Anda di halaman 1dari 12

Makalah Pleno Blok 7

Sistem Respirasi Manusia


Kelompok PBL F-7

Tutor : dr.Djap Hadi Susanto

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna UtaraNo.6, Jakarta Barat, 11470

Lenny Harviani 102016012

Rizqi Putra Pratama 102016022

Luminto 102016073

Christia Gemma 102016089

Novricia Agnes Saputri 102016126

Anna Karmila 102016218

Andika Prasetyo Arifin 102016244

Ester Marcelia Anastasia 102013236

1
Sistem Pernapasan dan Mekanisme Terjadinya Sesak Napas

Abstrak

Setiap makhluk hidup sangat perlu untuk bernapas. Dengan bernapas, di dalam tubuh manusia
akan terjadi pertukaran gas antara gas oksigen yang sangat berguna untuk tubuh manusia dan gas karbon
dioksida yang merupakan hasil dari metabolisme yang terjadi di dalam tubuh. Pertama, oksigen akan
masuk melalui hidung, kemudian faring, laring, trakea, bronkus, bronkus primer, bronkus sekunder,
bronkus tersier, bronkiolus, bronkiolus terminalis, bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, saccus
alveolaris, dan alveoli. Dari rongga hidung sampai dengan bronkiolus terminalis belum terjadi pertukaran
gas dan hanya berfungsi menyalurkan udara pernapasan. Dari bronkiolus respiratorius sampai dengan
alveoli merupakan tempat terjadinya pertukaran gas. Terdapat pula gangguan-gangguan pada sistem
pernapasan, salah satunya adalah sesak napas. Sesak napas merupakan gejala nyata adanya gangguan
trakeobronkhial, parenkim paru, dan rongga pleura. Selain itu, juga menunjukkan adanya gangguan atau
penyakit kardiorespirasi.

Kata kunci: Sistem pernapasan, sesak napas

Abstract

Every living being is necessary to breathe. By breathing, in the human body there will be a gas
exchange between oxygen gas which is very useful for the human body and carbon dioxide gas which is
the result of metabolism occurring in the body. First, oxygen enters through the nose, then the pharynx,
larynx, trachea, bronchus, primary bronchus, secondary bronchus, tertiary bronchus, bronchioles,
terminal bronchioles, respiratory bronchioles, alveolar ducts, alveolar saccus, and alveoli. From nasal
cavity to bronchioles terminalis, gas exchange has not happened and only serves to channel the air
respiration. From respiratory bronchioles to alveoli is the site of gas exchange. There are also
disturbances in the respiratory system, one of which is shortness of breath. Shortness of breath is a real
symptom of tracheobronkhial disorders, pulmonary parenchyma, and pleural cavities. In addition, it also
indicates a disorder or cardiorespiratory disease.

Keywords: Respiratory system, shortness of breath

Pendahuluan

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia perlu bernafas untuk kelangsungan hidupnya.


Proses bernapas melibatkan pertukaran antara 2 gas yaitu oksigen dan karbon dioksida.
Pertukaran gas ini tentunya terjadi dalam tubuh manusia. Tepatnya melalui hidung yang
kemudian berlanjut ke faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveolus, dan paru-paru. Tetapi
dari lubang hidung sampai dengan bronkiolus terminalis belum terjadi pertukaran gas (hanya
berfungsi menyalurkan udara pernapasan). Pertukaran gas yang sesungguhnya terjadi dimulai
dari bronkiolus respiratorius sampai dengan alveolus.1,2

2
Terdapat gangguan-gangguan pada sistem pernapasan, salah satunya adalah sesak napas.
Penyebab terjadinya sesak napas adalah menurunnya oksigenasi jaringan, meningkatnya kebutuhan
oksigen, kerja pernapasan meningkat, rangsangan pada sistem saraf pusat, dan penyakit
neuromuskular.1

Lubang hidung (cavum nasalis)

Hidung dibentuk oleh tulang sejati (os) dan tulang rawan (kartilago). Hidung dibentuk
oleh sebagian kecil tulang sejati, sisanya terdiri atas kartilago dan jaringan ikat (connective
tissue). Bagian dalam hidung merupakan suatu lubang yang dipisahkan menjadi lubang kiri dan
kanan oleh sekat (septum). Rongga hidung mengandung rambut (fimbriae) yang berfungsi
sebagai penyaring (filter) kasar terhadap benda asing yang masuk. Pada permukaan (mukosa)
hidung terdapat epitel bersilia yang mengandung sel goblet. Sel tersebut mengeluarkan lendir
sehingga dapat menangkap benda asing yang masuk ke dalam saluran pernapasan. Kita dapat
mencium aroma karena di dalam lubang hidung terdapat reseptor. Reseptor bau terletak pada
cribriform plate, di dalamnya terdapat ujung dari saraf kranial I (Nervous Olfactorius).2

Hidung berfungsi sebagai jalan napas, pengatur udara, pengatur kelembapan udara
(humidifikasi), pengatur suhu, pelindung dan penyaring udara, indra pencium, dan resonator
suara. Fungsi hidung sebagai pelindung dan penyaring dilakukan oleh vibrissa, lapisan lendir,
dan enzim lisozim. Vibrissa adalah rambut pada vestibulum nasi yang bertugas sebagai
penyaring debu dan kotoran (partikel berukuran besar). Debu-debu kecil dan kotoran (partikel
kecil) yang masih dapat meleati vibrissa akan melekat pada lapisan lendir dan selanjutnya
dikeluarkan oleh refleks bersin. Jika dalam udara masih terdapat bakteri (partikel sangat kecil),
maka enzim lisozim yang menghancurkannya.2

Sinus paranasalis

Sinus paranasalis merupakan daerah yang terbuka pada tulang kepala. Dinamakan sesuai
dengan tulang tempat dia berada yaitu sinus frontalis, sinus ethmoidalis, sinus sphenoidalis, dan
sinus maxilarris. Sinus berfungsi untuk membantu menghangatkan dan humidifikasi,
meringatkan berat tulang tengkorak, serta mengatur bunyi suara manusia dengan ruang
resonansi.2

Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong (kurang lebih 13cm) yang letaknya
bermula dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan esofagus pada ketinggian tulang
rawan krikoid. Faring digunakan pada saat ‘digestion’ (menelan) seperti pada saat bernapas.
Berdasarkan letaknya faring dibagi menjadi tiga yaitu di belakang hidung (nasofaring), belakang
mulut (orofaring), dan belakang laring (laringofaring).2

3
Laring

Laring sering disebut dengan ‘voice box’ dibentuk oleh struktur epitelium-lined yang
berhubungan dengan faring (di atas) dan trakhea (di bawah). Laring terletak di anterior tulang
belakang (vertebrae) ke-4 dan ke-6. Bagian atas dari esofagus berada di posterior laring.2

Fungsi utama laring adalah untuk pembentukan suara, sebagai proteksi jalan napas bawah
dari benda asing dan untuk memfasilitasi proses terjadinya batuk.2

Trakhea

Trakhea merupakan perpanjangan dari laring pada ketinggian tulang vertebrae torakal ke-
7 yang bercabang menjadi bronkhus. Ujung cabang trakhea disebut carina. Trakhea bersifat
sangat fleksibel, berotot, dan memiliki panjang 12 cm dengan cincin kartilago berbentuk huruf C.
Pada cincin tersebut terdapat epitel bersilia tegak (pseudostratified ciliated columnar epithelium)
yang mengandung banyak sel goblet yang mensekresikan lendir (mucus).2

Bronkhus dan bronkhiolus

Cabang bronkhus kanan lebih pendek, lebih lebar, dan cenderung lebih vertikal daripada
cabang yang kiri. Hal tersebut menyebabkan benda asing lebih mudah masuk ke dalam cabang
sebelah kanan daripada cabang bronkhus sebelah kiri.2

Segmen dan subsegmen bronkhus bercabang lagi dan berbentuk seperti ranting masuk ke
setiap paru-paru. Bronkhus disusun oleh jaringan kartilago sedangkan bronkhiolus, yang berakhir
di alveoli, tidak mengandung kartilago. Tidak adanya kartilago menyebabkan bronkhiolus
mampu menangkap udara, namun juga dapat mengalami kolaps. Agar tidak kolaps, alveoli
dilengkapi dengan porus/lubang kecil yang terletak antar alveoli (‘Kohn pores’) yang berfungsi
untuk mencegah kolaps alveoli.2

Saluran pernapasan mulai dari trakhea sampai bronkhiolus terminalis tidak mengalami
pertukaran gas dan merupakan area yang dinamakan anatomical dead space. Banyaknya udara
yang berada dalam area tersebut adalah sebesar 150 mL. Awal dari proses pertukaran gas terjadi
di bronkhiolus respiratorius.2

Alveoli

Parenkim paru-paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru-paru. Parenkim
tersebut mengandung berjuta-juta unit alveolus. Alveoli merupakan kantong udara yang
berukuran sangat kecil, dan merupakan akhir dari bronkhiolus respiratorius sehingga
memungkinkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Seluruh dari unit alveoli (zona
respirasi) terdiri atas bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan alveolar sacs (kantong

4
alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran oksigen dan karbon dioksida di
antara kapiler pulmoner dan alveoli.2

Diperkirakan terdapat 24 juta alveoli pada bayi yang baru lahir. Seiring dengan
pertambahan usia, jumlah alveoli pun bertambah dan akan mencapai jumlah yang sama dengan
orang dewasa pada usia 8 tahun, yakni 300 juta alveoli. Setiap unit alveoli menyuplai 9-11
prepulmonari dan pulmonari kapiler.2

Paru-paru

Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang ujungnya berada di atas
tulang iga pertama dan dasarnya berada pada diafragma. Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus
sedangkan paru-paru kiri mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan
jelas. Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi sekitar sepuluh unit
terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.2

Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut mediastinum. Jantung,
aorta, vena cava, pembuluh paru-paru, esofagus, bagian dari trakhea dan bronkhus, serta kelenjar
timus terdapat pada mediastinum.2

Dada, diafragma, dan pleura

Tulang dada (sternum) berfungsi melindungi paru-paru, jantung, dan pembuluh darah
besar. Bagian luar rongga dada terdiri atas 12 pasang tulang iga (costae). Bagian atas dada pada
daerah leher terdapat dua otot tambahan inspirasi yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid.
Otot scaleneus menaikkan tulang iga ke-1 dan ke-2 selama inspirasi untuk memperluas rongga
dada atas dan menstabilkan dinding dada, sedangkan otot sternocleidomastoid mengangkat
sternum. Otot parasternal, trapezius, dan pectoralis juga merupakan otot tambahan inspirasi dan
berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot interkostal. Otot
interkostal eksternus menggerakkan tulang iga ke atas dan ke depan sehingga akan meningkatkan
diameter anteroposterior dinding dada.2

Diafragma terletak di bawah rongga dada, berbentuk seperti kubah pada saat relaksasi.
Pengaturan saraf diafragma (nervus phrenicus) terdapat pada susunan saraf spinal pada tingkat
C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi.2

Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada 2 macam
yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada (lapisan luar paru-paru) dan pleura
visceral yang menutupi setiap paru-paru (lapisan dalam paru-paru). Di antara kedua pleura
terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah pelekatan dada dengan paru-paru.
Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps

5
paru-paru. Masuknya udara maupun cairan ke dalam rongga pleura akan menyebabkan paru-paru
tertekan dan kolaps. Apabila terserang penyakit, pleura akan mengalami peradangan.2

Mekanisme pertukaran gas

Secara umum, udara mengalir karena ada perbedaan tekanan. Udara mengalir dari
tekanan yang lebih tinggi ke tempat yang bertekanan lebih rendah. Perbedaan tekanan udara di
paru terjadi akibat adanya daya kekuatan yang bekerja pada sistem pernapasan sehingga dapat
mengatasi ketiga kekuatan yang melawan gerak udara ketika masuk ke paru. Kekuatan yang
menahan atau melawan gerak udara ketika masuk paru adalah kelentingan paru & dinding dada;
tahanan akibat gesekan dengan jalan napas, jaringan paru dan toraks; serta sifat kelembaban
keseluruhan sistem.3

Proses respirasi dapat dibagi menjadi 4 proses peristiwa fungsional utama yaitu ventilasi
paru-paru; difusi oksigen & karbon dioksida di antara alveolus dan darah; transpor oksigen &
karbon dioksida di dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel; serta pengaturan pernapasan
oleh mekanisme kontrol tubuh berkenaan dengan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan.4

Ventilasi paru-paru, merupakan peristiwa masuk dan keluarnya udara pernapasan antara
atmosfer dan paru-paru. Proses ini melibatkan beberapa organ tubuh yang sangat penting dalam
pernapasan. Organ tersebut adalah hidung, faring, laring, trakhea, bronkhus, bronkhiolus,
alveolus, dan paru.4 Udara yang masuk dari atmosfer ke dalam rongga hidung mengalami 3
proses penting yaitu menyaring, menghangatkan, dan melembapkan. Setelah melewati rongga
hidung kemudian udara menuju ke faring dan selanjutnya menuju ke laring yang berada di atas
trakhea. Selanjutnya udara melewati trakhea yang berada di depan esofagus. Trakhea ini
bercabang menjadi bronkhus kanan dan kiri. Kemudian bercabang lagi menjadi segmen lobus,
lalu menjadi bronkiolus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil yang
bernama bronkiolus terminalis (tidak mengandung alveolus; tidak terjadi pertukaran gas). Di luar
bronkiolus terminalis terdapat asinus (bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus
alveolaris). Sakus alveolaris mengandung alveolus yang merupakan unit fungsional paru sebagai
tempat pertukaran gas.4

Setelah proses ventilasi maka langkah selanjutnya adalah difusi oksigen dari alveolus ke
pembuluh darah dan difusi karbon dioksida dari pembuluh darah ke alveolus.4

Apabila oksigen telah berdifusi dari alveolus ke dalam darah paru, maka oksigen
ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin (HbO2) ke kapiler jaringan, di mana
oksigen dilepaskan untuk digunakan di sel. Dalam sel, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan
makanan (reaksi metabolisme) dan menghasilkan karbon dioksida. Karbon dioksida selanjutnya
masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru-paru. Selanjutnya dibuang
melalui napas.4

6
Ada 3 pusat pengendalian/pengaturan pernapasan normal yaitu pusat respirasi (terletak di
formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal; terdiri atas pusat inspirasi dan pusat
ekspirasi), pusat apneustik (terletak pada pons bagian bawah; mempunyai pengaruh tonik
terhadap pusat inspirasi), dan pusat pneumotaksis (terletak pada pons bagian atas; bersama vagus
menghambat pusat apneustik secara periodik; merangsang pusat respirasi pada hiperpnea).4

Pengaturan aktivitas pernapasan diatur secara kimia dan nonkimia. Secara kimia,
pengaturan dipengaruhi oleh penurunan tekanan oksigen darah arteri dan peningkatan tekanan
CO2 atau konsentrasi hidrogen darah arteri. Kondisi tersebut akan meningkatkan tingkat aktivitas
pusat respirasi. Perubahan yang berlawanan mempunyai efek penghambatan terhadap tingkat
aktivitas respirasi. Secara nonkimia, pengaturan aktivitas pernapasan dipengaruhi oleh
rangsangan rasa sakit dan emosi. Pengaturan pernapasan secara nonkimia lainnya adalah suhu
tubuh dan aktivitas fisik. Peningkatan suhu tubuh dapat menyebabkan pernapasan menjadi cepat
dan dangkal.4

Bunyi pernapasan

Bunyi pernapasan vesikuler timbul karena berpusarnya udara di dalam alveolus dan
merupakan bunyi pernapasan normal. Bunyi ini bernada rendah, halus, dan terdengar paling jelas
di bagian perifer paru-paru karena memang timbul di dekatnya. Karena disebabkan oleh
masuknya udara ke dalam alveolus, bunyi ini terdengar pada waktu inspirasi.5

Bunyi pernapasan bronkhial (trakheal) timbul karena turbulensi udara di dalam bronkus
kartilaginosa. Bunyi ini lebih kasar dan nadanya lebih tinggi daripada bunyi vesikuler. Bunyi
pernafasan bronkial hampir hilang seluruhnya ketika mereka melintasi sekat alveolus. Sebagai
akibatnya, mereka biasanya tidak dapat didengar di bagian perifer paru-paru normal. Bunyi ini
dapat mempunyai komponen inspirasi dan ekspirasi.5

Bunyi pernapasan bronkovesikuler merupakan campuran bunyi vesikuler dan bunyi


bronkial. Bunyi ini dapat didengar pada tempat-tempat di mana ada bronkiolus besar yang
ditutupi oleh satu lapisan tipis alveolus. Misalnya, bunyi ini dapat didengar di daerah
infraklavikuler kanan di dekat sternum.5

Bunyi pernapasan mengi atau wheezing adalah suara memanjang yang disebabkan oleh
penyempitan saluran pernapasan dengan aposisi dinding saluran pernapasan. Suara tersebut
dihasilkan oleh vibrasi dinding saluran pernapasan dan jaringan di sekitarnya. Karena secara
umum saluran pernapasan lebih sempit saat ekspirasi, mengi terdengar lebih jelas selama fase
ekspirasi. Mengi bisa dibagi berdasarkan waktunya dalam siklus pernapasan dan berdasarkan
suara yang dihasilkan (tunggal atau jamak dengan berbagai nada).6

7
Mengi polifonik merupakan tipe mengi yang paling sering dijumpai pada PPOK dan
asma. Suara jamak simultan dengan berbagai nada terjadi saat ekspirasi dan menunjukkan
penyakit saluran pernapasan yang difus.6

Mengi monofonik tertentu, merupakan suatu nada tunggal yang terjadi karena
penyempitan lokal pada salah satu saluran pernapasan. Suara ini tidak berubah saat batuk dan
meningkatkan dugaan karsinoma bronkus.6

Mengi inspirasi sekuensial, juga disebut sebagai ‘berkuak’ (squawk), akibat vibrasi
setelah terbukanya saluran pernapasan yang sebelumnya kolaps. Merupakan gejala khas
alveolitis alergi ekstrinsik.6

Stridor, merupakan mengi monofonik nada rendah yang terdengar saat inspirasi dan
menunjukkan adanya obstruksi lokal pada saluran pernapasan ekstratorakal (yang cenderung
kolaps saat inspirasi). Sering menunjukkan adanya karsinoma atau benda asing pada saluran
pernapasan besar.6

Ronki basah adalah bunyi yang dihasilkan oleh udara dan cairan di dalam alveolus.
Adanya ronki basah selalu menunjukkan cairan di dalam ruang alveolus. Ronki basah dapat
terdengar sepanjang siklus pernapasan atau selama salah satu fase saja.5

Ronki kering atau ronki adalah bunyi yang diakibatkan turbulensi udara di sekitar mukus
atau debris cairan lain di dalam saluran pernapasan yang besar. Bunyinya kasar, terus-menerus,
dan dapat bervariasi dari pernapasan satu ke pernapasan berikutnya kalau posisi bahan tersebut
berubah. Ronki dapat pula disebabkan oleh benda padat yang sebagian menyumbat bronkus.5

Sesak napas

Sesak napas merupakan gejala nyata adanya gangguan trakeobronkhial, parenkim paru,
dan rongga pleura. Saat terjadi sesak napas, ada peningkatan kerja pernapasan akibat
bertambahnya resistensi elastis paru (seperti pada pneumonia, atelaktasis, dan penyakit pleura),
dinding dada (obesitas, kifoskoliosis), atau meningkatnya resistensi nonelastisitas (emfisema,
asma, dan bronkhitis).1

Selain itu, sesak napas atau napas pendek adalah suatu keluhan yang menunjukkan
adanya gangguan atau penyakit kardiorespirasi.1

Mekanisme terjadinya sesak napas

Keadaan emosi tertentu seperti menangis terisak-isak, tertawa terbahak-bahak, mengeluh


dengan menarik napas panjang, dan merintih atau mengerang karena suatu penyakit dapat

8
mempengaruhi irama pernapasan. Sesak napas yang berhubungan dengan periode emosi, terjadi
melalui mekanisme hiperventilasi. Kemudian jika berada di bawah pengaruh emosi; depresi &
kecemasan; dapat mengalami sensasi sesak napas melalui mekanisme hipoventilasi. Kedua
mekanisme tersebut secara psikis dapat menampilkan sensasi sesak napas.1

Jika kemampuan dinding thoraks atau paru untuk mengembang mengalami penurunan
sedangkan tahanan saluran pernapasan meningkat, maka otot pernapasan memerlukan tenaga
guna memberikan perubahan volume serta tambahan tenaga yang diperlukan untuk kerja
pernapasan. Hal ini berakibat pada meningkatnya kebutuhan oksigen. Jika paru tidak mampu
memenuhi kebutuhan oksigen, maka akan timbul sesak napas. Mekanisme sesak napas yang baru
dijelaskan sebelumnya ini sebenarnya berasal dari 2 teori. Teori pertama adalah teori kerja
pernapasan yang menekankan pada peningkatan energi jika kerja pernapasan bertambah dan
selanjutnya akan menyebabkan sesak napas. Teori kedua adalah oxygen cost of breathing yang di
mana gangguan mekanis dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa penyakit paru akan
meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi pasokan energi aliran darah yang berakibat
terjadi penumpukan bahan-bahan metabolik yang nantinya bahan metabolik akan merangsang
reseptor sensorik yang terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi napas.1

Otot pernapasan yang abnormal juga akan menimbulkan sesak napas. Kelainan otot
pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan, dan kelumpuhan. Kelelahan yang terjadi dan
berkembang pada otot bergantung pada jumlah energi yang tersimpan dalam otot, kecepatan
pemasokan energi, dan pemakaian otot yang tepat.1

Penyebab terjadinya sesak napas

Menurunnya oksigenasi jaringan. Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat
menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi
jaringan ini akan meningkatkan sesak napas atau tidak efektifnya pola pernapasan. Transportasi
oksigen bergantung pada sirkulasi darah dan kadar hemoglobin, maka beberapa keadaan seperti
perdarahan, anemia (hemolisis), perubahan hemoglobin dapat menyebabkan peningkatan
frekuensi pernapasan. Penyakit-penyakit seperti asma bronkhial dan bronkhitis dengan
peningkatan produksi akumulasi sekret dapat mengganggu saluran pernapasan juga
mengakibatkan sesak napas dan memberikan masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas.1

Meningkatnya kebutuhan oksigen. Penyakit atau keadaan lain yang bisa meningkatkan
kebutuhan oksigen akan memberi sensasi sesak napas misalnya infeksi sistemis akut akan
membutuhkan oksigen lebih banyak karena peningkatan laju metabolisme. Peningkatan suhu
tubuh karena bahan pirogen atau rangsangan pada saraf pusat akan menyebabkan kebutuhan
oksigen meningkat dan akhirnya menimbulkan sesak napas. Begitu pula dengan penyakit
tirotoksikosis, basal metabolic rate (BMR) meningkat sehingga kebutuhan oksigen juga
meningkat. Aktivitas fisik juga membutuhkan oksigen yang lebih banyak sehingga menimbulkan
sesak napas.1

9
Kerja pernapasan meningkat. Penyakit parenkim paru seperti pneumonia, sembab paru
karena berkurangnya elastisitas paru, serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran
pernapasan seperti asma bronkhial, bronkhitis, dan bronkhiolitis dapat menyebabkan ventilasi
paru menurun. Untuk mengimbangi keadaan ini dan kebutuhan oksigen tetap dapat dipenuhi,
otot pernapasan dipaksa bekerja lebih keras atau dengan kata lain kerja pernapasan ditingkatkan.
Keadaan ini meningkatkan metabolisme sehingga metabolit-metabolit yang berada dalam aliran
darah juga meningkat. Metabolit yang terdiri atas asam laktat dan asam piruvat ini akan
merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada klien obesitas juga
menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi sesak napas.1

Rangsangan pada sistem saraf pusat. Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat
menimbulkan serangan sesak napas secara tiba-tiba. Bagaimana cara terjadinya serangan ini,
hingga saat ini masih belum jelas seperti pada meningitis, cerebrovascular accident, dan lain-
lain. Hiperventilasi idiopatik juga sering dijumpai, walaupun mekanismenya belum jelas.1

Penyakit neuromuskular. Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan


pada sistem pernapasan terutama jika penyakit tadi mengenai otot-otot pernapasan dan diafragma
seperti sindrom Guillain-Bare (GBS), miastenia gravis, dan amiotropik lateral sklerosis.
Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak napas akibat penyakit neuromuskular ini masih
belum dapat dijelaskan hingga saat ini.1

Perbedaan napas antara anak-anak dan orang dewasa

Pada anak-anak kecepatan metabolisme relatif lebih tinggi daripada orang dewasa,
sehingga paru-paru kurang efisien dan kebutuhan oksigen juga relatif lebih kecil. Maka
akibatnya frekuensi pernapasan anak-anak relatif lebih cepat daripada orang dewasa dan
ventilasinya relatif lebih cepat.7

Usia berhubungan dengan proses penuaan atau bertambahnya umur. Semakin tua usia
seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Kebutuhan zat
tenaga terus meningkat sampai akhirnya menurun setelah usia 40 tahun. Berkurangnya
kebutuhan tenaga tersebut dikarenakan telah menurunnya kekuatan fisik. Dalam keadaan normal,
usia juga mempengaruhi frekuensi pernapasan dan kapasitas paru. Frekuensi pernapasan pada
orang dewasa antara 16-18 kali per menit, pada anak-anak sekitar 24 kali per menit sedangkan
pada bayi sekitar 30 kali per menit. Walaupun pada orang dewasa frekuensi pernapasannya lebih
kecil dibandingkan anak-anak dan bayi, akan tetapi kapasitas vital paru pada orang dewasa lebih
besar dibanding anak-anak dan bayi. Dalam kondisi tertentu hal tersebut akan berubah misalnya
akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.8

10
Kesimpulan

Manusia bernapas untuk mengambil oksigen dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan
untuk mentranspor karbon dioksida yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Sistem
pernapasan sendiri terdiri dari hidung, faring, laring, trakea, bronkus, bronkiolus, alveoli, dan
paru-paru. Ventilasi paru-paru, merupakan peristiwa masuk dan keluarnya udara pernapasan
antara atmosfer dan paru-paru. Kemudian berlanjut ke difusi oksigen dari alveolus ke pembuluh
darah dan difusi karbon dioksida dari pembuluh darah ke alveolus. Selanjutnya oksigen
ditranspor dalam bentuk gabungan dengan hemoglobin (HbO2) ke kapiler jaringan, di mana
oksigen dilepaskan untuk digunakan di sel. Dalam sel, oksigen bereaksi dengan berbagai bahan
makanan (reaksi metabolisme) dan menghasilkan karbon dioksida. Karbon dioksida selanjutnya
masuk ke dalam kapiler jaringan dan ditranspor kembali ke paru-paru. Selanjutnya dibuang
melalui napas.

Terdapat pula gangguan-gangguan pada sistem pernapasan, salah satunya adalah sesak
napas. Sesak napas merupakan gejala nyata adanya gangguan trakeobronkhial, parenkim paru,
dan rongga pleura. Selain itu, juga menunjukkan adanya gangguan atau penyakit kardiorespirasi.

11
Daftar pustaka

1. Muttaqin A. Buku ajar: asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem pernapasan.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.36-41
2. Somantri I. keperawatan medikal bedah: asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika; 2007.h.4-10
3. Djojodibroto RD. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: EGC; 2009.h.35
4. Asmadi. Teknik prosedural keperawatan: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Salemba Medika; 2008.h.14-22
5. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Jakarta: EGC; 1995.h.199-201
6. Davey P. At a glance medicine. Jakarta: Erlangga; 2005.h.24
7. Dobson MB. Penuntun praktis anestesi. Jakarta: EGC; 1994.h.112
8. Admin. Sistem pernapasan. Ed 2011. Diunduh dari
http://digilib.unila.ac.id/11048/15/BAB%20II.pdf, 28 Mei 2017.

12

Anda mungkin juga menyukai