Ilmu kedokteran forensik adalah salah satu cabang spesialistik dari ilmu kedokteran
yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk kepentingan penegakkan hukum serta
keadilan.Di masyarakat, kerap terjadi peristiwa pelanggaran hukum yang menyangkut tubuh
dan nyawa manusia.Berdasarkan kasus yang ditemukan, diduga telah terjadi kasus
pembunuhan. Dugaan tersebut dibuat berdasarkan penemuan di TKP dan berdasarkan
penampakan luar dari tubuh korban. Oleh karena itu dilakukanlah pemeriksaan medik untuk
membantu penegakan hukum, yaitu pembuatan Visum et Repertum terhadap seseorang yang
dikirim oleh polisi (penyidik) karena diduga sebagai korban tindak pidana.1
Untuk penyidikan serta penyelesaian masalah hukum ini di tingkat lebih lanjut sampai
akhirnya pemutusan perkara di pengadilan, diperlukan bantuan berbagai ahli di bidang terkait
untuk membuat jelas jalannya peristiwa serta keterkaitan antara tindakan yang satu dengan
yang lain dalam rangkaian peristiwa tersebut. Dalam hal terdapat korban, baik yang masih
hidup maupun yang meninggal akibat peristiwa tersebut, diperlukan seorang ahli dalam
bidang kedokteran untuk memberikan penjelasan bagi para pihak yang menangani kasus
tersebut. Dokter yang diharapkan membantu dalam proses peradilan ini akan berbekal
pengetahuan kedokteran yang dimilikinya.1
Dalam suatu perkara pidana yang menimbulkan korban, dokter diharapkan dapat
menemukan kelainan yang terjadi pada tubuh korban, bilamana kelainan tersebut timbul, apa
penyebabnya serta apa akibat yang timbu terhadap kesehatan korban. Dalam hal korban
meninggal, dokter diharapkan dapat menjelaskan penyebab kematian yang bersangkutan,
bagaimana mekanisme terjadinya kematian tersebut, serta membantu dalam perkiraan saat
kematian dan perkiraan cara kematian.1
Untuk semua itu, dalam bidang lmu kedokteran forensik dipelajari tata laksana
mediko-legal, tanatologi, traumatologi, dan segala sesuatu yang terkait, agar dokter dapat
memenuhi kewajibannya membantu penyidik, dan dapat benar-benar memanfaatkan segala
pengetahuan kedokteran-nya untuk kepentingan peradilan serta kepentingan lain yang
bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.1
ASPEK HUKUM
Sesuai dengan kasus diatas dapat kita temukan berbagai aspek hukum yang terkait
mengenaikejadian perkara. Berikut beberapa aspek hukum mengenai perkara
pembunuhan ataupenganiayaan yang termasuk pula didalamnya disertakan pasal-pasal
hukum terkait:1
Pasal 338 KUHP
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan,dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 339 KUHP
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana,
yangdilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah
pelaksanaannya,atau untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya
dari pidana dalam haltertangkap tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan
barang yang diperolehnyasecara melawan hukum, diancam dengan pidana penjara
seumur hidup atau selama waktutertentu, paling lama dua puluh tahun
Pasal 340 KUHP
Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas
nyawa oranglain, diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan
pidana mati ataupenjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua
puluh lima tahun.
PROSEDUR MEDIKOLEGAL
Dalam perundang-undangan terdapat beberapa prosedur medikolegal yang harus
dipatuhioleh setiap pihak yang terkait dalam penyelidikan kasus diatas. Berikut beberapa
prosedurmedikolegal yang harus dipatuhi:
Kewajiban Hukum
Korban / benda bukti yang diperiksa : tubuh manusia, baik masih hidup maupun
telahmeninggal. Disertai oleh petugas kepolisian yang berwenang.
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik
luka,keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak
pidana, iaberwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran
kehakimanatau dokter dan atau ahli lainnya.
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
secaratertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka
ataupemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah
sakitharus diperlakukan secara baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat
tersebut dandiberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi
cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian lain badan mayat.
Pasal 134
(1) Dalam hal sangat diperlukan dimana untuk keperluan pembuktian bedah mayat
tidakmungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada
keluargakorban.
(2) Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan dengan sejelas-
jelasnyatentang maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.
(3) Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak
yangdiberi tahu tidak diketemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan
sebagaimanadimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.
Pasal 179
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau
dokteratau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikanketerangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akanmemberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuandalam bidang keahliannya.
Pasal 120
(1) Dalam hal penyidik menganggap perlu, ia dapat minta pendapat orang ahli atau
orangyang memiliki keahlian khusus.
(2) AhIi tersebut mengangkat sumpah atau mengucapkan janji di muka penyidik bahwa
iaakan memberi keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya kecuali
biladisebabkan karena harkat serta martabat, pekerjaan atau jabatannya yang
mewajibkan iamenyimpan rahasia dapat menolak untuk memberikan keterangan yang
diminta.
Pasal 168
Kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini, maka tidak dapat didengar
keterangannyadan dapat mengundurkan diri sebagai saksi:
a) keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sarnpai
derajatketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa.
b) saudara dan terdakwa atau yang bérsama-sama sebagal terdakwa, saudara ibu atau
saudarabapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan
dari anak-anaksaudara terdakwa sampal derajat ketiga
c) suami atau isteri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-sama
sebagaiterdakwa.
Pasal 170
(1) Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya diwajibkan
menyimpanrahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberi keterangan
sebagai saksi,yaitu tentang hal yang dipercayakan kepada mereka
(2) Hakim menentukan sah atau tidaknya segala alasan untuk permintaan tersebut.
(3) Bentuk bantuan dokter bagi peradilan dan manfaatnya
Pasal 179
(1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakirnan atau
dokteratau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.
(2) Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang
memberikanketerangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akanmemberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya
menurut pengetahuandalam bidang keahliannya.
Pasal 180
(1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di
sidangpengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula
minta agardiajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
(2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadaphasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim
memerintahkan agarhal itu dilakukan penelitian ulang.
(3) Hakim karena jabatannya dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian
ulangsebagaimana tersebut pada ayat (2).
(4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansisemula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyaiwewenang untuk itu.
Pasal 183
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-
kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak
pidanabenar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
Pasal 184
Pasal 185
(1) Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di sidang
pengadilan.
(2) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa
bersalahterhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila disertai
dengansuatu alat bukti yang sah lainnya.
(4) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu
kejadian ataukeadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang sah apabila
keterangan saksi ituada .hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa,
sehingga dapat membenarkanadanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.
(5) Baik pendapat maupun rekàan, yang diperoleh dari hasil pemikiran saja,
bukanmerupakan keterangan saksi.
(6) Dalam menilai kebenaran keterangan seorang saksi, hakim harus dengan
sungguh-sungguh memperhatikan
a. persesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lain;
b. persesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain;
c. alasan yang mungkin dipergunakan oleh saksi untuk memberi
keterangan yangtertentu;
d. cara hidup dan kesusilaán saksi serta segala sesuatu yang pada umumnya
dapatmempengaruhi dapat tidaknya keterangan itu dipercaya.
(7) Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan yang lain
tidakmerupakan alat bukti namun apabila keterangan itu sesuai dengan keterangan
dari saksiyang disumpah dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang
lain.Pasal 186Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
Pasal 187
Surat sebagaimana tersebut pada Pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat atas sumpah
jabatan ataudikuatkan dengan sumpah, adalah:
o berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum
yangberwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan
tentang kejadianatau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya
sendiri, disertai dengan alasanyang jelas dan tegas tentang keterangannya itu
o surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau
surat yang dibuatoleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana
yang menjadi tanggungjawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian
sesuatu hal atau sesuatu keadaan;
o surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannyamengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang
diminta secara resmi dan padanya;
o surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktianyang lain.
Pasal 216
(1) Barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang
dilakukanmenurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi
sesuatu, atau olehpejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa
untuk mengusut ataumemeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa
dengan sengaja mencegah,menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna
menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat
tersebut, diancam dengan pidanapenjara paling lama empat bulan dua minggu atau
pidana denda puling banyak sembilanribu rupiah.
(2) Disamakan dengan pejahat tersebut di atas, setiap orang yang menurut ketentuan
undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi tugas
menjalankan jabatanumum.
(3) Jika pada waktu melakukan kejahatan belum lewat dua tahun sejak adanya
pemidanaanyang menjadi tetap karena kejahatan semacam itu juga, maka pidananya
dapat ditambahsepertiga.
Pasal 222
Pasal 224
Barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa menurut undang-undang
dengansengaja tidak memenuhi kewajiban berdasarkan undang-undang yang harus
dipenuhinya,diancam:
1. Dalam perkara pidana, dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan;
2. dalam perkara lain, dengan pidana penjara paling lama enam bulan.
Pasal 522
Barang siapa menurut undang-undang dipanggil sebagai saksi, ahli atau juru bahasa,
tidakdatang secara melawan hukum, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan
ratus rupiah.
Tanatologi
Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik yang mempelajari hal-hal
yang berkaitan dengan kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan yang terjadi pada
tubuh setelah terjadi kematian dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai berhentinya fungsi sirkulasi dan
respirasi secara permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan teknologi ada alat
yang bisa menggantikan fungsi sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu definisi
kematian berkembang menjadi kematian batang otak. Brain death is death. Mati adalah
kematian batang otak.
Adapun tiga manfaat tanatologi ini, antara lain untuk dapat menetapkan hidup atau
matinya korban, memperkirakan lama kematian korban, dan menentukan wajar atau tidak
wajarnya kematian korban. Menetapkan apakah korban masih hidup atau telah mati dapat
kita ketahui dari masih adanya tanda kehidupan dan tanda-tanda kematian. Tanda kehidupan
dapat kita nilai dari masih aktifnya siklus oksigen yang berlangsung dalam tubuh korban.
Sebaliknya, tidak aktifnya siklus oksigen menjadi tanda kematian2
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu : 2,3
1. Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengankematian somatis,
akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga sistem bersifatsementara. Kasus
seperti ini sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,tersengat aliran listrik
dan tenggelam.
2. Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau jaringantubuh yang
timbul beberapa saat setelah kematian somatis. Daya tahan hidupmasing-masing
organ atau jaringan berbeda-beda, sehingga terjadinya kematianseluler pada tiap
organ tidak bersamaan.
3. Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua hemisfer otakyang
irreversible kecuali batang otak dan serebelum, sedangkan kedua sistemlainnya yaitu
sistem pernapasan dan kardiovaskuler masih berfungsi denganbantuan alat.
4. Mati otak (mati batang otak) ialah kematian dimana bila telah terjadikerusakan
seluruh isi neuronal intrakranial yang irreversible, termasuk batangotak dan
serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati batang otak) makadapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi,sehingga alat bantu
dapat dihentikan.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa
tanda kematian yang perubahannya biasa timbul dini pada saat tanda kematian yang nantinya
akandibagi lagi menjadi tanda kematian pasti dan tanda kematian tidak pasti.
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat
digunakan untuk memperkirakan saat mati.
1) Perubahan pada mata. bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-
kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga
dengan dasar di tepi kornea (traches noires sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi
lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar dapat dihilangkan dengan
meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih dalam tidak dapat
dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-kira 6
jam pasca mati. Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi
keruh kira-kira 10 – 12 jam pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak
tampak jelas.
2) Perubahan dalam lambung. Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi,
sehingga tidak dapat digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan
terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan isinya mungkin membantu
dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu dalam isi lambung dapat
digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban sebelum meninggal telah makan
makanan tersebut.
3) Perubahan rambut. Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut rata-rata 0,4
mm/hari, panjang rambut kumis dan jenggot dapat dipergunakan untuk
memperkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi pria yang
mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia
mencukur.
4) Pertumbuhan kuku. Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertumbuhan kuku
yang diperkirakan sekitar 0,1 mm per hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat
kematian bila dapat diketahui saat terakhir yang bersangkutan memotong kuku.
5) Perubahan dalam cairan serebrospinal. Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14
mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam, kadar nitrogen non-protein kurang
dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar kreatin kurang dari 5 mg%
dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai 10 jam dan 30
jam.
6) Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar kalium yang cukup akurat untuk
memperkirakan saat kematian antara 24 – 100 jam pasca mati.
7) Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah
pasca mati tidak memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya.
Perubahan tersebut diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan
permeabilitas dari sel yang telah mati. Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses
kematian dapat menimbulkan perubahan dalam darah bahkan sebelum kematian itu
terjadi. Hingga saat ini belum ditemukan perubahan dalam darah yang dapat
digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.
8) Reaksi supravital, yaitu reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih
sama seperti reaksi jaringan tubuh pada seseorang yang hidup. Beberapa uji dapat
dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih dapat
menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90 – 120 menit pasca mati dan
mengakibatkan sekresi kelenjar keringat sampai 60 – 90 menit pasca mati, sedangkan
trauma masih dapat menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.
Traumatologik Forensik2
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari tentang luka dan cedera serta
hubungannya dengan berbagai kekerasan (rudapaksa).Sedangkan yang dimaksudkan dengan
luka adalah suatu keadaan ketidaksinambungan jaringan tubuh akibat kekerasan.
Berdasarkan sifat serta penyebabnya,kekerasan dapat dibedakan atas kekerasan yang
bersifat:3
Mekanik:
Kekerasan oleh benda tajam
Kekerasan oleh benda tumpul
Tembakan semata api
Fisika:
Suhu
Listrik dan petir
Perubahan tekanan udara
Akustik
Radiasi
Kimia:
Asam atau basa kuat
Faktor yang berperan pada cedera listrik ialah tegangan (volt), kuat arus (ampere),
tahanan kulit (ohm), luas dan lama kontak. Tegangan rendah (<65 v) biasanya tidak
berbahaya bagi manusia, tetapi tegangan sedang (65-1000 v) dapat mematikan. Banyaknya
arus listrik yang mengalir menuju tubuh manusia menentukan juga fatalitas seseorang.
Semakin besar arus, makin berbahaya bagi kelangsungan hidup.
Selain faktor-faktor kuat arus, tahanan dan lama kontak, hal lain yang penting
diperhatikan adalah luas permukaan kontak. Suatu permukaan kontak seluas 50 cm2 (kurang
lebih selebar telapak tangan) dapat mematikan tanpa menimbulkan jejas listrik, karena pada
kuat arus letal (100mA), kepadatan arus pada daerah selebar telapak tangan tersebtu hanya 2
mA/cm2, yang tidak cukup besar untuk menimbulkan jejas listrik.
Kuat arus yang masih memungkinkan bagi tangan yang memgangnya untuk
melepaskan diri disebut let go current yang besarnya berbeda-beda untuk setiap individu.
Gambaran makroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk
kulit sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, di sekitarnya terdapat daerah yang pucat
dikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda penyebabnya.
Metalisasi dapat juga ditemukan pada jejas listrik.
Sesuai dengan mekanisme terjadinya, gambaran serupa jejas listrik secara
makroskopik juga bia timbul akibat persentuhan kulit dengan benda/logam panas (membara).
Walaupun demikian keduanya dapat dibedakan dengan pemeriksaan mikroskopis. Jejas listrik
bukanlah tanda intravital karena dapat juga ditimbulkan pada kulit mayat/pasca mati (namun
tanpa daerah hiperemi). Kematian dapat terjadi karena fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot
pernapasan dan kelumpuhan pusat pernapasan.
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara
pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan
karbondioksida (hiperkapnea). Dengan demikian, organ tubuh mengalami kekurangan
oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi kematian.3
Asfiksia Mekanik
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya:
Pemeriksaan :
Mati Somatis (mati klinis) : Terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang
kehidupan, yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskuler dan system pernapasan,
yang menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak
teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan suara nafas tidak
terdengar pada auskultasi.
Traumatologi
Resapan darah yang luas di daerah kepala : bisa di karenakan cedera kepala oleh
benda tumpul.
Wajah mayat terdapat bengkak dan memar (hematom) : suatu perdarahan dalam
jaringan bawah kulit/kutis akibat pecahnya kapiler dan vena, yang di sebabkan oleh
kekerasan benda tumpul. Luka memar kadangkala memberi petunjuk tenteng benda
penyebanya dan umur luka memarnya.
Jejas jerat yang melingkari leher dengan simpul di daerah kiri belakang yang
membentuk sudut ke atas : penekanan benda asing berupa tali, ikat pinggang kain
dan sebagainya yg dapat melingkari leher yang bisa menyababkan kematian akibat
asfiksia atau refleks vagal. Beda dengan gantung diri, semua arteri leher mngkn
tertekan. Sedangkan pada kasus jerat arteri vertebralis tetap paten. Sedangka simpul
bisa di karenakan di gantung oleh pelaku penjeratan terhadap korban.
Patah ujung rawan gondok : bisa dikarena penjeratan atau karena simpul
Punggung terdapat memar berbentuk dua garis sejajar (railway hematome) : bisa
menggambarkan benda yang di pakai untuk memukul seperti kayu, gagang rotan
dan gagang sapu.
Di ujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai jejas listrik : gambaran
mkaroskopis jejas listrik pada daerah kontak berupa kerusakan lapisan tanduk kulit
sebagai luka bakar dengan tepi yang menonjol, disekitarnya terdapat daerah yang
pucat dikelilingi oleh kulit yang hiperemi. Bentuknya sering sesuai dengan benda
penyebab.
Busa halus di dalam saluran napas dan bintik perdarahan di ke dua paru dan jantung
: merupakan tanda-tanda terjadinya asfiksia yang kemungkinan disebabkan oleh
karena penjeratan. Busa halus timbul akibat peningkatana akitivitas pernapasan
pada fase dispnea yang di sertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas.
Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa
yang kadang-kadang bercmapur darah akibat pecahnya kapiler.
Autopsi
Autopsi berasal dari kata auto = sendiri dan opsis = melihat. Yang dimaksudkan
dengan autopsi adalah pemeriksaan terhadap bagian luar maupun bagian dalam, dengan
tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi atas
penemuan-penemuan tersebut, menerangkan penyebabnya serta mencari hubungan sebab
akibat antara kelainan-kelainan yang ditemukan beberapa jenis kelainan bersama-sama, maka
dilakukasn penentuan kelainan mana yang merupakan penyebab kematian, serta apakah
kelainan yang lain turut mempunyai andild alam terjadinya kematian tersebut.4
Berdasarkan tujuannya, dikenal dua jenis autopsy, yaitu autopsy klinik dan autopsy
forensic/ autopsy mediko-legal. Autopsi klinik dilakukan terhadap mayat seseorang yang
menderita penyakit, dirawat di Rumah Sakit tetapi kemudian meninggal. Untuk autopsy
klinik ini mutlak diperlukan izin dari keluarga terdekat mayat yang bersangkutan. Untuk
mendapatkan hasil yang maksimal, yang terbaik adalah melakukan autopsi klinik yang
lengkap, meliputi pembukaan rongga tengkorak, dada dan perut/panggul, serta melakukan
pemeriksaan terhadap seluruh alat-alat dalam/ organ.4
Namun bila pihak keluarga keberatan untuk dilakukannya autopsi klinik lengkap, masih
dapat diusahakan untuk melakukan autopsi klinik parsial, yaitu yang terbatas pada satu atau
dua rongga badan tertentu. Apabila ini masih ditolak, kiranya dapat diusahakan dilakukannya
suatu needle necropsy terhadap organ tubuh tertentu, untuk kemudiasn dilakukan
pemeriksaan histopatologik. Autopsi forensik atau autopsi mediko-legal dilakukan terhadap
mayat seseorang berdasarkan peraturan undang-undang, dengan tujuan:
a. Membantu dalam hal penentuan identitas mayat
b. Menentukan sebab pasti kematian, memperkirakan cara kematian serta
memperkirakan saat kematian
d. Membuat laporan tertulis yang objektif dan berdasarkan fakta dalam bentuk visum et
repertum
e. Melindungi orang yang tidak bersalah dan membantu dalam penentuan terhadap
orang yang bersalah.
Untuk melakukan autopsi forensik ini, diperlukan suatu Surat Permintaan Pemeriksaan/
Pembuatan visum et repertum dari yang berwenang, dalam hal ini pihak penyidik. Izin
keluarga tidak diperlukan, bahkan apabila ada seseoranng yang menghalangi dilakukannya
autopsi forensik, yang bersangkutan dapat dituntut berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Mutlak diperlukan pemeriksaan yang lengkap, meliputi pemeriksaan tubuh bagian luar,
pembukaan rongga tengkorak, rongga dada dan rongga perut/ panggul. Seringkali perlu pula
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya, antara lain pemeriksaan toksikologi forensic,
histopatologik forensik, serologi forensik dan sebagainya. Pemeriksaan yang tidak lengkap,
yaitu autopsi parsial atau needle necropsy dalam ranghka pemeriksaan ini tidak dapat
dipertanggungjawabkan, karerna tidak akan dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut di
atas.Autopsi forensik harus dilakukan oleh dokter, dan ini tidak dapt diwakilkan kepada
mantra atau perawat. 4
Baik dalam melakukan autopsi klinik maupun autopsi forensik, ketelitian yang maksimal
harus diusahakan. Kelainan yang betapa kecilpun haru dicatat. Autopsi sendiri harus
dilakukan sedini mungkin , karena dengan lewatnya waktu, pada tubuh mayat dapat terjadi
perubahan yang mungkin akan menimbulkan kesulitan dalam menginterpretasikan kelainan
yang ditemukan.
Teknik Autopsi
Hampir setiap Bagian Ilmu Kedokteran Forensik atau Bagian Patologi Anatomik
mempunyai teknik autopsi sendiri-sendiri, namun pada umumnya teknik autopsi masing-
masing hanya berbeda sedikit/ merupakan modifikasi dari 4 teknik autopsi dasar. Perbedaan
terutama dalam hal pengangkatan keluar organ, baik dalam hal urutan pengangkatan maupun
jumlah/ kelompok organ yang dikeluarkan pada satu saat, serta bidang pengirisan pada organ
yang diperiksa. 4,5
Pemeriksaan luar
Pada pemeriksaan tubuh mayat sebelah luar, untuk kepentingan forensik, pemeriksaan
harus dilakukan dengan cermat, meliputi segala sesuatu yang telihat, tercium maupun terba,
baik terhadap benda yang menyertai mayat, pakaian, perhiasan, sepatu dan lain-lain juga
terhadap tubuh mayat itu sendiri. Agar pemeriksaan dapat terlaksana dengan secermat
mungkin, pemeriksaan harus mengikuti suatu sistimatika yang telah ditentukan.
1. Label mayat
Mayat yang dikirimkan untuk pemeriksaan kedokteran forensik seharusnya diberi
label dari pihak kepolisian, biasanya merupakan sehelai karton yang diikatkan pada
ibu jari kaki mayat serta dilakukan penyegelan pada tali pengikat tersebut, untuk
menjamin keaslian dari benda bukti. Label mayat ini harus digunting pada tali
pengikatnya, serta disimpan bersama berkas pemeriksaan. Perlu dicatat warna dan
bahan label tersebut. Dicatat pula apakah terdapat materai/ segel pada label ini, yang
biasanya terbuat dari lak berwarna merah dengan cap dari kantor kepolisisan yang
mengirim mayat. Isi dari label mayat ini juga dicatat selengkapnya. Adalah kebiasaan
yang baik, bila dokter pemeriksa dapat meminta keluarga terdekat dari mayat untuk
sekali lagi melakukan pengenalan/ pemastian identitas.
2. Tutup mayat
Mayat seringkali dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan ditutupi oleh sesuatu.
Catatlah jenis/ bahan, warna serta corak dari penutup ini. Bila terdapat pengotoran
pada penutup, catat pula letak pengotoran serta jenis/ bahan pengotoran tersebut.
3. Bungkus mayat
Mayat kadang-kadang dikirimkan pada pemeriksa dalam keadaan terbungkus.
Bungkus mayat ini harus dicatat jenis/ bahannya, warna, corak, serta adanya bahan
yang mengotori. Dicatat pula tali pengikatnya bila ada, baik mengenai jenis/ bahan
tali tersebut, maupun cara pengikatan serta letak ikatan tersebut.
4. Pakaian
Pakaian mayat dicatat dengan teliti, mulai dari pakaian yang dikenakan pada bagian
tubuh sebelah atas sampai tubuh sebelah bawah, dari lapisan yang terluar sampai
lapisan yanag terdalam.
Pencatatan meliputi: bahan, warna dasar, warna dan corak/ motif dari tekstil,
bentuk/model pakaian, ukuran, merek/ penjahit, cap binatu, monogram/ inisial serta tambalan
atau tisikan yang ada. Bila terdapat pengotoran atau robekan pada pakaian, maka ini juga
harus dicatat dengan teliti dengan mengukur letaknya yang tepat menggunakan koordinat,
serta ukuran dari pengotoran dan atau robekan yang ditemukan. Pakaian dari korban yang
mati akibat kekerasan atau yang belum dikenal, sebaiknya disimpan untuk barang bukti. Bila
ditemukan saku pada pakaian, maka saku inio harus diperiksa dan dicatat isinya dengan teliti
pula.
5. Perhiasan
Perhiasan yang dipakai oleh mayat harus dicatat pula dengan teliti. Pencatatan
meliputi jenis perhiasan, bahan, warna, merek, bentuk serta ukiran nama/inisial pada
benda perhiasan tersebut.
6. Benda disamping mayat
Bersamaan dengan pengiriman mayat, kadangkala disertakan pengiriman benda
disamping mayat, misalnya bungkusan atau tas. Terhadap benda di samping mayat
inipun dilakukan pencatatan yang teliti dan lengkap.
7. Tanda kematian
Disamping untuk pemastian bahwa korban yang dikirimkan untuk pemeriksaan benar-
benar telah mati, pencatatan tanda kematian ini berguna pula untuk penentuan saat
kematian. Agar pencatatan terhadap tanda kematian ini bermanfaat, jangan lupa
mencatat waktu/ saat dilakukannya pemeriksaan terhadap tanda kematian ini
8. Identifikasi umum
Catat tanda umum yang menunjukkan identitas mayat, seperti jenis kelamin, bangsa
atau ras, umur, warna kulit, keadaan gizi, tinggi dan berat badan, keadaan zakar yang
disirkumsisi, adanya striae albicantes pada dinding perut
9. Identifikasi khusus
Catat segala sesuatu yang dapat digunakan untuk penentuan identitas secara khusus
a. Rajah/ tattoo
b. Jaringan parut
c. Kapalan (callus)
d. Kelainan pada kulit
e. Anomaly dan cacat pada tubuh
10. Pemeriksaan rambut
11. Pemeriksaan mata
12. Pemeriksaan daun telinga dan hidung
13. Pemeriksaan terhadap mulut dan rongga mulut
14. Pemeriksaan alat kelamin dan lubang pelepasan
15. Lain-lain
Perlu diperhatikan akan kemungkinan terdapatnya
a. Tanda perbendungan, ikterus, warna kebiru-biruan pada kuku/ ujung-ujung jari
(pada sianosis) atau adanya edema/ sembab.
b. Bekas pengobatan berupa bekas kerokan, tracheotomi, suntikan, pungsi lumbal
dan lain-lain
c. Terdapatnya bercal lumpur atau pengotoran lain pada tubuh, kepingan atau
serpihan cat, pecahan kaca, lumuran aspal dan lain-lain
16. Pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan/ luka
Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka, perlu dilakukan pencatatan yang teliti dan
objektif terhadap:
a. Letak luka
Pertama-tama sebutkan region anatomis luka yang ditemukan, dengan juga
mencatat letaknya yang tepat menggunakan korrdinat terhadap garis/ titik
anatomis yang terdekat
b. Jenis luka
Tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka
c. Bentuk luka
Sebutkan bentuk luka yang ditemukan. Pada luka yang terbuka sebutkan pula
bentuk luka setelah luka dirapatkan.
d. Arah luka
Dicatat arah dari luka, apakah melintang, membujur atau miring
e. Tepi luka
Perhatikan tepi luka apakah rata, teratur, atau berbentuk tidak beraturan
f. Sudut luka
Pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing,
membulat atau bentuk lain
g. Dasar luka
Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan
rongga badan
h. Sekitar luka
Perhatikan adanya pengotoran, terdapatnya luka/ tanda kekerasan lain di sekitar
luka
i. Ukuran luka
Luka diukur dengan teliti. Pada luka terbuka, ukuran luka di ukur juga setelah
luka yang bersangkutan dirapatkan.
j. Saluran luka
Penentuan saluran luka dilakukan in situ. Tentukan perjalan luka serta panjang
luka. Penentuan ini baru dapat ditentukan pada saat dilakukan pembedahan mayat.
k. Lain-lain
Pada luka lecet jenis serut, pemeriksaan teliti terhadap permukaan luka terhadap
pola penumpukan kulit dan yang terserut dapat mengungkapkan arah kekerasan
yang menyebabkan luka tersebut
17. Pemeriksaan terhadap patah tulang
Pemeriksaan organ/ alat dalam
Pemeriksaan organ/ alat tubuh biasanya dimulai dari lidah oesophagus, trachea dan
seterusnya sampai meliputi seluruh alat tubuh. Otak biasanya diperiksa terakhir.
Lebam mayat Pada bagian bawah tubuh Tergantung posisi tubuh korban
Lokasi Tersembunyi Bervariasi
Kondisi Teratur Tidak teratur
Pakaian Rapi dan baik Tidak teratur, robek
Ruangan Terkunci dari dalam Tidak teratur, terkunci dari luar
Visum et repertum.1
Visum et repertum adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter, berisi temuan
dan pendapat berdasarkan keilmuannya tentang hasil pemeriksaan medis terhadap manusia
atau bagian dari tubuh manusia, baik yang hidup maupun mati, atas permintaan tertulis
(resmi) dari penyidik yang berwenang yang dibuat atas sumpah atau dikuatkan dengan
sumpah untuk kepentingan peradilan.
Bagian pemberitaan visum et repertum memuat data obejktif/ fakta yang ditemukan
pada korban. Bagian ini sangat penting karena merupakan penggati barang bukti di
pengadilan. Pada saat persidangan, luka-luka yang ada dapat sudah menyembuh dan
tanpa ada sequelle sehingga satu-satunya yang dapat menggambarkan kondisi luka
yang diderita korban hanyalah dari deskripsi luka yang diberikan oleh dokter. Untuk
itulah maka seluruh data harus disajikan dengan baik dan runtut :
1. Anamnesis
Memuat hal-hal yang diceritakan pasien yang relevan dengan proses kejadian
seperti kapan terjadinya, jenis kekerasan yang diterima, apakah ada senjata
yang digunakan oleh pelaku, bagian tubuh apa yang terkena kekerasan, keluhan
yang dirasaakan saat ini akibat kekerasan.
2. Pemeriksaan fisik
Memuat seluruh hasil pemeriksaan mulai dari pemeriksaan fisik, umum serta
hasil pemeriksaan status lokalis luka-luka. Perlu diingat untuk mencatat semua
hasil temuan hasil pemeriksaan baik hasil positif maupun negative yang telah
dilakukan atas dasar dugaan diagnosis yang dimiliki. Deskripsikan luka-luka
dengan baik sehingga pada saat orang lain membaca deskripsi tersebut ia dapat
membayangkan gambaran perlukaan sesuai dengan apa yang kita lihat pada
saat pemeriksaan.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang direncanakan dan dikerjakan cantumkan jenis
pemeriksaan serta kesan hasil yang didapat. Apabila pemeriksaan dilakukan
oleh sejawat departemen lain, cantumkan nama dokter pemeriksa/ pemberi
ekspertise.
4. Riwayat perawatan
Ceritakan secara ringkas urutan kejadian signifikan yang terjadi selama
perawatan (pemeriksaan penunjang yang dilakukan, terapi yang diberikan
berserta hasil dari catatan perkembangan pasien hingga akhirnya keluar dari
rumah sakit).
Derajat luka
Penentuan derajat luka dilakukan melalui penilaian medis seorang dokter,
dalam penulisan di kesimpulan visum et repertum umumnya mengacu pada bahasa
pasal dalam undang-undang. Interpretasi luka derahat tiga dilakukan berdasarkan
pasal 90 KUHP tentang luka berat yaitu dapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut, menyebabkan kehilangan salah
satu panca indra, dapat cacat berat, menderita sakit lumpuh, terganggunya daya piker
selama empat minggu lebih, serta menyebabkan gugur atau matinya kandungan
seorang perempuan.
Luka-luka yang tidak membutuhkan perawatan ataupun intervensi medis serta
tidak menggangu fungsi digolongkan sebagai luka derajat satu. Dalam penulisan
kesimpulan, yang umum dianut adalah menggunakan kalimat yang sesuai dengan
KUHP pasal 352 sehingga berbunyi : ‘’ … luka-luka tersebut tidak menimbulkan
penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian.”
Sedangkan untuk luka-luka yang tidak memenuhi kriteria derajat tiga dan
tidak dapat digolongkan sebagai luka derajat satu digolongkan dalam luka derajat 2
yang dalam kesimpulan visum et repertum dituliskan dengan : “…luka-luka tersebut
telah menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pencarian
untuk sementara waktu.”
Untuk kasus kekerasan fisik pada anak, penulisan kesimpulan mengacu pada
pasal 80 UU Perlindungan Anak, sedangkan pada kasus kekerasan dalam rumah
tangga mengacu pada UU Penghapusan KDRT pasal 6.
LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
PRO JUSTITIA
VISUM ET REPERTUM
Saya yang bertanda tangan dibawah ini Dr. Celine, dokter pada Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo, menerangkan bahwa berdasarkan permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Sektor
Polda Metro Jaya tertanggal 15 Desember 2016 no 015/VER/I/2016, maka pada tanggal 15 Desember
Dua ribu enam belas, pukul tujuh belas Waktu Indonesia Bagian Barat, bertempat di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo, telah dilakukan pemeriksaan terhadap jaringan dengan no regristrasi 0088121,
yang menurut surat tersebut adalah:--------------------------------------------------------------------------------
Nama : ------------------------------------------------------------------------------------------------
Umur : ------------------------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : Laki-laki------------------------------------------------------------------------------------
Bangsa : -----------------------------------------------------------------------------------------------
Agama : -----------------------------------------------------------------------------------------------
Pekerjaan : -----------------------------------------------------------------------------------------------
Alamat : ------------------------------------------------------------------------------------------------
HASIL PEMERIKSAAN--------------------------------------------------------------------------------------
1. Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar------------------------------------------------------
2. Pada punggung terdapat memar berbentuk dua garisn sejajar (railway hematome)-----------
3. Didaerah paha sekitar kemaluannya terdapat beberapa luka bakar berbentuk bundar berukuran
diameter kira-kira satu sentimeter------------------------------------------------- ------------
4. Diujung penisnya terdapat luka bakar yang sesuai dengan jejas listrik------------------------------
5. Terdapat jejas jerat yang melingkari yang melingkari leher dengan simpul didaerah kiri belakang
yang membentuk sudut keatas--------------------------------------------------------------------
6. Ditemukan resapan darah yang luas dikepala, pendarahan yang tipis dibawah selaput otak,
sembab otak besar-----------------------------------------------------------------------------------------------
7. Tidak terdapat resapan kulit leher-----------------------------------------------------------------------------
8. Sedikit resapan darah di otot leher sisi kiri dan patah ujung rawan gondok sisi kiri--------------
9. Sedikit busa halus didalam saluran nafas--------------------------------------------------------------------
10. Sedikit bintik-bintik pendarahan dipermukaan kedua paru dan jantung-----------------------------
11. Tidak terdapat patah tulang-----------------------------------------------------------------------------------
KESIMPULAN--------------------------------------------------------------------------------------------------
Pada pemeriksaan ditemukan Wajah mayat terdapat pembengkakan dan memar,
Demikianlah visum et repertum ini dibuat dengan sebenarnya dengan menggunakan keilmuan
yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)---------------------------------------------------------------------------------------
Dr. Celine
Daftar pustaka
1. Safitry, O. Kompilasi peraturan perundnga-undangan terkait praktek
kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2014.
2. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian
kedokteran Forensik FKUI. Jakarta, 1997 h. 25-55.
3. Abdul Mun’im Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi ke-1 .Binarupa
Aksara. Hal. 54-77.
4. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Autopsi. dalam: Kapita selekta
kedokteran. Edisi 3. Media Aesculapius. Jakarta.2000:187-9
5. Staf pengajar bagian kedokteran forensik. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2000. h.1-63.