PEMBELAJARAN
Mohamad Yahya
(STAIN Jember, Email: mohammad_yahya@yahoo.com)
Pendahuluan
Indonesia adalah salah satu bangsa di dunia yang tidak dapat
terlepas dari pengaruh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Pengaruh itu menuntut kemajuan dan kecanggihan
cara berfikir manusia Indonesia sebagai pelaku pembangunan di ta-
nah air. Krisis multidimensional yang telah melanda Indonesia sela-
ma lima tahun terakhir mengakibatkan banyak masalah yang timbul
yang memerlukan pemecahan dalam upaya mempertahankan eksis-
tensi Indonesia dalam percaturan dunia.
Upaya ini sejalan dengan tujuan pendidikan nasional dalam
upaya meningkatkan kualitas manusia, yaitu manusia yang mampu
Mohamad Yahya
3Alfian, 1991. "Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pembangunan",
Femina, XIX, 17, Mei, 32.
4G.A. Davis. 1981. Creativity is Forever. USA: Badger Press Cross Plans. 65.
5Conny Semiawan, et.al. 1984. Memupuk Bakat dan Kreativitas Siswa Sekolah Menen-
| 40
Mohamad Yahya
rupakan hal yang wajar bila sejak kecil seorang anak diberikan ke-
sempatan untuk dapat mengembangkan bakat kreatifnya, sehingga
menjadi pola yang menetap dalam kehidupannya.
Pada kenyataannya, dewasa ini pendidikan formal di Indone-
sia lebih menekankan kepada pola dan proses berfikir yang konvergen,
yaitu dalam memecahkan suatu masalah seseorang hanya menggu-
nakan satu cara saja untuk memperoleh satu jawaban yang benar.
Proses pemikiran yang tinggi termasuk berfikir kreatif tampaknya
jarang dilatihkan.
Sartono Kartodirdjo dalam Simposium Pendidikan Nasional
di Jakarta menyatakan bahwa "pendidikan Sekolah Dasar (SD) di In-
donesia telah menyapu semua daya kritis dan kreativitas anak seko-
lah dasar. Hal ini disebabkan karena situasi pengajaran yang mence-
kam dan mencekik anak didik, di samping adanya kecenderungan
memompa otak dan memori anak-anak dengan pendidikan verbalistis,
yaitu menimbun otak dengan kata-kata, bukan pengertian".6
Realisasi langkah selanjutnya perlu dikembangkan suatu kon-
sep proses pembelajaran yang dapat meningkatkan kreativitas siswa
di lingkungan sekolah sehingga dapat membentuk kepribadian yang
kreatif. Dan pada akhirnya masalah pengangguran, kenakalan rema-
ja, tawuran pelajar, dekadensi moral, narkoba dan pergaulan bebas se-
perti yang terjadi sekarang ini dapat diminimalisasi di masa menda-
tang.
Di samping itu, aspek ini diambil sebagai fokus pembahasan
karena sebagian besar dari manuskrip yang muncul sekarang ini le-
bih banyak membahas hubungan proses pembelajaran dengan hasil
belajar yang terutama mengukur kemampuan kognitif siswa. Se-
dangkan proses pembelajaran yang dihubungkan dengan pengem-
bangan kreativitas, khususnya di sekolah belum banyak dijamah oleh
peneliti lain.
Ada beberapa hal yang melatar belakangi peneliti mengambil
di lembaga ini, di antaranya adalah siswa mempunyai keunggulan
Pengembangan Kreativitas
a. Pengertian Kreativitas
Istilah kreativitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu to create
yang berarti menciptakan, menimbulkan, dan membuat. Dari kata to
create terbentuk kata benda creativity yang berarti daya cipta.7 Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kreativitas diartikan dengan kemam-
puan untuk mencipta, daya cipta, perihal berkreasi, dan kekreatifan.8
Muhammad Abdul Jawwad mengartikan kreativitas secara etimolo-
gis dengan memunculkan sesuatu yang baru tanpa ada contoh sebe-
lumnya.9
Secara terminologis kreativitas memiliki banyak pengertian
seperti yang dikemukakan para tokoh berikut ini:
1) Sudarsono mengartikan kreativitas adalah kemampuan mencipta
atau kemampuan mencapai pemecahan/jalan keluar yang sama
sekali baru, asli, dan imajinatif terhadap masalah yang bersifat
pemahaman, filosofis, estetis ataupun yang lainnya.10
2) S.C. Utami Munandar mengartikan kreativitas adalah kemam-
puan membuat kombinasi baru berdasarkan data, informasi, atau
unsur-unsur yang ada.11
3) John W. Haefele dalam Creativity and Innovation mengartikan
kreativitas Mohamad Yahya adalah kemampunan membuat
kombinasi-kombinasi baru yang bernilai sosial.12
7John M. Echols dan Hassan Shadily, 2000. Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Grame-
dia, 154.
8Lukman Ali, et.al. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 530
9Muhammad Abdul Jawwad. 2000. Mengembangkan Inovasi dan Kreativitas Berpikir,
| 42
Mohamad Yahya
14JoyceWycoff. 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa. 43.
| 44
Mohamad Yahya
15Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa. 19-50
16Fuad Nashori dan Rachmy Diana Mucharam. 2002. Mengembangkan Kreativitas
17Wycoff,Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
Rina S. Marzuki. Bandung: Kaifa, 51
| 46
Mohamad Yahya
18Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Grasindo, 51.
19Ibid, 54.
| 48
Mohamad Yahya
C. Lingkungan masyarakat
Di samping lingkungan sekolah dan keluarga, kreativitas se-
seorang juga dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat karena setiap
individu selaku makhluk sosial tidak dapat melepaskan dirinya dari
pergaulan di masyarakat. Sebagai lingkungan yang terbesar, masya-
rakat membentuk satu kebudayaan yang dihasilkan dari berbagai
pandangan dan cara hidup para anggotanya. Kebudayaan itu menja-
di bagian yang tak terpisahkan dalam diri setiap individu dalam ma-
syarakat itu.
Arieti sebagaimana dikutip Utami Munandar mengemukakan
ada sembilan faktor sosiokultural yang dapat menunjang pengem-
bangan kreativitas, yaitu:
1. Tersedianya sarana dan prasarana kebudayaan
2. Keterbukaan terhadap rangsangan kebudayaan
3. penekanan pada becoming (menjadi, tumbuh), tidak semata-
mata pada being (sekadar berada)
4. Kesempatan bebas terhadap media kebudayaan bagi semua
warga, tanpa diskriminasi
5. Kebebasan dengan pengalaman tekanan dan rintangan seba-
gai tantangan
6. Menghargai dan dapat memadukan rangsangan dari kebu-
dayaan lain yang berbeda, bahkan yang kontras sekalipun
7. Toleransi dan minat terhadap pandangan yang berbeda (di-
vergen)
8. Interaksi antar pribadi yang berarti dalam pengembangan ba-
kat
9. Adanya insentif, penghargaan, dan penguatan.21
Selanjutya, hal yang paling penting yang harus disadari oleh
orang tua dan guru ialah bahwa setiap orang memiliki potensi kreatif,
21Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Grasindo, 176-178.
| 50
Mohamad Yahya
sayangnya banyak orang tua dan guru yang kurang menyadari atau
kurang dapat menghargai kreativitas anak. Mereka lebih mengingin-
kan anak yang selalu patuh dan melakukan hal-hal yang diinginkan
orang tua atau melakukan hal-hal yang sama seperti anak lain. Orisi-
nalitas kurang dapat diterima, dianggap menyulitkan, dan bahkan
dapat berbahaya. Dengan meningkatnya tekanan-tekanan dari luar,
lingkungan anak menjadi tertutup, spontanitas dan inisiatifnya ber-
kurang, mereka menjadi kehilangan minat terhadap hal-hal dalam
lingkungan mereka, kehilangan kemilitan dan kreativitas untuk men-
jajaki lingkungan mereka. Tanpa menyadarinya, orang dewasa ber-
maksud baik, dengan dalih menanamkan disiplin dan kepatuhan,
tidak memberi kesempatan benih-benih kreativitas anak tumbuh dan
berkembang.22
Bagaimana seseorang tahu? Setiap orang terlahir kreatif dan
kreativitas tetap menunggunya.23 Sering guru lebih menginginkan
murid-murid yang duduk diam, dan kadang-kadang mereka kurang
menyukai anak-anak yang terlalu banyak bertanya. Seyogyanya pen-
didik memahami cara-cara untuk mendorong kreativitas itu.24
Faktor-faktor yang mempengaruhi kreativitas menurut Utami
Munandar terdiri atas aspek kognitif dan aspek kepribadian. Faktor
kemampuan berpikir terdiri dari kecerdasan (inteligensi) dan pemer-
kayaan bahan berpikir berupa pengalaman dan keterampilan. Dika-
takan bahwa walaupun inteligensi merupakan salah satu komponen
kreativitas namun peningkatan inteligensi tidak selalu diikuti oleh
meningkatnya kreativitas. Faktor kepribadian terdiri dari rasa ingin
tahu, harga diri, dan kepercayaan diri, sifat mandiri dan berani men-
gambil resiko.
Menurut Rogers, faktor individu yang mendukung berkem-
bangnya kreativitas adalah keterbukaan individu terhadap pengala-
22Joan Freeman dan Utami Munandar. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. 249.
23Wycoff, Joyce, 2002. Menjadi Super Kreatif dengan Metode Pemetaan Pikiran, Terj.
| 52
Mohamad Yahya
29Freeman, Joan dan Munandar, Utami. 2001. Cerdas dan Cemerlang. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama 251.
30Abdullah Gymnastiar. 2006. Merangsang Kreativitas Anak. Bandung: Tabloid
| 54
Mohamad Yahya
Proses Pembelajaran
Pengertian Proses Pembelajaran
Konsep belajar (learning) dan pembelajaran (instruction) meru-
pakan dua buah konsep kependidikan yang saling berkaitan. Konsep
belajar berakar pada pihak peserta didik dan konsep pembelajaran
berakar pada pihak pendidik (guru) dan keduanya bisa berdiri sendi-
ri dan juga menyatu, tergantung kepada situasi dari kedua kegiatan
itu terjadi. Pembelajaran biasanya terjadi dalam situasi formal yang
secara sengaja diprogramkan oleh guru dalam usahanya mentrans-
formasikan ilmu kepada peserta didik, berdasarkan kurikulum dan
tujuan yang hendak dicapai.32
Melalui pembelajaran peserta didik melakukan proses belajar
sesuai dengan rencana pengajaran yang telah diprogramkan. Dengan
demikian, unsur kesengajaan melalui perencanaan oleh pihak guru
merupakan ciri utama pembelajaran. Upaya pembelajaran yang bera-
kar pada pihak guru dilaksanakan secara sistematis yaitu dilakukan
dengan langkah-langkah teratur dan terarah secara sistematik. yaitu
secara utuh dengan memperhatikan berbagai aspek. Maka konsep
belajar dan pembelajaran merupakan dua kegiatan yang berproses
dalam suatu sistem.33
Muhammadiyah.1.
33Rasyad, Aminuddin, 2002. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Universitas
Muhammadiyah 3-4.
Pengertian Belajar
Banyak ahli pendidikan yang mengemukakan tentang penger-
tian belajar. Menurut Kimble dan Garmezi sebagaimana dikutip Nana
Sudjana bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan Garry
dan Kingsley menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan
tingkah laku yang orisinil melalui pengalaman dan latihan.34 James O.
Wittaker menyatakan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai
proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan
atau pengalaman.35 Sedangkan Winkel mengartikan belajar adalah
suatu proses mental yang mengarah kepada penguasaan pengeta-
huan atau skill, kebiasaan, atau sikap yang semuanya diperoleh, dis-
impan, dan dilaksanakan sehingga menimbulkan tingkah laku yang
progresif dan adaptif.36
Menurut Ilmu Jiwa Daya, belajar adalah usaha melatih daya-
daya agar berkembang sehingga dapat berpikir, mengingat, dan se-
bagainya. Menurut teori ini jiwa manusia terdiri dari berbagai daya
seperti daya berpikir, mengingat, perasaan, mengenal, kemauan, dan
34Nana Sudjana. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Ban-
dung: Sinar Baru. 5.
35James O. Whittaker. 1970. Introduction to Psychology.Tokyo: Toppan Company
Limited. 15.
36W.S. Winkel. 1983. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.
150.
| 56
Mohamad Yahya
37M. Basyiruddin Usman. 2002. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Cipu-
tat Pers.21-22.
38Usman, Metodologi Pembelajaran, 22
39Sudjana, Nana, 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Ban-
40Sardiman AM. 2000. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada. 3.
41Syaiful Bahri Djamarah. 2000 Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif
| 58
Mohamad Yahya
42Mohammad Uzer Usman. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosda-
karya. 9.
| 60
Mohamad Yahya
43Munandar, Utami SC, 1992. Mengembangkan Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah.
Jakarta: Grasindo 64
44Muhibbin Syah. 2002. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. 250-252
| 62
Mohamad Yahya
mempelajari hal yang sama dalam waktu yang sama dan cara yang
sama dan dapat dilakukan secara kelompok artinya siswa dihimpun
dalam satu kelompok dan setiap kelompok diberi masalah oleh guru
untuk dipecahkan bersama-sama.
Manajemen Pembelajaran
Dimyati dan Mudjiono yang dikutip Sagala, menjelaskan
bahwa pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam
desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar”.46 Sedangkan dalam
UU Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003, “pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar.47
Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru
untuk mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir siswa, serta dapat meningkatkan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
pembelajaran pada hakekatnya mempunyai dua karakteristik yaitu,
pertama dalam proses pembelajaran melibatkan proses mental siswa
secara maksimal, bukan hanya menuntut siswa dalam proses
berpikir. Kedua dalam pembelajaran membangun suasana dialogis
dan proses tanya jawab terus menerus yang diarahkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir siswa, yang
pada gilirannya kemampuan berpikir itu dapat membantu siswa
untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
| 64
Mohamad Yahya
48Andrias Harefa. 2002. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT kompas Media Nu-
santara. 37
49Haidar Daulay Putra, 2004.Pendidikan Islam Dan Sistem Pendidikan Nasional di
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam pelaksanaan pembelajaran selayaknya berpegang pada
apa yang tertuang dalam perencanaan. Namun situasi yang dihadapi
guru dalam melaksanakan program pembelajarannya mempunyai
pengaruh besar dalam proses belajar mengajar itu sendiri. Oleh kare-
na itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai situasi yang dihada-
pi, sehingga ia mampu menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam
mengajar dengan situasi yang dihadapi.
51Ibid, 142-143.
52Suryosubroto. 1997.Proses Belajar Mengajar di Sekolah . Jakarta: PT Rineka Cipta.
28.
53Ibid 28.
| 66
Mohamad Yahya
da. 1.
58Ali, Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo 113.
Dalam kaitan ini ada dua istilah yang hampir sama tetapi
berbeda, yaitu “penilaian” dan “pengukuran”. Djamarah menjelaskan
bahwa “penilaian terarah pada penentuan kualitas atau nilai sesuatu
sedangkan pengukuran terarah kepada tindakan atau proses untuk
menentukan kuantitas sesuatu”.59
Walaupun terdapat perbedaan, kedua hal tersebut tidak dapat
dipisahkan karena berhubungan erat. Pelaksanaan penilaian terlebih
dahulu harus didasarkan atas pengukuran-pengukuran. Sebaliknya,
pengukuran tidak akan berarti jika tidak dihubungkan dengan
penilaian. Lebih lanjut, Djamarah menjelaskan bahwa evaluasi adalah
suatu kegiatan yang disengaja dan bertujuan untuk menjelaskan
tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran
yang disampaikannya sudah dikuasai atau belum oleh anak didik,
dan apakah kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan
yang diharapkan.60
Selain itu, menurut Poerwanto evaluasi juga berfungsi di
antaranya untuk:
1) Mengetahui kemajuan dan perkembangan serta keberhasilan
siswa setelah mengalami atau melakukan kegiatan belajar
selama jangka waktu tertentu
2) Mengetahui tingkat keberhasilan program pembelajaran
3) Keperluan bimbingan dan konseling (BK)
4) Keperluan pengembangan dan perbaikan kurikulum sekolah
yang bersangkutan.61
Pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat sangat besar.
Manfaat ini dapat ditinjau dari pelaksanaanya. Adapun jenis dan
manfaat evaluasi menurut Ali adalah sebagai berikut:
Evaluasi formatif. Yakni evaluasi yang dilaksanakan setiap kali
selesai dipelajari suatu unit pelajaran tertentu. Manfaatnya sebagai
59Djamarah, Bahri, Syaiful, 2000, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Ja-
karta: PT Rineka Cipta. 208.
60Ibid. 208.
61Ngalim Purwanto. 2001. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung:
| 68
Mohamad Yahya
62Ali,Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 113-114.
Penutup
Madrasah Aliyah Ma’arif Ambulu Jember sudah melaksanakan
beberapa program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sis-
wa guna mengembangkan kreativitas siswa yaitu: Pertama perenca-
naan proses pembelajaran yang meliputi tujaan pembelajaran, materi
pembelajaran, metode pembelajaran, media pembelajaran dan evalu-
asi pembelajaran. Kedua pelaksanaan proses pembelajaran, meliputi
kegiatan pendahuluan, inti dan penutup. Ketiga evaluasi hasil pembe-
lajaran sampai pada pengawasan dan evaluasi. Selain itu, program
pengembangan diri juga menjadi salah satu perhatian khusus di MA
Ma’arif Ambulu Jember, yang difokuskan pada empat aspek yaitu,
63Dimyati, dan Mudjiono, 2002, Belajar Dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta.
194-199
| 70
Mohamad Yahya
Daftar Pustaka
Ahmadi, Abu, dan Prasetya, Tri Joko, 1997, Strategi Belajar Mengajar,
Bandung: Pustaka Setia.
Ahmadi, Abu, dan Prasetya. 1997. Joko Tri, Strategi Belajar Mengajar.
Bandung: Pustaka Setia.
Alfian, 1991. Segi Sosial Budaya dari Kreativitas dan Inovasi dalam Pem-
bangunan, Jurnal Femina, XIX.
Ali, Lukman. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pusta-
ka.
Ali, Muhamad, 2004, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Aqib, Zaenal, 2002, Profesionalisme Guru Dalam Pembelajaran, Sura-
baya: Insan Cendekia.
Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Prak-
tek Edisi Revisi. Jakarta: Renika Cipta.
Ayyan, Jordan, 2003. Bengkel Kreativitas, terjemahan Ibnu setiawan,
Bandung: Kaifa.
Aziz, Rahmat. 2010. Psikologi Pendidikan:Model Pengembangan Kreatifi-
tas dalam Praktik Pembelajaran. Malang: UIN Maliki Pers.
Chandra, Julius, 1994. Kreativitas: Bagaimana Menanam, Membangun,
dan Mengembangkannya. Jakarta: Kanisius.
Craft, Anna, 2003. Membangun Kreativitas Anak, terjemahan M. Chairul
Annam, Depok: Inisiasi Press.
Daulay Putra, Haidar, 2004, Pendidikan Islam Dan Sistem Pendidikan
Nasional Di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
| 72
Mohamad Yahya
| 74
Mohamad Yahya