Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN
Kesadaran merupakan manifestasi dari normalnya aktivitas otak. Kesadaran
ditandai dengan adanya awareness (sadar) terhadap diri sendiri dan lingkungan, serta
memiliki kemampuan untuk merespons stimulus internal maupun eksternal. Menurut
plum dan posner, kesadaran memiliki dua aspek, yaitu : derajat dan kualitas, sehingga
berhubungan dengan tingkat kewaspadaan (alertness) atau tingkat keterjagaan
(wakefulness).
Sementara itu, kualitas kesadaran menggambarkan fungsi kognitif dan afektal
mental seseorang. Kualitas kesadaran bergantung pada cara pengelolaan impuls aferen
oleh korteks cerebri yang kemudian akan menghasilkan isi pikir. Jika derajat
kesadaran terganggu, secara otomatis kualitas kesadaran juga akan terganggu. Namun,
terganggunya kualitas kesadaran tidak selalu diikuti oleh terganggunya derajat
kesadaran.
Kesadaran menurun dengan derajat paling berat dikenal sebagai koma,
merupakan kasus kedaruratan neurologik yang memerlukan tindakan yang tepat, cepat
dan cermat. Penyebab kesadaran menurun beragam dengan karakteristik masing-
masing. Untuk mendiagnosis kesadaran menurun dan penyebabnya, diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik (status internus) dan neurologik secara sistematik dan
menyeluruh disertai pemeriksaan penunjang yang relevan. Penatalaksanaan pasien
dengan kesadaran menurun harus bersifat antisipatif dan bukannya reaktif, dengan
kecepatan dan kecermatan tindakan sesuai prosedur tetap yang berlaku.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Menurut Plum, gangguan kesadaran yang maksimal (koma) didefinisikan
sebagai “unarousable unresponsiveness” yang berarti “the absence of any
psychologically understandable response to external stimulus or inner need”, tiadanya
respons fisiologis terhadap stimulus eksternal atau kebutuhan dalam diri sendiri.1

2.2. FISIOLOGI KESADARAN


Secara fisiologik, kesadaran memerlukan interaksi yang terus-menerus dan
efektif antara hemisfer otak dan formasio retikularis di batang otak. Kesadaran dapat
digambarkan sebagai kondisi awas-waspada dalam kesiagaan yang terus menerus
terhadap keadaan lingkungan atau rentetan pikiran kita. Hal ini berarti bahwa
seseorang menyadari seluruh asupan dari panca indera dan mampu bereaksi secara
optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Orang
normal dengan tingkat kesadaran yang normal mempunyai respon penuh terhadap
pikiran atau persepsi yang tercermin pada perilaku dan bicaranya serta sadar akan diri
dan lingkungannya. Dalam keseharian, status kesadaran normal bisa mengalami
fluktuasi dari kesadaran penuh (tajam) atau konsentrasi penuh yang ditandai dengan
pembatasan area atensi sehingga berkurangnya konsentrasi dan perhatian, tetapi pada
individu normal dapat segera mengantisipasi untuk kemudian bisa kembali pada
kondisi kesadaran penuh lagi. Mekanisme ini hasil dari interaksi yang sangat
kompleks antara bagian formasio retikularis dengan korteks serebri dan batang otak
serta semua rangsang sensorik. Pada saat manusia tidur, sebenarnya terjadi
sinkronisasi bagian-bagian otak. Bagian rostral substansia retikularis disebut sebagai
pusat penggugah atau arousal centre, merupakan pusat aktivitas yang menghilangkan
sinkronisasi (melakukan desinkronisasi), di mana keadaan tidur diubah menjadi
keadaan awas waspada. Bila pusat tidur tidak diaktifkan maka pembebasan dari
inhibisi mesensefalik dan nuklei retikularis pons bagian atas membuat area ini

2
menjadi aktif secara spontan. Keadaan ini sebaliknya akan merangsang korteks
serebri dan sistem saraf tepi, yang keduanya kemudian mengirimkan banyak sinyal
umpan balik positif kembali ke nuklei retikularis yang sama agar sistem ini tetap aktif.
Begitu timbul keadaan siaga, maka ada kecenderungan secara alami untuk
mempertahankan kondisi ini, sebagai akibat dari seluruh ativitas umpan balik positif
tersebut. Masukan impuls yang menuju SSP yang berperan pada mekanisme
kesadaran pada prinsipnya ada dua macam, yaitu input yang spesifik dan non-
spesifik. Input spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls
protopatik, propioseptif dan panca-indera. Penghantaran impuls ini dari titik reseptor
pada tubuh melalui jaras spinotalamik, lemniskus medialis, jaras genikulo-kalkarina
dan sebagainya menuju ke suatu titik di korteks perseptif primer. Impuls aferen
spesifik ini yang sampai di korteks akan menghasilkan kesadaran yang sifatnya
spesifik yaitu perasaan nyeri di kaki atau tempat lainnya, penglihatan, penghiduan
atau juga pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen spesifik ini melalui cabang
kolateralnya akan menjadi impuls non-spesifik karena penyalurannya melalui
lintasan aferen non-spesifik yang terdiri dari neuron-neuron di substansia retikularis
medulla spinalis dan batang otak menuju ke inti intralaminaris thalamus (dan disebut
neuron penggalak kewaspadaan) berlangsung secara multisinaptik, unilateral dan
lateral, serta menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang
menggiatkan seluruh korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse
ascending reticular system. Neuron di seluruh korteks serebri yang digalakkan oleh
impuls aferen non-spesifik tersebut dinamakan neuron pengemban kewaspadaan.
Lintasan aferen non-spesifik ini menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada
tubuh ke titik-titik pada seluruh sisi korteks serebri. Jadi pada kenyataannya, pusat-
pusat bagian bawah otaklah yaitu substansia retikularis yang mengandung lintasan
non-spesifik difus, yang menimbulkan “kesadaran” dalam korteks serebri.2
Derajat kesadaran itu sendiri ditentukan oleh banyak neuron penggerak atau
neuron pengemban kewaspadaan yang aktif. Unsur fungsional utama neuron-neuron
ialah kemampuan untuk dapat digalakkan sehingga menimbulkan potensial aksi.

3
Selain itu juga didukung oleh proses-proses yang memelihara kehidupan neuron-
neuron serta unsur-unsur selular otak melalui proses biokimiawi, karena derajat
kesadaran bergantung pada jumlah neuron-neuron tersebut yang aktif. Adanya
gangguan baik pada neuron-neuron pengemban kewaspadaan ataupun penggerak
kewaspadaan akan menimbulkan gangguan kesadaran.2

4
2.3. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua struktur anatomi yang mempengaruhi derajat kesadaran, yaitu kedua
hemisfer otak dan brainstem reticular activating system (RAS). Kedua struktur ini
berperan dalam proyeksi dan penerimaan impuls aferen. Ada dua lintasan yang
digunakan untuk menyampaikan impuls aferen ke korteks cerebri, yaitu :
a. Lintasan sensorik spesifik menghantarkan impuls dari reseptor ke satu titik di
korteks sensorik primer. Lintasan ini melalui traktur spinotalamikus, lemniscus
medialis, lemniscus lateralis, atau radiasio optika.
b. Lintasan sensorik non spesifik, terdiri atas serabut-serabut yang ada pada
formatio retikularis. Serabut ini memanjang di sepanjang batang otak.
Formatio reticularis menerima serabut aferen, lalu memproyeksikan serabut
eferen dari dan ke korda spinalis, nucleus saraf kranial, serebelum dan hemisfer
serebri. Beberapa nucleus yang ada di formatio retikularis, khususnya yang ada
di midbrain, diproyeksikan ke pusat yang lebih tinggi (kedua hemisfer otak)
dan menerima input kolateral dari berbagai serabut asending (seperti traktus
spinotalamikus, traktus spinalis nervus trigeminal, traktus solitaries, dan
serabut dari nucleus vestibuler serta koklear). Berdasarkan beberapa studi
diketahui bahwa system ini memiliki peran mengatur derajat kesadaran pada
manusia dan menjaga siklus tidur – bangun (sleep-wake cycle) Selanjutnya
system tersebut dikenal dengan nama ascending reticular activating system
(ARAS) (Gambar 1).

5
2.4. ETIOLOGI
Penurunan kesadaran dapat dibagi berdasarkan etiologi, lokasi dan
karakteristik lesi.3
Berdasarkan etiologi  penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh kelainan
structural (lesi diskret pada bagian atas batang otak dan bagian bawah diensefalon
atau lesi yang mengenai kedua hemisfer) dan kelainan metabolic (yang
mengakibatkan gangguan aktivitas neuron).3
Berdasarkan lokasi lesi, penurunan kesadaran dapat terjadi akibat :
a. Lesi difus kedua hemisfer
b. Yang bisa diakibatkan oleh kelainan metabolic
c. Lesi diensefalon atau hipotalamus di mesensefalon (midbrain) atas
d. Pons atas seperti pada emboli di arteri basilar
e. Pons

6
Penurunan kesadaran juga dapat disebabkan oleh lesi kompresi dan lesi destruksi.
Penurunan kesadaran akibat lesi kompresi, yaitu : 1) lesi secara langsung
mengakibatkan distorsi ARAS; 2) lesi menyebabkan peningkatan tekanan intracranial
secara difus sehingga mengakibatkan terganggunya aliran darah ke otak; 3) lesi
menyebabkan iskemia local; 4) lesi menyebabkan edema otak; dan 5) lesi
menyebabkan herniasi. Contoh lesi kompresi adalah tumor, hematoma, dan abses.
Lesi kompresi umumnya hanya mengenai satu bagian korteks atau substansia alba,
namun seringkali menyebabkan kerusakan struktur yang lebih dalam. Kerusakan
structural ini umumnya diakibatkan oleh pergeseran salah satu atau beberapa bagian
otak akibt efek desak ruang. Pergeseran ini mengakibatkan herniasi dan kompresi pada
mesensefalon dan RAS.
Sementara itu, penurunan kesadaran pada lesi destruksi disebabkan oleh kerusakan
langsung struktur RAS, seperti lesi pada diensefalon atau batang otak yang bilateral,
atau dapat juga fokal namun mengenai mesensefalon atau kaudal diensefalon. Lesi
destruksi kortkal dan subkortikal harus bersifat bilateral dan difus untuk dapat
mengakibatkan penurunan kesadaran, misalnya lesi akibat gangguan metabolic,
infeksi dan trauma.
Etiologi Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik
yang bersifat intrakranial maupun ekstrakranial / sistemik. Penjelasan singkat tentang
faktor etiologi gangguan kesadaran adalah sebagai berikut4:
a. Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang otak) -
Perdarahan, trombosis maupun emboli - Mengingat insidensi stroke cukup tinggi
maka kecurigaan terhadap stroke pada setiap kejadian gangguan kesadaran perlu
digarisbawahi.
b. Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses otak) -
Mengingat infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering dijumpai di
Indonesia maka pada setiap gangguan kesadaran yang disertai suhu tubuh meninggi
perlu dicurigai adanya ensefalomeningitis.

7
c. Gangguan metabolisme - Di Indonesia, penyakit hepar, gagal ginjal, dan diabetes
melitus sering dijumpai.
d. Neoplasma - Neoplasma otak, baik primer maupun metastatik, sering di jumpai di
Indonesia. - Neoplasma lebih sering dijumpai pada golongan usia dewasa dan lanjut.
- Kesadaran menurun umumnya timbul berangsur-angsur namun progresif/ tidak akut.
e. Trauma kepala - Trauma kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu-
lintas.
f. Epilepsi - Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status
epileptikus
g. Intoksikasi - Intoksikasi dapat disebabkan oleh obat, racun (percobaan bunuh diri),
makanan tertentu dan bahan kimia lainnya.
h. Gangguan elektrolit dan endokrin - Gangguan ini sering kali tidak menunjukkan
“identitas”nya secara jelas; dengan demikian memerlukan perhatian yang khusus agar
tidak terlupakan dalam setiap pencarian penyebab gangguan kesadaran.4

Peningkatan tekanan intrakranial


Peningkatan tekanan intrakranial (ICP) adalah keadaan patologis yang dapat
memperumit stroke besar yang menempati ruang. Tempurung kepala manusia dewasa
merupakan rongga yang berisi 3 komponen, yaitu jaringan otak (serebrum,
serebrellum, batang otak dan medulla spinalis), darah di dalam pembuluh darah, dan
cairan serebrospinal (CSS). Ketiganya terselubungi oleh jaringan yang kuat dan
inelastic yakni duramater.5
Dengan struktur tersebut, tempurung kepala manusia dewasa merupakan
rongga yang tertutup dengan volume yang tetap dan dalam keadaan yang seimbang,
yang dikenal sebagai doktrin Monro-Kellie.
Adanya peningkatan salah satu dari komponen akan dikompensasi dengan penurunan
volume komponen yang lain, sehingga TIK akan dipertahankan secara konstan.

8
Oleh karena itu, peningkatan volume TIK sampai batas tertentu tidak akan segera
meningkatkan TIK. Namun, jika volume terus bertambah sementara mekanisme
kompensasi sudah bekerja maksimal, maka akan terjadi peningkatan TIK.5
Jika kompensasi tersebut gagal, maka akan terjadi peningkatan TIK yang
menyebabkan gangguan perfusi atau herniasi otak, sehingga berujung pada kematian.
Peningkatan TIK akan menurunkan perfusi serebral, yang selanjutnya menyebabkan
penurunan aliran darah serebral atau (CBF) dan memicu iskemik global yang berakhir
pada kematian. Jantung dan system pembuluh darah juga berusaha mengompensasi
dengan meningkatkan rerata tekanan darah arteri (MAP) agar pada ssaat peningkatan
ICP tidak segera menurunkan CPP. CPP = MAP – ICP
Epidemiologi
Penyebab tersering peningkatan TIK pada kasus neurologi adalah trauma otak,
stroke, neoplasma, hidrosefalus, ensefalopati hepatikum, thrombosis vena, ensefalitis
dan abses. Pada suatu studi trauma otak, pada TIK kurang dari 20mmHg perburukan
keluaran terjadi pada 18,4% kasus. Pada TIK lebih dari 40mmHg, keluaran memburuk
hingga 3 kali lipatnya.6
Patofisiologi
TIK pada orang dewasa normal adalah sekitar 100-180mmH20 (8-14mmHg)
pada posisi decubitus lateral, tenang dan tungkai lurus. peningkatan karena level ini
dapat dengan cepat menyebabkan kerusakan otak atau kematian oleh dua mekanisme
utama. Cedera global hipoksik-iskemik hasil dari pengurangan tekanan perfusi otak
(CPP). CPP didefinisikan sebagai tekanan darah arteri rerata (MAP.) Dikurangi ICP.
Kompresi mekanis, distorsi, dan herniasi jaringan otak, mekanisme kedua dari cedera,
terjadi terutama pada pasien dengan lesi yang menempati ruang dan gradien ICP
terkotak.6
Karena ICP yang sangat tinggi dapat dengan cepat menyebabkan kerusakan otak atau
kematian, pengakuan dan perawatan yang cepat sangat penting. Dengan teknologi saat
ini, hanya pemantauan ICP invasif yang memungkinkan hal ini. Meskipun praktik
neurologis tradisional tergantung pada perubahan dalam pemeriksaan pasien sebagai

9
teknik pemantauan utama, pendekatan ini tidak memadai pada pasien sakit kritis
dengan tingkat kesadaran tertekan, di mana sulit untuk mengenali tanda-tanda awal
halus kerusakan neurologis.
Tujuan dari pemantauan ICP adalah untuk mendeteksi peristiwa fisiologis yang
abnormal yang mendahului hilangnya fungsi neurologis, sehingga memungkinkan
dokter untuk mengintervensi dan mencegah cedera otak sekunder sebelum terjadi.
Peningkatan TIK yang tinggi akibat penambahan massa fokal di otak dapat
mendorong sebagian parenkim otak ke daerah yang lemah yang tidak dibatasi oleh
duramater, seperi falks atau tentorium, yang disebut herniasi otak. Pada akhirnya,
dorongan parenkim itu akan masuk ke satu-satunya daerah kosong di intracranial,
yaitu foramen magnum, yang menuju area batang otak yang sangat vital fungsinya.
Inilah yang paling ditakutkan dari peningkatan TIK, yaitu kematian akibat herniasi ke
batang otak sebagai pusat kesadaran, respirasi dan kardiovaskular.7

Berdasarkan lokasinya herniasi otak dapat dibagi menjadi empat, yaitu :7


1. Herniasi cingulata
Terjadi akibat penambahan massa intracranial di daerah supratentorial.
Penambahan ini mendorong gyrus cingula yang terletak di dekat falk cerebri
(lapisan meningen yang memisahkan kedua hemisfer), sehingga bergeser ke
hemisfer kontralateral

10
2. Herniasi sentral
Terjadi akibat penambahan massa intracranial yang jauh dari daerah
tentorium, seperti pada lobus frontal, parietal, dana tau oksipital. Sebagai
contoh penambahan masssa akibat perdarahan subdural di lobus parietal dari
kedua belah hemisfer akan mendorong diensefalon dan midbrain ke bawah
melalui insisura tentorium
3. Herniasi tentorial (herniasi unkal)
Terjadi akibat adanya penambahan massa intracranial di daerah temporal.
Penambahan massa tersebut, menekan massa otak di daerah inferomedial
(unkus) sehingga terdorong kebawah melalui celah antara tentorium dengan
batang otak. Gejala khas herniasi unkal adalah penurunan kesadaran yang
semakin memberat, dilatasi pupil ipsilateral, dan hemiplegia kontralateral
4. Herniasi tonsillar
Penambahan massa intracranial di daerah fossa posterior atau infratentorial
dapat mengakibatkan herniasi tonsillar. Sebagai contoh perdarahan di daerah
serebelum yang massif dapat menekan serebelum dan selanjutnya menekan
batang otak, sehingga keluar melalui foramen magnum

11
Patofisiologi edema otak iskemik dan hipertensi intrakranial
Pemahaman yang kuat tentang fisiologi intrakranial sangat penting untuk
perawatan yang tepat untuk pasien dengan peningkatan ICP. Edema serebral yang
berhubungan dengan perdarahan atau infark adalah penyebab paling umum dari
kemunduran klinis yang terlambat (setelah 24 jam) setelah stroke. Dalam kasus ini,
pembengkakan otak terjadi akibat edema sitotoksik, yang dapat menyebabkan
peningkatan efek massa lokal, gangguan CBF (cerebral blood flow) regional, dan
cedera iskemik kedua pada jaringan otak di sekitarnya yang menyebabkan
pembengkakan lebih lanjut. Ketika cukup besar, infark dan perdarahan dikaitkan
dengan efek massa terkotak dan gradien ICP yang dapat menyebabkan pergeseran
jaringan otak dan herniasi batang otak. Pergeseran jaringan ini, daripada peningkatan
ICP secara global, tampaknya lebih bertanggung jawab atas kerusakan klinis, Pada
titik pemburukan neurologis, terapi medis seringkali tidak berhasil dalam
meningkatkan kelangsungan hidup fungsional.7

Gejala dan tanda klinis


Gejala dan tanda klasik peningkatan tekanan intracranial adalah :7
a. Adanya sakit kepala
Diakibatkan oleh peregangan struktur peka nyeri di meningen pada
peningkatan TIK
b. Muntah
Biasanya menyertai sakit kepala tanpa didahului dengan oleh mual, Karena
perangsangan pusat muntah di area postrema (di sekitar ventrikel 4, dorsal dari
medulla oblongata)
c. Papilledema
Menjadi tanda patognomonik adanya peningkatan TIK dengan spesifisitas
yang tinggi
Peningkatan TIK dapat menyebabkan perubahan tanda vital. Pada fasel awal
keadaan tersebut akan terjadi aktivasi system simpatis sebagai usaha tubuh untuk

12
meningkatkan suplai darah ke otak, sehingga terjadi peningkatan TIK dan takikardi.
Jika peningkatan TIK terus berlanjut hingga menyebabkan penekanan batang otak,
maka akan terjadi trias cushing. Trias ini merupakan gejala khas yang terjadi pada
iskemik general ataupun iskeik local akibat penekanan batang otak.
Lesi di daerah diensefalon dapat menyebabkan pola napas Cheyne – stokes.
Pernapasan hiperventilasi akibat kerusakan di midbrain dan pons bagian atas. Lesi di
pons bagian tengah dapat terjadi napas apneustik. Pola napas klaster terjadi pada
kerusakan di bagian bawah pons, sedangkan tipe atastik pada kerusakan di medulla
oblongata.

Tatalaksana peningkatan TIK

Perawatan medis
1. Osmoterapi9
Cara paling cepat dan efektif untuk mengurangi air jaringan dan curah otak adalah
osmoterapi. Terapi osmotik dimaksudkan untuk mengeluarkan air dari otak dengan
gradien osmotik dan untuk mengurangi kekentalan darah. Perubahan ini akan
menurunkan ICP dan meningkatkan aliran darah otak (CBF).
a. Mannitol adalah agen osmotik paling populer. Terapi osmotik menggunakan manitol
mengurangi ICP dengan mekanisme yang masih belum jelas. Mannitol dianggap
mengurangi volume otak dengan mengurangi kadar air secara keseluruhan, untuk
mengurangi volume darah dengan vasokonstriksi, untuk mengurangi volume CSF
dengan mengurangi kadar air. IV Mannitol diberikan dalam dosis 1,0 g / kg, kemudian
50 g setiap 2-3 jam
b. Gliserol adalah agen lain yang berguna yang diberikan dalam dosis oral 30 ml setiap
4-6 jam atau IV 50g setiap hari dalam 500 ml larutan garam 2,5% walaupun
efektivitasnya tampak menurun setelah beberapa hari. Ini digunakan dalam dosis 0,5-
1,0 g / kg berat badan. Pada pasien tidak sadar atau tidak kooperatif diberikan dengan
tabung nasogastric

13
2. Diuretik - Efek osmotik dapat diperpanjang dengan menggunakan loop diuretik
(Furosemide) setelah infus agen osmotik. Loop diuretics (Furosemide) dapat
digunakan sebagai tambahan. Furosemide (0,7 mg / kg) telah terbukti memperpanjang
pembalikan gradien osmotik otak darah yang terbentuk dengan agen osmotik dengan
secara istimewa mengeluarkan air di atas zat terlarut
3. Kortikosteroid - Kortikosteroid menurunkan tekanan intrakranial terutama dalam
edema vasogenik karena efek menguntungkannya pada pembuluh darah. Mereka
kurang efektif dalam edema sitotoksik, dan tidak direkomendasikan dalam pengobatan
edema sekunder akibat stroke atau perdarahan. Inj Dexamethasone 4-6 mg IM setiap
4-6 jam
4. Hiperventilasi - Hiperventilasi terkontrol sangat membantu dalam mengurangi
peningkatan ICP. Pembuluh darah otak paling sensitif terhadap perubahan pCO2 arteri
di sekitar tingkat normal 40 mm Hg. ICP turun dalam beberapa menit setelah
hiperventilasi dan meskipun mekanisme buffering dalam CSF dan cairan ekstra seluler
segera mengembalikan pH ke normal efeknya dapat berlangsung selama berjam-jam.
Penting untuk memantau efek ventilasi dengan hati-hati dengan analisis gas darah dan
radiografi dada. PCO2 tidak boleh dikurangi di bawah 25 mm Hg. Pada titik ini efek
vasokonstriktor dari hipokarbia itu sendiri akan menyebabkan hipoksia dan kerusakan
sel iskemik
5. Agen lain - Barbiturat, Turunan prokain, Indometasin, Propofol, dan THAM
(Thrometamine) adalah beberapa agen lain yang telah dicoba dan digunakan di masa
lalu tetapi tidak digunakan secara rutin dalam praktik saat ini.
A. Barbiturat menghasilkan penurunan tingkat metabolisme yang nyata dan
nampaknya penurunan aliran darah otak dan ICP adalah sekunder. Komplikasi terapi
barbiturat, khususnya hipotensi sistemik dan gagal paru, telah menyebabkan
kekhawatiran dan pemantauan yang cermat dengan kateter Swan Ganz
direkomendasikan.

14
B. Lidocaine akan mencegah kenaikan ICP selama intubasi. Ini dapat bertindak
langsung pada pusat vasomotor batang otak. Namun, tidak ada bukti saat ini bahwa itu
mengurangi ICP yang sudah diangkat. THAM telah digunakan untuk mengatur
kerusakan asidosis autoregulasi serebral dan respons sistem vaskular terhadap
hipokapnia dapat ditingkatkan.

Perawatan bedah
Perawatan bedah kadang-kadang direkomendasikan untuk infark hemisfer besar
dengan edema dan pergeseran otak yang mengancam jiwa. Ventikulostomi sementara
atau kraniektomi dapat mencegah kerusakan dan mungkin menyelamatkan nyawa.
Kraniektomi dekompresif dalam keadaan pembengkakan otak akut akibat infark
serebral adalah prosedur yang menyelamatkan jiwa dan harus dipertimbangkan pada
pasien yang lebih muda yang memiliki status neurologis yang memburuk dengan cepat.
Juga, pada infark serebelar besar dengan dekompresi bedah edema serebral adalah
menyelamatkan hidup. Pengangkatan lesi yang bertanggung jawab untuk edema
serebral menghasilkan resolusi edema serebral. Dalam kasus hidrosefalus parah, VP
shunt sangat membantu.
Tekanan darah perlu dipantau secara hati-hati dalam kasus edema serebral.
Ketika edema serebral menyebabkan peningkatan ICP, tekanan darah sistemik
meningkat sebagai fenomena kompensasi untuk memastikan perfusi otak yang
memadai. Oleh karena itu, dalam keadaan ini menurunkan tekanan darah yang
meningkat akan meningkatkan tingkat kerusakan iskemik serebral dan akan menjadi
kontra produktif.9

2.5. GEJALA DAN TANDA KLINIS PENURUNAN KESADARAN


Gejala Penurunan Kesadaran
Gejala-gejala yang muncul ketika seseorang mengalami penurunan kesadaran berbeda-
beda, tergantung tingkat penurunan kesadaran yang dialami. Berikut ini merupakan
gejala yang timbul sebelum atau sewaktu seseorang mengalami penurunan kesadaran:8

15
 Kehilangan keseimbangan.
 Sulit berjalan.
 Mudah terjatuh.
 Tidak bisa mengontrol buang air kecil dan besar.
 Jantung berdebar.
 Berkeringat.
 Demam.
 Berkunang-kunang.
 Merasa lemah di bagian kaki, tangan, dan wajah.
 Kejang.

2.6. DIAGNOSIS
Anamnesis
Anamnesis merupakan hal terpenting yang harus dilakukan terhadap semua
riwayat penurunan kesadaran. Pada pasien dengan penurunan kesadaran, anamnesis
hanya dapat dilakukan pada orang lain yang mengetahui gejala dan riwayat penyakit
pasien.10
Jika tanpa riwayat penyakit sebelumnya, penurunan kesadaran tiba – tiba
umumnya disebabkan oleh keracunan obat, perdarahan subaraknoid atau trauma
kepala. Pada pasien lansia, penurunan kesadaran yang tiba – tiba seringkali terjadi
akibat perdarahan serebral atau infark. Lesi kompresi pada kasus penurunan kesadaran
seringkali berhubungan dengan trauma (perdarahan epidural). Gejala yang sering
dikeluhkan pasien adalah nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat.
Onset penurunan kesadaran yang gradual merupakan ciri khas kasus penurunan
kesadaran yang diakibatkan oleh gangguan metabolic. Jika terdapat riwayat depresi
atau kelainan psikiatri lainnya bisa diakibatkan oleh intoksikasi obat. Pasien dengan
riwayat penyakit diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit jantung, atau penyakit
kronik lainnya seringkali mengalami penurunan kesadaran akibat gangguan metabolic

16
atau infark batang otak. Riwayat gejala kelemahan tubuh atau gangguan sensoris
unilateral atau diplopia umumnya mengarahkan lesi pada serebral atau batang otak.
Kemungkinan penyebab penurunan kesadaran berdasarkan anamnesis :
1. Penurunan kesadaran yang tiba – tiba disebut deficit neurologis adalah khas
akibat gangguan vascular, seperti stroke atau perdarahn subaraknoid. Jika
terdapat riwayat trauma dapat dicurigai perdarahan intraseberal
2. Penurunan kesadaran yang gradual (dalam hitungan beberapa hari hingga
beberapa hari minggu atau lebih) seringkali disebabkan oleh tumor, abses, atau
perdarahan subdural kronik
3. Penurunan kesadaran yang didahului oleh acute confusional state atau
delirium, tanpa tanda dan gejala lateralisasi, kemungkinan besar disebabkan
oleh kelainan metabolic atau infeksi (meningitis atau ensefalitis)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan ini harus dilakukan pertama kali sebelum melakukan
pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan AIRWAY berfungsi untuk memastikan jalan
napas pasien terbuka, sedangkan BREATHING untuk menilai pernapasan spontan
dan pola pernapasan pasien. Pola pernapsan dapat menjadi petunjuk etiologi atau
topis yang menyebabkan pernapasan abnormal, seperti:
a. Cheyne – strokes, pada ensefalopati metabolic atau pada lesi yang
menggangu fungsi otak depan atau diensefalon
b. Hiperventilasi neurologic sentral, pada ensefalopati metabolic
c. Apneusis, pada pasien lesi di pons bilateral
d. Klaster dan ataxic, pada pasien lesi di pontomedullary junction
e. Apneu, pada lesi di medulla sisi ventrolateral bilateral
Pemeriksaan CIRCULATION berfungsi untuk memastikan ada atau tidaknya
hubungan penurunan kesadaran pada pasien dengan perfusi darah ke jaringan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan meilhat warna kulit pasien; sianosis
merupakan tanda kekurangan oksigen, kemerahan (cherry red color)

17
merupakan indikasi adanya intoksikasi gas karbon monoksida. Pemeriksaan
oksigenasi yang lebih akurat dengan menggunakan pulse oximetry.
Pemeriksaan fisik umum dilakukan setelah yakin pasien telah dalam kondisi
stabil (dari ABC), untuk mencari tanda dan gejala kemungkinan penyebab
terjadinya penurunan kesadaran.
1. Tekanan darah, TD yang tinggi pada penurunan kesadaran umumnya
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial, seperti
perdarahan intraserebral atau lesi desak ruang. Namun, peningkatan ini
bisa jadi merupakan suatu konsekuensi dari proses lain yang menjadi
penyebab penurunan kesadaran
2. Suhu, Hipotermia dapat ditemukan pada penurunan kesadaran akibat
intoksikasi obat sedative atau etanol, hipoglikemia, ensefalopati
Wernicke atau ensefalopati hepatikum. Hipetermia umumnya akibat
stroke, status epilepticus,intoksikasi obat anestesi, intoksikasi obat
antikolinergik, perdarahn pontin, atau lesi pada hipotalamus
3. Pernapasan, bertujuan untuk memastikan pernapsan pasien adekuat
untuk memasok oksigen jaringan, terutama otak. Frekuensi napas
normal 14-20 kali permenit
4. Tanda trauma : raccoon eyes, battle sign, rinorea atau otorea, pada
palpasi dapat ditemukan tanda fraktur tulang tengkorak, tulang
belakang atau edema jaringan lunak pada sisi yang mengalami trauma.
5. Tanda pada kulit, inspeksi kulit dapat ditemukan beberapa tanda yang
dapat mebantu mencari penyebab turunnya derajat kesadaran. Selain
warna kulit seperti pada pemeriksaan circulation, adanya memar
multiple pada scalp termasuk tanda fraktur intracranial, telangiekstasis
dan hyperemia pada wajah dan konjungtiva dapat menjadi tanda
keracunan alcohol. Adanya jejas bekas suntikan pada kulit dapat
ditemukan pada pasien yang memiliki riwaya penyalahgunaan obat,
keringat yang berlebihan dapat menjadi tanda hipoglikemia atau syok,

18
serta kulit yang sanagt kering dapat menjadi tanda asidosis diabetic
atau uremia. Turgor kulit menurun pada dehidrasi. Sementara itu, luka
akibat tekanan atau bula data menjadi tanda pasien telah berbaring pada
satu posisi dalam waktu yang cukup lama.
Pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis merupakan pemeriksaan utama untuk menegakkan etiologi
penurunan kesadaran. Yang penting dicari adalah ada tidaknya tanda – tanda herniasi
sebagai keadaan gawat darurat, serta deficit neurologis untuk menentukan lesi
penyebabnya, yaitu fokal atau difus, dan merupakan lesi intracranial atau sistemik.
1. Pemeriksaan derajat kesadaran11

Tabel 1. Glasgow Coma Scale

Parameter Patient’s Response Score

Best Eye Response Spontaneous eye opening 4

Eye opening to voice stimuli 3

Eye opening to pain stimuli 2

None 1

Best Motor Response Obeys commands 6

Localizes to pain 5

Withdraws to pain 4

Abnormal Flexion (decorticate response) 3

Extensor posturing (decerebrate


response) 2

No movement 1

19
Best Verbal Response Conversant and oriented 5

Confused and disoriented 4

Utters inappropriate words 3

Makes incomprehensible sounds 2

Makes no sounds 1

Total score 3 – 15

Pada kondisi tertentu, akan sulit menentukan komponen GCS,


misalnya: pasien dalam keadaan ter-intubasi (pemasangan Endothracheal
Tube/ETT). Pada kondisi ini, diberikan skor 1 dengan modifikasi keterangan
tambahan, misalnya: E2M4V1t atau E2M4Vt (t = tube/ETT)
1. Menguji tingkat kesadaran
a. Secara Kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. (GCS: 15-14)
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. (GCS: 13-12)
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal. (GCS :
11-10)
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih
bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal. (GCS : 9-5)

20
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada
respon terhadap nyeri. (GCS: 6-4)
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek
muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya). (GCS:
3)
b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E) (4) : spontan (3) : dengan
rangsang suara (suruh pasien membuka mata). (2) : dengan rangsang
nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari) (1) :
tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V) (5) : orientasi baik (4) :
bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang )
disorientasi tempat dan waktu. (3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas,
tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya
“aduh…, bapak…”) (2) : suara tanpa arti (mengerang) (1) : tidak ada
respon
3. Menilai respon motorik (M) (6) : mengikuti perintah (5) : melokalisir
nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi
stimulus saat diberi rangsang nyeri) (3) : flexi abnormal (tangan satu
atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri). (2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya
extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri). (1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
E V M Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15
yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1

21
Tabel 2. FOUR Score

Kategori Rincian Nilai

Kelopak mata terbuka atau pernah terbuka dan mengikuti arah


Respons mata atau berkedip oleh perintah 4

Kelopak mata terbuka namun tidak mengikuti arah 3

Kelopak mata tertutup namun terbuka jika mendengar suara


keras 2

Kelopak mata tertutup namun terbuka oleh rangsang nyeri 1

Jika kelopak tetap tertutup dengan rangsang nyeri 0

Respons Ibu jari terangkat atau mengepal, atau membentuk tanda


motorik ’damai’ (peace sign) 4

Melokalisir nyeri 3

Memberi respons fleksi pada rangsang nyeri 2

Respons ekstensi 1

Tidak ada respons terhadap nyeri atau status mioklonus umum 0

Respons
batang otak Terdapat refleks pupil dan kornea 4

Salah satu pupil melebar terus menerus 3

Tidak ada refleks pupil atau kornea 2

Tidak ada refleks pupil dan kornea 1

Tidak ada refleks pupil, kornea, atau batuk 0

Respirasi Pola napas reguler, tidak terintubasi 4

Pola Cheyne-Stokes, tidak terintubasi 3

Pola napas iregular, tidak terintubasi 2

Napas dengan kecepatan di atas ventilator, terintubasi 1

Apnea atau pernapasan dengan kecepatan ventilator,


terintubasi 0

22
FOUR Score dikembangkan untuk mengatasi berbagai keterbatasan yang
dimiliki GCS. Skala ini memberikan lebih banyak informasi dengan adanya
empat komponen penilaian: refleks batang otak, penilaian mata, respon motorik
dengan spektrum luas, pola napas abnormal serta usaha napas pada pasien yang
memakai ventilator, dengan skala penilaian 0-4 untuk masing-masing
komponen.
FOUR score dianggap lebih baik dibandingkan dengan skala-skala yang telah
ada sebelumnya dalam mengklasifikasikan penurunan kesadaran. FOUR score
lebih sederhana dan memberikan informasi yang lebih baik, terutama pada
pasien-pasien yang dapat digunakan pada pasien-pasien dengan gangguan
metabolik akut, syok, atau kerusakan otak nonstruktu- ral lain karena skala ini
dapat mendeteksi perubahan kesadaran lebih dini. Dengan rentang skala
penilaian yang sama di tiap-tiap komponen yakni 0-4, maka menjadi lebih
mudah diingat.12

23
Penilaian Four Score12

2. tanda rangsang meningeal


Tanda rangsang meningeal akan positif jika terjadi iritas pada
meningen, berupa kaku kuduk dan burdzinski. Adanya tanda rangsang
tersebut bisa menjadi tanda bahwa penurunan kesadaran berhubungan
dengan iritasi selaput meningen, seperti meningitis atau perdarahan
subaraknoid. Tanda ini umumnya muncul dalam waktu 12 – 24 jam
sejak onset penurunan kesadaran dan menghilang pada keadaan koma
dalam.14
3. funduskopi
Pemeriksaan funduskopi dapat memberikan gambaran papilledema atau
perdrahan retina yang dapat terjadi pada pada kasus hipertensi akut atau
kronik, atau peningkatan TIK. Sementara itu, perdarahan subhialoid

24
(superficial retina) merupakan suatu tanda kuat perdarahan
subaraknoid.
4. Pemeriksaan pupil
Pemeriksaan pupil dapat membantu menentukan letak dan penyebab
lesi, yaitu:
a. Pupil normal
Diameter pupil berkisar antara 4-3 mm, berukuran sama dan berkonstriksi
secara cepat
b. Thalamic pupil
Pupil yang berukuran lebih kecil (<2mm), namun masih reaktif terhadap
cahaya dapat ditemui pada kompresi talamus
c. Fixed, dilated pupils
Pupil berukuran lebih dari 7mm dan terfiksasi. Dapat ditemukan pada
kompresi saraf kranial III. Penyebab penurunan kesadarn akibat herniasi
transtentorium
d. Fixed, midsized pupil
Pupil yang terfiksasi dan berukuran sekitar 5mm. Umumnya ditemukan
pada pasien dengan kerusakan batang otak di level midbrain
5. Pemeriksaan pergerakan bola mata
Pada pasien dengan penurunan kesadarn, pergerakan bola mata tetap
harus dilakukan karena bernilai penting untuk mengetahui lesi di batang otak.
6. Pemeriksaan Respon motorik terhadap nyeri
Pemeriksaan Respon motoric terhadap nyeri dilakukan dengann cara
memberikan tekanan pada supraorbital, sternum atau kuku. Respon terhadap
stimulus ini dapat mengindikasikan penyebab penurunan kesadaran di
hemisfer secara simetris atau asimetris, serta membantu letak disfungsi
serebral.

25
Pada disfungsi seberbral derajat sedang, jika lesi mengenai thalamus, maka
respon berupa berupa dekortikasi. Pada disfungsi otak yang lebih berat,
rangsang nyeri akan direspon dalam bentuk deserebrasi.
Pemeriksaan Pasien dengan Gangguan Kesadaran
a. Anamnesis
Dalam kasus gangguan kesadaran, auto-anamnesis masih dapat dilakukan bila
gangguan kesadaran masih bersifat ”ringan”, pasien masih dapat menjawab
pertanyaan (lihat pemeriksaan Glasgow Coma Scale/ GCS). Hasil auto-anamnesis ini
dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan kesadaran yang bersifat
psikiatrik – termasuk sindrom otak organik atau gangguan kesadaran yang bersifat
neurologik (dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif ke dalam GCS). Namun
demikian arti klinis dari anamnesis perlu dicari dari dengan hetero-anamnesis, yaitu
anamnesis terhadap pengantar dan atau keluarganya. Berbagai hal yang perlu
ditanyakan pada saat anamnesis adalah sebaai berikut: i. Penyakit yang pernah diderita
sebelum terjadinya gangguan kesadaran, misalnya diabetes melitus, hipertensi,
penyakit ginjal, penyakit hati, epilepsi, adiksi obat tertentu ii. Keluhan pasien sebelum
terjadinya gangguan kesadaran, antara lain nyeri kepala yang mendadak atau sudah
lama, perasaan pusing berputar, mual dan muntah, penglihatan ganda, kejang,
kelumpuhan anggota gerak. iii. Obat-obat yang diminum secara rutin oleh pasien,
misalnya obat penenang, obat tidur, antikoagulansia, obat antidiabetes (dapat dalam
bentuk injeksi), antihipertensi. iv. Apakah gangguan kesadaran terjadi secara bertahap
atau mendadak, apakah disertai gejala lain / ikutan? v. Apakah ada inkontinensi urin
dan / atau alvi? vi. Apakah dijumpai surat tertentu (misalnya ”perpisahan”)?
b. Pemeriksaan fisik (status internus)
Pada pemeriksaan ini hendaknya diperhatikan hal-hal yang biasanya dilakukan
oleh setiap dokter, dengan memerhatikan sistematika dan ketelitian, sebagai berikut:
i. Nadi, meliputi frekuensi, isi dan irama denyut ii. Tekanan darah, diukur pada lengan
kanan dan lengan kiri; perhatikanlah apakah tensimeter masih berfungsi dengan baik
iii. Suhu tubuh, pada umumnya termometer dipasang di ketiak; bila perlu diperiksa

26
secara rektal iv. Respirasi, meliputi frekuensi, keteraturan, kedalaman, dan bau
pernapasan (aseton, amonia, alkohol, bahan kimia tertentu dll) v. Kulit, meliputi
turgor, warna dan permukaan kulit ( dehidrasi, ikterus, sianosis, bekas suntikan, luka
karena trauma, dll) vi. Kepala, apakah ada luka dan fraktur vii. Konjungtiva, apakah
normal, pucat, atau ada perdarahan viii. Mukosa mulut dan bibir, apakah ada
perdarahan, perubahan warna ix. Telinga, apakah keluar cairan bening, keruh, darah,
termasuk bau cairan perlu diperhatikan x. Hidung, apakah ada darah dan atau cairan
yang keluar dari hidung xi. Orbita, apakah ada brill hematoma, trauma pada bulbus
okuli, kelainan pasangan bola mata (paresis N.III, IV, VI), pupil, celah palpebra, ptosis
xii. Leher, apakah ada fraktur vertebra; bila yakin tidak ada fraktur maka diperiksa
apakah ada kaku kuduk xiii. Dada, pemeriksaan fungsi jantung dan paru secara
sistematik dan teliti xiv. Perut, meliputi pemeriksaan hati, limpa, ada distensi atau
tidak, suara peristaltik usus, nyeri tekan di daerah tertentu
c. Pemeriksaan neurologik
Di samping pemeriksaan neurologik yang rutin maka terdapat beberapa
pemeriksaan neurologik khusus yang harus dilakukan oleh setiap pemeriksa.
Pemeriksaan khusus tadi meliputi pemeriksaan kesadaran dengan menggunakan GCS
dan pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak
1) Pemeriksaan dengan menggunakan GCS
a. Instrumen ini dapat diandalkan
b. Mudah untuk diaplikasikan dan mudah untuk dinilai sehingga tidak terdapat
perbedaan antarpenilai
c. Dengan sedikit latihan maka perawat juga dapat mengaplikasikan instrumen
GCS ini dengan mudah.
d. Yang diperiksa dan dicatat adalah nilai (prestasi) pasien yang terbaik
e. Bila seseorang sadar maka ia mendapat nilai 15
f. Nilai terendah adalah 3.
2) Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses patologik di batang otak
a. Observasi umum, meliputi:

27
1. Gerakan otomatik misalnya menelan, menguap, membasahi bibir
2. Adanya gerakan otomatik ini menunjukkan bahwa fungsi nukleus di batang
otak masih baik; hal ini berarti bahwa prognosis relatif baik
3. Adanya kejat mioklonik multifokal dan berulang kali; gejala ini biasanya
disebabkan oleh gangguan metabolisme sel hemisfer otak
4. Letak lengan dan tungkai; bila lengan dan tungkai dalam posisi fleksi maka
hal ini berarti gangguan terletak di hemsifer otak (dekortikasi). Bila kedua
lengan dan tungkai dalam keadaan ekstensi (rigiditas deserebrasi) maka ini
menunjukkan adanya gangguan di batang otak dan keadaan ini sangat serius
b. Pengamatan pola penapasan
1. Bentuk Cheyne-Stokes atau periodic breathing i. Pola pernapasan seperti ini
disebabkan oleh proses patologik di hemisfer dan / atau batang otak bagian
atas (pedunkulus serebri).
2. Central neurogenic breathing (istilah lama: pernapasan Kussmaul/Biot) i.
Pola pernapasan seperti disebabkan oleh proses patologik di tegmentum (batas
antara mesensefalon dan pons) ii. Letak proses ini lebih kaudal bila
dibandingkan dengan proses patologik yang menimbulkan pola pernapasan
Chyene-Stokes.
3. Pernapasan apneustik: inspirasi dalam kemudian diikuti berhentinya napas
pasca-ekspirasi
4. Pernapasan ataksik: pernapasan yang cepat, dangkal dan tak teratur i. Pola
pernapasan seperti ini biasanya tampak ketika formasio retikularis bagian
dorsomedial medula oblongata terganggu ii. Pola pernapasan seperti ini sering
tampak pada tahap agonal, sehingga dianggap sebagai tanda menjelang
kematian
c. Kelainan pupil
1. Pemeriksaan pupil terutama pada pasien koma sama nilainya dengan
pemeriksaan tanda vital lainnya
2. Bila pupil tampak sangat kecil (pin point) maka diperlukan kaca pembesar

28
3. Sebelum diperiksa dengan teliti maka mata jangan ditetesi midriatikum
4. Yang harus diperiksa meliputi: i. Besar / lebar pupil ii. Perbandingan lebar
pupil kanan dan kiri iii. Bentuk pupil iv. Refleks pupil terhadap cahaya dan
konvergensi v. Reaksi konsensual pupil
d. Gerak dan / atau kedudukan bola mata
1. Deviasi konjugat i. Kedua bola mata melirik ke samping, ke arah hemisfer
yang terganggu ii. Ukuran dan bentuk pupil normal iii. Refleks cahaya positif
iv. Bila gangguan pada area 8 lobus frontalis
2. Proses di talamus i. Kedua bola mata melirik ke hidung ii. Pasien tidak dapat
dapat menggerakkan kedua bola mata ke atas iii. Pupil kecil dan refleks cahaya
negatif
3. Proses di pons i. Kedua bola mata berada di tengah ii. Bila kepala pasien
digerakkan ke samping maka tidak terlihat gerakan bola mata ke samping
(dolls eye manoever yang abnormal) iii. Pupil sangat kecil, reaksi terhadap
cahaya positif (dilihat dengan kaca pembesar) iv. Kadang-kadang tampak
adanya ocular bobbing
4. Proses di serebelum i. Pasien tidak dapat melihat ke samping ii. Pupil normal
(bentuk dan reaksi terhadap cahaya)
e. Refleks sefalik batang otak
1. Refleks pupil (mesensefalon) i. Refleks cahaya, refleks konsensual dan
refleks konvergensi ii. Pada pasien koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya
dan konvergensi iii. Bila refleks cahaya terganggu berarti ada gangguan di
mesensefalon (bagian atas batang otak)
2. Doll’s eye manoever i. Bila kepala pasien digerakkan ke samping maka bola
mata akan bergerak ke arah yang berlawanan ii. Refleks negatif bila ada
gangguan di pons
3. Refleks okulo-auditorik i. Bila telinga pasien dirangsang dengan suara yang
keras maka pasien akan menutup matanya (auditory blink reflex)

29
4. Refleks okulovestibular (pons) i. Bila meatus akustikus eksternus dirangang
dengan air panas (440 C) maka akan terjadi gerakan bola mata cepat ke arah
telinga yang dirangsang ii. Bila tes kalori ini negatif berarti ada gangguan di
pons
5. Refleks kornea i. Bila kornea digores dengan kapas halus maka akan terjadi
penutupan kelopak mata
6. Refleks muntah (medula oblongata) i. Dinding belakang faring dirangsang
dengan spatel maka akan terjadi refleks muntah
f. Reaksi terhadap rangsang nyeri
1. Tekanan di atas orbita, jaringan di bawah kuku jari tangan, atau tekanan
pada sternum
2. Reaksi yang dapat dilihat i. Gerakan abduksi, seakan-akan pasien
menghalau rangsangan; ini menandakan bahwa masih terdapat fungsi hemisfer
(high level function) ii. Gerakan aduksi, seakan-akan pasien menjauhi
rangsangan (withdrawal); ini berarti bahwa masih terdapat fungsi tingkat
bawah iii. Gerakan fleksi lengan dan tungkai; ini berarti bahwa terdapat
gangguan di hemisfer iv. Kedua lengan dan tungkai mengambil posisi ekstensi
(rigiditas deserebrasi); hal ini berarti bahwa terdapat gangguan di batang otak.
g. Fungsi traktus piramidalis
1. Traktus piramdalis merupakan saluran saraf terpanjang dan karena itu itu
amat sering terganggu pada suatu kerusakan struktural susuna saraf pusat
2. Bila tidak dijumpai gangguan traktus piramidalis maka kita harus mencari
penyebab koma ke arah gangguan metabolik
3. Gangguan traktus piramidalis dapat diketahui dari i. Kelumpuhan - Dengan
rangsangan nyeri, ada gerakan lengan / tungkai atau tidak - Menempatkan
lengan / tungkai dalam kedudukan sulit - Menjatuhkan lengan / tungkai dan
membandingkan lengan / tungkai kanan dan kiri; ekstremitas yang lumpuh
akan jatuh lebih cepat dan lebih berat ii. Refleks tendon - Pada tahap akut di
sisi kontralateral lesi akan terjadi penurunan refleks - Pada tahap pasca-akut di

30
sisi kontralateral lesi muncul peningkatan refleks iii. Refleks patologik -
Dijumpai refleks patologik di sisi kontralateral lesi, di di tangan mau pun di
kaki. Tanda refleks patologis yang paling terkenal dan mudah ditimbulkan
adalah refleks Babinsky di tapak kaki. iv. Tonus - Pada tahap akut di sisi
kontralateral lesi dijumpai penurunan tonus - Pada tahap pasca-akut di sisi
kontralateral lesi dijumpai peningkatan tonus
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah
a. Yang harus diperiksa adalah jumlah lekosit dan diferensiasinya, kadar
hemoglobin, hematokrit, fungsi hati, fungsi ginjal,, elektrolit, kadar gula
darah, faal hemostatik
b. Berdasarkan temuan klinik dan laboratorik dapat dipertimbangkan
pemeriksaan darah yang lebih khusus atau relevan dengan situasinya
2) Cairan serebrospinal
a. Bila ada indikasi yang kuat, misalnya infeksi saraf dan atau meningesnya
(meningitis, serebritis, ensefalitis), diperlukan pemeriksaan cairan
serebrospinal (dengan sendirinya juga mengingat kontra-indikasi pungsi
lumbal)
e. Pemeriksaan dengan alat
1) Oftalmoskop
a. Untuk pemeriksaan fundoskopi, meliputi kemungkinan adanya edema papil,
edema retina, arteriosklerosis / fenomenon silang, perdarahan retina, tuberkel
retina
2) Elektroensefalografi
a. Bila keadaan memungkinan dan memang ada indikasi yang kuat untuk
pemeriksaan EEG
3) Ekhoensefalografi

31
a. Termasuk pemeriksaan “kuno”, sudah ditinggalkan; dalam keadaan tertentu
maka pemeriksaan ini masih dapat dilakukan, untuk mengetahui ada / tidak
adanya pendorongan garis tengah karena adanya perdarahan atau tumor
4) CT Scan atau MRI
a. Bila keadaan pasien memungkinkan untuk dibawa ke bagian radiologi / MRI
b. Untuk melihat adanya kelainan struktur otak
5) Arteriografi
a. Pada kasus kemungkinan malformasi arteriovenosa maka arteriografi akan
sangat bermanfaat
Penatalaksanaan dasar Setiap pasien koma harus dikelola menurut pedoman
sebagai berikut:
1) Pernapasan
a. Harus diusahakan agar jalan napas tetap bebeas dari obstruksi
b. Posisi yang baik adalah miring dengan kepala lebih rendah dari badan
supaya darah atau cairan yang dimuntahkan dapat mengalir keluar
2) Tekanan darah
a. Harus diusahakan agar tekanan darah cukup tinggi untuk memompa darah
ke otak
3) Otak
a. Periksalah kemungkinan adanya edema otak
b. Hentikan kejang yang ada
4) Vesika urinaria
a. Periksalah apakah ada retensio atau inkontinensia urin
b. Pemasangan kateter merupakan suatu keharusan
5) Gastro-intestinal
a. Perhatikan kecukupan kalori, vitamin dan elektrolit
b. Pemasangan nasogastric tube berperan ganda: untuk memasukkan makanan
dan obat-obatan serta untuk memudahkan pemeriksaan apakah ada perdarahan
lambung (stress ulcer)

32
c. Periksalah apakah ada tumpukan skibala Perawatan pasien koma harus
bersifat intensif dengan pemantauan yang ketat dan sistematik. Pemberian
oksigen, obat-obatan tertentu maupu tindakan medik tertentu disesuaikan
dengan hasil pemantauan. Setelah penatalaksanaan dasar, yang dilakukan
selanjutnya adalah penatalaksanaan spesifik sesuai etiologinya.

DIAGNOSIS BANDING
1. Psychogenic unresponsiveness
Merupakan manifestasi klinis dari skizofrenia (tipe katatonik), kelainan
somatoform atau malingering. Pada PF umum tidak ditemukan adanya
kelainan dan pada PF neurologis terdapat penurunan tonus otot simetris, reflex
yang normal dan respons yang normal terhadap stimulasi plantar
2. Persistent vegetative state
Beberapa pasien dengan penurunan kesadaran akibat hipoksia
serebral,iskemia serebral global, trauma kepala atau stroke yang mengenai
kedua hemisfer dapat kembali sadar setelah mengalami penurunan kesadaran,
namun kembalinya tingkat kesadaran tersebut tidak diikuti dengan kembalinya
kewaspadaan (awareness). Jika kondisi ini terus berlangsung selama > 1 bulan,
pasien ini dikatakan berada dalam kondisi vegetative.
3. Locked-in-syndrome
Pasien yang mengalami kondisi ini akan terlihat berada dalam kondisi stupor-
koma, tetapi sebenarnya sadar penuh walaupun mengalami kuadriplegia dan
mutisme. Pada PF akan ditemukan gambaran pergerakan volunteer yang
dikendalikan oleh midbrain, seperti kemampuan membuka mata spontan,
pergerakan vertical bola mata, dan gerakan konvergen bola mata
4. Brain death
Diagnosi brain death ditegakan jika : 1) fungsi respirasi dan sirkulasi berhenti
secara ireversibel atau 2) seluruh fungsi otak terhenti secara ireversibel. Pada
PF didapatkan semua reflex batang otak negatif

33
2.7. Tatalaksana Penurunan Kesadaran
Pada prinsipnya, setiap gangguan di intracranial yang mendesak ARAS,
maupun gangguan sistemik tubuh yang mengganggu neuron secara difus dapat
menyebabkan penurunan kesadaran. Maka pada setiap pasien dengan penurunan
kesadaran, yang pertama dicari adalah adanya gangguan intracranial, oleh karena itu,
harus di tatalaksana segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Namun kadang etiologi tidak dapat langsung ditemukan, sehingga tatalaksananya
belum bisa spesifik, maka diperlukan tatalaksana awal yang bersifat suportif, untuk
memperbaiki kondisi akut yang mengancam nyawa seperti ;
a. Bebaskan jalan napas dengan suction jika terdapat lender di jalan napas atau
posisikan pasien sehingga menghadap ke lateral
b. Berikan oksigen dengan nasal kanul atau sungkup dan lakukan pemeriksaan
AGD jika dibutuhkan. Jika terdapat hipoksia/hipoventilasi maka bisa
dipertimbangkan intubasi endotrakeal
c. Untuk mencegah kegagalan sirkulasi, pasang jalur intravena dan lakukan
pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar glukosa, elektrolit, fungsi hati,
fungsi ginjal, atau kadar obat-obatan yang dicurigai menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran
d. Jika terdapat tanda dan gejala peningkatan TIK akibat stroke atau perdarahan,
dapat diberikan manitol 25-50 mg dalam solusio 20% i.v selama 10-20 menit,
atau deksametason loading 10 mg i.v jika diperkirakan akibat massa atau
infeksi intracranial
e. Antibiotic spectrum luas diberikan pada pasien dengan gejala dan tanda yang
mengarah pada meningitis atau ensefalitis bakterialis
f. Jika pasien kejang dapat diberikan diazepam i.v secara perlahan
g. Jika terdapat tanda dan gejala intoksikasi zat tertentu perlu dilakukan bilasan
lambung untuk diagnosis dan terapi. Perlu diperhatikan terdapat beberapa obat
yang dapat mengakibatkan atonia gaster karena dapat menyebabkan perforasi
seperti, salisilat, opiate dan obat antikolinergik

34
h. Jika pasien mengalami gangguan pengaturan suhu tubuh perlu dikoreksi
kadarnya guna mencegah apakah hipo/hypernatremia
i. Pemasangan kateter urin guna mencegah peningkatan intra-abdomen yang
berbahaya pada kasus penurunan kesadaran dengan peningkatan TIK, juga
berfungsi untuk memonitor balans cairan pasien
j. Pemsangan pipa NGT untuk memudahkan pemberian nutrisi dan mencegah
aspirasi
k. Mobilisasi pasien dengan cara merubah posisi pasien miring kiri dan kanan
secara teratur tiap 2 jam untuk mencegah ulkus decubitus
l. Jaga kebersihan konjungtiva dan mulut pasien untuk mencegah pertumbuhan
bakteri.
2.8. Prognosis
Pada dasarnya, prognosis pasien dipengaruhi oleh penyakit dasar yang
menyebabkan penurunan kesadaran. Pemulihan akibat gangguan metabolik memiliki
prognosis yang yang lebih baik dibandingkan dengan penurunan kesadaran akibat
anoksia. Jika dalam pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya respons pupil, kornea
atau okulovestibuler dalam beberapa jam setelah onset koma, maka sangat kecil
kesempatan untuk perbaikan kembali. Hal itu terutama jika tidak terjadi pemulihan
dalam 1 -3 hari setelah onset penurunan kesadaran.

35
DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono 2007 Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua Cet.ke-6; Gadjah
Mada University Press Yogyakarta
2. Ganong W.F., 2005. Review of Medical Physiology, 22nd ed. Mc Graw-
Hill, Boston. (fisiologi kesadaran)
3. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor’s principles of neurology.
Edisi ke – 8. USA: McGraw-Hill; 2005. h. 302 – 20.
4. Mardjono,M., & Sidharta, P. 1994 Neurologi Klinis Dasar, edisi 6; PT
Dian Rakyat Jakarta
5. Stephan A. Mayer, William M., Eric C. Raps. Cerebral Edema,
Intracranial Pressure, and Herniation Syndromes. Available in
https://www.strokejournal.org/article/S1052-3057(99)80025-1/pdf.
Accessed on 16 April 2019.
6. Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Buku ajar Neurologi. Buku 1
7. MedicineNet. Fainting (syncope), symptoms, causes, treatment. Avalaible on
https://www.medicinenet.com/fainting/article.htm#fainting_syncope_definitio
n_and_facts. Accessed on 17 April 2019
8. Lt Col Sk Jha. Cerebral Edema and Its management. Avalilable in
http://medind.nic.in/maa/t03/i4/maat03i4p326.pdf. Accessed on 17 April
2019
9. Laurence T Dunn. Raised Intracranial Pressure. Available in
https://jnnp.bmj.com/content/jnnp/73/suppl_1/i23.full.pdf. Accessed on
17 April 2019
10. Yudi Goysal. Available in https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-
content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Kesadaran-Menurun.pdf. Acceseed on
16 April 2019

36
11. Penilaian kesadaran menurut skala Glasglow. Available on
https://www.glasgowcomascale.org/downloads/GCS-Assessment-Aid-
Bahasa.pdf. Accessed on 17 April 2019
12. MAYO Clinic. Four Score. Available in
http://www.coma.ulg.ac.be/images/four_e.pdf. Accessed on 17 April 2019
13. Rismala Dewi, Irawan Mangunatmaja, Irene Yuniar. Available in
file:///C:/Users/User/Downloads/434-1102-1-SM%20(2).pdf. Accessed on
17 April 2019
14. Kalarickal J Oommen. Neurological History and Physical Examination.
Available in https://emedicine.medscape.com/article/1147993-print.
Accessed on 17 April 2019

37

Anda mungkin juga menyukai