Abstrak
Bahaya kegempaan sangat berpotensi pada daerah sekitar Sesar Lembang, Bandung, Jawa Barat.
Pada penelitian ini akan dibahas cara mengestimasi bahaya kegempaan dengan parameter PGA.
Diharapkan estimasi PGA dapat digunakan untuk membantu memberi gambaran daerah rawan
gempa di Bandung, Jawa Barat. Nilai PGA yang didapatkan pada titik-titik yang tersebar disekitar
sesar dapat dilakukan pendekatan geostatistika. Metode yang digunakan adalah metode Kriging
dan Naturan Neighbor. Metode penelitian terdiri dari enam tahapan yaitu pembuatan grid,
perhitungan jarak dari sumber gempa ke centroid grid, perhitungan nilai PGA, dan penyusunan
zona bahaya kegempaan dengan metode geostatistika kriging dan natural neighbor yang kemudian
dilakukan perbandingan dari kedua metode geostatistika tersebut. Metode kriging terbukti
merupakan metode geostatistika yang lebih akurat dibandingkan metode natura neighbor, dilihat
dari nilai RMSE yang lebih kecil oleh kriging yaitu sebesar 0.105 dan 0.137 oleh natural neighbor.
1. PENDAHULUAN
Intensitas kegempaan yang di daerah Bandung dan sekitarnya
tinggi menjadi karakter utama terdapat sesar yang bernama Sesar
tektonik kepulauan Indonesia yang Lembang. Parameter-parameter yang
terletak diantara tiga lempeng utama dimiliki Sesar Lembang sendiri sudah
yaitu lempeng Eurasia di utara, terdaftar pada PUSGEN (Pusat
lempeng Indo-Australia di selatan dan Gempa Nasional) berupa panjang,
lempeng Pasifik di timur laut. Gempa slip-rate (Meilano), dan
dengan intensitas dan magnitude menghasilkan Magnitudo Maximum
tertentu sebagai respon atas beserta Time Maximumnya.
pergerakan lempeng dapat Selanjutnya dilakukan perhitungan
mengakibatkan kerusakan parameter PGA (Peak Ground
infrastruktur dan korban jiwa. Acceleration) yang didapatkan
Kerusakan infrastruktur fisik yang sebagai penunjuk tingkat bahaya pada
paling dominan akibat gempa adalah setiap titik di sekitar sesar yang
kerusakan pada unit bangunan baik notabene menjadi episentrum gempa.
yang diakibatkan oleh buruknya Sebenarnya PGA sendiri merupakan
kualitas konstruksi (internal) maupun percepatan batuan dasar yang timbul
sebagai akibat kondisi lingkungan karena gempa.
(eksternal) dimana bangunan tersebut Data PGA tersebut sulit
berdiri. dimanfaatkan secara langsung
Daerah Bandung dipilih dikarenakan data memiliki rentang
menjadi target penelitian ini, karena interval yang terlalu jauh. Sedangkan,
geostatistika sendiri adalah (d) ledakan konvensional dan nuklir
metodologi yang cocok digunakan serta (e) dampak tumbukan meteorit
untuk menganalisis data yang
berkorelasi secara spasial. Estimasi 2.2 PGA (Peak Ground Acceleration)
PGA pada tiap titik sebagai parameter Percepatan batuan dasar
tingkat bahaya di Bandung dapat akibat gempa ditentukan oleh PGA.
diperoleh dengan menggunakan Sedangkan, informasi mengenai
metode Kriging dan metode Natural karakteristik PGA akibat gempa,
Neighbor yang biasa digunakan untuk dapat diperoleh melalui rekaman
estimasi dalam ilmu Geostatistika. kejadian gempa pada masa yang lalu.
Dengan membandingkan hasil Perekaman ground acceleration
estimasi dari masing-masing metode dimungkinkan untuk mengekstraksi
dipilih hasil estimasi yang memiliki karakterisrik utama dari rekaman
root mean square error (RMSE) ground motion seperti peak ground
terkecil agar hasil estimasi yang velocity, peak ground displacement,
didapat lebih baik. ground motion duration dan PGA
(Villavarde, 2009). Percepatan gempa
(ground velocity) dapat dihitung
2. TINJAUAN PUSTAKA sebagai percepatan di batuan dasar
2.1 Gempa (ground acceleration) maupun
Gempa adalah peristiwa percepatan gempa dipermukaan
bergetarnya bumi akibat pelepasan tanah. Nilai PGA dapat dihitung
energi bumi secara tiba-tiba yang dengan mempergunakan fungsi
ditandai dengan patahnya lapisan antenuasi. Fungsi atenuasi adalah
batuan pada kerak bumi. Akumulasi suatu fungsi yang menggambarkan
energi penyebab terjadinya korelasi antara intensitas gerakan
gempabumi dihasilkan dari tanah setempat (a), Magnitude Gempa
pergerakan lempeng-lempeng (M), serta jarak dari suatu titik dalam
tektonik (BMKG, 2010). Gempa daerah sumber gempa (r). Para ahli
bumi dengan magnitude cukup besar telah banyak merumuskan fungsi
(> 5,9 Mw) mampu merusakkan atenuasi dimana fungsi atenuasi yang
bangunan melalui dua cara, yaitu berlaku di suatu tempat belum tentu
dengan cara langsung dari getaran berlaku di tempat yang lain, karena
yang memberikan efek gaya fungsi atenuasi sangat tergantung
horisontal, dan secara tidak langsung pada kondisi alam di suatu tempat.
melalui liquefaction (Kramer, 1996). Pemilihan fungsi atenuasi didasarkan
Menurut Villavarde, 2009, penyebab pada kesamaan kondisi geologi dan
terjadinya gempa bumi dapat tektonik dari wilayah dimana fungsi
disebabkan oleh (a) tectonic force atenuasi tersebut dikembangkan
yang berkaitan erat dengan (Irsyam et al, 2010).
pembentukan patahan (fault),
interaksi antar lempeng pembentuk 2.3 Metode Ordinary Kriging
kulit bumi, (b) gempa vulkanik yang Pada ordinary kriging,
berkaitan dengan aktivitas gunung api diasumsikan trend dari komponen
(c) Jatuhan atau runtuhan massa bernilai konstan dan dengan nilai rata-
batuan/tanah yang berukuran besar rata yang telah diketahui pada
ordinary kriging rata-rata nilai pada terbaik untuk Kriging dilakukan
domain sama dan tidak diketahui, analisis sisaan antara data
serta nilai estimasi neighborhood juga pengamatan dan data dugaan
konstan. Cara mengestimasi nilai menggunakan kriteria RMSE (Root
pada titik 𝑆0 adalah menggunakan Mean Square Error). RMSE
nilai dari sejumlah n data sampel 𝑆𝑖 merupakan akar dari MSE (Mean
dengan digabungkannya secara linear Square Error). Nilai root mean square
dengan bobot 𝜆𝑖 [5]. error (RMSE) yang dihasilkan dengan
nilai minimum menggunakan
𝑍̂(𝑆0 ) = ∑ 𝜆𝑖𝑍(𝑆𝑖) persamaan:
dimana:
𝑍̂(𝑆0 ) = nilai estimasi di titik 𝑆0
𝜆𝑖 = nilai bobot data (dari sistem dimana:
ordinary kriging) 𝑍 ∗(𝑥𝑖 ) = nilai estimasi Z
𝑍(𝑆𝑖) = nilai kadar polutan di titik 𝑍̂(𝑥𝑖) = nilai lapangan Z
sampel 𝑍 ∗(𝑥𝑖 )- 𝑍̂(𝑥𝑖) =nilai residual Z
n = jumlah sampel yang terlibat n = jumlah sampel
dalam proses estimasi Semakin kecil nilai RMSE,
maka semakin baik. Oleh sebab itu
2.4 Semivariogram Eksperimental model dipilih yang menghasilkan
Semivariogram eksperimental RMSE terkecil karena semakin kecil
merupakan penaksir bagi nilai RMSE menunjukan seberapa
semivariogram yang diperoleh dari dekat data sampel dengan nilai
data yang diketahui prediksi.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Kriging
Lakukan grid data
menggunakan software Surfer 15.
Buka data excel pada pilihan grid data
yang berisi koordinat perhitungan X, Table 3.1
Y dengan nilai PGA nya, dapat dilihat Variasi cross validation
pada gambar 3.1. Kemudian lakukan metode kriging
cross validate pada tampilan grid
data. Muncul tampilan cross Setelah dilakukan cross validation,
validation report yang berisi didapatkan nilai estimasi Z dan residual
Z. Estimasi Z merupakan perkiraan nilai
Z dan residual Z merupakan selisih
antara nilai perkiraan dengan nilai
lapangan. Rata-rata atau mean dari
metode kriging ini sebesar 327.39 untuk
estimasi Znya dan residual Z sebesar
0.378, median sebesar 308.69 untuk
estimasi Z dan 0.167 untuk residual Z.
Lalu, nilai minimum residual sebesar -
15.69 yang dimasukkan kedalam
persamaan RMSE guna menentukan Variasi cross validasi metode
nilai errornya. Natural Neighbor