jenis kontrak atau izin

yang ditetapkan sebelum berlakunya undang-undang No. 4 Tahun 2009 Tentang

Mineral dan Batubara. Kontrak atau izin pertambangan yang berlaku sebelum

undang-undang No. 4 Tahun 2009, meliputi:

1. Kontrak karya;

2. Perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara;

3. Kuasa Pertambangan;

4. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

Sementara itu, izin yang dikenal dalam undang-undang No. 4 Tahun 2009,

meliputi:

1. Izin Pertambangan Rakyat (IPR);

2. Izin Usaha Pertambangan (IUP); dan

3. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Apabila disintesiskan pembagian diatas, maka kontrak atau izin pengelolaan

mineral dan mineral yang berlaku kini, meliputi:

a. Kontrak Karya;

b. Perjanjian Karya Pengusahaan petambangan batubara (PKP2B);

Universitas Sumatera Utara


c. Kuasa Pertambangan;

d. Izin Pertambangan Rakyat;

e. Izin Usaha Pertambangan (IUP); dan

f. Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK)

Ke-enam jenis pengelolaan mineral dan batubara tersebut dapat

dikualifikasikan menjadi dua macam yaitu:

a. Kontrak Karya

Kontrak termasuk ke dalam golongan perjanjian. Menurut R. Subekti66,

pengertian kontrak lebih sempit dari perjanjian karena kontrak mensyaratkan

bentuknya selalu tertulis,sedangkan perjanjian bentuknya selain tertulis dapat

juga dilakukan secara lisan. Dengan demikian, mazhab kontrak dapat termasuk

ke dalam perjanjian. Di dalam sebuah kontrak, para pihak dapat menentukan

sendiri mengenai ketentuan ketentuanyang akan mengatur para pihak yang

terlibatdidalamnya.

Berdasarkan asas tersebut, maka kaidah hukum perjanjian dapat

dipersempitatau diperluas oleh para pihak yang membuat perjanjian atau

kontrak. 67Subjek hukum yang terlibat di dalam sebuah kontrak tidak terbatas

pada individu kodrati melainkan para pihak yang terdiri lebih dari

satuindividu.Kebijakan Pemerintah dalam pertambangan Batu bara dilaksanakan

untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selanjutnya,kesempatan kerja dan usaha. Selain itu,pembangunan bidang usaha

66
R.Subekti,Pokok-Pokok Hukum Perjanjian,Intermasa,Jakarta,1983.hal. 1.
67
Sri Soemantri M.,Permasalahan Hukum Tata Negara (dan Politik) Dalam Perspektif
Penelitian,Pengembangan dan Pendidikan Hukum di Indonesia,Semarang: FH-UNDIP-Dikti -
Depdikbud,1996), hal 8

Universitas Sumatera Utara


pertambangan terutama dilakukan melalui program pengolahan hasil

pertambangan secara efisien. 68

Di Indonesia terdapat beberapa ketentuan yang digunakan dalam hal

investasi pertambangan batu bara sebelum di berlakukannya Undang – Undang

No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara diantaranya

adalah dengan menggunakan Kontrak Karya dalam Pertambangan (KKP).

Kontrak Karya dalam Pertambangan merupakan perjanjian antara pemerintah

dan pengusaha pertambanganuntuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

pertambangan di Indonesia. 69Di dalamkonsep kontrak karya ini kedudukan

antara pemerintah dan pengusaha pertambangan memiliki kedudukan yang sama

yaitu sebagai pihak-pihak yang sedang melakukan perjanjian. Pemerintah

sebagai principal sedangkan pengusaha sebagai contractor.

Di dalam Kontrak Karya Pertambangan terdapat ketentuan – ketentuan yang

mengatur berbagai hak dan kewajiban kontraktor serta berbagai kemudahan yang

dapat diberikan pemerintah kepada kontraktor untuk melaksanakan kegiatan

usahanya. 70Adanya kontrak karya pertambangan ini lahir dari amanat Undang –

undang No 11 Tahun 1967 tentang pokok-pokok Pertambangan yang merupakan

dasara dari kegiatan pertambangan di Indonesia terutama mengenai mineral dan

batu bara. Undang–undang ini merupakan undang-undang yang medahului

adanya undang–undang No 4 Tahun 2009. Penerapan konsep Kontrak Karya

68
Aminuddin Ilmar,Hukum Penanaman Modal di Indonesia ,(Jakarta:Preneda
Media,2005),hal 144
69
Ari wahyudi Hertanto,kontrak karya (suatu kajian hukum keperdataan),hukum dan
pembangunan 2, Jakarta, 2008. Hal 204
70
Joko Susilo dan Adi Prathomo,Sejarah Perkembangan Pertambangan Indonesia ( Kumpulan
Tulisan S.Sigit,1967-2004)”,Yayasan Minergy Informasi Indonesia,Jakarta, 2004. hal 91

Universitas Sumatera Utara


Pertambangan ini didasari pada pasal 10 Undang – undang No 11 Tahun

1967,yaitu 71:

1. Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor apabila

diperlukan untuk melaksanakan sendiri oleh Instansi Pemerintah atau

Perusahaan Negara yang bersangkutan selaku pemegang

kuasapertambangan.

2. Dalam mengadakan perjanjian karya dengan kontraktor seperti yang

dimaksud dalam ayat 1 pasal ini, Instansi Pemerintah atau Perusahaan

Negara harusberpegang pada pedoman-pedoman, petunjuk-petunjuk dan

syarat-syarat yang diberikan oleh menteri.

3. Perjanjian karya tersebut dalam ayat 2 pasal ini berlaku sesudah

disahkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Dewan

Perwakilan Rakyat apabila

menyangkuteksploitasigolonganasepanjangmengenaibahan-bahangalian

yang ditentukan dalam pasal 13 Undang-undang ini dan/atau yang

perjanjian karyanya berbentuk penanaman modal asing.

Setiap perusahan pertambangan yang ingin memiliki usaha di bidang

pertambangan harus menggunakan konsep kontrak karya ini. Penerapan konsep

ini ditegaskan keberlakuannya di dalam pasal 8 Undang – undang No 1 Tahun

1967 tentang Penanaman Modal Asing, yaitu :

“Penanaman modal asing di bidang pertambangan didasarkan pada suatu


kerjasama dengan Pemerintah atas dasar kontrak karya atau bentuk lain

71
Indonesia ,Undang – Undang Pokok Pertambangan,UU No.11 Tahun 1967,(LN No.22 Tahun
1967),pasal 10

Universitas Sumatera Utara


sesuai dengan peraturan perundang – undangan yang berlaku” 72

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas, maka dasar hukum dari kontrak

karya untuk diterapkan dalam penanaman modal dalam bidang pertambangan

batu bara di Indonesia diatur dalam pasal 8 ayat (1) Undang-undang No.1 Tahun

1967 dan pasal 10 ayat (1) dan ayat (3) Undang-undang No 11 Tahun 1967. Dari

dua dasar hukum tersebut dalam dipahami bahwa kontrak karya pada dasarnya

tergolong ke dalam sebuah perjanjian. Subjek dari perjanjian itu adalah

pemerintah dan pengusaha pertambangan, sedangkan objek dari perjanjian itu

sendiri adalah pertambangan mineral dan batu bara.

Di dalam Undang-undang No 5 Tahun tentang penanaman modal asing

mengatur mengenai bentuk badan usaha yang dapat diberikan izin untuk

menanamkan modalnya di Indonesia. Hal mengenai bentuk badan usaha tersebut

diatur di dalam pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun yang

menyatakan bahwa penanaman modal asing di Indonesia harus dalam bentuk

Perseroan Terbatas berdasarkan hukum di Indonesia dan berkedudukan di dalam

wilayah Indonesia,kecuali ditentukan lain oleh Undang-undang. Berdasarkan

ketentuan tersebut maka sudah tegas bahwabentuk badan usaha untuk

melakukan penanaman modal asing haruslah berbetnuk Perseroan Terbatas atau

PT. Dengan demikian, bentuk badan usaha Perseroan Terbatas haruslah tunduk

dan berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang perseroan

Terbatas, yang menyatakan bahwa Perseroan Terbatas adalah badan hukum yang

merupakan persekutuan modal yang didirikan berdasarkan perjanjian dan

melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam

72
Indonesia , Undang – undang Penanaman Modal Asing , UU No. 1 Tahun 1967, ( LN Tahun 1967
No 1,TLN Tahun 1967 No), Ps8.

Universitas Sumatera Utara


saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang – undang

Perseroan Terbatas serta peraturan pelaksana Undang – Undang Perseroan

Terbatas. 73Di dalam ketentuan yang dikandung dalam Undang – undang

penanaman modal dimungkinkanpenanaman modal yang seluruh atau

sebagian modalnya dimiliki oleh asing. 74Perusahaan yang mengandung

modal asing maka disebut sebagai PT PMA atau Peseroan Terbatas Penanaman

Modal Asing.

Kontrak karya memiliki definisi lain yang diberikan di dalam keputusan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1614 Tahun 2004 tentang

Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya

Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam rangka Penanaman Modal

Asing,yaitu:

“Suatu perjanjian yang dibuat antara pemerintah Indonesia dengan


Kontraktor Asing semata – mata dan/atau merupakan patungan antara badan
hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan
eksplorasi maupuneksploitasi dalam bidang pertambangan umum,sesuai
dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak.” 75

Bedasarkan beberapa definisi diatas dapat ditarik beberapa unsur yang

terdapat di dalam konsep Kontrak Karya Pertambangan,yaitu:

1. Adanya Konsep kontraktual,yaitu perjanjian yang dibuat oleh parapihak;

2. Adanya subjek hukum yang merupakan pihak – pihak yang terlibat di

73
Indonesia,Undang – undang Perseroan Terbatas,UU No 40 Tahun 2007,(LN No. 106 Tahun
2007,TLN No.4756),ps. 1 angka (1)
74
Indonesia,Undang – undang Perseroan Terbatas,UU No 40 Tahun 2007,(LN No. 106 Tahun
2007,TLN No.4756),ps. 1 angka (1)
75
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral,Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya
Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing ,KepMen Energi
dan SDM No. 1614 Tahun 2004 ,Ps. 1 angka 1

Universitas Sumatera Utara


dalam perjanjian tersebut yaitu antara pemerintah dan pengusaha

pertambangan yang dapat berupa kontraktor asing atau

perusahaaangabungan;

Karakteristik sistem pengelolaan mineral dengan menggunakan kontrak

karya, yaitu Subjek hukumya, Yaitu :

• pemerintah indonesia dengan badan hukum indonesia atau merupakan

gabungan antara badan hukum indonesia dengan badan hukum asing;

• Objeknya, yaitu pemanfaatan dan pengembangan potensi pertambangan di

indonesia;

• Segala biaya untuk melakukan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi

kelayakan, konstruksi, dan operasi ditanggung oleh badan hukum;

• Membayar segala jenis pajak sebagaimana ditentukan dalam kontrak karya;

• Haknya, meliputi:

− Hak tunggal untuk mencari dan melakukan eksplorasi mineral di dalam

wilayah kontrak karya;

− Mengembangkan dan menambang secara baik setiap endapan mineral

yang ditemukan dalam wilayah pertambangan;

− Mengolah dan memurnikan, menyimpan dan mengangkut dengan cara

apapun semua mineral yang dihasilkan;

− Memasarkan dan menjual atau melepaskan semua produksi di dalam

maupun luar negeri, melakukan kegiatan lainnya yang mungkin perlu

atau memudahkan serta akan dilaksanakan dengan betul-betul

memperhatikan persetujuan ini.

Sistem seperti yang dijelaskan diatas sebenarnya telah dikenal pada zaman

Universitas Sumatera Utara


sebelum kemerdekaan,melalui Indishe Mijnwet 1899. Indische Mijnwet adalah

sebuah ketentuan mengenai pertambangan yang diterapkan oleh kolonial

Belanda. Pemerintah Kolonial Belanda mendeklarasikan penguasaan barang

tambang seperti mineral dan logam yang ada di wilayah Indonesia. Peraturan

mengenaipertambanganini mengalami perubahan pada Tahun 1910 dan 1918dan

dengan menerapkan Mijnordonnantie 76sebagai ketentuan pelengkap. Perbaikan

pada tahun 1910 menambahkan pasal 5a Indische Mijnwet,yang menjadi dasar

bagi perjanjian,yang kemudian sering disebut dengan “5a Contract”. 77 Ketentuan

dari 5a Contract adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah berwenang untuk melakukan penyelidikan dan ekploitasi

selama hal itu tidak bertentangan dengan hak – hak yang telah diberikan

kepada penyidik atau pemegangkonsepsi;

2. Untuk hal tersebut, pemerintah dapat melakukan sendiri penyelidikan

dan eksploitasi atau mengadakan perjanjian dengan perorangan atau

perusahaan yang memenuhi persyaratan sebagaimana yang tercantum

dalam pasal 4 Undang –undang ini sesuai dengan perjanjian itu maka

wajib melaksanakan eksploitasi ataupun penyelidikan dan eksploitasi

yangdimaksud;

3. Perjanjian yang demikian itu tidak akan dilaksanakan,kecuali telah

disahkan dengan undang –undang. 78

Berdasarkan ketentuan diatas yang dijadikan acuan untuk membentukkonsep

76
Mijnordonnantie adalah sistem hukum pertambangan pada masa kolonial Belanda yang
merupakan perbaikan dari sistem Indische Mijnwet.
77
Muhammad Chalid,”Studi Agenda Tersembunyi di Balik Kontrrak Karya dan Operasi Tambang
INCO”,disampaikan pada temu Profesi Tahunan (TPT) IX dan Kongres IV PerhimpunanAhli
Pertambangan Indonesia (PERHAPI)),(14 September200)
78
Abrar Saleng,Hukum Pertambangan ,Op.Cit,hal .65

Universitas Sumatera Utara


kontrak karya ,maka dikenal sistem konsesi yang juga merupakan sistem

pengelolaan pertambangan yang mencakup hak menguasai atas tanah disamping

pemberian kuasapertambangan. Sistem kontrak karya pada dasarnya mengambil

jalan tengah antara sistem konsesi ini, dimana kontraktor asing mendapat hak

penuh terhadap mineral dan tanah,dengan model kontrak bagi hasil dimana

negara tuan rumah langsung mendapatkan hak atas peralatan dan prasarana

dan dalam waktu singkat seluruhoperasi menjadi milik negara. 79

Dalam Undang – undang No 11 Tahun 1967,padadasarnya semua mineral

diuasahakan oleh Negara dan berdasarkan ketentuan undang-undang dimaksud,

Menteri dapat menunjuk pihak lain sebagai kontraktor untuk pekerjaan yang

belum mampu dikerjakan sendiri. Pemerintah dalam hal ini mengawasi dan

memantau jalannya pelaksanaan pekerjaandimaksud,sedangkansarana yang

melandasi dan merupakan dasar hukumnya adalah berupa perjanjian yang harus

terlebih dahulu mengkonsultasikannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat. 80

Dalam perkembangan konsep Kontrak Karya Pertambangan ini mengalami

beberapa perubahan untuk memperbaiki berbagai konsep yang ada di dalamnya

yang menyangkut beberapa bidang selain dari bidang pertambangan seperti

bidang keuangan,pajak, dan pendapatan negara lainnya, walaupun selama

perkembangannya tidak mengalami perubahan yang mendasar dan signifikan.

Dengan demikian dalam kurun waktu 30 Tahun (1967-1997), terdapat tujuh

generasi KKP. 81

Berdasarkan prinsipnya,kontrak karya termasuk ke dalam suatu perjanjian.

79
Salim H.S.,Hukum Pertambangan di Indonesia,Opcit hal143
80
Ari Wahyudi.Op.Cit. Hal 5
81
Joko Susilo dan Adi Prathomo, Opcit. hal28

Universitas Sumatera Utara


Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang

lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu

hal. 82Dengan adanya perjanjian ini maka akan menimbulkan suatu hubugan

perikatan. Intisari dari sebuah perjanjian adalah adanya janji-janji atau

kesanggupan-kesanggupan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya.

Komtrak adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur

hubungan hukum antar dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk

menimbulkan akibat hukum. 83

Di dalam kontrakkarya ini terdapat suatu bentuk kerjasama antara para

pihak yang terikat di dalamnya. Berdasarkan definisinya, kerjasama adalah

ikatan dua orang atau lebih yang mempunyai kepentingan – kepentingan yang

saling menguntungkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Di dalam mencapai

suatu tujuan tersebut tedapat suatu titik keseimbangan diantara kepentingan

mereka. Titik keseimbangan dapat bertahan apabila para pihak melaksanakan

kewajiban masing-masing sesuai yang diperjanjikan disertai dengan

keseimbangan yang optimal dari kepentingan ekonomi masing-masing. 84Inti dari

Kontrak karya ini adalah adanya motivasi untuk sama- sama mencari keuntungan

untuk kedua belah pihak. Melalui pendekatan ekonomi,jelas dapat terbaca bahwa

motivasi dari kerjasama migas dan pertambangan umumpada akhirnya adalah

motif untuk mendapatkan keuntungan, dimana secara jumlah sudah dapat

diperhitungkan versus risiko dan segala hambatannya. 85

82
Subekti,Hukum Perjanjian,cetakan XX,(Jakarta,PT Intermasa,tahun 2004), hal 11
83
Ibid
84
Sutadi Pudjo Utomo,Prinsip-prinsip dalam Perjanjian Kerja sama,BPMIGA,jakarta. Hal 2
85
Ibid

Universitas Sumatera Utara


Adapun pihak – pihak yang berwenang untuk menandatangani kontrak karya

menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1614 Tahun

2004 tentang pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian

Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal

Asing, gubernur dan bupati/walikota tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam

kontrak karya. Menurut Keputusan ini pihak yang berwenang untuk

menandatangani adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan

hukum Indonesia atau kontraktor, terutama badan hukum asing. Sedangkan

pejabat yang berwenang untuk pemrosesan permohonan Kontrak Karya

Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah Direktur Jenderal Geologi dan

Sumber Daya Mineral, gubernur, dan Bupati/Walikota.

Pemerintah di dalam Kontrak Karya, kedudukannya sama dengan pihak lain,

dimana posisinya sama dengan posisi para pihak di dalam perjanjian keperdataan

pada umum. Para pihak memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum

perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan tidak ada yang memiliki kedudukan

yang suprior dibandingkan dengan pihak yang lainnya di dalam perjanjian

tersebut. Menurut pak Bagir Manan adalah hubungan (hukum) kesederajatan

yang merupakan hubungan keperdataan antara pemerintah dengan orang atau

badan hukum keperdataan. 86Hal ini dilakukan bukan untuk merendahkan posisi

pemerintah Indonesia agar setara dengan

badanhukumswasta.Haliniuntukmewujudkankesejahteraanumumdansebesar-

besarnya kemakmuran rakyat dengan membentuk fungsi-fungsi baru yang tidak

bersifat pemerintahan, menuntut pemerintah turut serta dalam pergaulan

86
Bagir Manan,Bentuk – Bentuk Perbuatan Keperdataan yang Dapat Dilakukan oleh Pemerintah
Daerah,Journal Padjajaran University,( Bandung :LP.Unpad,1996),hal.24

Universitas Sumatera Utara


kemasyarakatan atau hubungan (hukum) sebagai pihak atau subjek yang tidak

berbedadengan subjek hukum perorangan atau badan-badan hukum keperdataan

pada umumnya. 87Suatu perbuatan keperdataan hanya dapat dilakukan oleh

Badan Hukum atau pribadi kodrati, oleh karena itu, suatu negara jika ingin

melakukan suatu kegiatan keperdataan harus diwakili oleh badan hukum yang

mengatasnamakan Negara, dapatberupa Badan Hukum Negara. Selain badan

hukum negara,pemerintah juga dapat mewakili negara sebagai subjek hukum

untuk melakukan kegiatan keperdataan berupa kontrak. Pemerintah dapat

langsung melakukan kontrak dengan menggunakan pemerintah pusat atau daerah

maupun tidak langsung dengan menggunakan Badan Usaha Milik Negara atau

Badan Usaha MilikDaerah.

Pemerintah dalam hal ini mewakili negara dapat memasukan unsur hukum

publik di dalam kontrak yang akan dilakukannya. Walaupun kontrak bersifat

keperdataan namun karena negara bersifat mewakili kepentingan publik maka

unsur tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontrak. Kepentingan publik yang

dimaksud dapat berupa ketentuang perundang-undangan yang berlaku

dimasukkan sebagai syarat-syarat kontrak tersebut. Hubungan antara pemerintah

dengan mitranya atau (lawan kontraknya) tidak berada di dalam kedudukan yang

sama,tetapi pemerinahmempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari mitranya.

Karena itu disebut perjanjian publik.

b. Perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B),

merupakan:

87
Abrar Saleng,”Kepastian Hukum dan Status Hukum Pemerintah dalam Kontrak Karya
Pertambangan”,Buletin Mimbar Hukum, 2010 hal .75

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian antara pemerintah republik indonesia dengan perusahaan swasta

asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka PMA) untuk

pengusahaan batubara dengan berpedoman kepada undang-undang No. 1 Tahun

1967 Tentang penanaman modal asing serta undang-undang No.11 Tahun 1967

tentang ketentuan-ketentuan pokok pertambangan umum”.


88
Dengan menganalisis defenisi ini, maka dapat dikemukakan karakteristik

perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).

Karakteristik itu, disajikan berikut ini:

• Subjek hukumnya, yaitu pemerintah rapublik indonesia dengan perusahaan

swasta asing atau patungan antara asing dengan nasional (dalam rangka

PMA);

• Objeknya, yaitu untuk pengusahaan batubara;

• Kewajibannya, meliputi:

− Menyampaikan rencana kerja dan rencana anggaran belanja tahunan

kepada pemerintah;

− Menyerahkan sebesar 13,50 % (tiga belas dan lima puluh perseratus) hasil

produksi batubara kepada pemerintah secara tunai atas harga pada saat

berada di atas kapal (free on board) atau harga setempat (at sale point);

− Membayar pajak kepada pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-

undangan perpajakan yang berlaku pada saat perjanjian ditandatangani;

− Membayar pungutan-pungutan daerah untuk fasilitas atau pengesahan

yang diberikan oleh pemerintah;

88
I b i d Hal 55

Universitas Sumatera Utara


− Membayar iuran tetap (dead rent) kepada pemerintah berdasarkan luas

wilayah kerja pengusahaan pertambangan batubara sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

− Menyampaikan daftar rencana kebutuhan barang modal dan bahan yang di

impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemerintah untuk

mendapatkan persetujuan;

− Mendirikan badan hukum menurut hukum indonesia, berkedudukan di

indonesia dan semata-mata berusaha dalam bidang pengusahaan

pertambangan batubara;

− Dalam hal kontraktor swasta merupakan perusahaan penanaman modal

asing yang seluruh modalnya dimiliki dan/atau badan hukum asing,

perusahaan kontraktor swasta tersebut menjual sebagian sahamnya kepada

warganya dan/atau badan hukum indonesia, sesuai dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku;

− Wajib mengutamakan penggunaan hasil produksi dan jasa dalam negeri,

tenaga kerja indonesia;

− Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan daerah

dan perlindungan lingkungan.

• Adapun haknya, meliputi:

− Melakukan kegiatan eksplorasi, dan eksploitasi terhadap sumber daya

tambang batubara diwilayah hukum pertambangan indonesia;

− Dibebaskan dari bea masuk;

− Dibebaskan pungutan impor; dan

Universitas Sumatera Utara


− Dibebaskan bea balik nama sehubungan dengan pemilikan barang-barang

tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dalam pasal 2 huruf i undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang

Pertambangan disebutkan pengertian kuasa pertambangan adalah :

“wewenang yang diberikan kepada badan/perorangan untuk melaksanakan


usaha pertambangan”.

Wewenang merupakan hak dan kekuasaan yang diberikan oleh hukym kepada

badan/perorangan untuk melakukan usaha pertambangan. Sementara pejabat yang

berwenang untuk memberikan kewenangan kepada perorangan adalah menteri,

gubernur, bupati/walikota. Pemberian kewenangan tersebut dituangkan dalam

surat keputusan pemberian kuasa pertambangan. Sementara itu, badan/perorangan

yang dapat diberikan kewenangan untuk melaksanakan usaha pertambangan

adalah:

• Instansi pemerintah yang ditunjuk oleh menteri, gubernur,

bupati/walikota;

• Perusahaan negara;

• Perusahaan daerah;

• Perusahaan dengan modal bersama antara negara dan daerah;

• Badan atau perseorangan swasta yang memenuhi syarat-syarat yang telah

ditentukan (pasal 5 undang-undang no.11 tahun 1967).

Sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 75

Tahun 2001 tentang perubahan kedua atas peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1969 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang

Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangantelah ditentukan bahwa setiap usaha

Universitas Sumatera Utara


pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis

dan golongan bahan galian vital, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu

mendapatkan kuasa pertambangan. Dimana kuasa pertambangan tersebut

dituangkan kedalam surat keputusan kuasa pertambangan, yang diterbitkan oleh:

• Kewenangan bupati/walikota

Bupati/walikota berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan

apabila wilayah kuasa pertambangannya terletak dalam wilayah kabupaten/kota

dan/atau diwilayah laut sampai 4 mil laut.

• Kewenangan Gubernur

Gubernur berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa

pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah kabupaten/kota dan tidak

dilakukan kerjasama antara kabupaten/kota maupun antar kabupaten/kota dengan

provinsi, dan/atau diwilayah laut yang terletak antara 4 sampai dengan 12 mil laut.

• Kewenangan Menteri

Menteri berwenang menerbitkan kuasa pertambangan apabila wilayah kuasa

pertambangannya terletak dalam beberapa wilayah provinsi dan tidak dilakukan

kerja sama antar provinsi, dan/atau diwilayah laut yang terletak diluar 12 mil laut.

Sebelum pejabat yang berwenang menerbitkan surat kuasa pertambangan,

syarat dan ketentuan yang berlaku pada saat itu yang terdapat dalam surat

keputusan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1453

K/29/MEM/2000 Tentang Pedoman Teknis penyelenggaraan Tugas Pemerintahan

diBidang Pertambangan Umum.

c. Kuasa Pertambangan

Universitas Sumatera Utara


Selain konsep Kontrak Karya Pertambangan ini terdapat juga konsep

Kuasapertambangan. Menurut Undang-undang No 11 Tahun 1967,kuasa

pertambangan adalah wewenang yang diberikan kepada badan/perorangan

untuk melaksanakan usaha pertambangan. 89Kuasa Pertambangan adalah

salah satu instrumen hukum yangdapat digunakan untuk melaksanakan

kegiatan usaha pertambangan olehuntuk melaksanakan kegiatan usaha

pertambangan olehpemegang kuasa pertambangan. Setiap pihak yang ingin

melakukan usaha pertambangan di Indonesia harus memiliki kuasa

pertambangan terlebih dahuluWewenang yang dimaksud di dalam pasal 2

huruf i Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 adalah hak dan kekuasaan

yang secara hukumdiberikan kepada badan/perseorangan untuk melakukan

usaha pertambangan. Wewenang untuk memberikan Kuasa Pertambangan

tersebut dimiliki oleh pejabat-pejabat sesuai dengan wilayah kekuasaannya

diantaranya adalah menteri, gubernur, walikota/bupati. Menurut pasal 5

Undang-undangNomor 11 Tahun 1967yang

tergolongdalambadan/perseorangan yang dapat diberikan kuasa

pertambangan adalah sebagai berikut: 90

a. Instansi Pemerintah yang ditunjuk olehMenteri;

b. PerusahaanNegara;

c. PerusahaanDaerah;

d. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara danDaerah;

89
Indonesia,Undang-Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,UU Nomor11
Tahun 1967,LN No.22 Tahun 1967 ,Ps. 2 huruf i.
90
Indonesia,Undang – Undang tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan,UU Nomor
11 Tahun 1967,LN No.22 Tahun 1967.Ps 5.

Universitas Sumatera Utara


e. Koperasi;

f. Badan atau perseorangan swasta yang telah memenuhipersyaratan;

g. Perusahaan dengan modal bersama antara Negara dan/atau Daerah

dengan Koperasi dan/atau Badan/Perseorangan Swasta yang telah

memenuhi persyaratan;

h. Pertambanganrakyat.

Walaupun telah ditentukan para pihak-pihak yang dapat memiliki Kuasa

Pertambangan,namun di dalam pasal 6 sampai dengan pasal 9 Undang – undang No 11

Tahun 1967 Tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan mengatur lebih rinci

pembagian pihak – pihak lembaga,badan usaha atau perseorangan yang dapat melakukan

usaha pertambangan khususnya bahan galian strategis dan bahan galian vital.

Konsep Kuasa Pertambangan memiliki tiga jenis yang diatur lebih lanjut di dalam

Peraturan Pemerintah No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

No 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang – undang No 11 Tahun 1967 tentang

Ketentuan – ketentuan Pokok Pertambangan, antara lain :

a. Surat Keputusan PenugasanPertambangan

Surat Keputusan Penugasan Pertambangan adalah Kuasa Pertambangan

yang diberikan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai kewenangannya

kepada Instansi Pemerintah yang meliputi tahap kegiatan penyelidikan umum

dan tahap eksplorasi.

b. Surat Keputusan Izin PertambanganRakyat

Surat Keputusan Izin Pertambangan Rakyat adalah Kuasa Pertambangan yang

diberikan oleh Bupati/Walikota kepada rakuat setempat untuk melaksanakanusaha

pertambangan secara kecil – kecilan dan dengan luas wilayah yang sangat terbatas.

Universitas Sumatera Utara


c. Surat Keputusan Pemberian KuasaPertambangan

Surat Keputusan Pemberian Kuasa Pertambangan adalah Kuasa

Pertambangan yang diberikan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai

kewenangannya kepada perusahaan negara, perusahaan daerah, badan usaha

swasta atau perorangan untuk meliputi usaha pertambangan yang meliptu tahap

kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian

serta pengangkutan dan penjualan barang tambang.

Pemberian Kuasa Pertambangan bersifat parsial pada setiap tahapan

kegiatan usaha pertambangan. Berdasarkan pasal 7 ayat (2) Peraturan

Pemerintah No. 75 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

No 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang – undang No 11 Tahun 1967

tentang Ketentuan-ketentuanPokok Pertambangan. Jenis-jenis Kuasa

Pertambangan tersebut adalah sebagai berikut: 91

a. Kuasa Pertambangan PenyelidikanUmum

Kuasa pertambangan penyelidikan umum adlah kuasa untuk melakukan

penyelidikan secara geologi umum dengan maksud untuk membuat peta

geologi umum atau untuk mentepkan tanda – tanda adanya bahan galian

pada umumnnya;

b. Kuasa PertambanganEksplorasi

Kuasa pertambangan eksplorasi adalah wewenang yang diberikan oleh

pejabat berwenang untuk melakukan penyidikan geologi pertambangan

91
Indonesia,Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No 32 Tahun
1969 tentang Pelaksanaan Undang – undang No 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan – ketentuan
Pokok Pertambangan, PP No 75 Tahun 2001,LN Nomor 151 Tahun 2001.Ps 7 ayat 2

Universitas Sumatera Utara


untuk menetapkan lebih teliti/seksama adanya sifat letakan bahan

galian;

c. Kuasa PertambanganEksploitasi

Kuasa pertambangan eksploitasi adalah kuasa pertambangan dengan

maksud untuk menghasilkan bahan galian dan memanfaatkannya;

d. Kuasa Pertambangan Pengolahan danPemurnian

Kuasa pertambangan pengolahan dan pemurnian adalah kuasa

pertambangan untuk mempertinggi mutu bahan galian serta untuk

memanfaatkan dan memperoleh untur yang terdapat pada bahan galian

tersebut;

e. Kuasa Pertambangan Pengankutan danPenjualan

Kuasa pertambangan pengangkutan dan penjualan adalah kuasa pertambangan

untuk memindahkan bahan galian dan hasil pengelolahan dan pemurnian bahan

galian dari daerah eksplorasi atau tempatpengolahan/pemurnian.

Adapun prosedur pengajuan kuasa pertambangan yang diatur dalam pasal

13,15, dan 17 Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2001 dan Keputusan Menteri

Energi dan Sumber Daya Mineral No 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman

teknis Penyelenggaran Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum.

Dalam pasal tersebut menyebutkan bahwa kuasa pertambangan diajukan sesuai

dengan bentuk yang ditentukan oleh oleh menteri,gubernur,atau bupati/walikota.

Suatu Kuasa Pertambangan diajukan terpisah secara sendiri-sendiri, lapangan-

lapangan untuk pertambangan yang terpisah harus diajukan secara terpisah pula

dengan masing-masing kuasa pertambangan yang terpisah pula. Pada tahapan

Universitas Sumatera Utara


penyelidikan umum dan eksplorasi, kuasa pertambangan yang diajukan harus

melampirkan peta wilayah lapangan usaha pertambangan dengan batas – batas

yang jelas, serta menyebutkan bahan galian yang terdapat di wilayahtersebut.

Kuasa Pertambangan memiliki persyaratan yang berbeda – beda untuk pengumpulan

permohonan berkas – berkas yang diajukan. Hal ini diatur dalam lampiran Keputusan

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 1453 K/29/MEM/2000 tentang Pedoman

Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintah di Bidang Pertambangan Umum. Sedangkan

prosedur untuk permohonan Kuasa Pertambangan bergantung pada pejabat yang

berwenang untuk memberikan Kuasa Pertambangan tersebut untuk para pihak pemohon.

d. Izin Pertambangan Rakyat (IPR)

92
Istilah izin pertambangan rakyat berasal dari terjemahan bahasa inggris,

yaitu small-scale mining permit. Sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan

istilah mijnbouw mogelijk te maken, dan dalam bahasa jerman disebut bergbau.

Pengertian izin pertambangan rakyat dirumuskan dalam pasal 1 angka 10 undang-

undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang

menjelaskan bahwa :

“izin pertambangan rakyat adalah izin untuk melaksanakan usaha


pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan
investasi terbatas”

Adapun unsur-unsur dalam pengertian tersebut meliputi:

• adanya izin;

• adanya usaha pertambangan;

• wilayah pada pertambangan rakyat;

92
Salim HS. Loc cit. hal 89

Universitas Sumatera Utara


• luas wilayahnya terbatas;

• investasi terbatas.

Adapun wilayah pertambangan rakyat (selanjutnya disebut wpr), adalah

bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Luas

wilayahnya terbatas mengandung makna bahwa pemegang IPR hanya dapat

diberikan pada wilayah penambangan yang tidak begitu luas. Adapun jenis

kegiatan pertambangan dalam pasal 66 undang-undang nomor 4 Tahun 2009

ditentukan ada 4 kelompok kegiatan pertambangan rakyat, ke-empat kelompok itu

antara lain:

• Pertambangan mineral Logam;

• pertambangan mineral bukan logam;

• pertambangan batuan; dan/atau

• pertambangan batubara.

93
Untuk pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan IPR pada dasarnya

tidak setiap orang atau seorang diri yang dapat mengajukan permohonan IPRnya.

Namun yang dapat mengajukannya adalah penduduk setempat. Adapun klasifikasi

penduduk setempat ini antara lain:

• perorangan;

• kelompok; dan

• koperasi.

Namun diantara klasifikasi ini tetap didasarkan kepada orang perorangan atau

masyarakat yang mendiami suatu tempat, apakah itu dalam suatu kampung nagari
93
Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara

Universitas Sumatera Utara


atau lainnya yang bertemapat disekitar WPR. Sementara untukpejabat yang

berwenang untuk menerbitkan IPR adalah Bupati/Walikota, namun dapat

dilimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada camat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebelum IPR diberikan, maka


94
bupati/walikota menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Sedang

untuk luas wilayah pertambangan rakyat bagi pemohon perorangan paling banyak

1 hektar, untuk pemohon masyarakat adalah paling banyak 5 hektar dan untuk

pemohon koperasi paling banyak 10 hektar.

Istilah izin pertambangan rakyat berasal dari terjemahan bahasa inggris, yaitu

small-scale mining permit. Sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan

istilah mijnbouw mogelijk te maken, dan dalam bahasa jerman disebut bergbau.

Pengertian izin pertambangan rakyat dirumuskan dalam pasal 1 angka 10 undang-

undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang

menjelaskan bahwa :

“izin pertambangan rakyat adalah izin untuk melaksanakan usaha

pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan

investasi terbatas”

Adapun unsur-unsur dalam pengertian tersebut meliputi:

• adanya izin;

• adanya usaha pertambangan;

• wilayah pada pertambangan rakyat;

• luas wilayahnya terbatas;

• investasi terbatas.

94
Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara

Universitas Sumatera Utara


Adapun wilayah pertambangan rakyat (selanjutnya disebut wpr), adalah

bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan usaha pertambangan rakyat. Luas

wilayahnya terbatas mengandung makna bahwa pemegang IPR hanya dapat

diberikan pada wilayah penambangan yang tidak begitu luas. Adapun jenis

kegiatan pertambangan dalam pasal 66 undang-undang nomor 4 Tahun 2009

ditentukan ada 4 kelompok kegiatan pertambangan rakyat, ke-empat kelompok itu

antara lain:

• Pertambangan mineral Logam;

• pertambangan mineral bukan logam;

• pertambangan batuan; dan/atau

• pertambangan batubara.

95
Untuk pihak-pihak yang dapat mengajukan permohonan IPR pada dasarnya

tidak setiap orang atau seorang diri yang dapat mengajukan permohonan IPRnya.

Namun yang dapat mengajukannya adalah penduduk setempat. Adapun klasifikasi

penduduk setempat ini antara lain:

• perorangan;

• kelompok; dan

• koperasi.

Namun diantara klasifikasi ini tetap didasarkan kepada orang perorangan atau

masyarakat yang mendiami suatu tempat, apakah itu dalam suatu kampung nagari

atau lainnya yang bertemapat disekitar WPR. Sementara untukpejabat yang

berwenang untuk menerbitkan IPR adalah Bupati/Walikota, namun dapat

95
Pasal 47 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara

Universitas Sumatera Utara


dilimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada camat sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebelum IPR diberikan, maka


96
bupati/walikota menetapkan wilayah pertambangan rakyat (WPR). Sedang

untuk luas wilayah pertambangan rakyat bagi pemohon perorangan paling banyak

1 hektar, untuk pemohon masyarakat adalah paling banyak 5 hektar dan untuk

pemohon koperasi paling banyak 10 hektar. Hak dan Kewajiban Izin Usaha

Pertambangan

e. Izin Usaha Pertambangan Khusus

Sistem pengelolaan mineral dan batubara di Indonesia saat ini bersifat

pulralistik karena berlakunya beraneka ragam kontrak atau izin pertambangan,

baik yang berlaku sebelum atau sesudah berlakunya undang-undang Nomor 29

Tahun 2009. Izin usaha Pertambangan Khusus (selanjutnya disingkat IUPK)

berasal dari terjemahan bahasa ingris yaitu Special Mining Permit atau Special

Mining License sedangkan dalam bahasa belanda disebut dengan istilah Speciale

Mijnbouwlicentie.
97
IUPK merupakan izin yang diberikan penerbit izin kepada pemegang IUPK

untuk melaksanakan usaha pertambangan diwilayah izin usaha pertambangan

khusus sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam undang-undang.

Adapun yang berhak untuk mengajukan permohonan IUPK, yaitu:

a. badan usaha milik negara (BUMN);

b. badan usaha milik daerah (BUMD)

c. badan usaha swasta (BUS)


96
Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan kegiatan usaha
pertambangan mineral dan batubara
97
Salim HS. Loc cit. Hal 157

Universitas Sumatera Utara


Sementara yang berwenang untuk menerbitkan IUPK hanya Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral.

Adapun yang menjadi objek IUPK adalah sebagai berikut: 98

a. penyelidikan umum;

b. eksplorasi;

c. studi kelayakan;

d. konstruksi;

e. penambangan;

f. pengolahan dan pemurnian;

g. pengangkutan dan penjualan; dan

h. pascatambang.

Adapun yang menjadi kekhususan dari izin ini adalah sebagai berikut:

a. Pejabat yang berwenang untuk meneritkan IUPK hanyalah menteri

ESDM.

b. Yang dapat mengajukan permohonan IUPL hanyalah BUMN, BUMb dan

BUS.

c. Objeknya Mineral Logam dan batubara sedangkan IUP meliputi mineral

logam, bukan logam dan batubara.

d. Cara pemberian wilayah izin usaha pertambangan khusus adalah melalui

prioritas dan lelang.

e. WIUPK nya cukup luas. Untuk WIUPK eksplorasi mineral logam adalah

seluas 100.000 hektare, WIUPK produksi seluas 25.000 hektare, WIUPK

98
Pasal 74 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

Universitas Sumatera Utara


ekplorasi batubara seluas 50.000 hektare dan WIUPK produksi batubara

seluas 15.000 hektare.

f. Jangka waktunya cukup panjang yaitu 48 tahun.

f. Izin Usaha Pertambangan

Berdasarkan pasal 1 angka 7 UUP Minerba, dijelaskan bahwasanya Izin

Usaha Pertambangan adalah “Izin untuk melaksanakan usaha pertambangan”. 99

Apabila kita analisis defenisi ini, maka ada dua unsur yang paling penting dalam

IUP, yaitu:

1. Adanya izin; dan

2. Usaha pertambangan.

Izin merupakan suatu pernyataan atau perstujuan yang memperbolehkan

pemegangnya untuk melakukan usaha pertambangan. Sementara itu, usaha

pertambangan atau mining business merupakan:

“Kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi


tahapan kegiatan penyeledikan umum, eksplorasi, studi kelayakan
(feasibility study), kontruksi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang”. 100

Adapun macam-macam IUP terbagi menjadi dua bagian yaitu:

• IUP Eksplorasi, adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan

tahapan kegiatan usaha pertambangan, yang meliputi penyelidikan

umum, eksplorasi, dan studi kelayakan.

99
Pasal 1 Angka 7 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara.
100
Pasal 1 Angka 6 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara

Universitas Sumatera Utara


• IUP Operasi Produksi, yaitu izin usaha yanag diberikan setelah selesai

pelaksanaan IUP Ekplorasi untuk melakukan tahapan kegiatan operasi

produksi, yang meliputi kegiatan kontruksi, penambangan, pengolahan

dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan.

Maka dapat disimpulkan bahwa setiap mereka yang ingin mendapatkan izin

usaha pertambangan harus melalui beberapa tahapan. Adapun tahapan itu antara

lain adalah :

• Penyelidikan Umum

Penyelidikan umum merupakan tahapan kegiatan pertambangan untuk

mengetahui :

− Kondisi geologi regional, yaitu keadaan struktur dan komposisi dari

mineral pada suatu wilayah tertentu. dan

− Indikasi adanya mineralisasi adalah tanda-tanda adanya bahan mineral

yang terdapat dalam wilayah tertentu.

• Eksplorasi merupakan tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk

memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang:

− Lokasi bahan galian;

− Bentuk bahan galian;

− Dimensi bahan galian;

− Sebaran bahan galian;

− Kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian; dan

− Lingkungan sosial dan lingkungan hidup.

Universitas Sumatera Utara


• Studi kelayakan (feasibility study) adalah tahapan kegiatan usaha

pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang

berkaitan, untuk menentukan :

− Kelayakan ekonomis;

− Kelayakan teknis usaha pertambangan;

− Analisis mengenai dampak lingkungan; dan

− Perencanaan pascatambang.

• Operasi produksi adalah tahapan kegiatan usaha pertambangan untuk

melakukan kegiatan produksi bahan yang meliputi:

− Kontruksi adalah kegiatan usaha pertambangan untuk melakukan

pembangunan seluruh fasilitas operasi prosuksi dan pengendalian

dampak lingkungan.

− Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk

memproduksi mineral dan mineral ikutannya.

− Pengolahan dan pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk

meningkatkan mutu mineral dan memanfaatkan dan memperoleh mineral

ikutan.

− Pengangkutan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk memindahkan

mineral dari daerah tambang dan/atau tempat pengolahan dan pemurnian

sampai tempat penyerahan.

− Penjualan adalah kegiatan usaha pertambangan untuk menjual hasil

pertambangan.

Sementara itu, yang dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh IUP

Mineral dan batubara, yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a) Badan usaha, adalah setiap badan hukum yang bergerak dibidang

pertambangan yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum indonesia dan

berkedudukan dalam wilayah NKRI. 101 Ciri badan usah yang dapat

mengajukan permohonan IUP adalah:

• badan hukum yang bergerak dibidang pertambangan;

• didirikan berdasarkan hukum indonesia; dan

• kedudukan badan usaha, yaitu wilayah NKRI.

Adapun badan usaha dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

• badan usaha swasta nasional;

• Badan Usaha Milik Negara (BUMN); dan

• Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

b) Koperasi, adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau seorang

atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan

prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang

berdasarkan atas asas kekeluargaan. 102


103
Adapun prinsip-prinsip dari koperasi itu senidir adalah sebagai berikut:

• keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka bagi siapa saja yang

berminat untuk menjadi anggota dengan tanpa memalui suatu proses

formal dan materi tertentu;

• pengelolaan usaha dilakukan secara demokratis dalam artian bahwa

setiap keputusan yang berhubungan dengan usaha haruslah melalui


101
Pasal 1 Angka 32 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara
102
Pasal 1 Ayat 1 Undang-undang nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian.
103
Pasal 5 Undang-undang nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian

Universitas Sumatera Utara


rapat anggota, pembentukan pengawas, penentuan pengurus, dan

penunjukan pengelola sebagai karyawan yang bekerja dikoperasi;

• pembagian Sisa Hasil Usaha dilakukan secara adil sesuai dengan

besarnya jasa usaha masing-masing anggota.

• Pemberian balas jasa yang diberikan kepada setiap anggota hanya

terbatas terhadap modal yang diberikannya.

• kemandirian, dimana koperasi tidak terikat pada suatu organisasi

tertentu maupun bergantung kepada organisasi lainnya.

c) Perorangan, dapat berupa:

• orang perorangan;

• perseroan firma, adalah suatu perseroan yang didirikan untuk

melakukan suatu usaha untuk melakukan suatu usaha dibawah satu

nama bersama. 104 Dalam perseroan firma, tiap-tiap persero

bertanggung jawab secara renteng untuk seluruh perikatan-perikatan

perseroannya 105;

• Perseroan Komanditer, adalh perseroan yang dibentuk dengan cara

meminjamkan uang, didirikan antara seseorang atau beberapa orang

persero yang memiliki tanggung jawab renteng. 106

Dengan di berlakukanya UU No.4Tahun 2009 tentang mineral dan Batubara

secara secara otomatis membuat UU No.11 Tahun 1967 dicabut dan dinyatakan

tidak berlaku. Maka berakhirlah rezim KP,SIPD,PKP2B dan kontrak karya akan

digantikan dengan Izin Usaha Pertambangan(“IUP”).Sedangkan untuk

104
Pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
105
Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
106
Pasal 19 Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Universitas Sumatera Utara


KP,SIPD,Kontrak Karya dan PKP2B yang telah lahir sebelum berlakunya UU

No.4 Tahun 2009 tetap dihormati sampai masa berlakunya berakhir. Berikut

peraturan pelaksana dari UU No. 4 Tahun 2009:

a. PP No.22 Tahun 2010 tentang wilayah Pertambangan.

b. PP No.23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha.

c. PP No.55 Tahun 2010 tentang konsep kontrak perjanjian digantikan

dengan system IUP.

Dari penjelasan diatas terdapat perbedaan yang sangat jelas antara kontrak izin

pengusahaan pertambangan yang berlaku baik dimasing-masing masa peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

B. Syarat untuk mendapatkan izin usaha pertambangan Minerba

Setiap masyarakat baik individual, kelompok masyarakat maupun koperasi

dapat mengajukan permohonan untuk mendapatkan IUP, IUPK dan IPR. Adapun

syarat dan ketentuan untuk memiliki setiap izin tersebut adalah berbeda cara,

diantaranya adalah sebagai berikut.

Sebagaimana sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa IUP terbagi

menjadi dua yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Adapun syarat

untuk mengajukan IUP tersebut secara umum adalah meliputi :

a. Administratif;

b. teknis;

c. lingkungan; dan

d. finansial.

Universitas Sumatera Utara


Persyaratan administratif yang harus dipenuhi oleh pemohon badan usaha

yaitu:

a. syarat untuk permohonan IUP yang bergerak dibidang mineral logam dan

batubara, yaitu:

• surat permohonan;

• susunan direksi dan daftar pemegang saham; dan

• surat keterangan domisili perusahaan.

b. Sementara untuk pertambangan diluar mineral logam dan dan batuan,

yaitu:

• surat permohonan;

• profil badan usaha;

• akte pendirian badan usaha yang bergerak dibidang usaha

pertambangan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang;

• nomor pokok wajib pajak (NJOP);

• susunan direksi dan daftar pemegang saham;

• surat keterangan domisili.

Untuk permohonan admistratif oleh pemohon yang berbentuk koperasi

adalah sebagai berikut:

a. syarat mengajukan permohonan IUP dalam rangka pengelolaan mineral

logam dan batubara adalah sebagai berikut:

• surat permohonan;

• susunan pengurus; dan

• surat keterangan domisili.

Universitas Sumatera Utara


b. syarat untuk permohonan IUP dalam rangka pengelolaan dibidang

bukan mineral bukan logam dan batuan antara lain:

• surat permohonan;

• profil koperasi;

• akte pendirian koperasi yang bergerak dibidang pertambangan yang

telah disahkan oleh pejabat yang bewenang;

• nomor pokok wajib pajak;

• susuanan pengurus; dan

• keterangan domisili.

Syarat adminsitratif untuk pemohon yang bersifat orang perorangan adalah

sebagai berikut:

a. syarat untuk mengajukan IUP dalam bidang pertambangan mineral

logam dan batubara adalah sebagai berikut:

• surat permohonan; dan

• surat keterangan domisili.

b. untuk IUP dalam bidang pertambangan mineral bukan logam dan

batuan, yaitu:

• surat permohonan;

• kartu tanda penduduk;

• nomor pokok wajib pajak;

• surat keterangan domisili.

Untuk perusahaan firma dan komanditer dalam permohonannya harus

memenuhi syarat adminsitratif yang sama dengan permohonan oleh perusahaan

Universitas Sumatera Utara


badan usaha.

Disamping syarat administratif, kepada pemohon IUP juga diminta untuk

memenuhi syarat teknis. Syarat teknis untuk mengajukan IUP eksplorasi yang

harus dilengkapi adalah :

a. daftar riwayat hidup dan surat pernyataan tenaga ahli pertambangan

dan/atau geologi yang berpengalaman paling sedikir 3 (tiga) tahun;

b. peta WIUP yang dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang

dan bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi geografi yang

berlaku secara nasional;

syarat teknis untuk mengajukan IUP Operasi produksi, meliputi:

a. peta wilayah dilengkapi dengan batas koordinat geografis lintang dan

bujur sesuai dengan ketentuan sistem informasi yang berlaku secara

nasional;

b. laporan lengkap eksplorasi;

c. laporan studi kelayakan;

d. rencana reklamsi dan pascatambang;

e. rencana kerja dan anggaran biaya;

f. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan operasi

produksi; dan

g. tersedianya tenaga ahli pertambangan dan/atau geologi yang

berpengalaman palaing sedikit 3 (tiga) tahun.

Pemohon IUP juga harus memenuhi persyaratan lingkungan. Persyaratan

lingkungan yang harus dipenuhi oleh pemohon IUP eksplorasi yaitu dengan

membuat pernyataan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan

Universitas Sumatera Utara


dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi oleh pemohon IUP operasi

produkdi adalah sebagai berikut:

a. persyaratan kesanggupan untuk mematuhi segala ketentuan peraturan

perundang-undangan dibidang perlindungan dan pengelolaan

lingkungan hidup; dan

b. persetujuan dokumen lingkungan hidup sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

Persyaratan finansial merupakan persyaratan yang berkaitan dengan

keuangan. Pemohon IUP, baik IUP Eksplorasi dan IUP produksi harus

memenuhi persyaratan finansial. Persyaratan pemohon IUP eksplorasi,

meliputi:

a. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan eksplorasi;

b. bukti pembayaran harga nilai konpensasi data informasi hasil lelang

WIUP logam atau batubara dengan nilai penawaran lelang atau bukti

pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pencetakan peta

WIUP bukan logam atau batuan atas permohonan wilayah.

Persyaratan finansial yang harus dipenuhi oleh pemohon IUP Operasi

Produksi, meliputi:

a. laporan keuangan tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;

b. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir; dan

c. bukti pembayaran pengganti investasi sesuai dengan nilai penawaran

lelang bagi pemenang lelang WIUP yang telah berakhir.

Adapun substansi Izin Usaha Pertambangan (IUP) dalam pasal 39 undang-

Universitas Sumatera Utara


undang-undang No.4 Tahun 2009 telah ditentukan mengenai substansi danhal-hal

yang wajib dimuat dalam IUP Eksplorasi dan IUP Produksi. Hal-hal yang wajib

dimuat dalam IUP eksplorsi meliputi:

a. nama perusahaan;

b. lokasi dan luas wilayah;

c. rencana umum tataruang;

d. jaminan kesungguhan;

e. modal investasi;

f. perpanjangan waktu tahap kegiatan;

g. hak dan kewajiban pemegang IUP;

h. jangka waktu berlakunya tahap kegiatan;

i. jenis usaha yang diberikan;

j. rencana pengembangan dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah

pertambangan;

k. perpajakan;

l. penyelesaian perselisihan;

m. iurn tetap dan iuran eksplorasi;

n. AMDAL.

Hal-hal yang wajib dimuat dalam IUP operasi produksi, meliputi:

a. nama perusahaan;

b. luas wilayah;

c. lokasi penambangan;

d. lokasi pengolahan dan pemurnian;

e. pengangkutan dan penjualan;

Universitas Sumatera Utara


f. modal investasi;

g. jangka waktu berlakunya IUP;

h. jangka waktu tahap kegiatan;

i. penyelesaian masalah pertanahan;

j. lingkungan hidup termasuk reklamasi dan pascatambang;

k. dana jaminan reklamasi dan pascatambang;

l. perpanjangan IUP;

m. hak dan kewajiban pemegang IUP;

n. rencana pengembangn dan pemberdayaan masyarakat disekitar wilayah

pertambangan;

o. perpajakan;

p. penerimaan negara bukan pajak yang terdiri atas iuran tetap dan iuran

produksi;

q. penyelesaian perselisihan;

r. keselamatan dan kesehatan kerja;

s. konservasi mineral;

t. pemanfaatan brang, jasa, dan teknologi dalam negeridan teknologi dalam

negeri;

u. penerapan kaidah keteknologian dan keekonomian pertambangan yang

baik;

v. pengembangan tenaga kerja indonesia;

w. pengelolaan data mineral; dan

x. penguasaan, pengembangan, dan penerapan teknologi pertambangan

mineral.

Universitas Sumatera Utara


IUP hanya diberikan untuk satu jenis mineral kepada pemohon. Namun,

apabila dalam pelaksanaannya telah ditentukan jenis mineral yang akan dikelola,

namun berikutnya ditemukan jensi mineral yang baru. Maka untuk menjawab hal

itu dalam paal 40 UUPMinerba telah ditentukan:

a. pemegang IUP yang menemukan mineral lain didalam WIUP yang

dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya;

b. pemegang IUP yang bermaksud mengusahakan mineral lain yang wajib

mengajukan permohonan IUP baru kepada menteri, gubernur, dan

bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

c. pemegang IUP dapat juga menyatakan tidak berminat untuk

mengusahakan mineral lain yang ditemukan tersebut;

d. pemegang IUP yang tidak berminat untuk mengusahakan mineral lain

yang ditemukan, wajib menjaga mineral lain tersebut agar tidak

dimanfaatkan pihak lain;

e. IUP untuk mineral lain dapat diberikan kepada pihak oleh menteri,

gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

C. Hak dan Kewajiban pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP)

Badan usaha, koperasi atau perorangan yang melakukan usaha pertambangan

baru dapat melakukan usahanya setelah mendapat izin usaha pertambangan (IUP).

Sejak adanya IUP, maka sejak itulah timbul hak dan kewajiban bagi pemegang

IUP.

Universitas Sumatera Utara


107
Dalam pasal 90 sampai dengan pasal 94 undang-undang nomor 4 Tahun

2009 telah diatur mengenai hak pemegang IUP. Yaitu:

a. dapat melakukan seluruh atau sebagian tahapan usaha pertambangan, baik

kegiatan eksplorasi maupun prosduksi;

b. dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum untuk memenuhi

seluruh kegiatan pertambangan setelah memenuhi peraturan perundang-

undangan;

c. memiliki mineral, termasuk mineral ikutannya, atau batubara yang telah

diproduksi apabila telah memenuhi iuran eksplorasi atau iuran produksi,

kecuali mineral ikutan radioaktif.

d. mengalihkan kepemilikan dan/atau saham dibursa saham indonesia hanya

dapat dilakukan setelah melakukan kegiatan eksplorasi tahapan tertentu;

e. melakukan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Adapun kewajiban pemegang IUP ditentukan dalam pasal 112, yaitu: 108

a. menerapkan kaidah teknik pertambangan yang baik. Dalam kaidah

penerapan teknik pertambangan yang baik, pemegang IUP wajib

melaksanakan:

• ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja;

• keselamatan operasi pertambangan;

• pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk

kegiatan reklamasi dan pascatambang;

107
Pasal 90-94 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan
batubara
108
Pasal 112 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara

Universitas Sumatera Utara


• upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara;

• pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan

dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standart baku

mutu lingkungan sebelum dilepas kelingkungan.

b. mengelola keuangan sesuai dengan standart sistem akutansi indonesia;

c. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral;

d. melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat;

e. mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan;

f. menjamin penerapan standart baku mutu lingkungan sesuai dengan

karakteristik suatu daerah;

g. menjada kelestarian fungsi dan daya dukung sumber daya air yang

bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

h. menyerahkan rencana reklamasi dan rencana pascatambang pada saat

mengajukan permohonan IUP operasi produksi;

i. pelaksanaan reklamasi dan kegiatan pascatambang dilakukan sesuai

dengan peruntukan lahan pascatambang;

j. menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang;

k. meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dalam pelaksanaan

penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pemanfaatan mineral;

l. melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan didalam

negeri;

m. badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang

bermaksud untuk menjual mineral yang tergali wajib terlebih dahulu

memiliki IUP Operasi produksi untuk penjualan;

Universitas Sumatera Utara


n. iuran produksi;

o. menyampaikan laporan hasil penjualan mineral yang tergali kepada

menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

p. mengutamakan pemanfaatan tenaga kerja setempat, barang dan jasa

dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

q. mengikutsertakan pengusaha lokal yang ada didaerah tersebut sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

r. menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat;

s. menyerahkan seluruh data yang diperoleh dari hasil eksplorasi dan

produksi kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangnya;

t. memberikan laporan tertulis secara berkala atas rencana kerja dan

pelaksanaan atas pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan

batubara kepada menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangnya;

u. setelah 5 (lima) tahun berproduksi, badan usaha pemegang IUPbadan

usaha yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi

saham pada pemerintah, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, atau Badan

Usaha Milik Swasta Nasional.

v. membayar pendapatan negara dan pendapatan daerah;

w. membayar kepada pemrintah 4% dan kepada pemerintah daerh 6% dari

keuntungan bersih.

Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai

penambah kekayaan bersih. Pendapatan negara terdiri atas :

Universitas Sumatera Utara


a. penerimaan pajak;

b. penerimaan bukan pajak;

c. hibah.

Penerimaan pajak adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas :

a. pajak dalam negeri; dan

b. pajak perdagangan international.

Pajak dalam negeri dalah semua penerimaan pajak yang berasal dari:

a. pajak penghasilan;

b. pajak pertambahan nilai barang dan jasa dan pajak penjualan atas barang

mewah;

c. pajak bumi dan bangunan;

d. bea perolehan hak atas tanah dan bangunan;

e. bea cukai; dan

f. pajak lainnya.

Pajak perdagangan internasional adalah semua penerimaan negara yang

berasal dari bea masuk dan bea keluar.

Penerimaan negara bukan pajak (PNBP) adalah semua penerimaan

pemerintah pusat yang diterima dalam bentuk penerimaan sumber daya alam,

bagian pemerintah atas laba BUMN, penerimaan pajak lainnya, serta pendapatan

badan layanan umum. Peneriman negara bukan pajak terdiri atas ;

a. iuran tetap;

b. iuran eksplorasi;

c. iuran produksi; dan

Universitas Sumatera Utara


d. kompensasi data informasi.

Pendapatan daerah terdiri atas:

a. pajak daerah;

b. retribusi daerah; dan

c. pendapatan lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-

undangan.

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
Kepastian hukum pemberian izin usaha pertambangan dikaitkan
dengan hak menguasai negara berdasarkan UUPA

Dalam Undang-Undang Minerba terdapat ketentuan-ketentuan yang

menurut beberapa kalangan pelaku usaha pertambangan memuat pasal-pasal

yangbersifat kontradiktif satu sama lain. Menurut hemat penulis, Undang-undang

Minerbayang sejatinya dibuat dalam rangka memberikan landasan hukum

bagilangkah-langkah pembaharuan dan penataan kembali kegiatan pengelolaan

dan pengusahaan pertambangan khususnya minerba demi menyesuaikan diri

denganperubahan lingkungan strategis, baik bersifat nasional maupun

internasional. Ini ditandai dengan seiring perkembangan sistem kontrak

pengusahaan pertambangan dalam suatu wilayah pertambangan. Khusus dalam

skripsi ini adalah mengenai pemberian izin usaha pertambangan sebagaimana

diatur dalam pasal 1 angka 7 Undang-undang Minerba dengan pengaruhnya

terhadap ketentuan mengenai hak ulayat masyarakat hukum adat, terhadap

pemgembangan dan pemberdayaan masyarakat lingkar tambang, dan implikasinya

terhadap undang-undang perkebunan dan kehutanan.

Oleh karena itu sudah barang tentu Undang-Undang Minerba dibuat dengan

tujuan untukmemberikan kepastian hukum bagi semua kalangan, khususnya bagi

pelakuusaha mineral dan pertambangan.Untuk memberikan gambaran yang jelas

mengenai keraguanbeberapa kalangan tentang pertambangan Minerba yang

akandibahas satu persatu rumusan hukum dari ketentuan-ketentuan penting

mengenai pemberian izin usaha pertambangan yangsebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang Minerba tersebut.

Universitas Sumatera Utara


A. Kajian hukum pemberian IUP dengan hak ulayat masyarakat hukum adat
(Mahudat).

1. Pengertian dan pengakuan Mahudat

Sudah barang tentu bahwa mahudat di indonesia masih lazim kita jumpai

dalam perkembangan berbangsa dan bernegara. Pemerintah tidak dapat

mengabaikan pertentangan antara penerapanUndang-Undang Minerba yang

bertentangan dengan prinsip-prinsip Mahudat, karenaMahudat ini keberadaan dan

eksisitensinya masih diakui dalam KonstitusiRepublik Indonesia, Pasal 18B ayat

(2) UUD 1945 yang berbunyi:

”Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukumadat


beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
denganperkembangan dan prinsip Negara Kesatuam Republik Indonesia yang
diaturdalam undang-undang”.

Istilah masyarakat hukum adat sendiri adalah istilah resmi yang tercantum

dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti dalam Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok Agraria (yang selanjutnya disebut UUPA),

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan, Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun

2004 Tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya

sebagai padanan dari rechtgemeenschapt, atau oleh sedikit literatur menyebutnya

adatrechtgemenschap. Istilah masyarakat hukum adat dilahirkan dan digunakan

oleh pakar hukum adat yang lebih banyak difungsikan untuk keperluan

teoritikakademis.Sedangkan istilah masyarakat adat adalah istilah yang

lazimdiungkapkan dalam bahasa sehari-hari oleh kalangan non-hukum yang

Universitas Sumatera Utara


mengacu pada sejumlah kesepakatan internasional. 109

Istilah masyarakat adat merupakan padanan dari indigeneous people. Istilah

itu sudah dikenal luas dan telah disebutkan dalam sejumlah kesepakatan

internasional, yaitu : Convention of International Labor Organixation Concerning

Indigeneous and Tribal People in Independent Countries (1989), Deklarasi Cari-

Oca tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (1992), Deklarasi Bumi Rio de

Janairo(1992), Declaration on the Right of Asian Indigenous Tribal People

Chianmai (1993), De Vienna Declaration and Programme Action yang

dirumuskan oleh United Nations World Conference on Human Rights (1993).

Sekarang istilah indigenous people semakin resmi penggunaannya dengan telah

lahirnya Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (United Nation

Declaration on the Rights of Indegenous People) pada tahun 2007.

Banyak ahli berpendapat bahwa pengertian masyarakat adat harusdibedakan

dengan masyarakat hukum adat. Konsep masyarakat adat merupakan pengertian

umum untuk menyebut masyarakat tertentu dengan ciri-ciri tertentu. Sedangkan

masyarakat hukum adat merupakan pengertian teknis yuridis yang menunjuk

sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah (ulayat) tempat tinggal dan

lingkungan kehidupan tertentu, memiliki kekayaan dan pemimpin yang bertugas

menjaga kepentingan kelompok (keluar dan kedalam), dan memiliki tata aturan

(sistem) hukum dan pemerintahan.

Dalam skripsi ini, masyarakat adat disamakan artinya dengan pengertian

masyarakat hukum adat, sebagaimana lazim ditemukan dalam peraturan

perundang-undangan. Secara faktual setiap provinsi di Indonesia terdapat


109
Taqwaddin, “Penguasaan Atas Pengelolaan Hutan Adat oleh Masyarakat Hukum Adat (Mukim) di
Provinsi Aceh”, (Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Sumatera Utara, 2010),hlm.
36.

Universitas Sumatera Utara


kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat dengan karakteristiknya masing-

masing yang telah ada ratusan tahun yang lalu. Masyarakat hukum adat adalah

kelompok masyarakat yang teratur, yang bertingkah laku sebagai kesatuan,

menetap disuatu daerah tertentu, mempunyai penguasa-penguasa, memiliki

hukum adat masing-masing dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda

yang berwujud ataupun tidak berwujud serta menguasai sumberdaya alam dalam

jangkauannya. Mereka memiliki sistem kebudayaan yang kompleks dalam tatanan

kemasyarakatannya dan mempunyai hubungan yang kuat dengan tanah dan

sumber daya alamnya. 110Masyarakat hukum adat juga diartikan sebagai

sekelompok orang yang terikat oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga

bersama suatu persekutuan karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar

keturunan.
111
Konsep masyarakat hukum adat untuk pertama kali diperkenalkan

olehCornelius van Vollenhoven. Ter Haar sebagai murid dari Cornelius van

Vollenhoven menjelaskan lebih mendalam tentang masyarakat hukum adat. Ter

Haar memberikan pengertian sebagai berikut, masyarakat hukum adat adalah

kelompok masyarakat yang teratur, menetap di suatu daerah tertentu, mempunyai

kekuasaan sendiri, dan mempunyai kekayaan sendiri baik berupa benda yang

terlihat maupun yang tidak terlihat, dimana para anggota kesatuan masing-masing

mengalami kehidupan dalam masyarakat sebagai hal yang wajar menurut kodrat

alam dan tidak seorang pun diantara para anggota itu mempunyai pikiran atau

kecenderungan untuk membubarkan ikatan yang telah tumbuh itu atau

meninggalkannya dalam arti melepaskan diri dari ikatan itu untuk selama-
110
IBID
111
Husen Alting, Dinamika Hukum dalam Pengakuan dan Perlindungan Hak Masyarakat Hukum
Adat Atas Tanah ,LaksBang PRESSindo, Yogyakarta, 2010. hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara


lamanya.

Kusumo Pujosewojo, memberikan pengertian yang hampir sejalan

denganTer Haar, beliau mengartikan masyarakat hukum adat sebagai masyarakat

yang timbul secara spontan diwilayah tertentu, berdirinya tidak ditetapkan atau

diperintahkan oleh penguasa yang lebih tinggi atau penguasa lainnya, dengan

rasasolidaritas sangat besar di antara anggota, memandang anggota masyarakat

sebagai orang luar dan menggunakan wilayahnya sebagai sumber kekayaan yang

hanya dapat dimanfaatkan sebagai sumber kekayaan yang hanya dapat

dimanfaatkan sepenuhnya oleh anggotanya. 112


113
Sedangkan menurut Hazairin, masyarakat hukum adat adalah kesatuan-

kesatuan masyarakat yang mempunyai kelengkapan-kelengkapan untuk sanggup

berdiri sendiri yang mempunyai kesatuan hukum, kesatuan penguasa dan kesatuan

lingkungan hidup berdasarkan hak bersama atas tanah dan air bagi semua

anggotanya. Para tokoh masyarakat adat yang tergabung dalam

AMANmerumuskan masyarakat hukum adat sebagai sekelompok orang yang

terikat olehtatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan

hukum karena kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pakar hukum tersebut maka dapat

dirumuskan kriteria masyarakat hukum adat sebagai berikut :

1. terdapat masyarakat yang tertatur;

2. menempati suatu wilayah tertentu;

3. terdapat kelembagaan;

4. memiliki kekayaan bersama;

112
Ibid.hal 44
113
Hazairin. Demokrasi Pancasila. Tintamas, Jakarta, 1970.Hal 44

Universitas Sumatera Utara


5. susunan masyarakat berdasarkan pertalian darah atau lingkungan daerah;

6. hidup secara komunal dan gotong-royong.

114
Dalam buku De Commune Trek in bet Indonesische Rechtsleven, F.D.

Hollenmann mengkonstruksikan 4 (empat) sifat umum dari masyarakat adat,

yaitu magis religious, komunal, konkrit dan kontan. Hal ini terungkap dalam

uraian singkat sebagai berikut:

1. Sifat magis religious diartikan sebagai suatu pola pikir yang didasarkanpada

keyakinan masyarakat tentang adanya sesuatu yang bersifat sakral.Sebelum

masyarakat bersentuhan dengan sistem hukum agama religiusitas ini

diwujudkan dalam cara berpikir yang prologka, animism, dan kepercayaan

pada alam ghaib. Masyarakat harus menjaga keharmonisan antara alam

nyata dan alam batin (dunia gaib). Setelah masyarakat mengenal sisitem

hukum agama perasaan religious diwujudkan dalam bentuk kepercayaan

kepada Tuhan (Allah). Masyarakat percaya bahwa setiap perbuatan apapun

bentuknya akan selalu mendapat imbalan dan hukuman tuhan sesuai dengan

derajat perubahannya.

2. Sifat komunal (commuun), masyarakat memiliki asumsi bahwa setiap

individu, anggota masyarakat merupakan bagian integral dari masyarakat

secara keseluruhan. diyakini bahwa kepentingan individu harus sewajarnya

disesuaikan dengan kepentingan-kepentingan masyarakat karena tidak ada

individu yang terlepas dari masyarakat.

114
Husein Alting, OP cit. hal.46

Universitas Sumatera Utara


3. Sifat konkrit diartikan sebagai corak yang serba jelas atau nyata

menunjukkan bahwa setiap hubungan hukum yang terjadi dalam masyarakat

tidak dilakukan secara diam-diam atau samar.

4. Sifat kontan (kontane handeling) mengandung arti sebagai

kesertamertaanterutama dalam pemenuhan prestasi. Setiap pemenuhan

prestasi selaludengan kontra prestasi yang diberikan secara

sertamerta/seketika.

Masyarakat adat menunjukkan hubungan yang erat dalam hubungan

antarpersonal dan proses interaksi sosial yang terjadi antarmanusia tersebut

menimbulkan pola-pola tertentu yang disebut dengan cara (a uniform or

customary of belonging within a social group).115

Masyarakat Hukum adat merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkandari

bangsa Indonesia, keberadaannya tidak dapat dipungkiri sejak dahulu hingga saat

ini. Konstitusi Indonesia menggunakan beberapa istilah untuk menunjuk kesatuan

masyarakat hukum adat, seperti kesatuan masyarakat hukum adat, masyarakat

adat, serta masyarakat tradisional, sehingga istilah–istilah ini dapat digunakan

sekaligus atau secara berganti-gantian.

1) Dalam UUD 1945

Bila kembali pada masa lalu dalam pembahasan Undang-Undang

Dasar1945 pada sidang-sidang BPUPKI dan PPKI, hanya Soepomo dan

Moehammad Yamin yang mengemukakan pendapat tentang perlunya mengakui

115
Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad, Legal Standing Kesatuan Masyarakat Hukum Adat dalam
Berperkara di Mahkamah Konstitusi. Salemba Humanika.Jakarta, 2010. hlm. 12.

Universitas Sumatera Utara


keberadaan hukum adat dalam konstitusi yang akan dibentuk. Sementara anggota

sidang lainnya tidak terlihat secara tegas ada yang memberikan pemikiran

konseptual berkaitan dengan posisi hukum adat dalam negara republik yang

sedang dirancang. Moehammad Yamin menyampaikan, bahwa kesanggupan dan

kecakapan bangsa Indonesia dalam mengurus tata negara dan hak atas tanah

sudah muncul beribu-ribu tahun yang lalu. Beliau tidak menjelaskan lebih jauh

konsepsi hak atas tanah yang disinggungnya, melainkan menyatakan bahwa

adanya berbagai macam susunan persekutuan hukum adat itu dapat ditarik

beberapa persamaannya tentang ide perwakilan dalam pemerintahan. Sehingga

Moehammad Yamin menyimpulkan bahwa persekutuan hukum adat itu menjadi

basis perwakilan dalam pemerintahan republik. 116

Sedangkan Seopomo dengan paham Negara integralistikmenyampaikan

bahwa :

“…Jika kita hendak mendirikan Negara Indonesia yang sesuai dengan


keistimewaan sifat dan corak masyarakat Indonesia, maka negara kita harus
berdasarkan atas aliran pikiran (staatsidee) negara yang integralistik, negara
yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, yang mengatasi seluruh golongan-
golongannya dalam lapangan apapun”. 117
118
Lebih lanjut dalam menjelaskan susunan pemerintahan, Soepomo

menyampaikan bahwa:

“hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa harus diperingati
juga. Daerah-daerah yang bersifat istimewa itu ialah, pertamadaerah
kerajaan (kooti), baik di Jawa maupun di luar Jawa, yang dalam bahasa
Belanda dinamakan zelfbesturendelanschapen. Kedua, daerah-daerah kecil
yang mempunyai susunan rakyat asli, ialah dorfgemeinschaften, daerah-
daerah kecil yang mempunyai susunan rakyat asli seperti desa di Jawa,
nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, huta dan kuria di

116
Taqwaddin, Op. Cit., hlm. 71.
117
Soepomo. Bab-Bab tentang Hukum Adat, Pradya Paramita, Jakarta,1977.hal 49-50
118
Tim Kerja Dibawah Pimpinan Dr. Herlambang P Wiratraman, S.H., MA, LAPORAN AKHIR TIM
PENGKAJIAN KONSTITUSI TENTANG PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT HUKUM
ADAT, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum
Nassional Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI, Jakarta, 2014.Hal 29

Universitas Sumatera Utara


Tapanuli, gampong di Aceh…. Dihormati dengan menghormati dan
memperbaiki susunan asli.”
Masyarakat Hukum Adat (mahudat) mendapat pengakuan secara

konstitusional. Dalam konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dalam pasal 18B ayat 2 dan pasal

28I ayat 3. Berikut bunyi lengkap kedua pasal tersebut:

Pasal 18 B ayat (2):

“Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum


adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Pasal 28 I ayat (3):

“Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan


perkembangan zaman dan peradaban.”
Dengan demikian, negara ‘mengakui’ serta ‘menghormati’

eksistensimasyarakat hukum adat namun dengan catatan 4 (empat) persyaratan

yuridis yakni :

a) sepanjang masih ada;

b) sesuai dengan perkembangan zaman dan peradaban;

c) sesuai dengan prinsip negara kesatuan republik Indonesia; dan

d) diatur dalam undang-undang.

Satcipto Rahardjo mengungkapkan empat klausula yuridis yang menjadi

kriteria eksistensi masyarakat hukum adat disertai komentarnya sebagai

berikut: 119

a) “Sepanjang masih hidup”

Kita tidak semata-mata melakukan pengamatan dari luar, melainkanjuga dari

dalam, dengan menyalami perasaan masyarakat setempat (pendekatan

119
Hendra Nurtjahjo dan Fokky Fuad, Loc. Cit., Hlm. 97.

Universitas Sumatera Utara


partisipatif).

b) “Sesuai dengan perkembangan masyarakat”

Syarat ini mengandung resiko untuk memaksakan (imposing)kepentingan

raksasa atas nama “perkembangan masyarakat”. Tidak member peluang

untuk membiarkan dinamika masyarakat setempat berproses sendiri

secara bebas.

c) “Sesuai dengan prinsip NKRI”

Kelemahan paradigm ini melihat NKRI dan masyarakat adat sebagaidua

antitas yang berbeda dan berhadap-hadapan.

d) “Diatur dalam undang-undang”

Indonesia adalah Negara berdasar hukum, apabila dalam Negara

yangdemikian itu segalanya diserahkan kepada hukum, maka kehidupan

sehari-hari tidak akan berjalan dengan produktif. Hukum yang selalu

ingin mengatur ranahnya sendiri dan merasa cakap untuk itu telah gagal

(bila tidak melibatkan fenomena sosial lainnya).

Oleh karena keempat syarat tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar,

makakeempatnya bisa disebut sebagai syarat konstitusional. 120

2) Ketetapan Majelis Perusyawaratan Rakyat Nomor TAP-

XVII/MPR/1998Pasal 41.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ini mempunyai posisi historis

sebagai landasan hukum konstitusional pertama yang secara formal mengakui

120
Ricardo Simarmata, Op Cit. Hal.51

Universitas Sumatera Utara


eksistensi dan hak tradisional masyarakat hukum adat di Indonesia yang merdeka.

Tidak dapat disangsikan lagi bahwa suasana keterbukaan serta semangat anti

sentralisasi kekuasaan yang tumbuh dalam era reformasi memungkinkan adanya

pengakuan secara formal tersebut. Seperti diketahui, agar mempunyai kekuatan

hukum positif, kandungan ketetapan MPR masih harus dituangkan dalam bentuk

undang-undang.

3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 6.

Pasal 6 Undang-undang ini secara formal mengakui eksistensi dan hak

tradisional masyarakat hukum adat berdasar norma yang terdapat dalam

Ketetapan MPR Nomor TAP-XVII/MPR/1998 tersebut di atas. Adapun bunyi

pasal 6 ayat 1 dan 2 undang-undang ini adalah sebagai berikut ini:

Ayat 1
“dalam rangka penegakan hak asasi manusia, perbedaan dan kebutuhan dalam
masyarakat hukum adat harus diperhatikan dan dilindungi oleh hukum,
masyarakat, dan pemerintah.”
Ayat 2
“identitas budaya masyarakat hukum adat, termasuk hak atas tanah ulayat
dilindungi, selaras dengan perkembangan zaman”.
Dimana dalam penjelasan pasal 6 ayat 1 dan 2 dijelaskan hak adat yang secara

nyata masih diakui dan dijunjung tinggi di dalam lingkungan masyarakat hukum

adat harus dihormati dan dilindungi dalam rangka penegakan dan perlindungan

HAM dalam masyarakat yang bersangkutan dengan memperhatikan hukum dan

peraturan perundang-undangan. Dan penjelasan ayat 2 dijelaskan bahwa dalam

rangka penegakan HAM identitas budaya masyarakat hukum adat, hak-hak adat

yang masih secara nyata dipegang teguh oleh masyarakat hukum adat setempat,

tetap dihormati dan dilindungi sepanjang tidak bertentangan dengan asas-asas

Universitas Sumatera Utara


hukum yang berintikan keadilan dan kesejahteraan umum. 121

Sehingga jelas bahwa dalam undang-undang ini eksistensi masyarakat

hukum adat dalam perkembangan masyarakat dan ketatanegaraan masih tetap

mengakui dan menghormati keberadaan masyarakat hukum adat.

4) Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria (Selanjutnya disebut UUPA)

Mengenai Hak Ulayat Mahudat sendiripun diakui dalam Undang-Undang

No 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, dimana hukum

adat memang menjadi “nafas”bagi UUPA, sebagaimana tertuang dalam Pasal 3

UUPA:

”Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan


hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat–masyarakat hukum
adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa
sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan
atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-
undang dan peraturan peraturan lain yang lebih tinggi”. 122
123
Melalui Pasal 3 UUPA serta penjelasannya, terlihat bahwa UUPA

mengakuisecara yuridis mengenai keberadaan hukum adat yang menjadi nafas

daripada undang–undang pokok ini. Namun, dalam frasa sepanjang tidak

bertentangan dengan kepentingan nasional dan negara diartikan sebagai “yang

disempurnakan dan disesuaikan dengan kepentingan masyarakat dalam Negara

yang modern dan dalam hubugannya dengan dunia internasional serta disesuaikan

dengan sosialisme Indonesia”. Dengan tafsir yang deimikian, maka kepentingan

nasional dapat pula jika diartikan sebagai kepentingan penguasa untuuk

121
Penjelasan undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Perlindungan dan Penegakan Hak
Asasi Manusia pasal 6 ayat 1 dan 2, LN Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165
122
Dapat dilihat dalam Penjelasan Umum III angka 1 UUPA
123
Penjelasan umum undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-pokok Dasar Agraria,
LN nomor104 Tahun 1960.

Universitas Sumatera Utara


melakukan eksploitasi sumber daya alam atas nama hak menguasai negara.

Sehingga dengan kata lain, hukum adat maupun tanah adat pada akhirnya dapat

“kalah” dengan izin–izin usaha pertambangan maupun izin untuk membuka usaha

di sektor sumber daya alam yang berada di kawasan tanah ulayat masyarakat

hukum adat.
124
Menurut Boedi Harsono, pernyataan mengenai kedudukan hukum adat

dalam UUPA dapat dilihat pada:

• Penjelasan Umum angka III (4);

• Pasal 5;

• Penjelasan Pasal 5;

• Penjelasan Pasal 16;

• Pasal 56; dan

• Pasal 58.

Pasal lain yang menyatakan bahwa hukum adat menjadi

nafasdalamkeberlakuan hukum tanah nasional adalah Pasal 5 UUPA:

“Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air, dan ruang angkasa ialah
hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan
Negara, yang berdasaran atas persatuan bangsa, dengan sosialisme
Indonesia serta dengan peraturan-peraturan yang tercantum dalam undang-
undang ini dan dengan peraturan perundangan lainnya, segala sesuatu
dengan mengindahkan unsur-unsur yang bersandar pada hukum agama.”
Achmad Sodiki menyatakan bahwa pemberian persyaratan

sebagaimanatercantum dalam Pasal 5 UUPA menunjukkan adanya dua

kemungkinan, yakni:

124
Boedi Harsono,Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-
Undang Pokok Agraria, Isi, dan Pelaksanaannya, Penerbit Djambatan, Jakarta,
2008. Hlm.177

Universitas Sumatera Utara


• Pertama, adanya keraguan terhadap hukum adat karena mengandung

aspeknegatif, misalnya mengandung aspek eksploitatif seperti halnya

perjanjianbagi hasil yang tidak menunjukkan kedudukan yan lebih baik

bagi penggarapterhadap pemilik tanah, hak gadai yang tidak ditasi masa

berlakunya sekalipunmerugikan pihak yang menggadaikan tanah.

• Kedua, kesiapan hukum adat sendiri dalam merespon atau

menyelesaikankonflik hubungan hukum modern diragukan

kemampuannya.

Selain itu, masih dalam alam payung hukum UUPA. Pengertian masyarakat

adat secara Konkrit dituangkan dalam Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Nomor 5

Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Adat

yang diterbitkan oleh Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan

Nasional diatur bahwa:

“masyarakat hukum adat adalah sekelompok orang yang terikat oleh tatanan
hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum karena
kesamaan tempat tinggal ataupun atas dasar keturunan”.

5) Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1991 Tentang Kehutanan

Selain dalam UUPA sendiri, Undang-undang Kehutanan juga mengatur

keberadaan masyarakat hukumadat yang tertuang di dalam Pasal 67 ayat (1) yang

menyatakan keberadaan masyarakat hukum adat menurut kenyataannya

memenuhi unsur:

• masyarakatnya masih dalam bentuk paguyuban (rechtgemenschaap);

• ada kelembagaan dalam bentuk perangkat penguasaan adatnya;

• ada wilayah hukum adat yang jelas;

Universitas Sumatera Utara


• ada pranata dan perangkat hukum yang khususnya peradilan adat

yangmasih ditaati; dan

• mengadakan pemungutan hasil hutan di wilayah hutan sekitarnyauntuk

memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

125
Terdapat dua hal utama dalam undang-undang ini mengenai masyarakat

hukum adat, yakni :

Pertama, bahwa sumber daya hutan dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk

sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dikatakan juga bahwa penguasaan hutan oleh

negara bukan merupakan kepemilikan, namun negara memberi sejumlah

kewenangan kepada pemerintah, termasuk kewenangan untuk memberikan izin

dan hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan. Hak

menguasai negara membawa konsekuensi dimasukkannya hutan yang dikuasai

oleh masyarakat hukum adat ke dalam hutan negara. Dengan demikian, cakupan

hutan negara bukan hanya hutan yang tidak dibebani hak-hak atas tanah menurut

UUPA, tetapi juga mencakup hutan yang dikuasai oleh masyarakat hukum adat

atau yang biasa disebut dengan hutan adat.

Kedua, dimasukannya hutan negara tidak lantas meniadakan hak-hak masyarakat

hukum adat sepanjang kenyataannya masih ada dan diakui keberadaannya, untuk

melakukan pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Namun, masyarakat hukum adat

harus terlebih dahulu harus dikukuhkan keberadaannya lewat peraturan daerah.

6) Dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi

125
Ricardo Simarmata, Loc Cit. Hal 94

Universitas Sumatera Utara


Dalam Mahkamah Konstitusi juga mengakui eksistensi Mahudat. Makamah

Konstitusi sebagai pemegang kekuasaan kehakiman yang bertugas mengawal

konstitusi secara langsung turut serta dalam penegakan hak-hak asasi manusia.

Hal ini merupakan hakikat pengertian dari konstitusi itu sendiri sebagai dokumen

politik dan dokumen ekonomi yang melindungi hak-hak asasi manusia yang

dimiliki oleh setiap warga negara maupun orang yang hidup dalam negara

tersebut. Oleh karena fungsi konstitusi pada essensinya adalah untuk membatasi

kekuasaan yang ada dalam skema ketatanegaraan suatu bangsa dan

memformulasikan perlindungan hak-hak dasar warga negara atau hak-hak asasi

manusia secara menyeluruh, maka peran Mahkamah Konstitusi berkorelasi

langsung sebagai aparatur penegak hak asasi manusia secara menyeluruh. Salah

satunya adalah terhadap pengakuan atas masyarakat hukum adat.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 memutuskanperkara

konstitusi dalam pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Kesatuan

Masyarakat Hukum Adat Kenegerian Kuntu, dan Kesatuan Masyarakat Hukum

Adat Kesepuhan Cisitu. Dimana Putusan Mahkamah KonstitusiNomor 35/PUU-

X/2012 memberi pengertian masyarakat hukum adat sebagaimana tertulis dalam

Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yakni “Kesatuan masyarakat

hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yng diatu dalam Undang-

undang”. Norma ini juga terdapat dalam Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi

Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Pengujian Undang-

Universitas Sumatera Utara


Undang Mahkamah Konstitusi Republik.

Dengan demikian, masyarakat hukum adat dapat melakukan

ataumengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (selaku

pemohon pengujian undang-undang) selama masyarakat hukum adat tersebut

masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara

Kesatuan RI.

2. Hak-Hak Tradisional Masyarakat Hukum Adat

Pembahasan mengenai hak masyarakat hukum adat masih sangat

kompleks.Pada dasarnya hubungan masyarakat adat dengan sumber daya alam,

lingkungan atau wilayah kehidupannya lebih tepat dikategorikan sebagai hubugan

kewajiban dari pada hak. Hubungan tersebut baru dikategorikan sebagai hak bila

mereka berhubungan dengan pihak luar, baik itu komunitas lain, pengusaha

bahkan dengan pemerintah. Ketika berhubungan dengan pihak luar, maka

konsepsi tentang hak kemudian menjadi sesuatu yang bermuatan politis yang

diperebutkan sekaligus menjadi objek peraturan di dalam hukum.

Sebelum memaparkan mengenai hak-hak tradisional masyarakat hukum

adat,terdapat hak yang berkaitan yakni hak-hak Konstitusional Masyarakat

Hukum Adat. Hak-hak konstitusional masyarakat hukum adat menurut Komisi

Hak Asasi Manusia dan Konvensi International Labour Organization (ILO) Tahun

1986 meliputi:

• Hak untuk menentukan nasib sendiri;

• hak untuk turut serta dalam pemerintahan;

• hak atas pangan, kesehatan, habitat dan keamanan ekonomi;

Universitas Sumatera Utara


• hak atas pendidikan;

• hak atas pekerjaan;

• hak anak;

• hak pekerja;

• hak minoritas dan masyarakat hukum adat;

• hak atas tanah;

• hak atas persamaan;

• hak atas perlindungan lingkungan;

• hak atas administrasi pemerintahan yang baik;

• hak atas penegakan hukum yang adil.

Hak atas tanah dan sumber daya alam merupakan salah satu hak

palingpenting bagi masyarakat adat sebab keberadaan hak tersebut menjadi salah

satu ukuran keberadaaan suatu komunitas masyarakat adat. Oleh karena itu, di

dalam deklarasi PBB tentang hak-hak masyarakat adat, persoalan hak atas tanah

dan sumber daya alam ini diatur :

Pasal 26 ayat (1)

“Masyarakat adat memiliki hak atas tanah-tanah, wilayah-wilayah dan


sumber daya-sumber daya yang mereka miliki atau duduki secara
tradisional atau Pengelolaan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Kepaniteraan dan Sekretariat Jendral Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia 2012. sebaliknya tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber daya-
sumber daya yang telah digunakan atau yang telah didapatkan (Pasal 26
ayat 1 Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat)”.
Pasal 26 ayat (2)

“Mayarakat adat memiliki hak untuk memiliki, menggunakan,


mengembangkan dan mengontrol tanah-tanah, wilayah-wilayah dan sumber
daya-sumber daya yang mereka atas dasar kepemilikan tradisional atau
penempatan dan pemanfaatan secara tradisional lainnya, juga tanah-tanah,
wilayah-wilayah dan sumber daya sumber daya yang dimiliki dengan cara
lain (Pasal 26 ayat 2 Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat)”.

Universitas Sumatera Utara


Sedangkan Abdon Nababan menyebutkan dari sekian banyak kategori

hakyang berhubungan dengan masyarakat adat, setidaknya ada empat hak

masyarakat adat yang paling sering disuarakan, antara lain:

• Hak untuk “menguasai” (memiliki, mengendalikan) dan mengelola

(menjada, memanfaatkan) tanah dan sumber daya alam di wilayah

adatnya;

• Hak untuk mengatur diri sendiri sesuai dengan hukum adat (termasuk

peradilan adat) dan aturan-aturan adat yang disepakati bersama oleh

masyarakat adat;

• Hak untuk mengurus diri sendiri berdasarkan sistem

kepengurusan/kelembagaan adat;

• Hak atas identitas, budaya, sistem kepercayaan (agama), sistim

pengetahuan (kearifan) dan bahasa asli.

Hak-hak tradisional masyarakat hukum adat di Indonesia yang

keberadaannyaditetapkan dalam beberapa peraturan perundangan:

• Hak pengelolaan dan pemanfaatan hutan

Terkait dengan masalah hutan adat di dalam Undang-Undang Nomor 41

Tahun 1999 Tentang Kehutanan pasal 5 ayat 2, 3 dan 4 dijelaskan bahwa

Hutan negara ialah hutan yang berada pada tanah yang tidakdibebani hak-

hak atas tanah menurut UUPA, termasuk di dalamnya hutan-hutanyang

sebelumnya dikuasai masyarakat hukum adat yang disebut hutan

ulayat,hutan marga, atau sebutan lainnya. Dimasukkannya hutan-hutan yang

dikuasaioleh masyarakat hukum adat dalam pengertian hutan negara, adalah

Universitas Sumatera Utara


sebagaikonsekuensi adanya hak menguasai dan mengurus oleh negara

sebagai organisasikeluasaan seluruh rakyat dalam prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.Dengan demikian masyarakat hukum adat sepanjang

menurut kenyataannya masihada dan diakui keberadaannya, dapat

melakukan kegiatan pengelolaan hutan dan pemungutan hasil hutan.

• Hak ulayat dan penguasaan tanah ulayat

Hak ulayat masyarakat hukum adat atas sumber daya air

sebagaimanayang diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004

tentang Sumber DayaAir dalam Pasal 6 ayat (3) tetap diakui sepanjang

masih ada dimana penguasaannegara atas sumber daya air tersebut

diselenggarakan oleh Pemerintah dan/ataupemerintah daerah dengan tetap

mengakui dan mengormati kesatuan-kesatuanmasyarakat hukum adat

beserta hak-hak tradisionalnya, seperti hak ulayatmasyarakat hukum adat

setempat dan hak-hak yang serupa dengan itu, sepanjangmasih hidup dan

sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

• Hak pengelolaan atas ladang atau perkebunan

Pengelolaan hak atas tanah untuk usaha perkebunan sebagaimana yang

diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan

tetap harus memperhatikan hak ulayat masyarakat hukum adat, sepanjang

menurut kenyataannya masih ada dan tidak bertentangan dengan hukum

yang lebih tinggi serta kepentingan nasional.

• Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

Universitas Sumatera Utara


Dalam hal perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup diatur

dalam Pasal 63 ayat (1) huruf t yang berbunyi Pemerintah bertugas dan

berwenang untuk menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan

keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat

hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan

hidup. Kemudian di dalam Pasal 63 ayat (2) huruf n juga dinyatakan bahwa

Pemerintah Provinsi bertugas dan berwenang untuk menetapkan kebijakan

mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan

lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan

dan pengelolaan lingkungan hidup pada tingkat provinsi. Di tingkat

Kabupaten/Kota sebagaimana lingkungan hidup pada tingkat provinsi. Di

tingkat Kabupaten/Kota sebagaimana yang diatur dalam Pasal 63 ayat (3)

huruf k bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota berugas dan berwenang untuk

melaksanakan kebijakan mengenai tata cara pengelolaan lingkungan

hiduppada tingkat Kabupaten/Kota.

• Pengelolaan wilayah pesisir

Pasal 61 ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang

Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menyatakan bahwa

Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak masyarakat

tradisional, dan kearifan lokal atas wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

yang telah dimanfaatkan secara turun-temurun.

Oleh karena itu semua hak tradisional masyarakat hukum adatsekaligus

merupakan hak konstutusional. Dalam perkembangannya, hak-hak tradisional

masyarakat hukum adatyang ada berpotensi dilanggar. Oleh karena itu, kesatuan

Universitas Sumatera Utara


masyarakat hukum adatdapat menjadi Pemohon sepanjang memenuhi syaratna

yang ditentukan dalamUUD 1945 maupun undang-undnag lain. Selanjutnya

Mahkamah berpendapatbahwa suatu kesatuan masyarakat hukum ada beserta hak-

hak tradisionalnyasesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

apabila kesatuanmasyarakat hukum adat tersebut tidak mengganggu eksistensi

Negara KesatuanRepublik Indonesia sebagai sebuah kesatuan politik dan kesatuan

hukum, yaitu :

• Keberadaannya tidak mengancam kedaulatan dan integritas Negara

Kesatuan Republik Indonesia; dan

• Substansi norma hukum adatnya sesuai dan tidak bertentangan dengan

peraturan perundang-perundangan.

Berikut akan dipaparkan hak-hak tradisional masyarakat hukum adat

yangdikelompokaan atas dua, yakni hak atas tanah masyarakat hukum adat dan

hakdiluar hak atas tanah masyarakat hukum adat:

a. Hak Atas Tanah Masyarakat Hukum Adat

Tanah mempunyai kedudukan yang penting bagi masyarakat hukum

adat.Hal itu dikarenakan tanah merupakan satu-satunya benda kekayaan

yangmeskipun mengalami keadaan yang bagaimanapun akan tetap dalam

keadaansemula, malah kadang-kadang menjadi lebih menguntungkan dari segi

ekonomis umpa manya: sebidang tanah itu dibakar, diatasnya dijatuhkan bom-

bom, tentutanah tersebut tidak akan lenyap; setelah api padam ataupun setelah

pembomanselesai sebidang tanah tersebut, akan muncul kembali, tetap berwujud

tanahseperti semula. Kalau dilanda banjir, misalnya setelah airnya surut, tanah

munculkembali sebagai sebidang tanah yang lebih subur dari semula.

Universitas Sumatera Utara


Selain daripada itu, tanah juga merupakan tempat tinggal keluarga

danmasyarakat, tempat mencari nafkah, sekaligus merupakan tempat

dimanamasyarakat yang meninggal dunia dikuburkan. Sesuai dengan kepercayaan

pulamerupakan tempat tinggal dewa-dewa pelindung dan tempat roh para

leluhurbersemayam.Masyarakat hukum adat sebagai kesatuan dengan tanah yang

didudukinyamemiliki hubungan yang sangat erat. Hubungan tersebut bersumber

padapandangan yang bersifat religius magis. Hubungan yang bersifat religius

magis ini menyebabkan masyarakat hukum memperoleh hak untuk menguasai

tanah tersebut, memanfaatkan tanah itu, memungut hasil dari tumbuh-tumbuhan

yang hidup di atas tanah itu, juga berburu terhadap binatang-binatang yang hidup

disitu. Hak masyarakat hukum adat atas tanah itu disebut hak pertuanan atau hak

ulayat, dan dalam literature hak ini oleh Van Vollenhoven disebut

beschikkingsrecht.
126
Menurut Bushar Muhammad, istilahbeschikkingsrecht dalam bahasa

Indonesia merupakan suatu pengertian yang baru. Hal tersebut karena dalam

bahasa Indonesia dan dalam bahasa daerah-daerah semua istilah yang

dipergunakan mengandung pengertian lingkungan kekuasaan, sedangkan

beschikkingsrecht itu menggambarkan tentang hubungan antara

masyarakathukum dan tanah itu sendiri. Kini lazimnya dipergunakan istilah hak

ulayatsebagai terjemahan beschikkingsrecht.

Wilayah kekuasaan (beschikkingebied) persekutuan itu adalah milik

persekutuan yang pada asasnya bersifat tetap, artinya perpindahan hak milik atas

wilayah ini adalah tidak diperbolehkan. Dalam kenyataannya terdapat

126
Dominikus Rato, Hukum Adat di Indonesia (suatu pengantar),laksbang justitia Suarabaya,
Surabaya, 2014. Hal.84

Universitas Sumatera Utara


pengecualian-pengecualian, oleh karenanya di atas tadi ditegaskan pada dasarnya

bersifat tetap.

b. Hak Lain diluar Hak Atas Tanah

Menurut Teuku Djuned, setiap persekutuan masyarakat hukum adat

mempunyai kewenangan hak asal usul, yang berupa kewenangan dan hak-hak:

• Menjalankan sistem pemerintahan sendiri;

• Menguasai dan mengelola sumberdaya alam dalam wilayahnya

terutama untuk kemanfaatan warganya;

• bertindak ke dalam mengatur dan mengurus warga serta lingkungannya.

Ke luar bertindak atas nama persekutuan sebagai badan hukum;

• hak ikut serta dalam setiap transaksi yang menyangkut lingkungannya;

• hak membentuk adat;

• hak menyelenggarakan sejenis peradilan.

Hak masyarakat hukum adat dalam bidang ekonomi menarik untuk

dicermati mengingat bahwa masyarakat hukum adat Indonesia merupakan

negarayang multikultural. Keanekaragaman budaya, ras, maupun agama

menyebabkan munculnya pluralisme hukum. Dalam konteks ini, pluralisme

hukum yang dimaksud adalah hukum nasional dan hukum adat yang berlaku di

masing-masing wilayah adat. Ironisnya, hak-hak yang berlaku pada masyarakat

sering kali terkikis oleh adanya pemberlakuan hukum negara yang tidak jarang

mengabaikan hak-hak kaum adat (hukum adat). Hal ini disebabkan karakteristik

hukum negara yang sentralistik dan memaksa. Ideologi pembangunan seperti ini

dikenal sebagai adanya model pembangunan hukum yang seperti ini (sentralistik)

Universitas Sumatera Utara


merupakan pengingkaran terhadap pluralisme hukum. Hal ini dapat dilihat dari

ruang yang diberikan terhadap hukum adat di dalam hukum nasional kurang

proposional. Implikasinya, produk-produk hukum Negara (state law) tidak

memberiruang bagi pengakuan dan perlindungan atas kepentingan masyarakat

lokal (adat). Salah satu contohnya adalah pengaturan dalam hukum agraria.

Secara teoritis, UUPA dikatakan berdasarkan hukum adat, akan tetapi

dalamkonteks tersebut yang dikatakan “hukum adat” adalah hukum adat yang

tidak bertentangan dengan dengan hukum nasional. Jadi, jika terdapat hukum adat

yang bertentangan dengan orientasi hukum nasional sering kali hal ini dianggap

menghambat proses pembangunan terutama pembangungan ekonomi.

Undang–undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara tidak mengatur secara eksplisit hubungan penyelesaian dengan tanah

ulayatmasyarakat hukum adat. Hal ini berbeda dengan Undang-Undang mengenai

sumberdaya alam lainnya yang turut mengakomodir eksistensi masyarakat hukum

adat,sekalipun ketentuannya pun masih perlu dikaji dan di judicial review (UU

Kehutanan,UU Sumber Daya Air, UU Perkebunan, UU Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan UU Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup). Dalam UUNomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan

Mineral dan Batubara pun, sebetulnyatelah diamanahkan bahwa perusahaan

pertambangan memiliki kewajiban untukmenyelesaikan sengketa dengan

pemegang hak atas tanah sebelum dapat melakukan kegiatan Eksplorasi.

Filosofi UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara adalah negara dalam hal ini pemerintah Indonesia, memosisikan diri

lebih tinggidibanding pelaku usaha. Artinya apabila pemegang IUP, IPR, maupun

Universitas Sumatera Utara


IUPKmelakukan kesalahan, negara bisa langsung mencabut izin tersebut. Hal ini

berbedadengan sistem Kontrak Karya. Filosofi lainnya adalah seluruh cadangan

mineralbatubara sepenuhnya dikuasai negara yang pengelolaannya diprioritaskan

padaBUMN, meningkatkan nilai tambah dengan mewajibkan pengolahan bahan

tambangdi dalam negeri, meningkatkan local content, dan memperhatikan aspek

sosial dan lingkungan.

Secara teoritis, operasi tambang dibagi menjadi dua bentuk yakni open

pit(penambangan terbuka) dan underground (penambangan bawah tanah,

termasukpengelolaan dengan model gua-gua). Bentuk-bentuk ini mempengaruhi

jenis pengelolaan dan pengusahaan tambang yang pada akhirnya juga turut

mempengaruhikondisi sosial secara langsung maupun tidak langsung. Kondisi

sosial yangdimaksud salah satunya adalah berkaitan dengan efek yang akan

dialami olehmasyarakat hukum adat serta hak ulayatnya yang berada di kawasan

pertambangan.Apalagi tercatat, pertambangan menduduki peringkat ketiga

sebagai konflik sumber daya alam dengan luas lahan seluas 197.365,90 ha.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan dari hulu ke hilir, yang

dalamPasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa:

“Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka


penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,konstruksi,
penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pascatambang”.
Tertulis diatas bahwa kegiatan pertambangan merupakan kegiatan skala

nasional yang dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat

secaraberkeadilan. Maria mengungkapkan bahwa perwujudan keadilan sosial

dalam bidangpertanahan dapat dilihat pada prinsip – prinsip dasar UUPA,

yakni“prinsip „negara menguasai.. merupakan prinsip penghormatan terhadap hak

Universitas Sumatera Utara


atas tanah masyarakat hukum adat,asas gungsi sosial semua hak atas tanah,

prinsip landreform, prinsip perencanaandalam penggunaan tanah dan upaya

pelestariannya, dan prinsip nasionalitas. Keadilansosial pun harus diwujudkan

manakala terdapat problematika pada sengketa hak atastanah ulayat dengan

perusahaan pertambangan. Sedangkan Usaha Pertambangan adalah kegiatan

dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan

penyelidikan umum, eksplorasi,studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan pemurnian, pengangkutandan penjualan, serta pascatambang.

Kegiatan pertambangan tersebut merupakan kegiatan yang komprehensif

dan memerlukan luas tanah yang tidak sempit. Sehingga terkait dengan kegiatan

pertambangan, khususnya pada Pasal 135 sampai dengan Pasal 138 UU No 4

Tahun2009 yang menyinggung mengenai kepemilikan tanah oleh perusahaan

pertambanganselama kegiatan pertambangan bukan merupakan hak milik, yakni:

Pasal 135

“Pemegang IUP Eksplorasi atau IUPK Eksplorasi hanya dapat


melaksanakan kegiatannya setelah mendapat persetujuan dari pemegang hak
atas tanah”.
Pasal 136

“Pemegang IUP atau IUPK sebelum melakukan kegiatan operasi produksi


wajib menyelesaikan hak atas tanah dengan pemegang hak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pada penjelasan Pasal 135 hanya disebutkan mengenai alasan mengapa

perusahaan pertambangan harus mendapatkan persetujuan dari pemegang hak

atastanah, yakni untuk menyelesaikan lahan-lahan yang terganggu oleh kegiatan

eksplorasiseperti pengeboran, parit uji, dan pengambilan contoh. Tidak dijelaskan

lebih lanjuthak atas tanah apa saja yang dapat dimintai persetujuan. Pasal 135

secara tidaklangsung merupakan bentuk pembiaran negara untuk masyarakat

Universitas Sumatera Utara


hukum adat agarface to face atau berhadapan langsung dengan perusahaan

pertambangan dalammempertahankan hak ulayatnya. Posisi masyarakat hukum

adat yang lemah akan cenderung diperlakukan sewenang–wenang, seperti banyak

kasus yang telah terjadi.

Melalui pasal diatas, terlihat bahwa negara Pemerintah “melepaskan”

tanggung jawab dari penyelesaian sengketa tanah hak ulayat yang akan

digunakanuntuk kegiatan usaha pertambangan. UU No. 4 Tahun 2009

menghendaki agarperusahaan pertambangan menyelesaikan sendiri. Secara

yuridis, kedudukan hukumkeduanya sama kuat, secara historis, masyarakat

hukum adat merupakan entitas yangterlebih dahulu mendiami tanah diIndonesia,

namun secara implementatif, kekuatanpengusaha pertambangan seringkali lebih

kuat.Selanjutnya Maria W. Sumardjono menyatakan pengakuan hak ulayatadalah

wajar, karena hak ulayat beserta masyarakat hukum adat telah ada

sebelumterbentuk Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Di satu sisi kebutuhan atas tanah di kehidupan manusia menjadi sesuatu

yang tidak bisa dihilangkan, namun di sisi lain tanah juga menjadi syarat wajib

untukkepentingan atas nama pembangunan, kepentingan sosial, dan modernisasi.

Dalamperspektif tersebut, terlihat bahwa status hukum kegiatan usaha

pertambangan padakawasan hak ulayat masyarakat hukum adat memerlukan

pengkajian pada tingkatanketepatan pengaturannya, termasuk ketersediaan

regulasi tentang hubungan antarahak atas tanah dan penggunaan tanah ulayat

untuk kegiatan pertambangan.UUPA memegang kuat konsep bahwa pemilik hak

ulayat adalahmasyarakat hukum adat. Hal ini terlihat dalam Pasal 3 UUPA yang

menyebutkan “Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2

Universitas Sumatera Utara


pelaksanaan Hak Ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat

hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada, harus sedemikian rupa

sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas

persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan

peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi.” Dalam pengertian ini terutarakan

dengan jelas bahwa hak ulayat adalah milik masyarakat hukum adat. Pemahaman

serupa juga dianut oleh UUPA dengan mengatakan bahwa masyarakat hukum

adat yang memiliki hak ulayat dilarang untuk menghalang-halangi pemberian hak

guna usaha (HGU) atau menolak pembukaan hutan untuk keperluan penambahan

bahan makanan dan pemindahan penduduk (Penjelasan Umum II angka 3).

Dengan menggunakan konsep tersebut, UUPA sekaligus mengakui keberadaan

masyarakat hukum adat selaku subyek yang memiliki hak ulayat (obyek). Hak

ulayat sebagai obyek tidak mungkin ada tanpa keberadaan masyarakat hukum adat

sebagai subyek.

Pada pasal 135 dengan tegas telah disampaikan bahwa terdapat syarat

mutlak bahwa perusahaan pertambangan baru dapat melaksanakan kegiatannya

setelahmendapatkan persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Tidak disebutkan

secarajelas bagaimana persetujuan yang dimaksud, apakah persetujuan lisan saja

cukupataukah melalui persetujuan tertulis pula. Namun hal ini dapat diserakan

kepadamasing-masing pemegang hak atas tanah, yang terutama pada masyarakat

hukumadat memiliki ketentuan masing-masing bagi orang asing yang akan

menggunakan tanah ulayatnya. Pasal ini menegaskan bahwa UU Minerba

memiliki keterkaitan dengan UUPA dan peraturan perundang – undangan terkait

dengan tanah, sekalipun dalamkonsidrans tidak merujuk pada UUPA. Dalam

Universitas Sumatera Utara


UUPA sendiri di kenal beberapa jenisHak Atas Tanah sebagaimana disebutkan

dalam Pasal 16 UUPA yakni hak milik, hakguna usaha, hak guna bangunan, hak

pakai, hak sewa, hak membuka tanah, dan hakmemungut hasil hutan. Serta dalam

Pasal 3 yakni hak ulayat dan hak-hak yang serupaitu dari masyarakat hukum adat.

Ketentuan pada pasal–pasal diatas mengamanahkanperusahaan pertambangan

untuk menyelesaikan hak atas tanah dengan para pemegang hak. Apabila hak atas

tanah itu berupa hak milik, maka tidak terlalu sulitbagi perusahaan pertambangan

untuk menyelesaikan secara administratif.

Namun, apabila berupa tanah ulayat yang tidak memiliki bukti administratif,

pedomanpenyelesaiannya terdapat pada Peraturan Menteri Agraria/Kepada Badan

PertanahanNasional Nomor 5 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelesaian

Masalah Hak UlayatMasyarakat Hukum Adat yakni dengan cara pelepasan hak.

Melalui Pasal 135 UU Minerba, dapat terlihat bahwa negara cenderung

membiarkan pengusaha pertambangan untuk menyelesaikan sendiri

persoalansengketa hak atas tanah ulayat dengan masyarakat adat. Konsekuensinya

adalahproses face to face atau berhadapan langsung antara pengusaha

pertambangan denganmasyarakat hukum adat rawan menimbulkan konflik.

Sekalipun secara yuridiskedudukan keduanya sama-sama diakui oleh hukum,

namun secara implementasi,perusahaan pertambangan merupakan pihak yang

memiliki power atau kekuatan yanglebih tinggi dibandingkan masyarakat hukum

adat. Hal ini mencederai amanahkonstitusi bahwa negara berkewajiban untuk

memberikan perlindungan kepadaseluruh masyarakat, termasuk masyarakat

hukum adatnya. Padahal sebetulnya,Peraturan Menteri Agraria 5/1999

memberikan kewenangan kepada instansi pemerintah untuk turun tangan

Universitas Sumatera Utara


menyelesaikan sengketa tanah ulayat. Selain itu,amanah keterlibatan negara juga

terdapat pada TAP MPR No IX/MPR/2001 tentangPembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Pembiaran negara dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat dengan

perusahaan pertambangan inilah yang menjadi penyebab kedudukan hukum hak

atastanah masyarakat hukum adat yang telah kuat dalam tataran yuridis, menjadi

sangatlemah dalam tataran implementasi. Hal ini juga disebabkan, terdapat

permasalahansaat penentuan Wilayah Pertambangan. Wilayah Pertambangan

merupakan variabelpaling dasar dan awal sebelum pemerintah dan/atau

pemerintah daerah memberikanIUP atau IUPK kepada pengusaha pertambangan.

Terkait dengan penentuan Wilayah Pertambangan, Mahkamah Konstitusi

melalui putusan Nomor 32/PUU-VIII/2010 pun menentukan bahwa negara

yangmana dalam hal ini dijalankan oleh Pemerintah, dalam menetapkan Wilayah

Pertambangan harus memperhatikan syarat-syarat berikut:

a. menyesuaikan dengan tata ruang nasional dan berorientasi

padapelestarian lingkungan hidup;

b. memastikan bahwa pembagian ketiga bentuk wilayah pertambangan

yaitu WUP, WPR, dan WPN tersebut tidak boleh saling tumpang

tindih, baikdalam satu wilayah administrasi pemerintahan yang sama

maupunantarwilayah administrasi pemerintahan yang berbeda;

c. menentukan dan menetapkan terlebih dahulu WPR, setelah itu

WPN,kemudian WUP;

Universitas Sumatera Utara


d. wajib menyertakan pendapat masyarakat yang wilayah maupun

tanahmiliknya akan dimasukkan ke dalam wilayah pertambangan

danmasyarakat yang akan terkena dampak.

Kini telah terdeteksi sebanyak 324 daerah memiliki cakupan luas lahan

sebesar 2.643.261,09 hektare (ha), yang merupakan peta wilayah adat.

Tumpangtindih lahan, akan menjadi permasalahan yang tidak dapat terhindarkan.

Setidaknya dalam hal pengakuan hak–hak adat atas tanah serta penyelesaian

sengketa tumpangtindih lahan dalam sektor agraria dan sumber daya alam, Pasal 5

ayat (1) poin a dand, serta ayat (2) poin a s/d e TAP MPR Nomor

IX/MPR/2001Ketetapan MPR No. IX/2001/MPR tentang Pembaruan Agraria dan

Pengelolaan Sumber Daya Alam menyebutkan:

Huruf a

“Arah kebijakan pembaruan agraria adalah melakukan pengkajian ulang


terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor demi terwujudnya
peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip
sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini”.
Huruf d

“Menyelesaikan konflik-konflik yang berkenaan dengan sumber daya


agraria yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi
konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum
dengan didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4
Ketetapan ini”.
Ayat 2“Arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah:
huruf a
“Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam
rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsipprinsip
sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini.
huruf b
“Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui
identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam
sebagai potensi pembangunan nasional.
huruf c

Universitas Sumatera Utara


“Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai
potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya
tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan
termasuk teknologi tradisional.
huruf d
“Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya
alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk
sumber daya alam tersebut.
huruf e
“Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang
timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa
mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum dengan
didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan
ini.
Sementara itu Pasal 5 ayat (2) TAP MPR tersebut menentukan bahwa arah

kebijakan dalam pengelolaan sumber daya alam adalah :

Huruf a
“melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam
rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip
sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini”.
Huruf b
“Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui
identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam
sebagai potensi pembangunan nasional”.
Huruf c
“memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai
potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya
tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan
termasuk teknologi tradisional”.
Huruf d
“memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya
alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk
sumber alam tersebut”.
Huruf e
“menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang
timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa
mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukumdengan
didasarkan atas prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan
in”i.
huruf f
“mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi
sumber daya alam secara berlebihan”.
Huruf g
“menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada
optimalisasi manfaat dengan memperhatikan potensi, kontribusi,

Universitas Sumatera Utara


kepentingan masyarakat dan kondisi daerah maupun nasional”.
127
Ketetapan MPR tersebut memberikan mandat kepada pemerintah dan

DPR untuk melakukan pengkajian ulang (review) terhadap berbagai peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dan pengelolaan sumber daya

alam. Hal ini menjadi relevan dalam kaitannya dengan melakukan pengkajian

mengenai harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan

masyarakat adat. Pertama, kebanyakan pengaturan mengenai keberadaan dan hak

masyarakat adat terdapat di dalam peraturan perundang-undangan yang berkaitan

dengan agraria dan pengelolaan sumber daya alam. Kedua, ketetapan MPR No.

IX/2001menjadikan pengakuan, penghormatan, dan perlindungan terhadap hak

masyarakat adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber daya agraria/sumber

daya alam sebagai salah satu prinsip yang menjadi tolak ukur dalam melakukan

pengkajian ulang terhadap peraturan perundang-undangan agraria dan

pengelolaan sumber daya alam.

Pasal 5 TAP MPR No IX/MPR/2001 tersebut telah jelas mengamanahkan

negara melalui pemerintah sebagai pihak yang turut mengambil peran dalam

menyelesaikan sengketa tumpang tindih lahan maupun pengelolaan sumber

dayaalam yang lain di masa kini serta antisipasinya di masa mendatang sehingga

tercipta pembangunan yang berkelanjutan.

B. Kepastian hukum pemberian IUP atas pemberdayaan masyarakat

lingkar tambang.

Kehadiran suatu perusahaan pertambangan diharapkan dapat memberikan

127
Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia RI,Laporan akhir tim pengkajian konstitusi
tentang perlindungan hukum terhadap masyarakat hukum adat,Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sistem Hukum Nasional Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum
Dan Hak Asasi Manusia RIJakarta, 2014.Hal 35

Universitas Sumatera Utara


manfaat baik secara ekonomi dan sosial langsung kepada masyarakat. Sehingga

dapat dinikmati oleh masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik lagi dari

sebelumnya. Dimana masyarakat diharapkan memperoleh manfaat senyata-

nyatanya dirasakan langsung oleh masyarakat sekitar wilayah lingkar tambang.

Pengembangan Masyarakat (Community Development) merupakan konsep

yang berkembang sebagai tandingan (opponent) terhadap konsep negara

kesejahteraan (welfare state). Kedua konsep ini muncul dalam wacana

pembangunan yang diperankan oleh negara (sebagai tanggung jawab Pemerintah)

untuk mensejahterakan masyarakat (rakyat) dan mendistribusikan kesejahteraan

tersebut secara merata (adil). Inti dari konsep kesejahteraan adalah pemenuhan

kebutuhan hidup manusia (human needs) yang dimulai dengan pemenuhan

kebutuhan dasar (basicneeds), seperti sandang, pangan, papan, kesehatan,

pendidikan. Di negara maju, telah terbukti bahwa konsep negara-kesejahteraan

(welfare state) tidak mampu berjalan secara berkelanjutan pada saat negara krisis

ekonomi karena dibebani oleh peningkatan pengangguran dan kemiskinan.

Apalagi di negara yang lebih miskin, konsep ini sulit dijalankan. Kalau pada

konsep negara-kesejahteraan (welfare state), pemerintah campur tangan langsung

pada pengelolaan dan distribusi kesejahteraan masyarakat. Sedangkan pada

konsep Pengembangan Masyarakat (Community Development), lebih ditekankan

pada upaya pemenuhan kebutuhan oleh masyarakat sendiri (community-base

service) dengan ide utama keberlanjutan dalam penyelenggaraan kebutuhan hidup

manusia karena dikembangkannya keswadayaan (self-reliance) masyarakat.

Pemenuhan kebutuhan oleh masyarakat sendiri (community-baseservice)

dianggap hanya bisa terjadi apabila disertai dengan programPengembangan

Universitas Sumatera Utara


Masyarakat (Community Development) yang merupakan prosesmembangun atau

memperkuat struktur masyarakat (komunitas) agarmenjadi suatu entitas yang

otonom dan bisa menyelenggarakankehidupannya serta melakukan kegiatan

pemenuhan kebutuhan manusia(human needs). Jadi, bagian penting dari program-

program. PengembanganMasyarakat adalah upaya-upaya untuk mewujudkan

desentralisasi danotonomi masyarakat (sosial-budaya, ekonomi, politik).

Batasan masyarakat (komunitas) yang dapat menjadi suatu kesatuanotonom

akan beragam, yang biasanya memiliki paling tidak lima (5), yaitu:

a. Jumlah atau skala: Adanya jumlah anggotamasyarakat yang

memungkinkan terjadinya interaksi langsung antaraindividu-individunya;

b. Identitas dan kepemilikan: Adanya kesamaan identitas yang

mempengaruhi perasaan kepemilikan, keterikatan kelompok, kesamaan

nilai, dan kesetiaan;

c. Kewajiban: Adanya hak dan kewajiban dari anggota terhadap

kelangsungan hidup masyarakatnya;

d. Kemelekatan secara keseluruhan: Adanya hubungan (interaksi) dan

peran-peran di antara anggota masyarakat, baik dalam kegiatan ekonomi,

sosial-budaya, dan politik, sebagai suatu kesatuan (kebulatan) masyarakat.

Artinya, setiap individu mengenal individu lainnya dalam bermacam peran,

sehingga usaha ekonomi (bisnis) pun tidak dapat dipisahkan dengan

hubungan sosial antar individu. Sebaliknya, hubungan sosial juga

mempengaruhi perekonomian masyarakat; dan

e. Budaya. Adanya budaya lokal yang unik dan spesifik.

Pengembangan Masyarakat (Community Development) diselenggarakan

Universitas Sumatera Utara


dengan tujuan untuk mencapai kondisi masyarakat dimana transformasi

sosial-budaya, politik, ekonomi, teknologi, dapat dilaksanakan oleh

masyarakat secara berkelanjutan.

Ada 3 karakter umum program Pengembangan Masyarakat (Community

Development), yaitu:

a. berbasis masyarakat (community-base) atau masyarakat sebagai pelaku utama

(subyek) dalam perencanaan dan pelaksanaan program;

b. berbasis sumberdaya setempat (local resources-base), yaitu penciptaan

kegiatan dengan melihat potensi sumberdaya (alam, manusia) yang ada; dan

c. berkelanjutan (sustainable) yaitu program berfungsi sebagai penggerak awal

pembangunan yang berkelanjutan.

1. Dampak Pemberian Izin Usaha Pertambangan Terhadap Masyarakat

Sekitar Pertambangan.

Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan

dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari

kegiatanpembangunan di bidang pertambangan adalah:

a. memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan

ekonominasional;

b. meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD);

c. menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang;

d. meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;

e. meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang;

f. meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang;

Universitas Sumatera Utara


g. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:

a. kehancuran lingkungan hidup;

b. penderitaan masyarakat adat;

c. menurunnya kualitas hidup penduduk lokal;

d. meningkatnya kekerasan terhadap perempuan;

e. kehancuran ekologi pulau-pulau; dan

f. terjadinya pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan.

Walaupun mineral dan batubara mempunyai kegunaan yang sangat strategis,

namunkeberadaan industri pertambangan minerba menimbulkan dampak, baik

positif maupun negatif. Dampak positif merupakan pengaruh dari adanya

pertambangan minerba terhadap hal-hal yang bersifat praktis (nyata) dan

konstruktif (membangun). Dampak positif dari industri pertambangan minerba ini

di Indonesia adalah:

a. membuka daerah terisolasi dengan dibangunnya jalan pertambangan

danpelabuhan;

b. sumber devisa negara;

c. sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD);

d. sumber energi alternatif, untuk masyarakat lokal;

e. menampung tenaga kerja.

Dampak negatif pertambangan batu bara merupakan pengaruh yangkurang

baik dari adanya industri penambangan batu bara. Dampak negatif penambangan

minerba di Indonesia yaitu:

Universitas Sumatera Utara


a. sebagian perusahaan pertambangan yang dituding tidak

memperhatikankelestarian lingkungan;

b. penebangan hutan untuk kegiatan pertambangan;

c. limbah kegiatan penambangan yang mencemari lingkungan;

d. areal bekas penambangan yang dibiarkan menganga;

e. membahayakan masyarakat sekitar;

f. sengketa lahan pertambangan dengan masyarakat sekitar;

g. kontribusi bagi masyarakat sekitar yang dirasakan masih kurang;

h. hubungan dan keterlibatan pemerintah daerah dalam kegiatan

pertambanganmasih kurang.

2. Faktor Penghambat Pengembangan Masyarakat Lingkar Tambang

Dalam perkembangan realitas pertambangan saat ini. Masyarakat sekitar

pertambangan tidaklah dapat dijadikan sebagai aktor yang berpengaruh dalam


128
pengembangan pertambangan tersebut. Adapun faktor penghalang

(penghambat) yang dalam keikutsertaan masyarakat dalam pengusahaan dan

pengelolaannya antara lain:

a. tingkat pendidikan yang rendah;

b. kurang berpengalaman;

c. tidak terlatih;

Meskipun demikian, masyarakat sekitar dengan segala keterbatasan dan

kekurangannya masih dapat dipekerjakan pada tahap bulan madu (tahap kontruksi

pertambangan) yang membutuhkan tenaga kerja semi skilled and unskilled yang

cukup banyak. Namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana setelah tahap

128
Abrar Saleng, Hukum Pertambangan,UII Press Yogyakarta, yogyakarta, 2004. Hal.192

Universitas Sumatera Utara


kontruksi selesai? Mereka tidak tertampung lagi karena faktor-faktor tersebur

diatas. Sementara pada tahap operasi pertambangan, mereka tidak dimungkinkan

lagi untuk ikut serta berperan dalam pengolahannya, dikarenakan dalam

pengerjaannya harus ditunjang oleh tenaga ahli pertambangan dan tenaga ahli

non-pertambangan yang secara bersama hidup dalam satu komunitas yang serba

berbeda dengan masyarakat sekitar baik dari pola hidupnya dan tingkat emosional

dalam diri masing-masing yang dapat mengakibatkan ketidak harmonisan dan

bahkan konflik.

Akibat dari kondisi yang demikian, hubungan antara perusahaan dengan

masyarakat sekitarnya terbatas bahkan tertutup. Pada saat itu pula muncul

ketidakpuasan masyarakat sekitar dab bahkan menjadi awal kesenjangan yang

berkepanjangan. Hubungan yang tidak harmonis antara pihak perusahaan dan

masyarakat sekitar terkadang memaksa pihak perusahaan mengundang aparat

keamanan yang dapat menciptakan suasana yang otoriter bagi masyarakat.


129
Dalam penelitian yang dilakukan Abrar Saleng, dengan kasus antara

masyarakat Kamoro dan Amungme disekitar PT.Freeport Indonesia, masyarakat

kutai disekitar PT. Kaltim Prima Coal dan Masyarakat Luwu disekitar INCO.

Ditemukan suatu fenomena yang menarik, yaitu disetiap lokasi yang relatif

terpencil (daerah yang baru dibuka), masyarakat pendatang jauh lebih maju dan

sejahtera serta mampu/memiliki semangat bersaing (Competition spirit) yang

tinggi, ketimbang masyarakat asli setempat. Menurut beliau, hal ini disebabkan

oleh kebijakan dan penanganan yang keliru oleh pemerintah daerah dan

perusahaan pertambangan sendiri dengan memberikan atau memenuhi segala

129
Abrar saleng. OP cit.hal 98

Universitas Sumatera Utara


klaim-klaim dari masyarakat asli. Pemenuhan klaim-klaim itu tidak di ikuti

pengetahuan dan pemahaman yang memadai akan cara pemanfaatan dan

penggunaan dana atau barang yang diberikan perusahaan, sehingga pemberian itu

hanya habisdikonsumsi dalam waktu yang singkat sehingga tidak produktif.

Kita bersama mengetahui bahwa kepentingan kontraktor pertambangan

umum adalah profit oriented, namun juga dibebani tanggung jawab community

development (tanggung jawab sosial perusahaan pertambangan umum),

berdasarkan ketentuan kontrak karya, sedangkan pemerintah dilain pihak

berkepentingan dengan adanya kepastian revenue/pemasukan dari bagian

pemerintah (govermen take) atas hasil dari produk pertambangan baik dari pajak

maupun royalty, deadren(iuran tetap), iuran produksi, maupun pajak dari

perusahaan jasa pertambangan umum terkait, guna memenuhi pemasukan untuk

Anggaran Pendapatan Negara di pusat maupun pemasukan asli pemerintah

daerah sebagai tanggung jawab publik dan melaksanakan amanah untuk

mensejahterahkan rakyat, sesuaidengan pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar

1945.

Untuk hal ini, maka terlihat adanya kemajuan dimana 10% dari keuntungan

hasil produk penambangan adalah menjadi bagian pemerintah dimana ada

percentage pembagian yang jelas antara pemerintah daerah dan pusat. Begitu pula

tampaknya dalam pertambangan (Domestik market Obligation) dimana

diperminyakan adalah 25% dari produksi tahunan.

Dalam Undang- Undang pertambangan Mineral dan Batu Bara, total royalti

yang harus dibayar oleh pengusaha tambang sebesar 10%. Pemerintah provinsi

cuma kebagian 1 persen. Ketentuan ini tiba-tiba muncul menjelang Undang-

Universitas Sumatera Utara


undang pertambangan Mineral dan Batu bara disahkan. Hal ini lah yang ditunggu

pemerintah daerah dalam Undang–Undang Pertambangan Mineral dan

Batubara.Apa lagi kalau bukan bagi–bagi dana royalti. Baik pemerintah pusat

maupun pemerintah daerah sudah pasti ingin mendapatkan bagian yang

besar.Apalagi kini zaman nya otonomi daerah.Setiap daerah pengthasil tentu ingin

mendapat jatah royalti.

Hasilnya, sudah ditetapkan oleh Undang–Undang Pertambangan Mineral

dan BatuBara. Total royalti ynag harus diberikan pengusaha tambang kepada

perintah sebesar 10%. Pasal 129 ayat (1) menyebutkan, Pemegang Izin Usaha

Pertambangan Kghusus (IUPK) operasi produksi untuk pertambangan mineral

logam dan Batu bara, wajib membayar 4% kepada pemerintah dan 6% kepada

pemerintah daerah dari keuntungan bersih sejak berproduksi.

Bagian pemerintah daerah kemudian dibagi lagi menjadi pemerintah

provinsi mendapat jatah 1%, pemerintah kabupaten/ kota penghasil 2,5%, dan

pemerintah kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang sama 2,5% (pasal 129

ayat (2)). Penjatahan itu memperlihatkan bahwa pemerintah pusat tetap mendapat

bagian paling besar, sedangkan pemerintah provinsi paling sedikit.

Terlepas dari penjatahan tersebut, kewajiban ini bisa menjadi kabar buruk

bagi pengusaha tambang. Pasalnya, dana 10% dari dari hasil keuntungan tidaklah

kecil. Belum lagi mereka harus membayar biaya–biaya lain yang diatur Undang–

Undang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Makanya ada yang mengatakan

pasal 129 adalah pasal kontroversial. Selain muncul di akhir-akhir pembahasan,

pasal tersebut juga bukan inisiatif dari pemerintah. Sebagaimana diketahui bahwa

pembayaran royalti selama ini masuk kategoris jenis Penerimaan Negara Bukan

Universitas Sumatera Utara


Pajak (PNBP). Ketentuannya diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 45 Tahun

2003 tentang jenis PNBP yang berlaku pada Departemen EnergiSumber Daya

Mineral (DESDM). Peraturan pemerintah ini antara lain memuat ketentuan

mengenai besaran tarif iuran tetap untuk Kuasa Pertambangan (KP), Kontrak

Karya (KK), dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara

(PKP2B). Lalu, besaran tarif iuran produksi (royalti) untuk KP dan KK. Royalti

dihitung berdasarkan tarif dikalikan harga jual bahan galian. Sedangkan Dana

Hasil Produksi Batu Bara (DHPB) diatur dalam Keppres No.75 Tahun 1996

Tentang Ketentuan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu

Bara(PKP2B). Dalam keppres ini kontraktor wajib menyerahkan 13,5 persen dari

hasil produksi batu bara nya kepada pemerintah secara tunai atas harga free on

board (FOB) atau harga setemapat (at sale point).

Dana hasil produksi Batu Bara (DHPB) sebesar 13,5% yang merupakan

bagian pemerintah digunakan untuk pembiayaan pengembangan batu bara,

inventarisasi sumber daya batubara, biaya pengawasan pengelolaan lingkungan

dan keselamatan kerja pertambangan, dan pembayaran iuran eksplorasi dan iuran

eksploitasi, serta pajak pertambangan Nilai (PPn). Selain royalti, Undang–Undang

Pertambangan Mineral dan Batu Bara yang baru juga mewajibkan perusahaan

tambang yang telah memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK), membayar pendapatan negara dan pendapatan

daerah lainnya (pasal 128). Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak dan

penerimaan negara buakn pajak.


130
Penelitian lain yang mengkaji dan menganalisis tentang faktor penyebab

130
Abrar Saleng.Op cit. Hal 100

Universitas Sumatera Utara


timbulnya konflik didaerah pertambangan adalah penelitian yang dilakukan oleh

Iskandar Zulkarnaen, dkk di daerah pertambangan Pongkor dan Cikotok. Dalam

penelitian ini, telah disajikan sumber konflik dan faktor penyebab terjadinya

konflik. Adapun hasil penelitiannya adalah sebagaoi berikut:

“Ada tiga aktor yang terlibat dalam melahirkan konflik di daerah


pertambangan pongkor dan cikotok. Ketiga sumber itu meliputi perusahaan
pertambangan (PT Aneka Tambang) Tbk, masyarakat lokal, dan penggali
liar (Peti). Berdasarkan ketiga aktor ini ada tiga jenis konflik yang terjadi di
daerah pertambangan”.
Ketiga jenis konflik itu meliputi:

a. konflik antara perusahaan dengan masyarakat;

b. konflik antara Perusahaan dengan Peti; dan

c. konflik antara masyarakat lokal dengan PETI.

Ada 5 (lima) faktor penyebab timbulnya konflik antara perusahaan dengan

masyarakat, yaitu:

a. komunikasi yang mandeg (tidak jalan) antara perusahaan dengan

masyarakat;

b. berkurangnya lahan garapan masyarakat akibat berpindahnya

kepemilikan;

c. sistem penerimaan tenaga kerja yang nepotisme;

d. program pengembangan masyarakat (community development) yang

parsial (menyeluruh); dan

e. adanya gap antara aparat pemerintah dengan pihak perusahaan.

Sedangkan alasan yang dapat dikategorikan sebagai sumber konflik antara

PETI dengan pihak perusahaan, yakni:

a. Permainan aparat keamanan;

Universitas Sumatera Utara


b. PETI lokal berhak untuk ikut mengeksploitasi;

c. sementara pendatang merasa berani untuk ikut melakukan eksploitasi;

dan

d. perbedaan persepsi antara perusahaan dan aparat pemerintah.

Dan antara masyarakat dengan PETI yang menjadi sumber konfliknya

antara lain, yaitu 131:

a. peti pendatang dan jaringannya menguasai lahan masyarakat;

b. peti dengan jaringannya melakukan kekerasan kepada masyarakat; dan

c. adanya perlawanan masyarakat terhadap PETI pendatang.

132
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh H.Salim HS, dkk dan

penelitian yang dilakukan oleh Iskandar Zulkarnaen, dkk untuk menganalisis

tentang faktor penyebab timbulnya sengketa antara masyarakat sekitar tambang

dengan perusahaan. Adapun hasil penelitian yang dilakukan oleh Salim HS, dkk

di wilayah lingkar tambang PT Newmont Nusa Tenggara (PT NNT) menunjukkan

bahwa :

“ Faktor utama penyebab terjadinya sengketa antara masyarakat desa


ropang, kecamatan ropang, kabupaten sumbawa dengan PT NNT adalah
karena tidak dipenuhi permintaan proposal yang diajukan oleh masyarakat
desa ropang senilai Rp.10 milliar.”
Sementara dalam kontrak karya sosial PT NNT pada intinya meliputi:

a. masyarakat desa ropang dapat berpartisipasi sebagai tenaga kerja lokal

dalam pelaksanaan eksplorasi dan eksploitasi PT NNT; dan

b. dipenuhinya proposal senilai Rp.10 milliar.

Adapun pelaksanaan program pengembangan masyarakat bagi masyarakat yang

131
Selengkapnya dapat dibaca dalam bukum ”Abrar Saleng, Op cit.Hal 101”
132
Salim HS., Hukum Pertambangan Mineral dan Batubara, Sinar Grafika, jakarta, 2012. Hal.244

Universitas Sumatera Utara


berada didaerah lingkar tambang elang dodo, Kecamatan Ropang, Kabupaten

Sumbawa belum dilakukan oleh PT NNT. Ini disebabkan wilayah kontrak karya

Elang Dodo, masih dalam tahap kegiatan eksplorasi, yaitu tahap untuk

menentukan secara detail kandungan emas, temabaga dan perak. Biasanya

pengembangan masyarakat PT NNT baru dilakukan pada saat dilakukan kegiatan

kontruksi dan eksploitasi.

UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU

Minerba) tidak menyediakan ketentuan yang spesifik mengenai masyarakat adat.

Di dalam UU Minerba pengaturan lebih bersifat umum mengenai peran dan

keterlibatan masyarakat dari pada satu kategori yang lebih spesifik mengenai

masyarakat adat.Hal ini menunjukan suatu ketidaksinkronan karena antara UU

Migas dan UU Minerba sama-sama merupakan undang-undang yang menjadi

landasan kegiatan pertambangan di Indonesia.Apalagi kegiatan pertambangan

mineral dan batubara seringkali membutuhkan tanah yang lebih luas bila

dibandingkan dengan kegiatan minyak dan gas bumi.

Dalam penjelasan UU Minerba disebutkan bahwa mineral dan batubara

sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya

alam yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin,

efisien, transparan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, serta berkeadilan

agar memperoleh manfaat sebesar-besar bagi kemakmuran rakyat secara

berkelanjutan. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan

usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip

lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.

Dari ketentuan ini jelas menunjukkan bahwa peran masyarakat harus

Universitas Sumatera Utara


dilibatkan dalam setiap kegiatan usaha pertambangan.Salah satunya ketentuan di

dalam Pasal 21 UU Minerba yang menyatakan bahwa bupati/walikota

berkewajiban melakukan pengumuman mengenai rencana WPR kepada

masyarakat secara terbuka.

Peran serta masyarakat dalam keterlibatan dalam kegiatan usaha

pertambangan karena usaha kegiatan tambang merupakan suatu kegiatan besar

yang berada ditengah masyarakat, dimana tentunya kegiatan ini akan berinteraksi

dengan masyarakat setempat dimana lokasi pertambangan itu berada. Keterlibatan

masyarakat sangat penting oleh karena banyak aspek yang perlu dipertimbangkan

dalam kegiatan pertambangan, mulai dari pemerataan ekonomi hingga

mempertimbangan kelestarian lingkungan serta dampak dari kegiatan tersebut

menimpa masyarakat setempat dimana kegiatan usaha tambang dilakukan. Dari

hasil wawancara tersebut jelas agar perusahaan tidak hanya memberikan bantuan

secara langsung seperti (uang tunai), tanpa memberikan pelatihan khusus dan

berkesinambungan. Karena bantuan tersebut akan habis sehingga masyarakat

akan cenderung semakin konsumtif dan lebih parahnya akan dapat membuat

masyarakat tergantung kepada perusahaan. Sehingga yang menjadi solusinya

adalah dengan meningkatkan soft skillmasyarakat dibidang yang mereka tekuni

sesuai dengan wilayah tersebut.

Atas dasari itu, dalam Pasal 10 huruf b UU Minerba dinyatakan bahwa

Penetapan Wilayah Pertambangan dilakukan secara secara terpadu dengan

memperhatikan pendapat masyarakat. Perlunya keterlibatan masyarakat dalam

kegiatan usaha pertembangan untuk menghidari persoalan-persoalan yang akan

timbul dari kegiatan usaha pertambangan tersebut. Seperti apa yang diutarakan

Universitas Sumatera Utara


Siti Maimunah dalam FGD tanggal 22 Oktober di BPHN bahwa tidak

dilibatkannya masyarakat dalam proses usaha pertambangan menimbulkan

persoalan di masyarakat dalam kegiatan usaha pertambangan. Seperti persoalan

adanya kegiatan usaha tambang ditengah-tengah pemukiman penduduk, tampa

adanya batasan jarak dengan rumah penduduk, dan lokasi kegiatan usaha tambang

tersebut merupakan hutan resapan air untuk kebutuhan penduduk setempat.

Belum lagi permasalahan kerusakan akibat aktivitas pertambangan ini sangatlah

bervariasi, tergantung dari jenis bahan tambang yang digali.

Disamping itu juga dampak sosial-ekonomi.Hal yang sering terjadi adalah

timbulnya kesenjangan sosial-ekonomi antara masyarakat sekitar dengan orang-

orang yang berada di tambang.Kesenjangan sosial ini disebabkan oleh karena

perbedaan budaya dan juga teknologi, serta status ekonomi. Orang-orang yang

berada di perusahaan tambang biasanya berasal dari orang-orang kota dengan

gaya hidup cenderung glamour dan mewah, teknologi yang dipakai juga canggih

dan modern, serta kondisi ekonomi orang-orang perusahaan tambang biasanya ada

di tingkat menengah ke atas, karena gaji di pertambangan tergolong besar.

Hal yang sebaliknya dialami oleh masyarakat yang tinggal di sekitar

perusahaan tambang, mereka biasanya adalah penduduk asli dan sudah tinggal di

daerah tersebut bahkan sebelum perusahaan penambangan didirikan. Perbedaan

budaya antara orang perusahaan dan masyarakat dapat menyebabkan kurang

harmonisnya hubungan diantara keduanya. Akibat dari dampak tersebut

menimbulkan gejolak maupun konflik ditengah-tengah masyarakat sehingga

terkadang berakibat sampai adanya korban jiwa.

Dalam Pasal 134 UU Minerba dinyatakan bahwa Kegiatan usaha

Universitas Sumatera Utara


pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk

melakukan kegiatan usaha pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Ketentuan ini serupa dengan ketentuan mengenai larangan

penggunaan tanah tertentu untuk kegiatan minyak dan gas bumi dalam UU Migas.

Namun bedanya ketentuan di dalam UU Minerba tidak merinci larangan-larangan

pada tempat tertentu yang dimaksudnya, melainkan merujuk kepada peraturan

perundang-undangan. Hal ini menjadi lebih kabur karena tidak tahu kepada

ketentuan peraturan perundang-undangan mana larangan yang dimaksud tersebut

harus berpatokan.

Secara normatif, keberadaan UU Minerba pun juga dibuatnya dengan

maksud dapat menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan

rakyat seperti yang tercatum dalam Pasal 2 huruf a UU yang menyebutkan bahwa

pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berasaskan manfaat, keadilan,

dan keseimbangan. Kemudian dalam Pasal 3 huruf e menyebutkan bahwa dalam

rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan

pengelolaan mineral dan batubara adalah meningkatkan pendapatan masyarakat

lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar

kesejahteraan rakyat. Demikian pula dalam Pasal 1 angka 28 UU Minerba yang

menyatakan bahwa Pemberdayaan Masyarakat adalah usaha untuk meningkatkan

kemampuan masyarakat, baik secara individual maupun kolektif, agar menjadi

lebih baik tingkat kehidupannya.

Memang pada awalnya, masyarakat akan merasa gembira ketika suatu lahan

pertambangan dibuka di daerahnya. Mereka akan berharap bahwa mereka akan

mendapat pekerjaan yang layak seperti yang dimaksud ketentuan undang-undang

Universitas Sumatera Utara


di atas, namun pada kenyataanya karena keterbatasan sumber daya manusia yang

dimiliki oleh masyarakat menyebabkan mereka tidak dapat bekerja pada

perusahaan tambang yang berada di wilayahnya.

Padahal Pasal 2 UU Minerba menentukan bahwa pertambangan mineral

dan/atau batubara dikelola berasaskan: huruf a : manfaat, keadilan, dan

keseimbangan. Serta pasal 3 huruf e semakin memperjelas bahwa pertambangan

dilakukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara,

serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian tujuan dari pembentuk undang-undang bahwa dengan

dibuat undang-undang ini akan berdampak terhadap peningkatkan kemakmuran

rakyat hanya sebatas gagasan ideal atau das solen saja. Seharusnya hukum

sebagaimana dikatakan Mochtar Kusumaatmadja hukum mempunyai kekuasaan

untuk melindungi dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat sehingga tujuan

hukum dapat tercapai dalam mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia dan sekaligus menunjang pembangunan secara menyeluruh. 133

Akibat dari kenyataan ini maka didalam masyarakat selalu timbul kesan

bahwa hukum masih kurang mampu menjamin keteraturan, ketertiban, kepastian

dan pada gilirannya juga dirasakan kurang mampu menjawab tuntutan rasa

keadilan yang hidup dalam masyarakat.Memperhatikan beberapa ketentuan dalam

undang-undang tambang dan aturan kebijakan lainnya terdapat pertentangan

antara yang diatur dengan kenyataan yang ada di masyarakat, hal demikian

menurut Hadjon mengutip pendapat seorang ahli hukum ternama Lon Luvois

Fuller.Filsuf hukum asal Universitas Harvard, Amerika Serikat, membagi

133
Mochtar Kusumaatmadja,Hukum, Masyarakat, dan pembinaan hukum, Binacipta,
Bandung.1976. hal.17

Universitas Sumatera Utara


'delapan jalan menuju kegagalan dalam pembentukan UU'. Kedelapan jalan itu

adalah (i) tidak ada aturan atau hukum yang menimbulkan ketidakpastian; (ii)

Kegagalan untuk mempublikasikan atau memperkenalkan aturan hukum kepada

masyarakat; (iii) Aturan berlaku surut yang diterapkan secara tidak pantas. (iv)

Kegagalan menciptakan hukum yang bersifat komprehensif, (v) Pembentukan

aturan yang kontradiksi satu sama lain; (vi) Pembentukan aturan yang

mencantumkan persyaratan yang mustahil dipenuhi; (vii) Perubahan aturan secara

cepat sehingga menimbulkan ketidakjelasan; (viii) Adanya ketidaksinambungan

antara aturan dengan penerapannya.

C. Kepastian hukum izin usaha pertambangan terhadap kehutanan.

Salah satu masalah yang selalu muncul dalam pengusahaan pertambangan

adalah terdapatnya cabakan bahan galian dikawasan hutan, perkebunan, taman

nasional, kawasan transmigrasi, dan tanah ulayat masyarakat hukum

(sebagaimana sudah dibahas dalam bagian A sub-bab ini), serta hak atas tanah

penduduk. Cebakan bahan galian seperti minyak, batubara, emas, perak, nikel,

tembaga, timah hitam dan mineral ekonomis lainnya untuk sekarang berguna

untuk penunjang pembangunan. Sebaliknya flora dan fauna dalam ekosistem

dimana cebakan bahan galian berada, merupakan harta karun yang sampai saat ini

sangat sedikit diketahui nilai ekonomis yang tinggi diatasnya dikarenakan dapat

mendukung kehidupan setiap warga negara dari setiap waktu ke waktu.


134
Berdasarkan data hasil Pusat Data Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan Tahun 2014 luas kawasan hutan indonesia adalah 120.981.305,98 Ha

134
Pusat Data dan Informasi.Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
2014.Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.2015.Hal 72

Universitas Sumatera Utara


dimana kawasan hutan tersebut sudah digunakan untuk perkebunan/pertanian

seluas 495.008,57 Ha dan pertambangan 52.209,60 Ha. Dari hasil data tersebut,

dapat disimpulkan bahwa kawasan hutan sudah dimasuki oleh bidang lain yang

membutuhkan lahan yang luas untuk pengolahannya. Adapun yang menjadi

alasan utama dari pergeseran penggunaan lahan hutan ini menjadi perkebunan dan

pertambangan adalah perkembangan pembangunan ekonomi. Salah satunya

Adapun pengertian hutan berdasarkan pasal 1 ayat 1 dan 2 Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan dijelaskan bahwa:

Ayat 1 ”kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan,
kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu”.
Ayat 2 “hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Karena
hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan
tumbuhan lainnya”.

Hutan berdasarkan fungsinya menurut Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-

Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah sebagai berikut:

a. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang

mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan

satwa beserta ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri atas tiga macam,

yaitu kawasan hutan suaka alam, kawasan hutan pelestarian alam dan

tamanbaru;

b. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi

pokoksebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk

mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah

intrusi (peresapan) air laut dan memelihara kesuburan tanah;

c. hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok

Universitas Sumatera Utara


memproduksi hasilhutan.

Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat 1 undang-undang No.41 Tahun 1999

Tentang Kehutanan dijelaskan bahwa “pada umumnya semua hutan mempunyai

fungsi konservasi, lindung, dan produksi. Setiap wilayah hutan mempunyai

kondisi yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan fisik, topografi, flora dan

faunan, serta keragaman hayati dan ekosistemnya”. Kemudian penjelasan ayat 2

dijelaskan “fungsi pokok hutan adalah fungsi utama yang diemban oleh suatu

hutan.”
135
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh Abrar Saleng,

permasalahan tumpang tindih lahan ini semakin kompleks bahkan dapat menjadi

pemicu terhambatnya atau tertundanya suatu pengusahaan pertambangan. Pada

tahun 1976, tumpang tindih ini sudah masuk dalam tahap Resolusi dengan

keluarnya Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1976 Tentang Sinkronasi Tugas-

Tugas Keagrariaan dengan bidang kehutanan, pertambangan, transmigrasi dan

pekerjaan umum. Dimana dalam lampiran INPRES ini yaitu pada bagian II/angka

11/ii disebutkan :

“Bila pertindihan/penggunaan tanah tidak dapat dicegah, maka hak prioritas


pertambangan harus diutamakan sesuai dengan ketentuan undang-undang
Nomor 11 Tahun 1967.”

Sebagaimana dalam analisis penulis berdasarkan bagian I angka 7 peraturan

perundang-undangan ini dijelaskan bahwa apabila hak penguasaan hutan

diperuntukkan untuk tujuan lainnya daripada penggunaan yang sudah ditentukan.

Maka pemegang hak tersebut harus mengeluarkan izin penggunaan areal tersebut

tanpa menunggu jangka waktu berkahirnya hak pemguasaan hutan tersebut.

135
Abrar Saleng. Op cit. hal 108

Universitas Sumatera Utara


Dari penjelasan kedua pasal tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwasanya

apabila terdapat bahan galian pertambangan dalam kawasan hutan, maka izin

pertambangan itulah yang merupakan prioritas. Pemegang hak penguasaan hutan

tidak dapat menghalangi pemberian izin tersebut.

Ketentuan ini sangat jelas dan tegas mengatur mengenai jika terjadi sesuatu

tumpang tindih termasuk segala skala prioritas utama dari suatu sektor tertentu

terhadap sektor lainnya. Skala prioritas tersebut tidak termasuk dalam wilayah

yang sudah ditetapkan sebagai suaka alam dan kawasan hutan wisata (Taman

wisata dan Taman buru).

Berdasarkan Undang-Undang Minerba dan peraturan pelaksanaannya,

pemegang hak IUP atau IUPK mendapatkan haknya jika telah diberikan oleh

pejabat yang berwenang sesuai dengan wilayah kewenanganya yaitu mendapat

persetujuan dari menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan

kewenangan masing- masing. Hal ini merupakan amanat dari Undang-Undang

Minerba dan Peraturan Menteri ESDM No. 28 Tahun 2009 Pasal 5. Selain

memohonkan izin kepada kementerian ESDM sesuai dengan kewenangannya,

pemegang IUP atau IUPK harus memohonkan izin Pinjam Pakai kepada Menteri

Kehutanan. Izin yang dimohonkan adalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010, Pasal 7 ayat (1) yang

mengatakan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 6 diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan. Maka pemberian

kewenangan yang diberikan kepada Menteri Kehutanan merupakan amanat dari

Peraturan Pemerintah.Berkaitan dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-

undangan, selalu berhungan dengan Teori Stuffen Bow karya Hans Kelsen

Universitas Sumatera Utara


(selanjutnya disebut sebagai ”Teori Aquo”). Hans Kelsen dalam Teori Aquo

mambahas mengenai jenjang norma hukum, dimana ia berpendapat bahwa norma-

norma hukum itu berjenjang- jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu

hierarki tata susunan. Hans Kelsen berpendapat sebagai berikut:

”Hubungan antara norma yang menentukan penciptaan norma lain dan norma
yang diciptakan sesuai dengan determinasi ini, bisa divisualisasikan dengan
menggambarkan pengorganisasian norma di tingkat di tingkat tinggi dan rendah.
Norma yang menentukan penciptaan adalah norma yang lebih tinggi, norma yang
diciptakan sesuai dengan determinasi ini adalah norma di tingkat yang lebih
rendah. Sistem hukum bukan sebuah sistem yang terdiri dari norma-norma hukum
bertingkat, dengan kata lain, berdampingan satu sama lain; rupanya, sistem
hukum merupakan urutan hierarkis berbagai strata norma-norma hukum.”

Di Indonesia Teori Aquo ini dijadikan hukum tertulis atau hukum positif dan

dituangkan dalam bentuk undang-undang tentang pembentukan peraturan

perundang- undangan. Undang-undang mengenai pembentukan peraturan

perundang-undangan pertama kali dipositifkan dalam Undang-Undang No. 10

Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Undang-

Undang No. 10 Tahun 2004 mengatur tentang pembentukan peraturan perundang-

undangan yang dilaksanakan dengan cara dan metode yang pasti, baku, dan

standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk peraturan

perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan masih terdapat kekurangan dan

belum dapat menampung perkembangan kebutuhan masyarakat mengenai aturan

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sehingga perlu diganti.

Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 digantikan dengan undang-undang

mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana yang

diaturdalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembetukan

Peraturan Perundang-undangan. Undang-Undang Pembentukan Peraturan

Universitas Sumatera Utara


Perundang-undangan Tahun 2011 secara umum memuat materi-materi pokok

yang disusun secara sistematis sebagai berikut: asas pembentukan Peraturan

Perundang-undangan; jenis, hierarki, dan materi muatan, Peraturan Perundang-

undangan; perencanaan Peraturan Perundang-undangan; penyusunan Peraturan

Perundang-undangan; teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan;

pembahasan dan pengesahan Rancangan Undang-Undang; pembahasan dan

penetapan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dan Rancangan Peraturan

Daerah.

Baik UU No.10 Tahun 2004, maupun UU No. 12 Tahun 2011, sama-

samamengatur mengenai Teori Aquo. Adapun sebelumnya, dalam Pasal 7 UU

No.10 Tahun 2004 mengatur Teori Aquo pada bagian jenis dan hierarki peraturan

perundang-undangan sebagai berikut 136:

”Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.”

Sedangkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan mengatur Teori Aquo pada bagian jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

” Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”

136
Indonesia, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang – undangan, UU No.12
Tahun 2011, LN No. 82 Tahun 2011, TLN No. 5234, Pasal 7

Universitas Sumatera Utara


Berdasarkan penjelasan Teori Aquo dari Hans Kelsen dan hukum positif yang

ada di Indonesia, terlihat bahwa kedudukan secara hierarkis bahwa Peraturan

Pemerintah berada pada posisi atau tingkat yang lebih tinggi dari Peraturan

Presiden. Apabila kita kaitkan dengan asas hukum LEX SUPERIOR DEROGAT

LEGE INFERIOR yaitu peraturan perundang-undangan yang merupakan hasil

produk hukum lembaga yang lebih tinggi dalam susunan hirarki peraturan

perundang-undangan menggantikan produk hukum dari lembaga pemerintah yang

lebih rendah.

Moratorium Kehutanan tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan

Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut berupa

Instruksi Presiden. Instruksi Presiden ini dapat dikateggorikan setingkat dengan

Peraturan Presiden. Menurut Teori Aquo yang juga telah di kukuhkan sebagai

hukum positif di Indonesia, Peraturan Presiden tidak dapat bertentangan dengan

Peraturan Pemerintah yang merupakan norma hukum yang lebih tinggi dari

Peraturan Presiden. Menurut Hans Kelsen bahwa norma hukum yang memiliki

tingkat yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang

lebih tinggi. Dalam Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 mengatakan bahwa

Menteri Kehutanan tidak diperbolehkan untuk memberikan izin baru terkait izin

kawasan hutan pada hutan produksi. Sedangkan, di dalam Peraturan Pemerintah

No.24 Tahun 2010 Pasal 7 ayat (1) dikatakan bahwa Menteri Kehutanan dapat

mengeluarakan izin pinjam pakai terhadap kawasan hutan produksi yang

dimohonkan. Jelas terlihat bahwa terdapat pertentangan antara kedua peraturan

perundang-undangan ini, yaitu terletak pada Peraturan Pemerintah

memperbolehkan Menteri Kehutanan mengeluarkan Izin Pinjam Pakai Kawasan

Universitas Sumatera Utara


Hutan produksi untuk pertambangan, sedangkan pada peraturan perundang–

undangan yang lebih rendah tingkatannya yaitu Instruksi Presiden melarang

Menteri untuk melakukan hal tersebut.

Pertentangan yang terjadi diantara kedua peraturan perundang-undangan ini

merupakan kecacatan secara hukum dan jelas mencederai kepastian hukum dalam

bidang pertambangan yang telah direcanakan oleh pemerintah itu sendiri.

Pemerintah merealisasikan perlindungan hutan yang tidak secara serius ditangani

oleh pemerintah berupa banyaknya ketidaksiapan pemerintah dan telah

menimbulkan ketidakpastian hukum itu sendiri. Jika di Indonesia tidak terdapat

kepastian hukum di bidang pertambangan maka akan sulit untuk mengundang

investor masuk ke Indonesia untuk membantu mengelola bahan galian tambang

yang akan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Maka

dengan demikian, seharusnya Instruksi Presiden ini dicabut oleh presiden

sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terbitnyaInstruksi Presiden ini. Hal

ini ditujukan agar terciptanya kepastian hukum pada bidang pertambangan di

Indonesia.

Universitas Sumatera Utara


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kepastian Hukum Hak Penguasaan Negara atas Pertambangan terutama

dalam mengatur mengenai hubungan hukum abtara subjek hukum

dengan pertambangan belum efektif. Ini bisa kita lihat dalam Pasal 135

dan Pasal 136 UU No. 4 Tahun 2009 seperti yang telahdipaparkan dalam

analisis pada pembahasan, terlihat bahwa tidak adanya keterlibatannegara

dalam proses pelepasan tanah ulayat untuk kegiatan usaha

pertambangan.Padahal apabila diposisikan dalam konteks negara

kesejahteraan, yakni suatu konsepyang dipilih dalam pembentukan

negara, masyarakat mendambakan peran danpelaksanaan tanggung jawab

negara yang lebih besar untuk menyejahterakan rakyat.Kekuasaan

pemerintah yang cenderung semakin kuat harus sesuai dengan

tuntutankebutuhan akan tanggung jawab yang lebih besar untuk

mengatasi berbagaipermasalahan yang timbul dalam masyarakat. Namun

sayangnya, Pasal 135 dan 136UU No 4 Tahun 2009 menjadi bukti bahwa

masyarakat hukum adat dibiarkanberhadapan langsung dengan

pengusaha pertambangan yang akan menggunakantanah ulayat untuk

kegiatan usaha pertambangannya.

2. Kepastian hukum hak penguasaan negara atas usaha pertambangan di

indonesia bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dimana

negara sebagai kekuasaan tertinggi dari organisasi masyarakat harus

memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satunya bagi

masyarakat yang berada disekitar lingkar perusahaan Tambang.

Universitas Sumatera Utara


perusahaan tidak hanya memberikan bantuan secara langsung seperti

(uang tunai), tanpa memberikan pelatihan khusus dan berkesinambungan.

Karena bantuan tersebut akan habis sehingga masyarakat akan cenderung

semakin konsumtif dan lebih parahnya akan dapat membuat masyarakat

tergantung kepada perusahaan. Sehingga yang menjadi solusinya adalah

dengan meningkatkan soft skillmasyarakat dibidang yang mereka tekuni

sesuai dengan wilayah tersebut.

3. Kepastian hukum dalam pemberian izin baru terkait pemakaian kawasan

hutan produksi tidaklah sinkron. Dalam Instruksi Presiden Nomor 10

Tahun 2011 mengatakan bahwa Menteri Kehutanan tidak diperbolehkan

untuk memberikan izin baru terkait izin kawasan hutan pada hutan

produksi. Sedangkan, di dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun

2010 Pasal 7 ayat (1) dikatakan bahwa Menteri Kehutanan dapat

mengeluarakan izin pinjam pakai terhadap kawasan hutan produksi yang

dimohonkan. Jelas terlihat bahwa terdapat pertentangan antara kedua

peraturan perundang-undangan ini, yaitu terletak pada Peraturan

Pemerintah memperbolehkan Menteri Kehutanan mengeluarkan Izin

Pinjam Pakai Kawasan Hutan produksi untuk pertambangan, sedangkan

pada peraturan perundang–undangan yang lebih rendah tingkatannya

yaitu Instruksi Presiden melarang Menteri untuk melakukan hal

tersebut.Pertentangan yang terjadi diantara kedua peraturan perundang-

undangan ini merupakan kecacatan secara hukum dan jelas mencederai

kepastian hukum dalam bidang pertambangan yang telah direcanakan

oleh pemerintah itu sendiri. Pemerintah merealisasikan perlindungan

Universitas Sumatera Utara


hutan yang tidak secara serius ditangani oleh pemerintah berupa

banyaknya ketidaksiapan pemerintah dan telah menimbulkan

ketidakpastian hukum itu sendiri. Jika di Indonesia tidak terdapat

kepastian hukum di bidang pertambangan maka akan sulit untuk

mengundang investor masuk ke Indonesia untuk membantu mengelola

bahan galian tambang yang akan dimanfaatkan untuk sebesar- besarnya

kemakmuran rakyat.

Universitas Sumatera Utara


D. Saran

1. Kebudayaan merupakan identitas Negara Republik Indonesia dan

merupakan kekayaan yang harus tetap dijaga eksistensinya sebagaimana

sudah diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu pada

pasal 18b ayat 2 dan 3. Eksistensi tersebut merupakan tanggung jawab

bagi semua pihak. Namun eksistensi tersebut tidaklah menjadi sebuah

penghalang untuk perkemabangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

salah satunya dalam bidang industri Pertambangan. Dalam posisi

tersebut, pemerintah haruslah dapat mempertahankan stabilitas antara

eksistensi tersebut dan perkembangan IPTEK tersebut. Salah satunya

melalui perlindungan terhadap hak konstitusional masyarakat hukum

adat, turut serta dalam sengketa yang terjadi antara perusahaan

pertambangan dengan Mahudat danmemberikan pengawasan terhadap

perusahaan pertambangan yang berada disekitarhak ulayat Mahudat.

2. Tidak dapat dipungkiri pemerataan perekonomian penduduk indonesia

tidaklah seimbang. Sehingga pengawasan terhadap setiap usaha-usaha

yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak haruslah lebih

ditingkatkan. Terutama pengawasan terhadap setiap program perusahaan

apakah dampaknya benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat setempat

bukan hanya dalam waktu yang singkat, namun dapat digunakan untuk

jangka waktu yang lama. Adapun hal yang perlu diberkan oleh

perusahaan adalah peningkatan soft skill dari anggota masyarakat hukum

adat sesuai dengan bidang yang mereka tekuni, peningkatan sarana

prasarana guna untuk memperlancar aktifitas mereka, peningkatan

Universitas Sumatera Utara


kualitas kesehatan masyrakat melalui pendirian Rumah Sakit dan/atau

Puskesmas, peningkatan mutu pendidikan dengan turut serta untuk

mendirikan sekolah, beasiswa kepada anggota mahudat, penambahan

jumlah CSR perusahaan.

3. Sinkronisasi antara materi muatan dalam peraturan perundang-undangan

yang satu dengan yang lainnya haruslah lebih ditingktakan untuk

memberikan sebuah kepastian hukum dalam perkembangan hukum

Negara. Maka seharusnya Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011 ini

dicabut oleh presiden sebagai pihak yang bertanggung jawab atas

terbitnya Instruksi Presiden ini. Hal ini ditujukan agar terciptanya

kepastian hukum pada bidang pertambangan di Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai