Anda di halaman 1dari 38

PENGEMBANGAN KREATIVITAS SISWA DALAM PROSES

PEMBELAJARAN

Mohamad Yahya
(STAIN Jember, Email: mohammad_yahya@yahoo.com)

Abstract: This study is conducted on these following: (1) the learning


process at school is overemphasis on the cognitive aspects that lead to
the convergent thinking patterns and processes, while the process of
creative thinking, affective and psychomotor aspects received less at-
tention, (2) the increasing advances in technology, population and a
shortage of natural resources that are very demanding on the creative
adaptation and expertise finding creative solutions, (3) the finding of
less creative person in Indonesia that causes so many unemployed who
relies heavily on existing jobs, while they are not able to create their
own jobs. This study uses a qualitative approach with the Madrasah
Aliyah Ma'arif Ambulu Jember as the area of the study..

Keywords: multicultural, respect to diversity, and tolerance.

Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu bangsa di dunia yang tidak dapat
terlepas dari pengaruh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pengaruh itu menuntut kemajuan dan kecanggihan
cara berfikir manusia Indonesia sebagai pelaku pembangunan di ta-
nah air. Krisis multidimensional yang telah melanda Indonesia sela-
ma lima tahun terakhir mengakibatkan banyak masalah yang timbul
yang memerlukan pemecahan dalam upaya mempertahankan eksis-
tensi Indonesia dalam percaturan dunia.
Upaya ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam
upaya meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang mampu
Mohamad Yahya

berperan aktif menjadi agen pembaharuan dan pengembangan kehi-


dupan nasional dan internasional. Dalam GBHN 1999-2004 dinyata-
kan bahwa "pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan
kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpa-
du, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh
seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang
secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai
dengan potensinya".1
Realisasi tujuan pendidikan nasional tersebut dituangkan ke
dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun
2003, yaitu:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemam-
puan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, krea-
tif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.2

Salah satu barometer keberhasilan mewujudkan sumber daya


manusia ditandai dengan meningkatnya kualitas pengetahuan, sikap,
dan keterampilan yang lebih dinamis dan mandiri dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dengan tuntutan kehidu-
pan yang serba seimbang dan selaras dalam tatanan nasional dan in-
ternasional.
Implikasi dari tujuan itu menuntut manusia berkualitas untuk
senantiasa mampu memecahkan masalah hidupnya secara mandiri,
sehingga dapat memberikan kontribusi dalam mewujudkan tercip-
tanya masyarakat Indonesia yang adil dan sejahtera. Strategi untuk
membawa manusia mampu menapaki kualitas hidupnya dapat dila-

1Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI Nomor IV/MPR/1999. 1999. GBHN


1999-2004. Jakarta: PT Pabelan Jayakarta, 79.
2Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 (Jakarta: Fokus

Media, 2003), 6-7

39 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

kukan dengan pendekatan pembinaan secara simultan dan profe-


sional.
Meningkatnya kemajuan teknologi dan meningkatnya jumlah
penduduk serta berkurangnya persediaan sumber-sumber alam, yang
diperparah oleh timbulnya berbagai bencana alam dan krisis moneter
di negara-negara Asia sejak tahun 1997, sangat menuntut kemam-
puan adaptasi bangsa ini secara kreatif dan kepiawaian mencari pe-
mecahan secara kreatif. Alfian dalam tulisannya yang berjudul "Segi
Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan" menyata-
kan bahwa "melalui kreativitas manusia atau masyarakat akan mam-
pu melahirkan gagasan-gagasan tentang kualitas kehidupan yang
lebih baik. Kreativitas memungkinkan manusia memiliki visi yang
lebih jauh serta cakrawala lebih luas tentang berbagai aspek kehidu-
pan yang lebih bermutu."3
Davis mengemukakan bahwa "kreativitas dapat diajarkan dan
dilatih kepada setiap orang dan ada beberapa factor yang dapat me-
ningkatkan kreativitas seseorang melebihi tingkat yang sudah ada
sebelumnya."4 Conny Semiawan mengatakan bahwa "belajar kreatif
berlaku untuk semua siswa, bukan hanya siswa yang berbakat saja.
Semua siswa memiliki suatu potensi kreatif. Memang, kepemilikan
potensi kreatif berbeda dari orang ke orang. Ada yang memilikinya
banyak, ada yang sedikit. Meskipun terdapat perbedaan tingkat pe-
milikan dari potensi kreatif, harus diakui bahwa semua siswa memi-
liki suatu potensi untuk belajar kreatif".5
Bakat kreatif ini memerlukan pemupukan sedini mungkin,
tepatnya sejak masa kanak-kanak. Hal ini dapat dilakukan dengan
memberikan berbagai kegiatan kreatif kepada anak yang dapat men-
gembangkan kreativitasnya. Anak adalah potensi sumber daya ma-
nusia yang merupakan penerus dan pemilik masa depan bangsa. Me-

3Alfian, 1991. "Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan",
Femina, XIX, 17, Mei, 32.
4G.A. Davis. 1981. Creativity is Forever. USA: Badger Press Cross Plans. 65.
5Conny Semiawan, et.al. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menen-

gah. Jakarta: Gramedia. 35-36.

| 40
Mohamad Yahya

rupakan hal yang wajar bila sejak kecil seorang anak diberikan ke-
sempatan untuk dapat mengembangkan bakat kreatifnya, sehingga
menjadi pola yang menetap dalam kehidupannya.
Pada kenyataannya, dewasa ini pendidikan formal di Indone-
sia lebih menekankan kepada pola dan proses berfikir yang konvergen,
yaitu dalam memecahkan suatu masalah seseorang hanya menggu-
nakan satu cara saja untuk memperoleh satu jawaban yang benar.
Proses pemikiran yang tinggi termasuk berfikir kreatif tampaknya
jarang dilatihkan.
Sartono Kartodirdjo dalam Simposium Pendidikan Nasional
di Jakarta menyatakan bahwa "pendidikan Sekolah Dasar (SD) di In-
donesia telah menyapu semua daya kritis dan kreativitas anak seko-
lah dasar. Hal ini disebabkan karena situasi pengajaran yang mence-
kam dan mencekik anak didik, di samping adanya kecenderungan
memompa otak dan memori anak-anak dengan pendidikan verbalistis,
yaitu menimbun otak dengan kata-kata, bukan pengertian".6
Realisasi langkah selanjutnya perlu dikembangkan suatu kon-
sep proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa
di lingkungan sekolah sehingga dapat membentuk kepribadian yang
kreatif. Dan pada akhirnya masalah pengangguran, kenakalan rema-
ja, tawuran pelajar, dekadensi moral, narkoba dan pergaulan bebas se-
perti yang terjadi sekarang ini dapat diminimalisasi di masa menda-
tang.
Di samping itu, aspek ini diambil sebagai fokus pembahasan
karena sebagian besar dari manuskrip yang muncul sekarang ini le-
bih banyak membahas hubungan proses pembelajaran dengan hasil
belajar yang terutama mengukur kemampuan kognitif siswa. Se-
dangkan proses pembelajaran yang dihubungkan dengan pengem-
bangan kreativitas, khususnya di sekolah belum banyak dijamah oleh
peneliti lain.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi peneliti mengambil
di lembaga ini, di antaranya adalah siswa mempunyai keunggulan

6Sartono Kartodirdjo, Kompas (Jakarta), 23 Desember 2009, 23

41 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

dalam berkreatifitas seperti halnya mengkonversi bensin ke gas elpiji


yang dibimbing oleh para guru, selain itu madrasah ini menjadi salah
satu perwakilan kabupaten Jember dalam mengikuti Expo Madrasah
MEDP 2012 yang dilaksanakan di Bandung.

Pengembangan Kreativitas
a. Pengertian Kreativitas
Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu to create
yang berarti menciptakan, menimbulkan, dan membuat. Dari kata to
create terbentuk kata benda creativity yang berarti daya cipta.7 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kreativitas diartikan dengan kemam-
puan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi, dan kekreatifan.8
Muhammad Abdul Jawwad mengartikan kreativitas secara etimolo-
gis dengan memunculkan sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebe-
lumnya.9
Secara terminologis kreativitas memiliki banyak pengertian
seperti yang dikemukakan para tokoh berikut ini:
1) Sudarsono mengartikan kreativitas adalah kemampuan mencipta
atau kemampuan mencapai pemecahan/jalan keluar yang sama
sekali baru, asli, dan imajinatif terhadap masalah yang bersifat
pemahaman, filosofis, estetis ataupun yang lainnya.10
2) S.C. Utami Munandar mengartikan kreativitas adalah kemam-
puan membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau
unsur-unsur yang ada.11
3) John W. Haefele dalam Creativity and Innovation mengartikan
kreativitas Mohamad Yahya adalah kemampunan membuat
kombinasi-kombinasi baru yang bernilai sosial.12

7John M. Echols dan Hassan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Grame-
dia, 154.
8Lukman Ali, et.al. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 530
9Muhammad Abdul Jawwad. 2000. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir,

Terj. Fachruddin. Bandung: Asy-Syamil. 3.


10Sudarsono. 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta:Rineka Cipta. 133.
11S.C. Utami Munandar. 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.

Jakarta: Grasindo. 47.

| 42
Mohamad Yahya

4) George J. Seidel dalam The Crisis of Creativity mengatakan kreati-


vitas adalah kemampuan untuk menghubungkan dan men-
gaitkan, kadang-kadang dengan cara yang ganjil, namun menge-
sankan, dan ini merupakan dasar pendayagunaan kreatif dari
daya rohani manusia dalam bidang manapun.
5) Jacques Hadamard dalam An Essay on The Psychology of Invention
in The Mathematical Field mengatakan: "Jelaslah bahwa penemuan
atau kreasi, baik dalam matematika maupun dalam bidang lain
terjadi dengan menggabungkan ide-ide."
Hasil karya atau ide-ide baru itu sebelumnya tidak dikenal
oleh pembuatnya maupun orang lain. Kemampuan ini merupakan
aktivitas imajinatif yang hasilnya merupakan kombinasi dari infor-
masi yang diperoleh dari pengalaman-pengalaman sebelumnya men-
jadi hal baru, berarti, dan bermanfaat.
Berpikir kreatif atau berpikir divergen diartikan dengan ke-
mampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemu-
kan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, di mana
penekanannya adalah pada kuantitas, ketepat gunaan dan keragaman
jawaban. Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan
terhadap suatu masalah, makin kreatiflah seseorang. Tentu saja jawa-
ban-jawaban itu harus sesuai dengan masalah-masalahnya. Jadi tidak
semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan, tetapi juga
kualitas atau mutu dari jawaban itu.13
Secara operasional kreativitas dapat dirumuskan sebagai ke-
mampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibilitas),
dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelabo-
rasi (mengembangkan, memperkaya, dan memerinci) suatu gagasan.
Kemampuan memberikan penilaian atau evaluasi terhadap suatu ob-
jek atau situasi juga mencerminkan kreativitas, jika dalam penilaian-
nya seseorang mampu melihat objek, situasi, atau masalahnya dari

12JuliusChandra. 1994. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun, dan Men-


gembangkannya. Jakarta: Kanisius. 15.
13Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.

Jakarta: Grasindo 48.

43 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

sudut pandang yang berbeda-beda. Misalnya anak diberi gambar


atau uraian mengenai suatu objek atau keadaan dan ia diminta men-
gatakan apa saja yang kurang atau tidak cocok pada gambar atau
uraian tersebut.
Joyce Wycoff mengartikan kreativitas dengan melihat hal-hal
yang juga dilihat orang lain di sekitar kita, tetapi membuat keterkai-
tan–keterkaitan yang tak terpikirkan oleh orang lain.14 Kreatif berarti
mampu menemukan solusi yang baru dan bermanfaat. Orang yang
kreatif membawa makna atau tujuan baru dalam suatu tugas, mene-
mukan penggunaan baru, menyelesaikan masalah, atau memberikan
nilai tambah atau keindahan. Oleh karena itu, baik menjadi ibu ru-
mah tangga maupun penulis, orang bisa kreatif. Kreativitas berman-
faat, baik bagi orang tua yang mengurus anaknya, seorang seniman
yang sedang melukis, maupun pengusaha yang sedang menciptakan
produk baru.
Mengembangkan kreativitas anak didik meliputi segi kogni-
tif, afektif, dan psikomotorik. Pengembangan kognitif antara lain di-
lakukan dengan merangsang kelancaran, kelenturan, dan keaslian
dalam berpikir. Pengembangan afektif, dilakukan dengan memupuk
sikap dan minat untuk bersibuk diri secara kreatif. Pengembangan
psikomotorik, dilakukan dengan menyediakan sarana dan prasarana
pendidikan yang memungkinkan siswa mengembangkan keterampi-
lannya dalam membuat karya-karya yang produktif dan inovatif

Ciri-Ciri Kepribadian Kreatif


Salah satu hal yang menentukan sejauh mana seseorang itu
kreatif adalah kemampuannya untuk dapat membuat kombinasi baru
dari hal-hal yang sudah ada. Orang yang kreatif dapat membuat ane-
ka ragam benda dengan menggunakan bahan-bahan yang sudah ada,
baik bahan itu masih terpakai atau sudah bekas. Karya-karya unggul
hasil pemikiran para ilmuwan dan penemu pada dasarnya bukan me-

14JoyceWycoff. 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa. 43.

| 44
Mohamad Yahya

rupakan sesuatu yang baru sama sekali, tetapi merupakan kombinasi


dari gagasan-gagasan atau unsur-unsur yang sudah ada sebelumnya.
Kreativitas mereka terletak pada keberhasilan membentuk kombina-
si-kombinasi baru dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya menjadi
sesuatu yang bermakna dan bermanfaat.
Itu semua karena orang yang kreatif memiliki kebebasan ber-
pikir dan bertindak. Kebebasan itu berasal dari diri sendiri, termasuk
di dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam mencari
alternatif yang memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi
kreatif yang dimilikinya.
Joyce Wycoff,15 menyatakan sebagian besar penelitian menun-
jukkan empat ciri khas orang kreatif, yaitu:
1) Keberanian
2) Ekspresif
3) Humor
4) Intuisi
Berdasarkan ciri-ciri orang kreatif di atas dapat dipahami
bahwa apabila seseorang telah menemukan kreativitasnya, mereka
cenderung menjadi mandiri karena memiliki keberanian untuk mela-
kukan sesuatu, percaya diri, berani mengambil risiko, memiliki ke-
mauan yang tinggi dalam mencapai sesuatu, antusias/bersemangat,
spontan, suka berpetualang, cermat, selalu ingin tahu, humoris, suka
bermain, dan polos seperti anak-anak.
Ciri-ciri orang kreatif juga dapat dilihat dari kemampuannya
dalam berpikir. Orang yang kreatif mampu untuk berpikir kreatif.
Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam,16 mengemukakan ada
beberapa ciri dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu : Pertama Kelan-
caran berpikir (fluency of thinking), Kedua Keluwesan (flexibility), Ketiga
Elaborasi (elaboration), Keempat, Keaslian (originality)

15Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa. 19-50
16Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam. 2002. Mengembangkan Kreativitas

dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. 44-49.

45 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

Ciri psikologis lain yang umumnya dimiliki orang kreatif


yang diidentifikasikan David N. Perkins. Wakil Direktur Project Zero
Universitas Harvard, adalah:
1) Dorongan untuk menemukan keteraturan dalam keadaan ka-
cau-balau.
2) Minat menemukan masalah yang tidak umum, juga penyele-
saiannya.
3) Kemampuan membentuk kaitan-kaitan baru, menentang
anggapan tradisional.
4) Kemampuan menyeimbangkan kreasi gagasan dengan
pengujian dan penilaian.
5) Hasrat untuk melenyapkan berbagai hal yang membatasi
kemampuan mereka.
6) Termotivasi oleh masalah atau tugas sendiri, bukannya oleh
keuntungan lain seperti uang, jabatan atau popularitas.17
Csikszentmihalyi yang dikutip oleh Munandar
mengemukakan sepuluh pasang ciri-ciri kepribadian kreatif yang
seakan-akan paradoksal tetapi saling terpadu secara dialektis.
1) Pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang
memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan
konsenterasi penuh, tenang dan rileks, bergantung pada
situasinya.
2) Pribadi kreatif cerdas dan cerdik.
3) Ciri-ciri ketiga berkaitan dengan kombinasi antara sikap ber-
main dan disiplin. kreativitas memerlukan kerja keras, keule-
tan dan ketekunan untuk menyelesaikan suatu gagasan atau
karya baru dengan mengatasi rintangan yang sering dihadapi.
4) Pribadi kreatif dapat berselang-seling antara imajinasi dan
fantasi, namun tetap bertumpu pada realitas.
5) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan baik introversi
maupun ekstroversi. Seseorang perlu dapat bekerja sendiri un-

17Wycoff,Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa, 51

| 46
Mohamad Yahya

tuk dapat “berkreasi”, menulis, melukis, melakukan eksperi-


men, tapi penting juga baginya untuk bertemu dengan orang
lain, bertukar pikiran dan mengenal karya-karya orang lain.
6) Orang kreatif dapat bersifat rendah diri dan bangga pada ka-
ryanya pada saat yang sama.
7) Pribadi kreatif menunjukkan kecenderungan androgini psikolo-
gis, yaitu mereka dapat melepaskan diri dari strereotip gender
(maskulin-feminin).
8) Orang kreatif cenderung mandiri bahkan suka menentang, te-
tapi di lain pihak mereka tetap bisa tradisional dan konserva-
tif.
9) Kebanyakan orang kreatif sangat bersemangat bila menyang-
kut karya mereka, tapi juga sangat obyektif dalam penilaian
karyanya.
10) Sikap keterbukaan dan sensitivitas orang kreatif sering mem-
buatnya menderita jika mendapat banyak kritik dan serangan
terhadap hasil jerih payahnya, namun di saat yang sama ia ju-
ga merasakan kegembiraan yang luar biasa.18

Biasanya anak yang kreatif selalu ingin tahu, memiliki minat


yang luas, mempunyai kegemaran dan menyukai aktivitas yang krea-
tif. Anak dan remaja kreatif biasanya cukup mandiri dan memiliki
rasa percaya diri. Mereka lebih berani mengambil resiko (tetapi den-
gan perhitungan) daripada anak-anak pada umumnya, artinya dalam
melakukan sesuatu yang bagi mereka amat berarti, penting dan dis-
ukai, mereka tidak terlalu menghiraukan kritik dan ejekan orang lain.
Merekapun tidak takut untuk membuat kesalahan dan mengemuka-
kan pendapat mereka walaupun mungkin tidak disetujui orang lain.
Treffinger dalam Munandar,19 menyatakan bahwa pribadi
yang kreatif biasanya lebih terorganisir dalam tindakan, dan rencana
inovatif serta produk orisinalnya telah dipikirkan matang-matang

18Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Grasindo, 51.
19Ibid, 54.

47 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

terlebih dahulu, dengan mempertimbangkan masalah yang mungkin


timbul dan implikasinya. Tingkat energi, spontanitas, dan berpetua-
lang yang luar biasa sering tampak pada orang kreatif. Juga, keingi-
nan yang besar untuk mencoba aktivitas yang baru dan mengasyik-
kan. Pribadi kreatif biasanya mempunyai rasa humor yang tinggi,
dapat melihat suatu masalah dari berbagai sudut tinjau dan memiliki
kemampuan untuk bermain dengan ide, konsep atau kemungkinan-
kemungkinan yang dihayalkan, yang kemudian terwujud menjadi
karya seni, sastra atau penemuan baru.
Ciri kreatif lainnya adalah kecenderungan untuk lebih tertarik
pada hal-hal yang rumit dan misterius. Minat untuk seni dan
keindahan juga lebih kuat daripada rata-rata orang. Walaupun tidak
semua orang berbakat kreatif menjadi seniman, tetapi mereka
mempunyai minat yang cukup besar terhadap seni, sastra, musik dan
teater.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kreativitas


Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara ke-
luarga (orang tua), sekolah, dan masyarakat. Ketiga lingkungan pen-
didikan tersebut berpengaruh dalam perkembangan anak, termasuk
dalam hal kreativitas.
A. Lingkungan Sekolah
Dengan memasuki lingkungan pendidikan sekolah, seorang
anak akan mengalami berbagai perubahan. Ia harus patuh pada tun-
tutan tokoh otoritas baru, yaitu guru. Ia banyak berkenalan dan ber-
hubungan dengan banyak anak seusia. Untuk sementara waktu ia
harus terpisah dari keluargaya. Semua itu akan membawa dampak
yang besar terhadap sikap dan perilaku seorang anak.
Guru di sekolah memiliki peran yang sangat penting terhadap
perkembangan intelektual, emosional dan sosial siswa. Guru mem-
bantu pembentukan nilai-nilai pada siswa, misalnya nilai hidup, nilai
moral, dan nilai sosial. Guru juga berperan dalam menentukan tujuan
belajar, memilihkan pengalaman belajar, menentukan metode, dan

| 48
Mohamad Yahya

strategi mengajar dan yang paling penting menjadi model perilaku


bagi siswa.
Peranan guru tersebut tidak hanya berdampak pada prestasi
belajar siswa, tetapi juga berdampak pada sikap siswa terhadap seko-
lah dan belajar pada umumnya. Guru dapat menumbuhkan rasa in-
gin tahu, motivasi, harga diri, dan kreativitas dalam diri seorang sis-
wa. Bahkan guru dapat berpengaruh lebih besar daripada orang tua
karena guru mempunyai tugas mengevaluasi pekerjaan, sikap, dan
perilaku siswa.
B. Lingkungan Keluarga
Keluarga sebagai lingkungan terkecil dalam suatu masyarakat
dan merupakan lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan
manusia tidak bisa diabaikan peranannya dalam mempengaruhi per-
kembangan fisik dan mental seseorang. Dalam interaksi sehari-hari
seorang anak dengan orang tuanya akan membawa dampak yang
besar bagi pertumbuhan dan perkembangannya di masa mendatang.
Utami Munandar,20 mengemukakan ada beberapa sikap orang
tua yang dapat memupuk kreativitas anak, yaitu:
1. Menghargai pendapat anak dan mendorongnya untuk men-
gungkapkannya
2. Memberi waktu kepada anak untuk berpikir, merenung, dan
berkhayal
3. Membolehkan anak mengambil keputusan sendiri
4. Mendorong kemelitan (keingintahuan) anak untuk menjajaki dan
mempertanyakan hal-hal
5. Meyakinkan anak bahwa orang tua menghargai apa yang ingin
dicoba dilakukan dan apa yang dihasilkan
6. Menunjang dan mendorong kegiatan anak
7. Menikmati keberadaannya bersama anak
8. Memberi pujian yang sungguh-sungguh kepada anak
9. Mendorong kemandirian anak dalam bekerja

20Utami S.C. Munandar. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan


Potensi Kreatif Dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 137.

49 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

10. Menilai hubungan kerjasama yang baik dengan anak

C. Lingkungan masyarakat
Di samping lingkungan sekolah dan keluarga, kreativitas se-
seorang juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat karena setiap
individu selaku makhluk sosial tidak dapat melepaskan dirinya dari
pergaulan di masyarakat. Sebagai lingkungan yang terbesar, masya-
rakat membentuk satu kebudayaan yang dihasilkan dari berbagai
pandangan dan cara hidup para anggotanya. Kebudayaan itu menja-
di bagian yang tak terpisahkan dalam diri setiap individu dalam ma-
syarakat itu.
Arieti sebagaimana dikutip Utami Munandar mengemukakan
ada sembilan faktor sosiokultural yang dapat menunjang pengem-
bangan kreativitas, yaitu:
1. Tersedianya sarana dan prasarana kebudayaan
2. Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
3. penekanan pada becoming (menjadi, tumbuh), tidak semata-
mata pada being (sekadar berada)
4. Kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua
warga, tanpa diskriminasi
5. Kebebasan dengan pengalaman tekanan dan rintangan seba-
gai tantangan
6. Menghargai dan dapat memadukan rangsangan dari kebu-
dayaan lain yang berbeda, bahkan yang kontras sekalipun
7. Toleransi dan minat terhadap pandangan yang berbeda (di-
vergen)
8. Interaksi antar pribadi yang berarti dalam pengembangan ba-
kat
9. Adanya insentif, penghargaan, dan penguatan.21
Selanjutya, hal yang paling penting yang harus disadari oleh
orang tua dan guru ialah bahwa setiap orang memiliki potensi kreatif,

21Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Grasindo, 176-178.

| 50
Mohamad Yahya

sayangnya banyak orang tua dan guru yang kurang menyadari atau
kurang dapat menghargai kreativitas anak. Mereka lebih mengingin-
kan anak yang selalu patuh dan melakukan hal-hal yang diinginkan
orang tua atau melakukan hal-hal yang sama seperti anak lain. Orisi-
nalitas kurang dapat diterima, dianggap menyulitkan, dan bahkan
dapat berbahaya. Dengan meningkatnya tekanan-tekanan dari luar,
lingkungan anak menjadi tertutup, spontanitas dan inisiatifnya ber-
kurang, mereka menjadi kehilangan minat terhadap hal-hal dalam
lingkungan mereka, kehilangan kemilitan dan kreativitas untuk men-
jajaki lingkungan mereka. Tanpa menyadarinya, orang dewasa ber-
maksud baik, dengan dalih menanamkan disiplin dan kepatuhan,
tidak memberi kesempatan benih-benih kreativitas anak tumbuh dan
berkembang.22
Bagaimana seseorang tahu? Setiap orang terlahir kreatif dan
kreativitas tetap menunggunya.23 Sering guru lebih menginginkan
murid-murid yang duduk diam, dan kadang-kadang mereka kurang
menyukai anak-anak yang terlalu banyak bertanya. Seyogyanya pen-
didik memahami cara-cara untuk mendorong kreativitas itu.24
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Utami
Munandar terdiri atas aspek kognitif dan aspek kepribadian. Faktor
kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemer-
kayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan keterampilan. Dika-
takan bahwa walaupun inteligensi merupakan salah satu komponen
kreativitas namun peningkatan inteligensi tidak selalu diikuti oleh
meningkatnya kreativitas. Faktor kepribadian terdiri dari rasa ingin
tahu, harga diri, dan kepercayaan diri, sifat mandiri dan berani men-
gambil resiko.
Menurut Rogers, faktor individu yang mendukung berkem-
bangnya kreativitas adalah keterbukaan individu terhadap pengala-

22Joan Freeman dan Utami Munandar. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 249.
23Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.

Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa, 53-54.


24Freeman, Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 250.

51 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

man sekitarnya, kemampuan untuk mengevaluasi hasil yang dicipta-


kan dan kemampuan menggunakan elemen dan konsep yang ada.
Roger mengatakan bahwa faktor internal individu yang memungkin-
kan terjadinya kreativitas adalah:25
Pertama, keterbukaan terhadap pengalaman, terhadap rang-
sangan-rangsangan dari luar maupun dari dalam.
Kedua, evaluasi internal yaitu pada dasarnya penilaian terha-
dap produk karya seseorang terutama ditentukan oleh diri sendiri
bukan kritik dan pujian dari orang lain.
Ketiga, kemampuan bermain dan bereksplorasi dengan unsur-
unsur, bentuk-bentuk dan konsep-konsep. Kemampuan untuk mem-
bentuk kombinasi dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya.
Disamping aspek internal di atas, aspek eksternal juga
mempengaruhi kreativitas seseorang. Aspek eksternal yang
dimaksud ialah lingkungan kebudayaan yang mengandung
keamanan dan kebebasan psikologis. Faktor lingkungan yang
terpenting adalah lingkungan yang memberikan dukungan atas
kebebasan bagi individu. Filosof Yunani Plato, mengungkapkan
bahwa “apa yang mendapatkan penghargaan dari lingkungan itulah
yang akan berkembang”.26

Upaya Pengembangan Kreativitas


James J. Mapes mengatakan bahwa setiap orang adalah kreatif
karena potensi kreatif merupakan sifat manusia.27 Setiap orang me-
milki keahlian kreatif lebih dibandingkan yang lain, beberapa dianta-
ranya tidak melihat diri mereka sebagai jenis manusia kreatif . Maka
dari itu seseorang perlu mengenal diri mereka sendiri dan memahami
kemampuannya sehingga dapat mengembangkan potensi kreatif
yang dimiliki dan dapat memunculkan kreativitas.

25Fuad Nashori dan Rachmy Diana Muharam. 2002. Mengembangkan Kreativitas


dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus. 56.
26Nashori, Fuad dan Muharam, Rachmy Diana. 2002. Mengembangkan Kreativitas

dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Menara Kudus 58.


27James J. Mapes. 2003. Quantum Leap Thinking: Pedoman Lengkap Cara Berpikir,

Terj. Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon Teralitera. 24.

| 52
Mohamad Yahya

Dalam upaya membangkitkan dan mengembangkan kreativitas


dalam dunia pendidikan, seorang guru mempunyai dampak yang
besar tidak hanya pada prestasi pendidikan anak tetapi pada sikap
anak terhadap sekolah dan terhadap belajar pada umumnya. Guru
dapat melumpuhkan kemilitan (rasa ingin tahu) alamiah, merusak
motivasi, harga diri dan kreativitas anak. Bahkan guru-guru yang
sangat baik (atau yang sangat buruk) dapat mempengaruhi anak
lebih kuat daripada orang tua karena guru punya lebih banyak
kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak
daripada orang tua. Harus diakui bahwa guru tidak dapat
mengajarkan kreativitas tetapi ia dapat memungkinkan kreativitas
muncul, memupuknya dan merangsang pertumbuhannya.28
Cara yang paling baik bagi guru untuk mengembangkan
kreativitas peserta didik adalah dengan mendorong motivasi
intrinstik. Semua peserta didik harus belajar semua bidang
keterampilan di sekolah, dan banyak peserta didik memperoleh
keterampilan kreatif melalui model-model berfikir dan bekerja
kreatif, tetapi sedikit sekali anak yang dapat mempertahankan
motivasi intrinsik di sekolah jika sistem yang diterapkan tidak sesuai.
Dengan kata lain, pendekatan yang terbaik tampaknya adalah
dimana peserta didik diarahkan ke tujuan keseluruhan, tetapi
didorong untuk belajar dengan cara yang menurut mereka terbaik
bagi mereka. Penekanannya selalu pada belajar dan tidak pada
penilaian.
Joan Freeman dan Utami Munandar mengusulkan pendekatan
empat P untuk memahami konsep kreativitas sebagai strategi untuk
mengembangkan kreativitas peserta didik. Kreativitas dapat ditinjau
dari empat aspek (4P), yaitu:
1) Kreativitas dari aspek pribadi,
2) Kreativitas ditinjau dari aspek pendorong
3) Kreativitas sebagai proses.

28Munandar, Kreativitas dan Keberbakatan, 155.

53 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

4) Kreativitas sebagai produk29


Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya kreatif, tidak di-
am pasif. Abdullah Gymnastiar dalam tabloidnya mengungkap bah-
wa untuk menumbuhkan kreativitas anak, ada beberapa hal perlu
diperhatikan, yaitu:
1) Dibutuhkan kreativitas orang tua.
2) Memfasilitasi anak dengan alat-alat penunjang.
3) Menghargai kreativitas anak.30

Model Pembelajaran Yang Mengembangkan Kreativitas


Falsafah mengajar yang mendorong kreativitas anak, secara ke-
seluruhan menurut Utami Munandar adalah sebagai berikut:
1) Belajar sangat penting dan sangat menyenangkan
2) Anak patut dihargai dan disayangi sebagai pribadi yang unik
3) Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif. Mereka perlu di-
dorong untuk membawa pengalaman, gagasan, minat dan ba-
han mereka di kelas. Mereka dimungkinkan untuk membica-
rakan bersama dengan guru mengenai tujuan bekerja/belajar
setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentukan ba-
gaimana mencapainya.
4) Anak perlu merasa nyaman dan dirangsang di dalam kelas.
Hendaknya tidak ada tekanan dan ketegangan.
5) Anak harus mempunyai rasa memiliki dan kebanggaan di da-
lam kelas. Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan
belajar dan boleh membawa bahan-bahan dari rumah.
6) Guru merupakan narasumber, bukan polisi atau dewa. Anak
harus menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman
dengan guru
7) Guru memang kompeten tetapi tidak perlu sempurna.

29Freeman, Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama 251.
30Abdullah Gymnastiar. 2006. Merangsang Kreativitas Anak. Bandung: Tabloid

Manajemen Qalbu. 11.

| 54
Mohamad Yahya

8) Anak perlu merasa bebas untuk mendiskusikan masalah


secara terbuka baik dengan guru maupun dengan teman
sebaya. Ruang kelas adalah milik mereka juga dan mereka
bertanggung jawab untuk mengaturnya.
9) Kerjasama selalu lebih baik daripada kompetisi.
10) Pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman
dari dunia nyata.31

Proses Pembelajaran
Pengertian Proses Pembelajaran
Konsep belajar (learning) dan pembelajaran (instruction) meru-
pakan dua buah konsep kependidikan yang saling berkaitan. Konsep
belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran
berakar pada pihak pendidik (guru) dan keduanya bisa berdiri sendi-
ri dan juga menyatu, tergantung kepada situasi dari kedua kegiatan
itu terjadi. Pembelajaran biasanya terjadi dalam situasi formal yang
secara sengaja diprogramkan oleh guru dalam usahanya mentrans-
formasikan ilmu kepada peserta didik, berdasarkan kurikulum dan
tujuan yang hendak dicapai.32
Melalui pembelajaran peserta didik melakukan proses belajar
sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan. Dengan
demikian, unsur kesengajaan melalui perencanaan oleh pihak guru
merupakan ciri utama pembelajaran. Upaya pembelajaran yang bera-
kar pada pihak guru dilaksanakan secara sistematis yaitu dilakukan
dengan langkah-langkah teratur dan terarah secara sistematik. yaitu
secara utuh dengan memperhatikan berbagai aspek. Maka konsep
belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang berproses
dalam suatu sistem.33

31Munandar, Utami S.C. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi Mewujudkan


Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama 159.
32Aminuddin Rasyad. 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas

Muhammadiyah.1.
33Rasyad, Aminuddin, 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas

Muhammadiyah 3-4.

55 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

Jadi, dapat disimpulkan bahwa fungsi pembelajaran adalah


merangsang dan menyukseskan proses belajar dan untuk mencapai
tujuan, sedangkan fungsi belajar adalah dapat memanfaatkan semak-
simal mungkin sumber belajar untuk mencapai tujuan belajar, yaitu
terjadinya perubahan dalam diri peserta didik.
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai kon-
sep belajar dan pembelajaran, berikut dipaparkan kedua konsep itu.

Pengertian Belajar
Banyak ahli pendidikan yang mengemukakan tentang penger-
tian belajar. Menurut Kimble dan Garmezi sebagaimana dikutip Nana
Sudjana bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Garry
dan Kingsley menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan
tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan.34 James O.
Wittaker menyatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai
proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman.35 Sedangkan Winkel mengartikan belajar adalah
suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengeta-
huan atau skill, kebiasaan, atau sikap yang semuanya diperoleh, dis-
impan, dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang
progresif dan adaptif.36
Menurut Ilmu Jiwa Daya, belajar adalah usaha melatih daya-
daya agar berkembang sehingga dapat berpikir, mengingat, dan se-
bagainya. Menurut teori ini jiwa manusia terdiri dari berbagai daya
seperti daya berpikir, mengingat, perasaan, mengenal, kemauan, dan

34Nana Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Ban-
dung: Sinar Baru. 5.
35James O. Whittaker. 1970. Introduction to Psychology.Tokyo: Toppan Company

Limited. 15.
36W.S. Winkel. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.

150.

| 56
Mohamad Yahya

sebagainya. Daya–daya tersebut berkembang dan berfungsi jika dila-


tih dengan bahan-bahan dan cara-cara tertentu.37
Menurut teori Ilmu Jiwa Asosiasi, belajar berarti membentuk
hubungan-hubungan stimulus respon dan melatih hubungan-
hubungan tersebut agar bertalian dengan erat. Pandangan teori ini
dilatarbelakangi oleh pendapat bahwa jiwa manusia terdiri dari aso-
siasi berbagai tanggapan yang masuk ke dalam jiwa. Asosiasi terse-
but dapat terbentuk karena adanya hubungan antara stimulus dan
respon.
Menurut teori Ilmu Jiwa Gestalt, belajar ialah mengalami, ber-
buat, bereaksi, dan berpikir secara kritis. Pandangan ini dilatarbela-
kangi oleh anggapan bahwa jiwa manusia bukan terdiri dari elemen-
elemen, tetapi merupakan satu sistem yang bulat dan berstruktur.
Jiwa manusia hidup dan di dalamnya terdapat prinsip aktif di mana
individu selalu cenderung untuk beraktivitas dan berinteraksi den-
gan lingkungannya.38
Dari beberapa definisi belajar di atas, nampak adanya beberapa
perbedaan, namun pada substansinya ada kesamaan pandangan ten-
tang bagaimana usaha mengaktifkan berpikir, bereaksi, dan berbuat
terhadap suatu objek yang dipelajari melalui berbagai aktivitas se-
hingga timbul suatu pengalaman baru dalam diri seseorang.
Pengertian Mengajar
Menurut Nana Sudjana mengajar adalah membimbing kegiatan
siswa belajar, mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di
sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa
untuk melakukan kegiatan belajar.39 Sedangkan menurut Sardiman
AM mengajar adalah kegiatan penyediaan kondisi yang merangsang
serta mengarahkan kegiatan belajar siswa/subjek belajar untuk mem-
peroleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang dapat

37M. Basyiruddin Usman. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Cipu-
tat Pers.21-22.
38Usman, Metodologi Pembelajaran, 22
39Sudjana, Nana, 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Ban-

dung: Sinar Baru. 7.

57 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

membawa perubahan tingkah laku dan kesadaran diri sebagai priba-


di.40
Dari definisi mengajar di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
fungsi pokok dalam mengajar adalah menyediakan kondisi yang
kondusif, sedang yang berperan aktif dan banyak melakukan kegia-
tan adalah siswanya, dalam upaya menemukan dan memecahkan
masalah. Konsep mengajar ini memberikan indikator bahwa pengaja-
ran lebih bersifat pupil centered sehingga tercapailah suatu hasil yang
optimal. Dengan kata lain, tercapainya hasil pembelajaran sangat di-
pengaruhi oleh aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran harus terjadi interaksi antara peser-
ta didik dan pendidik. Interaksi itu dalam dunia pendidikan dikenal
dengan istilah interaksi edukatif. Menurut Syaiful Bahri Djamarah,41
interaksi edukatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a) Mempunyai tujuan
b) Mempunyai prosedur yang direncanakan
c) Ditandai dengan penggarapan materi khusus
d) Ditandai dengan aktivitas siswa
e) Membutuhkan disiplin
f) Mempunyai batas waktu
g) Diakhiri dengan evaluasi

Fungsi Guru Dalam Proses Pembelajaran


Proses dan hasil pembelajaran sebagian besar ditentukan oleh
peranan dan kompetensi guru. Guru yang kompeten akan lebih
mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih
mampu mengelola kelasnya sehingga hasil belajar siswa berada pada
tingkat optimal. Anggapan bahwa guru adalah satu-satunya sumber
belajar, di lain pihak siswa hanya menyimak dan mendengarkan in-
formasi atau pengetahuan yang diberikan gurunya sehingga guru

40Sardiman AM. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 3.
41Syaiful Bahri Djamarah. 2000 Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif

.Jakarta: Rineka Cipta. 15.

| 58
Mohamad Yahya

mendominasi proses pembelajaran dari awal sampai akhir adalah


anggapan yang salah. Bahkan kadang-kadang masih ada anggapan
yang keliru bahwa siswa dipandangnya sebagai objek sehingga siswa
kurang dapat dikembangkan potensinya.
Dalam konsep belajar mengajar siswa adalah subjek belajar,
bukan objek. Siswa sebagai unsur pokok dan sentral, bukan unsur
pendukung dan tambahan. Yang penting dalam proses pembelajaran
guru hanya membantu menciptakan kondisi yang kondusif serta
memberikan motivasi dan bimbingan agar siswa dapat mengem-
bangkan potensi dan kreativitasnya ke arah yang baik. Diharapkan
dengan pola pembelajaran seperti itu akan terbentuk manusia-
manusia yang aktif dan kreatif.
Peranan dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran me-
liputi banyak hal, yaitu guru sebagai pengajar, pengelola kelas, pe-
mimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspe-
ditor, perencana, demonstrator, supervisor, motivator, dan konselor.42
Yang akan dikemukakan di sini adalah peranan yang dianggap pal-
ing dominan dan diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Guru sebagai demonstrator
Sebagai demonstrator guru dituntut mampu memperaga-
kan materi yang diajarkannya secara didaktis. Maksudnya agar
materi yang disampaikannya itu betul-betul dimiliki oleh siswa.
2) Guru sebagai pengelola kelas
Dalam hal ini guru dituntut untuk menyediakan dan
menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan
pembelajaran agar mencapai hasil yang baik. Guru juga bertang-
gung jawab memelihara lingkungan fisik kelasnya agar senantia-
sa menyenangkan untuk belajar dan mengarahkan atau mem-
bimbing proses intelektual dan social di dalam kelasnya. Guru
hendaknya mampu memimpin kegiatan belajar yang efektif dan
efisien dengan hasil optimal.

42Mohammad Uzer Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda-
karya. 9.

59 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

3) Guru sebagai mediator dan fasilitator


Sebagai mediator guru hendaknya menciptakan kualitas
lingkungan yang interaktif secara maksimal, mengatur arus ke-
giatan siswa, menampung semua persoalan yang diajukan siswa
dan mengembalikan lagi persoalan tersebut kepada siswa yang
lain untuk dijawab dan dipecahkannnya, lalu guru bersama siswa
harus menarik kesimpulan atas jawaban masalah sebagai hasil be-
lajar. Untuk itu guru harus terampil mempergunakan pengeta-
huan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi.
Sedangkan sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusa-
hakan sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pen-
capaian tujuan pembelajaran, baik yang berupa nara sumber, bu-
ku teks, majalah, maupun surat kabar. Guru juga harus memberi-
kan fasilitas dan kemudahan dalam proses pembelajaran, misal-
nya dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemi-
kian rupa, serasi dengan perkembangan siswa sehingga interaksi
edukatif akan berlangsung secara efektif.
4) Guru sebagai motivator
Sebagai motivator guru berperan dalam meningkatkan
kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Guru ha-
rus dapat merangsang dan memberikan dorongan serta pengua-
tan untuk mengembangkan potensi siswa, menumbuhkan aktivi-
tas dan kreativitas sehingga terjadi dinamika dalam proses pem-
belajaran.
5) Guru sebagai evaluator
Sebagai evaluator guru hendaknya terus-menerus mengi-
kuti hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa dari waktu ke
waktu. Hasil evaluasi ini akan menjadi umpan balik (feed back)
terhadap proses pembelajaran. Umpan balik ini akan dijadikan ti-
tik tolak untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembela-
jaran selanjutnya. Dengan demikian, proses pembelajaran akan
terus menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optim-
al.

| 60
Mohamad Yahya

Perbedaan fungsi guru sebagai fasilitator dan sebagai pengarah


terletak baik dalam orientasi maupun dalam perilaku. Seorang pen-
garah berdiri di depan anak dan menekankan tujuan, keinginan, dan
kebutuhannya kepada anak. Seorang fasilitator berada di belakang
anak, membimbing mereka untuk mencapai tujuan, keinginan dan
kebutuhannya. Pengarah memberikan tugas, menentukan persyara-
tan, dan menilai hasil belajar. Seorang fasilitator membantu anak da-
lam belajar mandiri, dalam menentukan tujuan sendiri, dan dalam
memberi umpan balik terhadap penilaian diri.43
Seorang guru dapat mencari keseimbangan antara perannya
untuk berada di depan anak, di belakang anak, atau di samping/di
antara anak-anak, sesuai dengan ciri khas (karakteristik anak). Untuk
anak berbakat sebaiknya seorang guru lebih banyak berada di bela-
kang anak daripada di depan anak. Jadi, dalam perannya sebagai fasi-
litator seorang guru harus:
1) Mendorong belajar mandiri sebanyak mungkin
2) Dapat menerima gagasan-gagasan dari semua siswa
3) Memupuk siswa untuk memberikan kritik secara konstruktif dan
untuk memberikan penilaian diri sendiri.
4) Berusaha menghindari pemberian hukuman atau celaan terhadap
ide-ide yang tidak biasa
5) Dapat menerima perbedaan menurut waktu dan kecepatan antar
siswa dalam kemampuan memikirkan ide-ide baru.
Menurut Gagne sebagaimana dikutip Muhibbin Syah,44 setiap
guru berfungsi sebagai:
1) Designer of instruction (perancang pembelajaran)
Sebagai perancang pengajaran guru harus mampu dan
siap merancang kegiatan pembelajaran yang berhasil guna dan
berdaya guna. Rancangan kegiatan pembelajaran tersebut seku-
rang-kurangnya meliputi: memilih dan menentukan bahan pelaja-

43Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Grasindo 64
44Muhibbin Syah. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 250-252

61 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

ran, merumuskan tujuan penyajian bahan pelajaran, memilih me-


tode penyajian bahan pelajaran yang tepat, dan menyelenggara-
kan kegiatan evaluasi prestasi belajar.
2) Manager of instruction (pengelola pembelajaran)
Sebagai pengelola pengajaran guru harus mampu menge-
lola (menyelenggarakan dan mengendalikan) seluruh tahapan
proses pembelajaran, di antaranya adalah menciptakan kondisi
dan situasi yang sebaik-baiknya agar para siswa dapat belajar
dengan sebaik-baiknya sehingga memungkinkan para siswa bela-
jar secara berdaya guna dan berhasil guna.
3) Evaluator of student learning achievement (penilai prestasi belajar
siswa)
Sebagai penilai prestasi belajar guru harus selalu mengiku-
ti perkembangan taraf kemajuan prestasi belajar atau kinerja aka-
demik siswa dalam setiap kurun waktu pembelajaran. Hasil eva-
luasi hendaknya dijadikan feed back (umpan balik) untuk melaku-
kan penindaklanjutan proses pembelajaran. Dengan demikian,
proses pembelajaran tidak statis, tetapi terus meningkat kualitas-
nya.

Fungsi Siswa Dalam Proses Pembelajaran


Siswa adalah salah satu komponen manusiawi yang menempa-
ti posisi penting dalam proses pembelajaran karena siswa sebagai pi-
hak yang ingin meraih cita-cita, memiliki tujuan dan kemudian ingin
mencapainya secara optinmal. Jadi, dalam proses pembelajaran yang
diperhatikan pertama kali adalah siswa, bagaimana keadaan dan ke-
mampuannya, baru setelah itu menentukan komponen-komponen
yang lainnya. Komponen–komponen pendidikan yang lain sangat
bergantung kepada kondisi siswa. Materi yang diperlukan, metode
yang akan digunakan, media yang akan dipakai, semua itu harus dis-
esuaikan dengan karakteristik siswa. Itulah sebabnya siswa menjadi
subjek dalam proses pembelajaran.
Memang dalam berbagai pernyataan dinyatakan bahwa siswa
sebagai kelompok yang belum dewasa, baik secara jasmani maupun

| 62
Mohamad Yahya

rohani. Oleh karena itu, siswa memerlukan bimbingan dan latihan


serta usaha orang lain yang sudah dewasa agar ia dapat mencapai
kedewasaannya. Pernyataan bahwa siswa adalah manusia yang be-
lum dewasa bukan berarti bahwa siswa itu makhluk yang lemah.
Siswa secara kodrati memiliki potensi tertentu. Hanya saja ia belum
mencapai tingkat optimal dalam mengembangkan potensinya itu.
Oleh karena itu, lebih tepat jika siswa dikatakan sebagai subjek dalam
proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran guru harus mampu mengorganisa-
sikan setiap kegiatan pembelajaran dan menghargai anak didiknya
sebagai subjek yang memiliki potensi. Dengan demikian, siswa diha-
rapkan lebih aktif dalam proses pembelajaran.
Aktivitas belajar siswa yang dimaksud di sini adalah aktivitas
jasmaniah maupun aktivitas mental. Aktivitas belajar siswa dapat
digolongkan ke dalam beberapa hal, yaitu:
1) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, mela-
kukan eksperimen, dan demonstrasi
2) Aktiviatas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak,
tanya jawab, diskusi dan menyanyi
3) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengar-
kan penjelasan guru, ceramah, pengarahan
4) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari,
melukis
5) Aktivitas menulis (writing activities) seperti mengarang, membuat
makalah, membuat surat.45
Setiap jenis aktivitas tersebut di atas memiliki kadar atau bobot
yang berbeda bergantung pada segi tujuan yang akan dicapai dalam
proses pembelajaran. Yang jelas, aktivitas belajar siswa hendaknya
memiliki kadar atau bobot yang lebih tinggi.
Aktivitas belajar siswa dapat dilakukan secara individual da-
lam arti siswa di kelas dituntut untuk melakukan kegiatan belajar
masing-masing, dapat dilakukan secara klasikal artinya setiap siswa

45Usman, Uzer, 2003, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 22

63 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

mempelajari hal yang sama dalam waktu yang sama dan cara yang
sama dan dapat dilakukan secara kelompok artinya siswa dihimpun
dalam satu kelompok dan setiap kelompok diberi masalah oleh guru
untuk dipecahkan bersama-sama.

Manajemen Pembelajaran
Dimyati dan Mudjiono yang dikutip Sagala, menjelaskan
bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar”.46 Sedangkan dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, “pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.47
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pembelajaran pada hakekatnya mempunyai dua karakteristik yaitu,
pertama dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa
secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa dalam proses
berpikir. Kedua dalam pembelajaran membangun suasana dialogis
dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang
pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa
untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.

46Dimyati dan Mudjiono. 2002.Belajar Dan Pembelajaran .Jakarta: PT Rineka Cipta.


62.
47Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional RI No 20 tahun 2003 (Ban-

dung: Fokus Media), 5.

| 64
Mohamad Yahya

Sedangkan menurut Harefa, proses pembelajaran adalah suatu


proses pendidikan yang memungkinkan seseorang menjadi lebih
manusiawi (being humanize) sehingga disebut dewasa dan mandiri.48
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwasannya tujuan
dari proses pembelajaran adalah menjadikan manusia lebih
manusiawi, dewasa dan mandiri. Proses pembelajaran merupakan
inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai
pemegang peranan utama.
Guru adalah salah satu diantaranya faktor pendidikan yang
memiliki peranan yang paling strategis, sebab gurulah sebetulnya
pemain yang paling menentukan di dalam menentukan proses belajar
mengajar.49 Proses pembelajaran merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik atas
dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi
edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Menurut Knirk dan Gustafson yang dikutip oleh sagala
pembelajaran merupakan suatu proses yang sistematis melalui tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.50 Pembelajaran tidak terjadi
seketika, melainkan sudah melalui tahapan perencanaan
pembelajaran.
Berikut akan dijelaskan tentang perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran.
a. Perencanaan pembelajaran
Pada prinsipnya perencanaan pembelajaran menurut Sagala
meliputi:
1) Menetapkan apa yang mau dilakukan oleh guru, kapan dan
bagaimana cara melakukannya dalam implementasi
pembelajaran

48Andrias Harefa. 2002. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT kompas Media Nu-
santara. 37
49Haidar Daulay Putra, 2004.Pendidikan Islam Dan Sistem Pendidikan Nasional di

Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 75.


50Syaiful Sagala. 2003. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: CV. Alfabeta, 64.

65 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

2) Membatasi sasaran atas dasar tujuan instruksional khusus


dan menetapkan pelaksanaan kerja untuk mencapai hasil
yang maksimal melalui proses penentuan target pembelajaran
3) Mengembangkan alternatif-alternatif yang sesuai dengan stra-
tegi pembelajaran
4) Mengumpulkan dan menganalisis informasi yang penting un-
tuk mendukung kegiatan pembelajaran
5) Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-rencana
dan keputusan yang berkaitan dengan pembelajaran kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.51
Perencanaan dapat bermanfaat bagi guru sebagai kontrol ter-
hadap diri sendiri agar dapat memperbaiki cara pembelajarannya.52
Mendukung pendapat tersebut, Tim Pembina Mata Kuliah Didak-
tik/Kurikulum IKIP Surabaya dikutip oleh Suryosubroto menyatakan
bahwa dengan perencanaan maka pelaksanaan pembelajaran menjadi
baik dan efektif yaitu murid harus dijadikan pedoman setiap kali
membuat persiapan mengajar.53.
Oleh karena itu, perencanaan pembelajaran sangat penting agar
guru dalam melaksanakan proses pembelajaran bisa lebih terarah dan
sistematis sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan mak-
simal.

b. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpegang pada
apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun situasi yang dihadapi
guru dalam melaksanakan program pembelajarannya mempunyai
pengaruh besar dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh kare-
na itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihada-
pi, sehingga ia mampu menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam
mengajar dengan situasi yang dihadapi.

51Ibid, 142-143.
52Suryosubroto. 1997.Proses Belajar Mengajar di Sekolah . Jakarta: PT Rineka Cipta.
28.
53Ibid 28.

| 66
Mohamad Yahya

Usman berpendapat “bahwa guru memiliki peran yang sangat


penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas pembelajaran yang
dilaksanakannya.54 Oleh karena itu, guru dalam melaksanakan proses
pembelajaran dituntut mampu mengolah proses belajar mengajar di-
antaranya dengan menguasai metode mengajar dan mampu meng-
gunakan media pembelajaran dengan baik, agar tujuan yang telah
direncanakan dapat tercapai dengan optimal.
Hal di atas sesuai dengan pendapat Sagala yang menyatakan
bahwa guru sebagai sumber belajar, penentu metode belajar, memin-
ta para pendidik untuk menjadikan pembelajaran lebih efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran itu sendiri.55
c. Evaluasi Pembelajaran
Djamarah mengemukakan bahwa rumusan penilaian atau eva-
luasi (Evaluation) berarti suatu tindakan untuk menentukan nilai se-
suatu.56 Sedangkan menurut Chabib Thoha, evaluasi merupakan ke-
giatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek den-
gan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan to-
lak ukur untuk memperoleh kesimpulan.57
Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi
adalah kegiatan atau tindakan untuk menentukan nilai sesuatu obyek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan
tolak ukur untuk memperoleh sebuah kesimpulan.
Sebagai alat penilai hasil pencapaian tujuan dalam pembelaja-
ran, evaluasi harus dilakukan secara terus menerus. Evaluasi tidak
hanya sekedar untuk menentukan angka keberhasilan belajar yang pal-
ing penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik (feed back) dari
proses belajar mengajar yang dilaksanakan.58

54Uzer Usman. 2003. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 21


55Sagala, Syaiful, 2003, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: CV. Alfabeta. 65.
56Syaiful Bahri Djamarah. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakar-

ta: PT Rineka Cipta. 207.


57Chabib Thoha. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Gravindo Persa-

da. 1.
58Ali, Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru

Algensindo 113.

67 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

Dalam kaitan ini ada dua istilah yang hampir sama tetapi
berbeda, yaitu “penilaian” dan “pengukuran”. Djamarah menjelaskan
bahwa “penilaian terarah pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu
sedangkan pengukuran terarah kepada tindakan atau proses untuk
menentukan kuantitas sesuatu”.59
Walaupun terdapat perbedaan, kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan karena berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih
dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Sebaliknya,
pengukuran tidak akan berarti jika tidak dihubungkan dengan
penilaian. Lebih lanjut, Djamarah menjelaskan bahwa evaluasi adalah
suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan untuk menjelaskan
tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran
yang disampaikannya sudah dikuasai atau belum oleh anak didik,
dan apakah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan
yang diharapkan.60
Selain itu, menurut Poerwanto evaluasi juga berfungsi di
antaranya untuk:
1) Mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan
siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar
selama jangka waktu tertentu
2) Mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran
3) Keperluan bimbingan dan konseling (BK)
4) Keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah
yang bersangkutan.61
Pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat sangat besar.
Manfaat ini dapat ditinjau dari pelaksanaanya. Adapun jenis dan
manfaat evaluasi menurut Ali adalah sebagai berikut:
Evaluasi formatif. Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap kali
selesai dipelajari suatu unit pelajaran tertentu. Manfaatnya sebagai

59Djamarah, Bahri, Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Ja-
karta: PT Rineka Cipta. 208.
60Ibid. 208.
61Ngalim Purwanto. 2001. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:

PT Remaja Rosdakarya. 5-6.

| 68
Mohamad Yahya

alat penilai proses belajar mengajar suatu unit bahan pelajaran


tertentu.
Evaluasi Sumatif. Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap
akhir pembelajaran suatu program atau sejumlah unit pelajaran
tertentu. Evaluasi ini mempunyai manfaat untuk menilai hasil
pencapaian siswa terhadap tujuan suatu program pelajaran dalam
suatu periode tertentu, seperti semester atau akhir tahun pelajaran.
Evaluasi Diagnostik. Yakni evaluasi yang dilaksanakan sebagai
sarana diagnose. Evaluasi ini bermanfaat untuk meneliti atau mencari
sebab kelemahan siswa dalam mempelajari suatu atau sejumlah unit
pelajaran tertentu.
Evaluasi Penempatan. Yakni evaluasi yang dilaksanakan untuk
menempatkan siswa pada suatu program pendidikan atau jurusan
yang sesuai dengan kemampuan (baik potensial maupun actual) dan
minatnya. Evaluasi ini bermanfaat dalam rangka proses penentuan
jurusan di sekolah.62
Selanjutnya dalam mengadakan kegiatan evaluasi seorang guru
perlu memperhatikan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
kegiatan evaluasi tersebut. Menurut Dimyati dan Mudjiono
menyebutkan syarat-syarat umum yang harus selalu dipenuhi oleh
guru dalam melakukan kegiatan evaluasi, yaitu:
1) Kesahihan (Validity), diartikan sebagai ketepatan, evaluasi,
mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesahihan yaitu:
a) Faktor instumen evaluasi itu sendiri.
b) Faktor administrasi evaluasi dan penskoran, juga
merupakan faktor-faktor yang mempunyai suatu
pengaruh yang mengganggu kesahihan interpretasi hasil
evaluasi.
c) Faktor respon-respon siswa yang dievaluasi.

62Ali,Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 113-114.

69 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

2) Keterandalan evaluasi berhubungan dengan tingkat keper-


cayaan bahwa suatu instrumen evaluasi mampu memberikan
hasil yang tepat. Sedangkan faktor yang mempengaruhi yang
dikutip dari Gronlund yaitu:
a) Panjang tes (length of test).
b) Sebaran skor (spread of skores).
c) Tingkat kesulitan tes (difficulty of test).
d) Obyektivitas (obyektivity).
3) Kepraktisan yaitu sebagai kemudahan yang ada pada instru-
men evaluasi baik dalam mempersiapkan, menggunakan,
menginterpretasi atau memperoleh hasil, atau kemudahan
dalam menyimpannya. Faktor yang mempengaruhinya yaitu:
a) Kemudahan mengadministrasi.
b) Waktu yang disediakan untuk melancarkan evaluasi.
c) Kemudahan untuk menskor.
d) Kemudahan interpretasi dan aplikasi.
e) Tersedianya bentuk instrumen evaluasi yang ekuivalen
atau sebanding.63

Penutup
Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember sudah melaksanakan
beberapa program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sis-
wa guna mengembangkan kreativitas siswa yaitu: Pertama perenca-
naan proses pembelajaran yang meliputi tujaan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evalu-
asi pembelajaran. Kedua pelaksanaan proses pembelajaran, meliputi
kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Ketiga evaluasi hasil pembe-
lajaran sampai pada pengawasan dan evaluasi. Selain itu, program
pengembangan diri juga menjadi salah satu perhatian khusus di MA
Ma’arif Ambulu Jember, yang difokuskan pada empat aspek yaitu,

63Dimyati, dan Mudjiono, 2002, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta.
194-199

| 70
Mohamad Yahya

aspek pembinaan sikap ilmiah, aspek mental spiritual, aspek keman-


dirian dan kesamaptaan, dan aspek life skill atau kecakapan kerja
Upaya-upaya yang dilaksanakan guru dalam mengembangkan
kreativitas siswa dalam proses pembelajaran di antaranya: memberi
kebebasan penuh kepada siswa dalam belajar, menciptakan suasana
pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan, penampilan guru
yang demokratis, ramah, sabar, adil, konsisten, fleksibel, ceria, penuh
humor, akrab, dan selalu memberi perhatian kepada semua siswa,
guru selalu memotivasi siswa untuk aktif dalam belajar dan memban-
tu mereka yang mengalami kesulitan belajar, sering menggunakan me-
tode pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa tidak jenuh dalam
mengikuti proses pembelajaran, dan menggunakan berbagai media
pembelajaran sehingga materi yang disampaikan mudah dipahami sis-
wa dan dapat merangsang siswa secara visual.
Penerapan metode pembelajaran dalam rangka mengembang-
kan kreativitas siswa di Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember
dilakukan secara variatif-kolaboratif. Pemilihan metode yang variatif
bertujuan agar siswa tidak jenuh dalam mengikuti proses pembelaja-
ran sehingga materi akan mudah tersampaikan dan diserap. Sedang-
kan kolaboratif dipilih untuk mengantisipasi kendala-kendala yang
mungkin terjadi di waktu proses pembelajaran berlangsung.
Evaluasi hasil belajar untuk mengembangkan kreativitas siswa
di Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember setidaknya meliputi be-
berapa tahap berikut: 1) observasi atau pengamatan, dilakukan pada
saat berlangsungnya proses pembelajaran. 2) Penyebaran angket, be-
risi sejumlah pertanyaan tertulis kepada siswa mengenai ciri perilaku
mereka pada saat mereka melakukan aktivitas belajar. Angket ini di-
berikan kepada siswa setelah mereka selesai mengikuti pelajaran.
Bentuk angket ini bisa tertutup, artinya kemungkinan jawaban telah
disediakan oleh guru. Di samping itu dapat pula dibuat terbuka, ar-
tinya pertanyaan angket tidak disediakan kemungkinan jawabannya,
tetapi terbuka, diserahkan kepada siswa untuk mengisinya secara
bebas. 3) wawancara, dilakukan dengan mengajukan sejumlah perta-
nyaan kepada siswa secara lisan. Aspek yang ditanyakan adalah ciri

71 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

perilaku siswa dalam melakukan kegiatan belajar. Wawancara dila-


kukan setelah siswa selesai mengikuti pelajaran dan jawaban siswa
dicatat langsung oleh guru. Guru menilai pengetahuan dan kemajuan
siswa melalui interaksi yang terus menerus dengan siswa. Guru juga
melibatkan siswa dalam menilai pekerjaan mereka sendiri.

Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu, dan Prasetya, Tri Joko, 1997, Strategi Belajar Mengajar,
Bandung: Pustaka Setia.
Ahmadi, Abu, dan Prasetya. 1997. Joko Tri, Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: Pustaka Setia.
Alfian, 1991. Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pem-
bangunan, Jurnal Femina, XIX.
Ali, Lukman. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusta-
ka.
Ali, Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Aqib, Zaenal, 2002, Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, Sura-
baya: Insan Cendekia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Prak-
tek Edisi Revisi. Jakarta: Renika Cipta.
Ayyan, Jordan, 2003. Bengkel Kreativitas, terjemahan Ibnu setiawan,
Bandung: Kaifa.
Aziz, Rahmat. 2010. Psikologi Pendidikan:Model Pengembangan Kreatifi-
tas dalam Praktik Pembelajaran. Malang: UIN Maliki Pers.
Chandra, Julius, 1994. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun,
dan Mengembangkannya. Jakarta: Kanisius.
Craft, Anna, 2003. Membangun Kreativitas Anak, terjemahan M. Chairul
Annam, Depok: Inisiasi Press.
Daulay Putra, Haidar, 2004, Pendidikan Islam Dan Sistem Pendidikan
Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

| 72
Mohamad Yahya

Davis, Ivor, 2003. Pengelolaan Belajar, terjemahan Sudarsono Sudirjo,


et.al., Jakarta: CV Rajawali.
Depag RI. 1994. Al Quran dan Terjemahnya. Semarang: PT. Kumudas-
moro Grafindo.
Dimyati, dan Mudjiono, 2002, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Djamarah, Bahri, Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, Bahri, Syaiful, dan Zain, Aswan, 2002, Strategi Belajar Men-
gajar, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Echols, John M. dan Hassan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia, Ja-
karta: Gramedia.
Freeman, Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
G.A. Davis, 1981. Creativity is Forever. USA: Badger Press Cross Plans
Gymnastiar, Abdullah. 2006. Merangsang Kreativitas Anak, Bandung:
Tabloid Manajemen Qalbu.
Harefa, Andrias, 2002, Menjadi Manusia Pembelajar, Jakarta: PT kom-
pas Media Nusantara.
Hasibuan, dan Moedjiono, 1988. Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Remaja Karya.
Jamaluddin, 2002. Pembelajaran yang Efektif, Jakarta: Gramedia.
Jawwad, Muhammad Abdul, 2000. Mengembangkan Inovasi dan Kreati-
vitas Berpikir, Terj. Fachruddin. Bandung: Asy-Syamil.
Johnson, Louanne, 2009. Pengajaran yang kreatif dan menarik: cara mem-
bangkitkan minat siswa melalui pemikiran. Terj. Dani Dharyani.
Jakarta: PT Macanan Jaya Cemerlang.
M. Echols, John dan Shadily, Hassan. 2000. Kamus Inggris Indonesia.
Jakarta: Gramedia,
Mapes, James. 2003. Quantum Leap Thinking, Pedoman Lengkap Cara
Berfikir. Terj. Basuki Heri Winarno. Surabaya: Ikon
Teralitera.
Marhijanto, Bambang, 1995, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Populer,
Surabaya: Bintang Timur.

73 | Volume 5. No. 01. Maret 2013


Pengembangan Kreativitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

Miles, Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang


Metode-metode Baru. Jakarta; UI Press.
Mulyasa, 2005, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Munandar, Utami S.C. 2002. Kreativitas dan Keberbakatan, Strategi
Mewujudkan Potensi Kreatif dan Bakat. Jakarta: Gramedia Pus-
taka Utama.
Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak
Sekolah. Jakarta: Grasindo.
Nashori, Fuad dan Mucharam, Rachmy Diana, 2002. Mengembangkan
Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Mena-
ra Kudus.
Nashori, Fuad dan Muharam, Rachmy Diana. 2002. Mengembangkan
Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islam. Yogyakarta: Mena-
ra Kudus.
Nasution. S, 2010. Berbagai pendekatan dalam proses belajar dan mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasion-
al Pendidikan.
Permendiknas Nomor 41 tahun 2007 tentang Standart Proses Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
Purwanto, Ngalim, 2001, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengaja-
ran, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rasyad, Aminuddin, 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Un-
iversitas Muhammadiyah.
Sagala, Syaiful, 2003, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: CV.
Alfabeta.
Sardiman AM, 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Semiawan, Conny. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah
Menengah. Jakarta: Gramedia.
Sudarsono, 1993. Kamus Filsafat dan Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, Nana, 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Men-
gajar. Bandung: Sinar Baru.

| 74
Mohamad Yahya

Sudjana, Nana, 2005, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung:


Sinar Baru Algensindo.
Sugiono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D.
Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Ban-
dung: Remaja Rosdakarya.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Ban-
dung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto,1997, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, Jakarta: PT Ri-
neka Cipta.
Syah, Muhibbin, 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda-
karya.
Thoha, Chabib, 2003, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT Raja Gra-
vindo Persada.
Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003.
Jakarta: Fokus Media.
Usman, M. Basyiruddin. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam.
Jakarta: Ciputat Pers.
Usman, Uzer, 2003, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
W.S. Winkel, 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta:
Gramedia.
Wena, Made, 2010. Strategi pembelajaran inovatif kontemporer. Jakarta:
Bumi Aksara.
Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Piki-
ran, Terj. Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa.

75 | Volume 5. No. 01. Maret 2013

Anda mungkin juga menyukai