Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Masalah Kesehatan Lansia


Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan
yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan
bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan
masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi
dan lain-lain (Depkes.RI, 1992)
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah
kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif
dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang
mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek
promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai
kehidupan lansia (Depkes.RI, 1992).
Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan
Psikogeriatri, yaitu:
1. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin
meningkatnya usia
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila:
a. Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang
lain).
b. Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup
dan lain-lain.
4. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi)
yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya

3
4

bingung, panik, depresif, apatis dan sebagainya. Hal itu biasanya


bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat,
misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat,
terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Jiwa Lansia


Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa
lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para
lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia.
Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat
mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple
pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin
keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Secara
umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia
mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat
menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun
sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan
ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat
tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan
kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial,
sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang
bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara
hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara
seimbang.
2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali
berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti: Gangguan jantung,
gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai
5

operasi: misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan


kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat
tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.
Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain:
a. Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada
lansia
b. Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta
diperkuat oleh tradisi dan budaya.
c. Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya.
d. Pasangan hidup telah meninggal.
e. Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan
jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan sebagainya.
3. Perubahan Aspek Psikososial
Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami
penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi
proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain
sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat.
Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan,
koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. Dengan
adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami
perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian
lansia.
4. Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun.
Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati
hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering
diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri.
Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model
kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.
6

C. Penyakit Psikiatris pada Lansia


Gangguan yang paling banyak diderita adalah gangguan depresi,
demensia, fobia, dan gangguan terkait penggunaan alkohol. Lansia dengan
usia di atas 75 tahun juga beresiko tinggi melakukan bunuh diri. Banyak
gangguan mental pada lansia dapat dicegah, diperbaiki, bahkan dipulihkan
antara lain:
1. Gangguan demensia
Faktor resiko demensia yang sudah diketahui adalah usia, riwayat
keluarga, dan jenis kelamin wanita. Perubahan khas pada demensia terjadi
pada kognisi, memori, bahasa, dan kemampuan visuospasial, tapi
gangguan perilaku juga sering ditemui, termasuk agitasi, restlessness,
wandering, kemarahan, kekerasan, suka berteriak, impulsif, gangguan
tidur, dan waham.
2. Gangguan depresi
Gejala yang sering muncul pada gangguan depresif adalah
menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun
pagi terlalu cepat dan sering terbangun (multiple awakenings), nafsu
makan menurun, penurunan berat badan, dan masalah-masalah pada
tubuh.
3. Gangguan kecemasan
Termasuk gangguan panik, ketakutan (fobia), gangguan obsesif-
kompulsif, gangguan kecemasan yang menyeluruh, gangguan stres akut,
dan gangguan stres pasca trauma. Tanda dan gejala ketakutan (fobia) pada
lansia tidak seberat daripada yang lebih muda, tetapi efeknya sama.
Gangguan kecemasan mulai muncul pada masa remaja awal atau
pertengahan, tetapi beberapa dapat muncul pertama kali setelah usia 60
tahun.
Macam-macam Masalah Keperawatan Psikologi dan Psikososial
1. Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang
berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,
7

termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu rnakan, psikomotor,


konsentrasi, keielahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan
bunuh diri (Kap'an dan Sadock, 1998).
Tanda dan gejala depresi menurut Kelliat (1996) meliputi beberapa
aspek seperti:
a. Afektif
Kemarahan, ansietas, apatis, kekesalan, penyangkalan perasaan,
kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, keputusasaan, kesepian,
harga diri rendah, kesedihan.
b. Fisiologik
Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing,
keletihan, gangguan pencernaan, insomnia, perubahan haid, makan
berlebihan/kurang, gangguan tidur, dan perubahan berat badan.
c. Kognitif
Ambivalensi, kebingungan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri
sendiri, pikiran yang destruktif tentang diri sendiri, pesimis,
ketidakpastian.
d. Perilaku
Agresif, agitasi, alkoholisme, perubahan tingkat aktivitas, kecanduan
obat, intoleransi, mudah tersinggung, kurang spontanitas, sangat
tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah
menangis, dan menarik diri.
2. Berduka Cita
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan
sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan. Periode duka cita merupakan suatu periode
yang sangat rawan bagi seorang penderita lanjut usia. Meninggalnya
pasangan hidup, seorang teman dekat atau bahkan seekor hewan yang
sangat disanyangi bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang
sudah rapuh dari seorang lansia, yang selanjutnya akan memicu terjadinya
8

gangguan fisik dan kesehatannya. Periode 2 tahun pertama setelah


ditinggal mati pasangan hidup atau teman dekat tersebut merupakan
periode yang sangat rawan. Pada periode ini orang tersebut justru harus
dibiarkan untuk dapat mengekspresikan dukacita tersebut. Sering diawali
dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan menangis dan
kemudian suatu periode depresi. Depresi akibat duka-cita pada usia lanjut
biasanya tidak bersifat self limiting. Dokter atau petugas kesehatan harus
memberi kesempatan pada episode tersebut berlalu. Diperlukan
pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan keluhan,
memberikan hiburan dimana perlu dan tidak membiarkan tiap episode
berkepanjangan dan berjalan terlalu berat. Apabila upaya diatas tidak
berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin
diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan.
3. Kesepian
Kesepian atau loneliness, biasanya dialami oleh seseorang lanjut
usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama
bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status
kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan
mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran
(Brocklehurts-Allen, 1987).
Harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri. Banyak di
antara lansia hidup sendiri tidak mengalami kesepian, karena aktivitas
social yang masih tinggi, tetapi dilain pihak terdapat lansia yang
walaupun hidup di lingkungan yang beranggotakan cukup banyak, tohh
mengalami kesepian.
Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi social sangat
berarti, karena bias bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk
lebih meningkatkan peran social penderita, di samping memberikan
bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila memang terdapat disabilitas
penderita dalam hal-hal tersebut.
9

4. Demensia
Demensia dapat diartikan sebagai gangguan kognitif dan memori
yang dapat mempengaruhi aktifitas sehari-hari. Grayson (2004)
menyebutkan bahwa demensia bukanlah sekedar penyakit biasa,
melainkan kumpulan gejala yang disebabkan beberapa penyakit atau
kondisi tertentu sehingga terjadi perubahan kepribadian dan tingkah laku.
Menurut John (1994) bahwa lansia yang mengalami demensia
juga akan mengalami keadaan yang sama seperti orang depresi yaitu akan
mengalami deficit aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS), gejala yang
sering menyertai demensia adalah:
a. Gejala Awal
1) Kinerja mental menurun
2) Fatique
3) Mudah lupa
4) Gagal dalam tugas
b. Gejala Lanjut
1) Gangguan kognitif
2) Gangguan afektif
3) Gangguan perilaku
c. Gejala Umum
1) Mudah lupa
2) Aktivitas sehari-hari terganggu
3) Disorientasi
4) Cepat marah
5) Kurang konsentrasi
6) Resti jatuh

D. Konsep Asuhan Keperawatan Geriatri


1. Pengkajian
a. Identitas diri klien
b. Struktur keluarga: Genogram
10

c. Riwayat Keluarga
d. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda dan
gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.
e. Kaji adanya depresi
Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,
seperti geriatric depresion scale.
f. Lakukan observasi langsung terhadap:
1) Perilaku.
a) Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
b) Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat di-terima
secara sosial?
c) Apakah klien sering mengluyur danmondar-mandir?
d) Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau perseveration
phenomena?
2) Afek
Apakah kilen menunjukkan ansietas? Labilitas emosi? Depresi atau
apatis? lritabilitas? Curiga? Tidak berdaya? Frustasi?
3) Respon kognitif
a) Bagaimana tingakat orientasi klien?
b) Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal-hal yang
baru saja atau yang sudah lama terjadi?
c) Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau meng-abstrakan?
d) Kurang mampu membuat penilaian?
e) Terbukti mengalami afasia, agnosia atau apraksia?
11

2. Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi


a. Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-
tama saudara harus membina hubungan saling percaya dengan pasien
lansia. Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-
hal sebagai berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat
pagi/siang/sore/malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk
menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat
pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan
dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama
aktivitas tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a) Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b) Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
c) Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d) Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan
pada klien.

b. Mengkaji pasien lansia dengan depresi


Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat
menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara
langsung kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan
terutama untuk mengkaji data objektif depresi. Ketika mengobservasi
prilaku pasien untuk tanda-tanda seperti:
12

1) Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor
(kebersihan diri kurang)
2) Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih,
murung, lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat
yaitu apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan
afek yang labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide
untuk bunuh diri. Bila data tersebut saudara peroleh, data subjektif
didapatkan melalui wawancara dengan menggunakan skala depresi pada
lansia (Depresion Geriatric Scale).

3. Klasifikasi Data
a. Data Subjektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatik seperti: nyeri abdomen dan
dada, anoreksia, sakit punggung, pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.
b. Data Objektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila
duduk dengan sikap yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang
diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan
sering menangis.
5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal.
13

Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang


mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan
halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan
(hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada
pasien depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan
psikomotor.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
b. Risiko bunuh diri berhubungan dengan depresi
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan

5. Rencana Tindakan Keperawatan


a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping
maladaptive
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam lansia
merasa tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil:
1) Klien dapat meningkatkan harga diri
2) Klien dapat menggunakan dukungan social
3) Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat
No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi
mengatasi keputusasaannya. pada lansia
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya
individu diri
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber Menumbuhkan
harapan (misal: hubungan antar sesama, semangat hidup lansia
keyakinan, hal-hal untuk diselesaikan). Klien dapat
menggunakan
dukungan social

4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber Lansia tidak merasa


14

ekstemal individu (orang-orang terdekat, tim sendiri


pelayanan kesehatan, kelompok pendukung,
agama yang dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal: Untuk menangani
konseling pemuka agama). klien secara cepat dan
tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, Klien dapat
frekuensi, efek dan efek samping minum menggunakan obat
obat). dengan benar dan tepat
Untuk memberi
pemahaman kepada
lansia tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 Prinsip 5 benar dapat
benar (benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek Menambah
samping yang dirasakan. pengetahuan lansia
tentang efek-efek
samping obat.
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan Lansia merasa dirinya
obat dengan benar. lebih berharga

b. Resiko bunuh diri berhubungan dengan depresi


Tujuan:
1) Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
2) Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.
Kriteria hasil:
1) Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
2) Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
3) Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
No Intervensi Rasional
1. Diskusikan dengan pasien tentang ide- Menggali ide dalam pikiran
ide bunuh diri klien tentang bunuh diri
15

2 Buat kontrak dengan pasien untuk tidak Meminimalkan resiko


melakukan bunuh diri pasien bunuh diri
3 Bantu pasien mengenali perasaan yang Menggali perasaan pasien
menjadi penyebab timbulnya ide bunuh tentang penyebab bunuh
diri diri
4 Ajarkan beberapa alternatif cara Membantu pasien dalam
penyelesaian masalah yang konstruktif membentuk koping adaptif
5 Bantu pasien untuk memilih cara yang Meringankan masalah
paling tepat untuk menyelesaikan pasien
masalah secara konstruktif.
6 Beri pujian terhadap pilihan yang telah Pujian dapat menyenangkan
dibuat pasien dengan tepat. perasaan pasien

Tindakan pada Keluarga


Tujuannya agar keluarga mampu:
1) Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasien
2) Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh
diri
3) Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang
konstruktif
Tindakan:
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat
muncul ide bunuh diri
2) Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien:
a) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua
benda-benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien
(benda tajam, tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain
yang terbuat dari kaca)
b) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
c) Lakukan pengawasan secara terus menerus
d) Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
e) Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki
klien dalam menyelesaikan masalah
16

f) Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan


koping positif dalam menyelesaikan masalah
g) Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan
koping positif yang telah digunakan oleh klien.
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kecemasan
Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
2) Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Kriteria Hasil:
1) Klien mampu memahami faktor penyebab gangguan pola tidur.
2) Klien mampu memahami rencana khusus untuk menangani atau
mengoreksi penyebab tidur tidak adekuat.
3) Klien mampu menciptakan pola tidur yang adekuat dengan penurunan
terhadap pikiran yang melayang-layang (melamun).
4) Klien tampak atau melaporkan dapat beristirahat yang cukup.
No Intervensi Rasional
1 Bersama klien mengidentifikasi gangguan Untuk mengetahui apa
pola tidur saja penyebab
gangguan pola tidur
pada pasien
2 Diskusikan cara-cara utuk memenuhi Mempermudah pasien
kebutuhan tidur (Minum air hangat atau susu untuk memperoleh
hangat sebelum tidur, hindarkan minum yang kebutuhan tidur yang
mengandung kafein dan coca cola, baik
dengarkan musik yang lembut sebelum
tidur)

3 Anjurkan pasien untuk memilih cara yang Cara-cara yang sesuai


sesuai dengan kebutuhannya dapat mempermudah
pasien
4 Berikan lingkungan yang nyaman untuk Agar pasien dapat
meningkatkan tidur. kualitas tidur yang baik

Tindakan untuk Keluarga


17

Tujuan
1) Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola
tidur
2) Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
1) Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola
tidur pada pasien
2) Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.
6. Implementasi
Tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang telah
disusun.
7. Evaluasi
Tujuan evaluasi ini adalah untuk melihat kemampuan klien dalam
mencapai tujuan. Hal ini biasa dilaksanakan dengan mengadakan hubungan
dengan klien berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang
diberikan sehingga perawat dapat mengambil keputusan :
a. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping
maladaptive dengan hasil klien dapat meningkatkan harga diri, klien dapat
menggunakan dukungan social, klien dapat menggunakan obat dengan
benar dan tepat
b. Risiko bunuh diri dengan hasil klien tidak melakukan bunuh diri
c. Gangguan pola tidur dengan hasil kebutuhan tidur terpenuhi

Anda mungkin juga menyukai