Anda di halaman 1dari 10

BAB 11

BIDANG HUKUM ISLAM DAN HUKUM ADAT


Nama: BAYU YUSYA UWAIZ AL KHORNI
NIM : 201710110311438
Kelas : i
HUKUM ISLAM

A. Pengertian Hukum Islam atau Syari’ah


Syariah menurut bahasa memiliki beberapa makna, antaranya adalah ‫( ا َ ْل َو ِار ُد‬al-
warid) yang berarti jalan, ia bermakna pula ‫ نحو ُالماء‬yaitu tempat keluarnya (mata) air. Al-
Raghib menyatakan syariah adalah metode atau jalan yang jelas dan terang misalnya ucapaan
‫( ش ََر ُعْتُ لَه ُنَ ْه َحا‬aku mensyariatkan padanya sebuah jalan). Manna' Khalil Al-Qathan berkata
“Syariat pada asalnya menurut bahasa adalah sumber air yang digunakan untuk minum,
kemudian digunakan oleh orang-orang Arab dengan arti jalan yang lurus (al-shirath al-
mustaqim) yang demikian itu karena tempat keluarnya air adalah sumber kehidupan dan
keselamatan/kesehatan badan, demikian juga arah dari jalan yang lurus yang mengarahkan
manusia kepada kebaikan, padanya ada kehidupan jiwa dan pengoptimalan akal mereka.1
syariat adalah peraturan yang diciptakan oleh Allah supaya manusia berpegang
teguh kepadaNya di dalam perhubungan dengan Tuhan dengan saudaranya sesama Muslim
dengan saudaranya sesama manusia, beserta hubungannya dengan alam seluruhnya dan
hubungannya dengan kehidupan.
Hukum Islam berarti keseluruhan ketentuan-ketentuan perintah Allah yang wajib
diturut (ditaati) oleh seorang muslim. Dari definisi tersebut syariat meliputi:
1. Ilmu Aqoid (keimanan)
2. Ilmu Fiqih (pemahan manusia terhadap ketentuan-ketentuan Allah)
3. Ilmu Akhlaq (kesusilaan)

1
Aldi Waro. (2014). Pengertian Fiqih, Syariah, dan Hukum Islam. (Online).
https://www.scribd.com/document/249391442/Pengertian-Fiqh-Syariah-dan-Hukum-Islam-pdf. diakses pada tanggal
04 Mei 2018 Pk. 07.14. WIB.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa hukum Islam adalah
syariat yang berarti hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk umat-Nya yang dibawa
oleh seorang Nabi, baik hukum yang berhubungan dengan kepercayaan (aqidah) maupun
hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).2
B. Sejarah hukum islam
Hukum Islam telah ada di Kepulauan Indonesia sejak orang Islam datang dan
bermukim di nusantara ini, yaitu pada abad pertama Hijriah atau pada abad ketujuh Masehi
sebelum masuknya kolonialisasi di Indonesia. Masa ini terjadi pada masa kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia yang memberlakukan hukum Islam dan corak pemerintahan Islam. Proses
Islamisasi Hukum Islam terjadi pada awalnya di lakukan oleh saudagar-saudagar Arab dan
masyarakat Indonesia dengan cara kontak dagang dan perkawinan. Kontak dagang dan
perkawinan dengan orang Indonesia dilakukan berdasarkan kaidah-kaidah nilai-nilai Islam
yang disesuaikan dengan budaya setempat. Pembentukan keluarga Islam inilah kemudian
menjadi masyarakat Islam di Indonesia.
Setelah hukum Islam mengakar kemudian tugas saudagar di gantikan oleh Ulama
untuk melaksanakan syiar Islam di Indonesia, dari ulama inilah kemudian raja-raja belajar
Islam dan memberlakukan hukum Islam walaupun tidak secara penuh. Sebagai contoh Sultan
Pasai pada tahun 1345 M di pegang oleh Sultan Malik Al-Zahir adalah seorang Fukaha yang
menyebarkan mazhab Syafi’i di Indonesia.
Secara yuridis raja-raja di Indonesia memberlakukan hukum Islam akan tetapi
tidak dalam konteks peraturan atau perundang-undangan kerajaan. Hukum Islam
diberlakukan dalam konteks ijtihad ulama, permasalahan-permasalahan yang terjadi
terkadang tidak bisa di selesaikan oleh perundang-undangan kerajaan maka terkadang di
tanyakan kepada Ulama. Saat itulah ulama melakukan ijtihad atau menyandarkan
pendapatnya kepada kitab-kitab fikih. Dengan pola ini mazhab imam 4 Syafi’i, Hanafi,
Maliki, dan Hambali berkembang di Indonesia hingga saat ini. Sistem hukum Islam terus
berjalan bersamaan dengan sistem hukum adat di Indonesia hingga masuknya kolonialisasi
yang dilakukan oleh negara-negara barat di Indonesia. Semula pedagang dari Portugis,
Kemudian Spanyol, di susul oleh Belanda, dan Inggris.

2
Mujuburrahman. (2013). Pengertian Hukum Islam. (Online).
https://studihukum.wordpress.com/2013/07/22/pengertian-hukum-islam/. Diakses pada tanggal 04 Mei 2018 Pk.
08.14. WIB.
Kehadiran Belanda di Indonesia sejak awal sudah ditentang dengan kerajaan-
kerajaan Islam di Indonesia, bahkan dari Kerajaan Banten (Jawa Barat) mendapat protes
sangat keras, sikap seperti ini di ikuti oleh kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara. Akan
tetapi dengan politik liciknya Belanda dengan dalih sebagai pedagang berhasil menguasai
bumi Indonesia, sejak itulah Indonesia menjadi tanah jajahan (daerah koloni) pemerintah
Hindia Belanda.
Pada 1742 Belanda yang dikenal dengan VOC dalam Statuta Jakarta
memperkenalkan sistem peradilan di Indonesia. Badan peradilan di bentuk maksudnya di
samping berlaku untuk orang-orang Belanda juga di upayakan diberlakukan untuk orang-
orang pribumi Indonesia. Akan tetapi VOC tidak berhasil karena mendapat reaksi keras dari
masyarakat Islam di Indonesia, sehingga kemudian Belanda membiarkan lembaga-lembaga
yang hidup di masyarakat pribumi berjalan seperti biasa, di antaranya hukum perkawinan
Islam, dan Waris Islam.
Untuk melegakan umat Islam di Indonesia VOC pada tahun 1760 M menerbitkan
Compendium Frijer yang isinya menghimpun hukum perkawinan Islam dan hukum
pewarisan Islam yang diberlakukan di pengadilan-pengadilan guna menyelesaikan sengketa
umat Islam di Indonesia. Diterbitkan pula kitab “Muharrar” untuk pengadilan di Semarang
yang memuat hukum-hukum Jawa yang dijiwai hukum Islam. Di Cirebon diterbitkan Kitab
Papekam yang berisikan hukum-hukum Jawa kuno dan untuk luar Jawa untuk daerah Gowa
dan Bone. Demikian hukum Islam diberlakukan penuh hingga (dari) tahun 1602-1800M.
Setelah VOC mengakhiri masa kekuasaannya di Indonesia kemudian diteruskan
sepenuhnya oleh pemerintah Belanda, pada masa ini kekuasaan kolonialnya di perluas
sampai seluruh nusantara. Sejak inilah hukum Islam mengalami pergeseran dan pengikisan,
tahun 1848 pemerintah Belanda membentuk panitia kodifikasi yang diketuai oleh Mr. C.J.
Scholten Van Oudh Aarlem. Tujuan dibentuknya panitia kodifikasi hukum ini adalah
mencari persesuaian hukum di negeri Belanda dengan hukum yang hidup di Indonesia.
Di samping itu akibat politik hukum Belanda asas dualisme hukum yang berlaku
di Indonesia satu sisi hukum perdata berat diberlakukan untuk golongan Eropa yang
kemudian diberlakukan pula bagi golongan pribumi dan golongan timur Asing dengan asas
sukarela. Politik hukum Belanda pada dasarnya mengebiri hukum Adat dan hukum Islam di
Indonesia dengan tunduknya kepada hukum perdata berat yang jelas-jelas tidak sesuai
dengan kondisi masyarakat Indonesia akan mempermudah pemerintah Belanda menguasai
bumi Indonesia dengan kedudukan sangat kuat sebagai penguasa dan rakyat Indonesia
sebagai pribumi selamanya.
Pengaruh politik hukum Hindia Belanda terhadap peradilan agama di Indonesia
cukup besar baik pada masa Indonesia sebelum merdeka dan setelah Indonesia merdeka
dimana hukum Islam dalam perjalanannya selalu dibayangi teori Receptio in Complaexu,
terbukti dengan lahirnya beberapa undang-undang yang masih menyudutkan hukum Islam
sebagai peradilan kelas dua, hal ini terlihat dengan pelaksanaan eksekusi putusan peradilan
hingga tahun 1989 masih dibutuhkan pengukuhan dari pengadilan negeri (Executoir
Verklaring).3
C. Sumber Hukum Islam
A. Al-qur’an
Al-qur’an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan oleh Allah SWT kepada
nabi Muhammad sebagai pedoman seluruh umat manusia. Di dalam kitab alquran
dijelaskan perintah dan larangan. Alquran membahas garis-garis besar tentang hukum
dan memiliki bahasa yang rumit sehingga butuh penafsiran dalam implementasi di
dalam kehidupan. Nilai-nilai di dalam alquran bersifat absolut karena turun langsung
dari Allah SWT.
B. Hadits / Sunnah
Sunnah merupakan perbuatan dan perkataan yag dicontohkan oleh nabi Muhammad
SAW atas perintah yang Allah SWT berikan. Di dalam keberlakuannya, hadist dan
sunnah memiliki kekuatan keberlakuan yaitu shahih, hasan dan dhaif. Kekuatan ini
tergantung oleh para perawi atau yang meriwayatkan hadist.
C. Ijtihad
Tujuan ijtihad adalah agar hukum Islam dapat terus hidup di dalam perkembangan
manusia serta tidak mengalami stagnan atau kevakuman. Ijtihad adalah suatu akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat untuk berusaha, berikhtiar dengan seluruh

3
Riswan Hanafyah Harahap. (2013). Sejarah Masuknya Hukum Islam di Indonesia serta Kedudukan Hukum Islam
dalam Hukum Nasional di Indonesia. (Online). http://mcrizzwan.blogspot.co.id/2013/07/artikel-sejarah-masuknya-
hukum-islam-di.html. Diakses pada tanggal 04 Mei 2018 Pk. 08.54. WIB.
kemampuan yang ada padanya memahami kaidah hukum yang fundamental yang
terdapat dalam alquran. Dalam hal ini adalah para alim ulama.4
D. Qiyas
Secara bahasa qiyas berarti ukuran, mengetahui ukuran sesuatu, membandingkan,
atau 5menyamakan sesuatu dengan yang lain. Misalnya, “saya mengukur baju dengan
hasta,” sedangkan menurut istilah, qiyas adalah memberlakukan hukum asal kepada
hukum furu disebabkan kesatuan illat yang tidak dapat dicapai melalui pendekatan
bahasa saja.
E. Asas-asas Pokok Hukum Islam
1. Asas Keadilan
2. Asas Kepastian Hukum
3. Asas Kemanfaatan
4. Asas Legalitas
5. Asas Tidak Berlaku Surut

HUKUM ADAT

A. Pengertian Hukum Adat


Hukum adat didefinisikan sebagai suatu aturan atau kebiasaan beserta norma-
norma yang berlaku di suatu wilayah tertentu dan dianut oleh sekelompok orang di wilayah
tersebut sebagai sumber hukum. Ditinjau dari segi pemakaian hukum adat diartikan sebagai
tingkah laku manusia maka segala sesuatu yang telah terjadi atau yang biasa terjadi di dalam
masyarakat dapat dijadikan sebagai suatu hukum.
Ciri-ciri hukum adat :
1. Hukum adat tidak termodifikasi dan tidak tertuang di dalam perundang-undangan.
2. Hukum adat tidak disusun secara sistematis
3. Hukum adat tidak dihimpun dalam bentuk kitab atau buku undang-undang hukum

4
Riyan Kachfi. (2013). Pengertian dan Sumber Hukum Islam. (Online).
http://isikepalakachfi.blogspot.co.id/2013/03/pengertian-dan-sumber-hukum-islam.html. Diakses pada tanggal 04
Mei 2018 Pk. 09.54. WIB.
4. Putusan dalam hukum adat tidak berdasarkan pertimbangan tetapi lebih cenderung
berdasarkan kebiasaan yang ada di dalam masyarakat.
5. Pasal-pasal yang terdapat di dalam hukum adat tidak mempunyai penjelasan secara
rinci.
Pengertian Hukum Adat Menurut Para Ahli
a. Van Vollenhoven
Menurut Van Vollenhoven, Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku
positif yang disatu pihak memiliki sanksi.
b. Bishar Muhammad
Menurut Binsar Muhammad, untuk memberikan definisi hukum adat sulit sekali
dilakukan, itu karena hukum adat masih dalam pertumbuhan, sifat serta pembawaan
hukum adat.
c. Terhar
Menurut Terhar, Hukum adat terlahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan.
Keputusan yang berwibawa dan berkuasa yang berasal dari kepala rakyat (para warga
masyarakat hukum).
d. Soerjono Soekanto
Menurut Soerjono Soekanto, Hukum Adat adalah kompleks adat-adat yang tidak
dikitabkan atau tidak dikondifiksikan, bersifat paksaan atau mempunyai akibiat
hukum.
e. Supomo dan Hazairin
Menurut Supomo dan Hazairin, Hukum adat adalah hukum yang mengatur tingkah
laku manusia Indonesia dalam hubungan satu dan yang lainnya, baik itu merupakan
keseluruhan kelaziman, kebiasaan dan kesusilaan yang benar-benar hidup di
masyarakat adat kerena dianut dan dipertahankan oleh anggota masyarakat itu,
ataupun yang merupakan keseluruhan peraturan yang mengenak sanksi atas
pelanggaran dan ditetapkan dalam keputusan-keputusan para penguasa adat.
f. Prof. M. M. Djojodigoeno, SH.
Menurut Prof. M. M. Djojodigoeno, SH., Hukum Adat adalah hukum yang tidak
bersumber kepada peraturan-peraturan.6
B. Sejarah Hukum Adat
Masa Hindia Belanda
Berawal dari zaman penjajahan, hukum adat sangat kental di dalam diri tiap
pribumi. Karena belum terbiasa dengan hukum barat yang telah ditetapkan oleh
Belanda, maka dibuatlah sistem hukum pluralisme atau Indische Staatsregeling (IS)
agar penduduk golongan eropa, timur asing, dan pribumi dapat menyesuaikan dengan
hukum masing-masing.
Dalam Indische Staatsregeling, salah satu dasar hukum yang menjelaskan
berlakunya hukum adat terdapat pada Pasal 131 ayat (2) huruf a menjelaskan hukum
yang berlaku bagi golongan eropa, bahwa untuk hukum perdata materiil bagi
golongan eropa berlaku asas konkordansi, artinya bagi orang eropa pada asasnya
hukum perdata yang berlaku di negeri Belanda akan dipakai sebagai pedoman dengan
kemungkinan penyimpangan-penyimpangan berhubung keadaan yang istimewa, dan
juga pada Pasal 131 ayat (2) huruf b yang menjelaskan hukum yang berlaku bagi
golongan Indonesia asli atau pribumi dan golongan timur asing, yang pada intinya
menjelaskan bagi golongan pribumi dan timur asing berlaku hukum adat masing-
masing dengan kemungkinan penyimpangan dalam hal:
1. Kebutuhan masyarakat menghendakinya, maka akan ditundukan pada
perundang-undangan yang berlaku bagi golongan eropa.
2. Kebutuhan masyarakat menghendaki atau berdasarkan kepentingan umum,
maka pembentuk ordonansi dapat mengadakan hukum yang berlaku bagi
orang Indonesia dan timur asing atau bagian-bagian tersendiri dari golongan
itu, yang bukan hukum adat bukan pula hukum eropa melainkan hukum yang
diciptakan oleh Pembntuk UU sendiri.
Jadi pada intinya, di masa Hindia Belanda terdapat delegasi kewenangan atau
perintah untuk mengkodifikasikan hukum bagi pribumi dan timur asing.

6
Manis. (2017). Pengertian Hukum Adat, Ciri-Ciri, Unsur-Unsur dan Contoh Hukum Adat Terlengkap. (Online).
http://www.pelajaran.co.id/2017/30/pengertian-hukum-adat-ciri-ciri-unsur-unsur-dan-contoh-hukum-adat.html.
Diakses pada tanggal 04 Mei 2018 Pk. 10.54. WIB.
Masa Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang juga terdapat regulasi yang mengatur tentang
hukum adat di Indonesia, yaitu pada Pasal 3 UU No.1 Tahun 1942 yang menjelaskan
bahwa semua badan pemerintah dan kekuasaanya, hukum dan UU dari pemerintah
yang dahulu tetap diakui sah buat sementara waktu saja, asal tidak bertentangan
dengan peraturan militer.
Arti dari Pasal tersebut adalah hukum adat yang diatur pada saat masa
penjajahan Jepang sama ketika pada masa Hindia Belanda, tetapi harus sesuai dengan
peraturan militer Jepang dan tidak boleh bertentangan. Pada hakikatnya, dasar yuridis
berlakunya hukum adat pada masa penjajahan Jepang hanya merupakan ketentuan
peralihan karena masanya yang pendek.
Masa Pasca Kemerdekaan
Dasar hukum berlakunya dan diakuinya hukum adat di Indonesia juga diatur
setelah Indonesia merdeka. Contohnya pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945
yang berbunyi “Segala badan negara dan peraturan yang masih berlaku selama belum
diadakan yang baru menurut UUD ini” menjelaskan bahwa dalam pembentukan
regulasi peraturan mengenai hukum adat yang lebih jelas, maka dasar hukum
sebelumnya yang tetap digunakan untuk perihal berlakunya hukum adat.
Era Reformasi
Di zaman modern, Setelah amandemen kedua UUD 1945, tepatnya pada
Pasal 18B ayat (2), hukum adat dihargai dan diakui oleh negara, Pasal tersebut
berbunyi “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
adat berserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
diatur dalam undang-undang.”. Pasal tersebut telah membuktikan bahwa dasar yuridis
berlakunya hukum adat di Indonesia ada, dan diakui oleh pemerintah.
Tak hanya itu, dalam beberapa Undang-Undang juga mengatur keberlakuan
hukum adat. Contoh dalam Undang-Undang Pokok Agraria, lebih tepatnya pada Pasal
5 yang berbunyi “Hukum agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa ialah
hukum adat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional dan Negara,
yang berdasarkan atas persatuan bangsa, dengan sosialisme Indonesia serta dengan
peraturan-peraturan yang tercantum dalam Undangundang ini dan dengan peraturan
perundangan lainnya, segala sesuatu dengan mengindahkan unsur-unsur yang
bersandar pada hukum agama.”. Dasar yuridis tersebutlah yang dapat menjelaskan
berlakunya hukum adat secara sah di Indonesia. Hukum adat adalah hukum yang
yang harus diperjuangkan karena ia merupakan hukum tertua yang telah dimiliki
Indonesia dan juga karena Indonesia merupakan bangsa yang sangat kaya dengan
keanekaragaman budaya, suku, dan ras, dan dengan hukum adat, maka segala
kepentingan masyarakat adat dapat diayomi olehnya, untuk Indonesia yang lebih
baik.
C. Sumber Hukum Adat
1. Kebiasaan masyarakat setempat
Hukum adat bersumber pada kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat, baik
kebiasaan buruk maupun kebiasaan baik.
2. Kebudayan tradisional masyarakat
Hukum adat identik dengan hukum tradisional yang berasal dari kebudayaan masyarakat
sebelum dibentuk peraturan perundang-undangan. Walaupun sudah ada hukum
perundang-undangan tetapi masih saja masyarakat di wilayah tertentu yang masih
memegang teguh hukum adat.
3. Kaidah kebudayaan asli Indonesia
Sebagian masyarakat menganggap jika warisan leluhur harus tetap dijaga dan dilestarikan.
Inilah yang menjadi salah satu sumber hukum adat di Indonesia
4. Pepatah adat
Pepatah adat merupakan warisan leluhur yang sarat filosofi sehingga merupakan salah satu
sumber hukum adat.
5. Dokumen atau naskah pada masa itu
Peninggalan leluhur berupa dokumen dan naskah-naskah seringkali dijadikan sebagai
sumber hukum adat.7

7
Fredi Kurniawan. (2017). Pengertian, Sumber dan Contoh Hukum Adat. (Online).
http://fredikurniawan.com/pengertian-sumber-dan-contoh-hukum-adat/. Diakses pada tanggal 04 Mei 2018 Pk.
11.54. WIB.
D. Asas-asas Pokok Hukum Adat
1. Asas Magis Religius
Kepercayaan kepada mahluk-mahluk halus atau roh-roh yang ada di alam semesta.
2. Asas Komunal
Hidup secara berkelompok, kepentingan umun didahulukan dari pada kepentimgan
pribadi.
3. Asas Kontan
Menyelesaikan masalah secara langsung tampa beransur-ansur.
4. Asas Konkrit (visual)
Nyata (terlihat) melakukan secara nyata dan tidak hanya berangan-angan saja.

Anda mungkin juga menyukai