Anda di halaman 1dari 12

METODE DAKWAH USWATUN HASANAH

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK II

NAMA : - DAHLIA

-RUFAIDA

- SEFTIYA ALAWIYAH

PRODI : PGSD VII

MATA KULIAH : PENERANGAN DAN PENYIARAN ISLAM


A. PENGERTIAN USWATUN HASANAH

Secara terminologi, kata uswah berarti orang yang ditiru, bentuk jamaknya adalah usan.
Sedangkan hasanah berarti baik. Dengan demikian Uswatun Hasanah adalah contoh yang
baik, kebaikan yang ditiru, contoh identifikasi, suri tauladan atau keteladanan. Definisi
Uswatun Hasanah dalam Al-Qur’an dijelaskan dalam QS. Al-Ahzab : 21 dan QS. Al-
Mumtahanah : 4&6 ;

QS. Al-Ahzab : 21

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu)
bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.

QS. Al-Mumtahanah : 4

Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang
yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya
kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari
(kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat
selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim
kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku
tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah". (Ibrahim berkata): "Ya
Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah
kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali,

QS. Al-Mumtahanah : 6

Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu;
(yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) Hari
kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dia-lah Yang
Maha Kaya lagi terpuji.

Makna uswah dalam surah al-Mumtahanah ayat 4&6 tersebut, adalah menunjukkan suri
tauladan Nabi Ibrahim tersebut, adalah menunjukkan suri tauladan Nabi Ibrahim untuk
dijadikan contoh. Agama yang dibangkitkan kembali oleh Nabi Muhammad SAW ialah
agama hanifan musliman, yang bertujuan lurus kepada Allah disertai penyerahan diri.
Kaitan antara pengertian uswah dalam surah al-Mumtahanah dan surah al-Ahzab tersebut
adalah kewajiban mengikuti langkah Rasulullah yang berpegang teguh pada pendiriran
tauhid, suri tauladanpun hendaklah diambil juga dari nabi-nabi yang lain, terutama Nabi
Ibrahim AS.

B. ANTARA TELADAN DAN TAKLID

Mengikuti pendapat orang lain, baik dalam keyakinan, ucapan maupun perbuatan tanpa
didasari pada argumen, baik sangka, dan pengesahan dalil yang benar disebut taklid.
Menurut Uwes al-Qarni, taklid seseorang dalam agama dapat terjadi dalam dua hal
berikut:

1. Taklid dalam urusan akidah; yakni keimanan seseorang kepada Allah dan Rasulnya
tanpa didasari pada dalil akal yang dapat mendukung kebenaran imannya.
Keimanannya hanya didasarkan pada apa yang ditemukan dari orang lain.
2. Taklid dalam urusan ibadah; yakni amal ibadah seseorang yang berpedoman pada apa
yang dia temukan dari orang lain (terutama para ulama)tanpa mengetahui apa,
darimana, dan bagaimana dia memahami makna dan sumber yang aslinya.

Jelaslah benang merah antara taklid dan meneladani bahwa meneladani adalah sikap
objektif seorang individu dalam mengaplikasikan sesuatu, sedangkan taklid adalah sikap
subjektif seorang individu dalam mengaplikasikan sesuatu.

C. URGENSI USWATUN HASANAH


Mayoritas masyarakat kita adalah muslim yang mewarisi keislaman orang tua dan nenek
moyang, berikut dengan segala bentuk kotoran, bid’ah penyimpangan, dan khurafat.
Perasaan lemah, terbelakang, taklid, minder, kerusakan, dekadensi moral, materialisme,
dan persepsiyang keliru tentang kehidupan dunia adalah juga sikap warisan penjajah yang
masih melekat dalam diri kaum muslimin. Medan dakwah kita saat ini sudah berbeda
dengan medan dakwah di masa Rasulullah SAW. Objek dakwah kita saat ini adalah kaum
muslimin yang meyakini bahwa apa yang mereka anut sebagai warisan dari generasi
sebelumnya adalah Islam yang sesungguhnya, meskipun di dalamnya masih terdapat
berbagai kotoran dan penyimpangan. Dan biasanya kebanyakan dari mereka menolak
nasihat. Karena mereka beranggapan bahwa mereka juga muslim. Bahkan, tak jarang
terjadi pertentangan dan pertikaian di antara da’i dan mad’u, terutama bila da’i tidak
menggunakan cara yang baik dalam berdakwah. Tepatnya, keteladanan harus muncul
dalam berbagai bidang kehidupan, sehingga terbentuk masyarakat muslim teladan yang
menjunjung tinggi Kitabullah dan Sunnah Rasul.

1. Anjuran dan Perintah Meneladani yang Baik


Islam menganjurkan umatnya agar menteladani orang-orang baik, shalih, dan
memiliki akidah yang benar. Seperti yang terdapat dalam QS. Al Ahzab: 21, QS. Al-
Mumtahanah: 4&6, dan QS. Al-An’am: 90
QS. Al-An’am: 90

Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, maka ikutilah petunjuk mereka.
Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)". Al-Quran
itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.

2. Anjuran Menjauhi Orang Jahat


Allah SWT berfirman, QS. An-Nisa: 140;
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al Quran bahwa apabila
kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir),
maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan
mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-
orang kafir di dalam Jahannam,

Hadits Rasulullah juga menyebutkan:


“Dari Abu Musa al-Asy’ ra., bahwasanya Nabi SAW bersabda: “perumpamaan teman
duduk yang shaleh dan yang jahat adalah seperti penjual minyak wangi dan tukang
besi. Mungkin penjual minyak wangi akan memberimu, atau kamu akan membeli
minyak wangi darinya, atau minimal mencium bau harum darinya. Sedangkan tukang
besi akan menyebabkan bajumu terbakar dan mungkin kamu mencium bau busuk
darinya.” (Muttafaq ‘Alaih)
3. Pengaruh Keteladanan
Masyarakat itu manusia, ia dapat terpengaruh oleh keteladanan, baik pengaruh negatif
maupun positif. Bila keteladanan buruk yang berkembang di masyarakat, maka
pengaruh buruknya akan mengantarkan mereka pada kelemahan. Sebaliknya, bila
keteladanan baik yang berkembang, maka pengaruh baiknya akan mengantar mereka
pada kejayaan. Karenanya Islam menganjurkan umatnya agar menebar kebaikan di
tengah-tengah masyarakat dengan melakukan amar ma’ruf, hingga stabilitas
masyarakat dapat dipertahankan. Islam juga menjaga masyarakat dari faktor-faktor
keburukan dan kerusakan dengan jalan nahi mungkar.
D. USWATUN HASANAH SEBAGAI METODE DAKWAH
Dakwah dengan uswatun hasanah adalah dakwah dengan memberikan contoh yang baik
melalui perbuatan nyata yang sesuai dengan kode etik dakwah. Bahkan, uswatun hasanah
adalah salah satu kunci sukses dakwah Rasulullah. Keteladanan yang aplikatif (amaliyah)
mempunyai pengaruh yang besar dan sangat kuat dalam penyebaran prinsip dan fikrah.
Sebab, ia merupakan kristalisasi dan wujud konkret dari prinsip dan fikrah tersebut.
Efektivitas uswatun hasanah sebagai metode dengan maksud agar mad’u dapat meresap
dengan mudah dan cepat serta merealisasikan seruan dakwah, maka seorang da’i harus
memperhatikan cara-cara sebagai berikut:
1. Keteladanan (al-uswah wa al-qudwah), sebelum menyuruh kepada mad’u untuk
melakukan suatu perbuatan, da’i harus memberi contoh terlebih dahulu bagaimana
melakukan perbuatan itu. Metode pemberian contoh ini sangat efektif karena para
mad’u dapat melihat langsung bagaimana ajaran islam (dakwah) itu diberikan oleh
da’i.
2. Menyampaikan kisah-kisah bijak, kisah atau cerita yang baik umumnya cepat
ditangkap oleh manusia bahkan meresap kedalam jiwa. Adanya kisah-kisah itu
dimaksudkan sebagai ‘ibrah untuk menggugah orang agar mau bersyukur atas nikmat
Allah, mengakui adanya Khaliq serta berbuat baik untuk dirinya dan orang banyak.
3. Melihat sifat-sifat orang terpuji, cara ini dimaksudkan agar mad’u mau mencontoh
mereka, misalnya sifat-sifat orang mukmin yang banyak dijabarkan dalam Al-Qur’an.
Cara ini dimaksudkan untuk memberikan pengaruh yang positif terhadap perilaku
mad’u.

Di samping memiliki pengaruh yang baik dalam bidang kebajikan dan amal shalih,
serta cara-cara da’i dalam menyampaikan dakwahnya, keteladanan nyata akan tidak
efektif dan buruk apabila berada dalam lingkungan yang tidak kondusif atau para da’i
yang tidak memiliki hikmah dan sibghah. Berikut kriteria akhlak da’i teladan:
a. Ia harus menyadari keagungan, ketinggian, dan kemuliaan tugas dakwah.
b. Ia harus menyadari urgensi dan kepentingan dakwah.
c. Harus menyadari akan pahala besar yang diperolehnya dibalik tugas dakwah.
d. Ikhlassunniyah.
e. Harus berpegang teguh pada taujiih Rabbani dalam kerja dakwah.
f. Harus menghidupkan hatinya dengan apa yang didakwahkan oleh lisannya.
g. Harus memahami lapangan (Ma’rifatul maidan) dan medan dakwah yang
dihadapi.
h. Objektif dan realitas dalam pembicaraan.
i. Harus berbekal ilmu.
j. Dalam pembicaraan harus mengaitkan antara topik dan objek dakwah harus
menjadi teladan yang baik dalam perilaku dan kehidupan.
k. Harus mencerminkan pemahaman islam yang shahih.
l. Harus seoptimal mungkin dalam menjauhi perbuatan maksiat.
m. Dalam pembicaraannya jangan sampai melukai hati seseorang atau lembaga.
n. Harus menjauhi uslub “mengkafirkan” atau “memfasiqkan” kaum muslimin
dengan menyebut nama.
o. Harus senantiasa mengambil ibrah dan faedah dalam uslub dakwah.
p. Harus beruswah kepada Rasulullah SAW.
q. Harus menjaga dengan baik waktu yang telah disediakan oleh mad’u.
r. Jangan sampai memandangremeh masalah.
s. Jika banyak yang terkesan, jangan takabur, kembalikan semuanya pada Allah.

E. RASULULLAH SAW:”KETELADANAN YANG SEMPURNA”


1. Bagaiman dan Apa saja Yang Harus Diteladani?
Rasulullah adalah sosok pribadi yang sangat berhasil baik dalam kedudukannya
sebagai hamba Allah, sebagai Rasul, maupun sebagai model kehidupan manusia yang
layak diteladani oleh para pengikutnya hingga akhir zaman.

Imam al-Qarafi sebagai ulama pertama yang menegaskan pemilahan-pemilahan


terperinci terhadap ucapan/ sikap Nabi SAW. Menyatakan bahwa junjungan kita
Muhammad SAW dapat berperan sebagai rasul, mufti, hakim agung, atau pemimpin
masyarakat dan dapat juga sebagai seorang manusia yang memiliki kekhususan-
kekhususan yang membedakan beliau dari manusia lain, seperti:
a. Rasul, maka ucapan dan sikapnya pasti benar, karena semuanya bersumber
langsung dari Allah SWT.
b. Mufti, fatwa beliau berdasarkan pada pemahaman teks-teks keagamaan yang
beliau diberi wewenang oleh Allah untuk menjelaskannya, apalagi dalam hal ini
disepakati bahwa beliau memperoleh ismah. Fatwa beliau berlaku umum bagi
semua manusia.
c. Hakim, ketetapan hukumnya secara formal pasti benar, akan tetapi secara material
adakalanya keliru akibat kemampuan salah satu pihak yang berselisih
menyembunyikan kebenaran atau karena kemampuannya berdalih dan
mengajukan bukti-bukti palsu.
d. Pemimpin masyarakat tertentu, kepemimpinan dan petunjuk-petunjuk beliau
dalam hal kemasyarakatan disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
masyarakat yang beliau hadapi.
e. Pribadi, dalam hal iniada dua macam: pertama, kekhususan beliau yang tidak
boleh dan atau tidak harus diteladani, terutama yang berkaitan dengan fungsi
beliau sebagai Rasul, dan yang kedua, sebagai manusia (terlepas dari
kerasulannya), misalnya dalam soal selera.

Melihat penjelasan di atas dapat pula dikatakan bahwa apa yang kita tiru dari Rasulullah
adalah memilah-milah keteladanan itu sesuai dengan sikap Rasulullah, yakni dengan
menyatakan bahwa sesuatu yang dilakukan oleh Rasulullah itu, selama bukan merupakan
kekhususan yang berkaitan dengan kerasulan dan juga bukan merupakan penjelasan
agama. Apabila yang mengikutinya dengan niat meneladani, maka keteladanan itu
mendapat ganjaran dari Allah SWT.

2. Keteladanan Rasulullah dalam Kehidupan


Setidaknya ada banyak perilaku kehidupan Rasulullah SAW yang mesti kita teladani
di antaranya:
Empat sifat Rasulullah yang dapat kita teladani dan terapkan dalam kehidupan masa
kini.
a. Shiddiq – Transparansi : merupakan kunci sukses dalam berbagai segi kehidupan.
Orang yang jujur dan terbuka akan memiliki wawasan hidup yang jernih, karena
tidak terkotori oleh upaya untuk menutupi, menyembunyikan sesuatu,
memanipulasi dan berbohong.
b. Amanah – Kompetensi : kemampuan atau kompetensi ini dapat berupa
kemampuan teknis (keahlian)-dan juga kompetensi yang bersifat moral yakni
memiliki komitmen dan kesungguhan dalam melaksanakan suatu amanah.
c. Tabligh – Komunikasi : kemampuan berkomunikasi akan memungkinkan
terlaksananya berbagai gagasan dan cita-cita luhur. Paling tidak, komunikasi atau
tabligh dapat menjadi sarana untuk hal-hal berikut: mengumpulkan informasi dan
mengenali masalah, menghimpun dukungan dan partisipasi, mengelola pekerjaan
besar secara kolektif dan menyampaikan pesan moral agama.

d. Fathanah – Intelegensi : intelegensi dibutuhkan untuk menghadapi masalah-


masalah yang besar dan kompleks, serta tantangan-tantangan yang datangnya
mendadak. Bagi seorang muslim, ada tiga unsur utama pembentukan intelegensi :
kecerdasan bawaan, informasi, dan bimbingan Ilahi. Tentunya intelegensi itu
perlu ditingkatkan dan diasah dengan cara : mengasah kecerdasan, menghimpun
informasi, dan mengharap bimbingan Ilahi.

Dalam Konteks Berbangsa dan Bernegara : sebagai Warga Masyarakat, Pemimpin,


dan Ulama.
a. Sebagai Warga Masyarakat : kita diperintahkan mengikuti al-Qur’an yang
menyatakan “Taatilah Allah dan Rasul-Nya serta pemimpin (pemerintah) kalian”.
Dalam hal ini, ketaatan adalah mutlak, kecuali bila pemimpin tadi menyuruh
durhaka dan berbuat maksiat.
b. Sebagai Pemimpin : eksekutif, legislatif, dan yudikatif, Nabi menggaris bawahi
agar mereka berlaku adil. Adil dalam memutuskan perkara-perkara kenegaraan,
adil dalam menegakkan hukum, adil dalam tidak membedakan kelompok atau
golongan. Sikap keadilan adalah dasar untuk membangun hubungan yang
harmonis dan dinamis antara sesama manusia.
c. Sebagai Ulama : Ulama adalah pewaris para nabi, yang bertugas memberikan
petunjuk dan bimbingan agama guna mengatasi perselisihan-perselisihan
pendapat dan problem-problem sosial yang hidup dan berkembang di masyarakat.
Ulama harus menyeru dan bersikap dengan akhlak yang baik, menyeru pada
persatuan bukan perpecahan,dan lain-lain

Keteladanan dalam aspek/bidang kehidupan : Politik, Ekonomi, Sosial dan


Pendidikan

a. Aspek Politik: dalam bidang ini, Nabi mengakomodasikan seluruh kepentingan.


Semua rakyat mendapat hak yang sama dalam politik. Mereka tidak dibedakan
berdasarkan suku.
b. Aspek Ekonomi: dalam aspek ini, Nabi menerapkan ajaran egalitarianisme, yakni
pemerataan saham-saham ekonomi kepada seluruh masyarakat. Seluruh lapisan
masyarakat punya hak yang sama untuk berusaha dan berbisnis. Egalitarianisme
ini adalah misi yang bertujuan untuk membebaskan masyarakat dari cengkeraman
kaum kapitalis.
c. Aspek Hukum: menurut Nabi, aspek hukum sangat urgen dan signifikan dalam
kaitannya dengan stabilitas suatu bangsa. Karena itulah nabi tidak pernah
membedakan kaum atas, kaum bawah, atau keluarganya senditulah nabi tidak
pernah membedakan kaum atas, kaum bawah, atau keluarganya sendiri.
d. Aspek Pendidikan: dalam aspek ini, Nabi memberikan pendidikan kepada para
sahabat dengan berbagai metode pendidikan, seperti:
1. Metode graduasi (al-tadarruj). Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi secara
bertahap (berangsur-angsur), begitu pula Nabi dalam penyampaian hal itu
kepada para sahabat. Namun, metode pendidikan graduasi ini juga merupakan
kebijaksanaan Nabi bukan semata-mata karena al-Qur’an diturunkan secara
graduasi.
2. Metode Levelisasi (Mura’at al-Mustawayat), penyampaian materi dakwah
atau pelajaran yang dilakukan Nabi sering berbeda antara satu dengan yang
lain, karena beliau sangat memperhatikan level atau tingkatan kecerdasan
seseorang.
3. Variasi (al-Tanwi wa al-Taghyir), untuk menghindari kejenuhan, Nabi
membuat variasi waktu dalam memberikan pelajaran serta materi yang juga
bervariasi, sesuai dengan materi-materi dalam wahyu yang bervariasi.
Menurut Prof. DR. Muhammad ‘Ajjaj al-Khatib, metode variasi ini, baik
dalam materi pelajaran atau waktu banyak dipakai oleh lembaga-lembaga
pendidikan kontemporer agar pelajar lebih mantap dalam menerima pelajaran.
4. Mengulang-ulang (al-Takrir wa al-Muraja’ah), mengulang-ulang pelajaran
biasanya dilakukan Nabi dalam memberikan pelajaran kepada sahabat
khususnya dalam hal-hal yang dianggap penting.
5. Evaluasi (al-Taqyim), Rasulullah tidak hanya memberikan pelajaran tetapi
juga memonitor dan mengevaluasi mereka (sahabat). Apabila diketahui (baik
diketahui langsung atau lewat sahabat lain), ada sahabat yang melakukan
kekeliruan, beliau langsung mengoreksinya.

SUMBER DARI GOOGLE

Menurut Abdul Hakim Aziz

Metode keteladanan (Qudwah Hasanah)

Menurut bahasa, qudwah berarti uswah; yang berati keteladanan atau contoh. Meneladani atau
menyontoh, sama dengan mengikuti suatu pekerjaan yang dilakukan sebagaimana adanya. Yang
dimaksud keteladanan di sini adalah keteladanan yang baik.Dalam ayat yang dikemukakan di
muka, keteladan sengaja diberi sifat baik, karena dalam prakteknya, bisa saja seseorang menjadi
teladan yang buruk. Dalam hadits diungkapkan: “Barangsiapa yang membuat tradisi baik, maka
baginya pahala atas apa yang dilakukannya serta pahala orang lain yang mengikuti tradisi
tersebut tanpa mengurangi pahala merekayang mengikutinya sedikitpun. Dan barangsiapa yang
membuat tradisi buruk, maka baginya dosa serta dosa yang mengikutinya tanpa mengurangi dosa
para pengikutnya sedikitpun. (HR. Muslim).

Dalam islam, qudwah hasanah dapat dibedakan pada dua bagian;

1. Qudwah hasanah yang bersifat mutlak, yaitu suatu teladan atau contoh baik yang sama
sekali tidak tercampuri keburukan karena statusnya benar-benar baik; sebagai teladan
yang diberikan Rasululah saw. pada ummatnya. Status rasul yang ma’shum (terbebas
dari dosa), membuat beliau menjadi teladan yang mutlak bagi ummatnya. Firman Allah
SWT:

}21:‫لقد كان لكم في رسول هلل أسوة حسنة لمن كان يرجو هللا واليوم األخر وذكر هللا كثيرا {األحزاب‬
1. Qudwah hasanah nisbi yaitu teladan yang terikat dengan yang disyariatkan oleh Allah
SWT. Karena status teladan itu dari manusia biasa bukan Rasul ataupun Nabi.
Keteladanan dari mereka, seperti para ulama dan pemimpin umat lainnya, hanya sebatas
jika tidak bertentangan dengan syariat.

Personal approach atau pendekatan personal sebagai metode keteladanan sudah dilakukan oleh
Nabi semenjak turunnya wahyu, yaitu yang dengan secara langsung memberikan contoh, dan
karena di antara fitrah manusia adalah suka mengikuti, dan pengaruh asimilasi tersebut lebih
besar.Pengaruh yang diterima lebi membekas karena sifatnya fitri dan alami.

Kelebihan dan kekurangan metode keteladanan (uswatun hasanah)


Metode keteladanan juga memiliki kekurangan dan kelebihan sendiri, sebagaimana lazimnya
metode-metode lainnya. Secara sederhana berkaitan dengan penerapannya dalam proses dakwah
kelebihan dan kekurangan metode keteladanan dapat dijelaskan yaitu sebagai berikut:

1. Kelebihan Metode Keteladanan


a. Metode keteladanan akan memberikan kemudahan kepada da’i dalam melakukan evaluasi
terhadap hasil dari dakwah yang dijalankannya.
b. Metode keteladanan akan memudahkan mad’u dalam mempraktikkan dan
mengimplementasikan ilmu yang dipelajarinya selama proses dakwah berlangsung.
c. Bila keteladanan di lingkungan keluarga, lembaga pendidikan atau sekolah dan masyarakat
baik, maka akan tercipta situasi yang baik.
d. Metode keteladanan dapat menciptakan hubungan harmonis antara da’i dengan mad’u.
e. Dengan metode keteladanan tujuan da’i yang ingin dicapai menjadi lebih terarah dan tercapai
dengan baik.
f. Dengan metode keteladanan da’i secara tidak langsung dapat mengimplementasikan ilmu
yang diajarkannya.
g. Metode keteladanan juga mendorong da’i untuk senantiasa berbuat baik karena menyadari
dirinya akan dicontoh oleh mad’u nya.
Dari kelebihan-kelebihan yang telah disebutkan di atas dapat dikatakan bahwa metode
keteladanan memiliki peranan yang sangat signifikan dalam upaya berdakwah, dimana selain
diajarkan secara teoritis mad’u juga bisa melihat secara langsung bagaimana praktik atau
pengamalan dari da’inya yang kemudian bisa dijadikan teladan atau contoh dalam berprilaku dan
mengamalkan atau mengaplikasikan materi dakwah yang telah dia pelajari selama proses
dakwah berlangsung.

2. Kekurangan Metode Keteladanan


Selain mempunyai kelebihan dan keunggulan dibandingkan dengan metode lainnya, dalam
penerapannya metode keteladanan juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan, diantaranya
yaitu sebagai berikut:
a. Jika dalam dakwah figur yang diteladani dalam hal ini da’i tidak baik, maka mad’u cenderung
mengikuti hal-hal yang tidak baik tersebut pula.
b. Jika dalam proses dakwah hanya memberikan teori tanpa diikuti dengan implementasi maka
tujuan yang akan dicapai akan sulit terarahkan.1[6]
Dari serangkaian kelebihan dan juga kekurangan yang telah dijelaskan di atas dapat
dikatakan bahwa, metode keteladanan dalam berdakwah merupakan metode yang mempunyai
pengaruh dan terbukti bisa dikatakan efektif dengan berbagai kelebihannya, meskipun juga tidak
terlepas dari kekurangan, dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos
sosial. Hal ini karena da’i adalah figur terbaik dalam pandangan mad’u, yang tindak-tanduk dan
sopan santunnya disadari atau tidak, akan ditiru atau diteladani oleh mad’u nya.
Jadi dari kelebihan dan kekurangan diatas dapat terlihat betapa sentralnya peranan da’i
dalam hal ini merupakan sosok kunci yang akan memberikan teladan kepada mad’u, dan juga
sosok yang akan dijadikan model atu teladan oleh mad’u, jadi dalam hal ini sukses atau tidaknya
Metode keteladalan dalam suatu dakwah sangat tergantung pada sosok da’i yang diteladani. Oleh
karena itu, keteladanan yang baik adalah salah satu metode yang bisa diterapkan untuk
merealisasikan tujuan dakwah. Hal ini karena keteladanan memiliki peranan yang sangat
signifikan dalam upaya mencapai keberhasilan dakwah, dan juga dapat memberikan kontribusi
yang sangat besar terhadap nilai-nilai pendidikan Islam terutama pendidikan ibadah dan
pendidikan akhlak.

KESIMPULAN

Sejatinya manusia adalah suci sebagai fitrahnya, dan tatkala sebagian manusia melenceng
dari fitrahnya maka bagi manusia yang lain supaya meluruskannya. Ketika sebagian manusia
telah menyimpang dari ketentuan Allah SWT. hendaknya memberi nasihat yang baik, mengajak
kembali ke jalan yang benar. Adapun metode-metode dalam dakwah (hikmah, mauidzah
hasanah, mujadalah hasanah dan qudwah hasanah) adalah tuntunan yang diterangkan dalam Al-
quran (An-Nahl:125) sebagai acuan yang telah dicontohkan oleh Nabi, para ulama, serta orang-
orang yang shalih.

Anda mungkin juga menyukai