yang menyatakan bahwa ibu hamil dengan riwayat preeklampsia sebelumnya berisiko
mengalami preeklampsia berat 20% lebih tinggi pada kehamilan berikutnya. Pada pasien ini
memiliki riwayat melahirkan bayi kembar, sesuai dengan teori yang menyatakan ibu hamil
dengan riwayat kehamilan kembar berisiko dua kali lebih besar mengalami preeklampsia.1
Pada kasus ini pasien menderita preeklampsia dengan Impending Eklampsia dimana
tanda –tanda dari Impending Eklampsia seperti nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah nyeri
epigastrium dan nyeri abdomen. Spasme arteriol, edema sekitar diskus optikus, ablasio retina
(lepasnya retina), menyebabkan penglihatan kabur. Spasme pembuluh darah arteriol otak
menyebabkan anemia jaringan otak, perdarahan nekrosis, menimbulkan nyeri kepala yang berat.2
Pada kasus ini janin pasien didiagnosis IUFD, diagnosis ditentukan berdasarkan pada
pemeriksaan auskultasi tidak terdengar denyut jantung janin. Preeklampsia sebagai penyulit
kehamilan sering ditemukan dan merupakan satu dari tiga besar yang masih menjadi penyebab
utama kematian ibu di dunia, selain perdarahan dan infeksi. Preeklampsia menyebabkan 16%
kematian maternal dan 45% kematian perinatal baik secara langsung maupun tidak langsung.
Komplikasi pada ibu berupa sindroma hemolisis, hellp syndrom, edema paru, perdarahan, solusia
plasenta bahkan kematian ibu. Komplikasi pada bayi dapat dpat berupa kelahiran prematur gawat
Preeklampsia merupakan salah satu faktor risiko IUFD, dimana preeklampsia merupakan
faktor penyakit yang diderita oleh ibu. Pada preeklampsia terjadi spasme pembuluh darah
disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme,
maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin.3 Menurut
kotweg penyebab yang paling penting untuk IUFD adalah keterbatasan pertumbuhan janin, hal
IUFD pada kasus ini, kemungkinan disebabkan oleh terlepasnya hampir seluruh plasenta dari
Pada kasus ini faktor risiko untuk terjadinya solusio plasenta yaitu preeklampsia berat
dan usia ibu 35 tahun. Menurut Dr. Don McIntire risiko terjadinya solusio plasenta pada
kelompok umur 25-34 tahun meningkat 0,6%. Adanya riwayat preeklampsia sejak usia
kehamilan 6 bulan, besar kemungkinan menjadi penyebab utama terjadinya solusio plasenta, hal
ini diperberat oleh ketidakpatuhan ibu yang jarang melakukan kontrol kehamilannya, sehingga
preeklmpsia berat pada pasien ini tidak teratasi secara adekuat. Karena hal tersebut maka timbul
Pasien datang ke RSUD AA dengan keluhan muntah-muntah, nyeri ulu hati, pandangan
kabur, dan nyeri perut. Hal ini sesuai dengan teori manifestasi klinis Hellp syndrom yang
menyatakan bahwa pasien dengan Hellp Syndrom akan mengalami nyeri epigastrium atau nyeri
perut (90%), mengeluh mual dan muntah (50%). Mual muntah dan nyeri epigastrium
diperkirakan akibat obstruksi aliran darah di sinusoid hati, yang dihambat oleh deposit fibrin
intravaskuler.5
Hellp syndrom merupakan hemolisis dan peningkatan fungsi hepar dan trombositopenia,
hal ini sesuai dengan hasil lab trombosit pasien yang didapatkan sebesar 96.000. hellp syndrom
4. Sarah D. McDonald, MD. Risk of Fetal Death Associated With Maternal Drug