Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Proses pengajaran akan lebih hidup dan menjalin kerjasama diantara siswa, maka proses
pembelajaran dengan paradigma lama harus diubah dengan paradigma baru yang dapat
meningkatkan kreativitas peserta didik dalam berpikir, arah pembelajaran yang lebih kompleks
tidak hanya satu arah sehingga proses belajar mengajar akan dapat meningkatkan kerjasama
diantara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, maka dengan demikian siswa yang kurang
akan dibantu oleh siswa yang lebih pintar sehingga proses pembelajaran lebih hidup dan hasilnya
lebih baik.
Banyaknya model, metode, serta strategi pembelajaran yang berkembang di dunia banyak
diterapkan di kalangan kependidikan dalam menerapkannya kepada peserta didik. Namun tak
boleh dilupakan bahwa tokoh-tokoh masyarakat terdahulu khususnya daerah bugis. Seperti
Lamaddukelleng yang memiliki filosofi terkenal di daerah bugis. Filosofi tersebut menyatukan
dan membentuk karakter setiap jiwa orang bugis dalam menjunjung tinggi melebihi dari gotong
royong, adalah suatu kebersamaan antar individu maupun kelompok.
Berdasarkan pandangan diatas, maka permasalahan yang muncul adalah bagaimana upaya
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan cara yang tepat. Salah satu solusinya yaitu
dengan mengembangkan suatu pembelajaran denagn menanamkan nilai-nilai budaya pada
daerah sekitarnya yang membuat akan siswa lebih senang dan lebih termotivasi untuk belajar.
Beberapa filosofi kebudayaan yang dianggap efisien akan dijelaskan penulis tentang pada
makalah ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa makna Model Pembelajaran “A’bulo Sibatang” ?
2. Bagaimana cara Pendekatan Pembelajaran “Rebba Sipatokkong” ?
3. Bagaimana Strategi Pembelajaran “Samaturu” ?
4. Bagaimana penerapan Metode Pembelajaran “Mali Siparappe, Tallang Sipahua?
5. Bagaimana Teknik Pembelajaran”Siri na Pacce” ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memahami filosofi “A’bulo Sibatang” sebagai model pembelajaran
2. Mengetahui cara pendekatan pembelajaran dengan filosofi “Rebba Sipatokkong”
3. Mengetahui strategi pembelajaran berdasarkan filosofi “Samaturu”
4. Memahami penerapan metode pembelajaran “Mali Siparappe, Tallang Sipahua”
5. Mampu menerapkan teknik pembelajaran ” Siri na Pacce”
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran “A’bulo Sibatang”


Model pembelajaran adalah pola atau rencana yang dapat digunakan untuk mengoperasikan
kurikulum. Merancang materi pembelajaran, dan untuk membimbing belajar dalam setting kelas
atau lainnya.
Filosofi a’bulo sibatang adalah sebatang bambu yang dimaknai sebagai bentuk kesatuan dan

kebersamaan yang kuat. Pohon bambu yang sebelum muncul dipermukaan tanah, akarnya telah
tersebar luar didalam tanah dan membuat pondasi yang begitu kuat untuk menopang batang-
batang bambu tersebut. Ibaratnya kesatuan kelompok masyarakat ini telah terbentuk sedemikian
kuat walaupun kesatuan itu belum muncul. Setelah tumbuh, batang bambu tersusun oleh ruas-
ruas yang saling bersama memperkokoh batang bambu. Ibarat dari ruas-ruas tersebut adalah
sekelompok orang yang bersatu mempertahankan apa yang mereka miliki dengan cara
berhimpun bersama-sama.
Dihubungkan dengan model pembelajaran, yang merupakan penghimpun dari pendekatan,
strategi, metode dan teknik pembelajaran, menjadi suatu model pembelajaran “A’bulo Sibatang”.
Selama ini, para guru sering menggunakan model kerja kelompok dalam
pembelajarannya. Namun, pada model pembelajaran ini pembagian kelompok peserta didik
masih kurang heterogen, tidak memperhatikan tingkat kepandaian, atau latar belakang
peserta didik. Untuk memahami pengertian model pembelajaran ini sebaiknya kita
membedakannya dengan pembelajaran secara kelompok. Model Pembelajaran “A’bulo
Sibatang” adalah suatu model yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam
bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam
kelompok, yang terdiri atas dua orang atau lebih. Keberhasilan kerja sangat dipengaruhi
oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Model Pembelajaran “A’bulo
Sibatang” ini juga memandang bahwa keberhasilan dalam belajar bukan semata-mata harus
diperoleh dari guru, melainkan bisa juga dari pihak lain yang terlibat dalam pembelajaran
itu, yaitu teman sebaya. Jadi keberhasilan belajar dalam pendekatan ini bukan hanya ditentukan
oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan itu akan baik bila dilakukan secara
bersama-sama dalam kelompok kecil yang terstruktur dengan baik.

B. Pendekatan Pembelajaran “Rebba Sipatokkong”


Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita
terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum, didalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan
melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Pendekatan pembelajaran merupakan aktifitas guru dalam memilih kegiatan pembelajaran.
Pendekatan pembelajaran tentu tidak kaku harus mennggunakan pendekatan tertentu, tetapi
sifatnya lugas dan terencana. Artinya memilih pendekatan disesuaikan dengan kebutuhan materi
ajar yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran.
Filosofi “Rebba Sipatokkong” yang berarti jatuh sama-sama bangkit. Dengan kata lain,
“Rebba Sipatokkong” menekankan pada pendekatan belajar yang bersifat konstruktif (saling
membangun) dan berorientasi pada peserta didik. Di dalam konteks pembelajaran “Rebba
Sipatokkong”, ilmu pengetahuan tidak boleh wujud diluar minda tetapi dibina dalam
minda berdasarkan pengalaman sebenar iaitu pengetahuan dibina melalui proses pengaruh di
antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru yang berkaitan.
C. Strategi Pembelajaran “Samaturu”
Kompetensi Supervisi Akademik merupakan salah satu kompetensi yang harus dimiliki
oleh para pengawas satuan pendidikan. Kompetensi ini berkenaan dengan kemampuan
pengawas dalam rangka pembinaan dan pengembangan kemampuan guru untuk
meningkatkan mutu pembelajaran dan bimbingan di sekolah/satuan pendidikan. Secara spesifik
pengawas satuan pendidikan harus memiliki kemampuan untuk membantu guru dalam
mengembangkan strategi pembelajaran, serta dapat memilih strategi yang tepat dalam kegiatan
pembelajaran. Strategi merupakan pola umum rentetan kegiatan yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu. Secara umum strategi dapat diartikan sebagai suatu garis-garis besar
haluan untuk bertindak dalam usaha mencapai sasaran yang telah ditentukan. Dihubungkan
dengan belajar mengajar, strategi juga bisa diartikn sebagai pola-pola umum kegiatan guru dan
anak didik dalam perwujudan kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan yang telah
digariskan.
Filosofi “Samaturu” bermakna mendalam melebihi dari makna gotong royong pada
masyarakat pada umumnya. Strategi Pembelajaran Samaturu menekankan pada peningkatan
kerja sama antarsesama peserta didik serta penguasaan materi yang merata pada setiap peserta
didik tersebut. Strategi Samaturu cenderung mengarah pada kerja kelompok dimana semua siswa
diupayakan untuk bekerja sama menyumbang pikiran diantara sesame mereka dalam
memecahkan masalah belajar yang didapatkan selama proses belajar. Strategi Pembelajaran ini
digunakan sejak dahulu di ranah Bugis dalam tatanan masyarakat guna menciptakan ikatan
emosional dan silaturahmi. Dalam konteks dunia pendidikan, Samaturu diharapkan dapat
memicu kekompakan siswa atau peserta didik dan keseragaman pengetahuan diantara mereka.

D. Metode Pembelajaran “Mali Siparappe, Tallang Sipahua”


Metode mengajar adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara mengajar yang dipergunakan
oleh seorang guru atau instruktur. Atau pengertian lainnya yaitu teknik penyajian yang dikuasai
oleh guru untuk mengajar dan menyajikn bahan pelajaran pada siswa di dalam kelas, baik secara
individual maupun secara kelompok / klasikan, agar pelajaran itu dapat diserap, dipahami dan
dimanfaatkan oleh siswa dengan baik.
Berdasarkan definisi / pengertian metode pembelajaran yang dikemukakan tersebut di atas
dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi yang
dilakukan oleh seorang guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk mencapai tujuan.
Kemampuan dalam bidang akademik yang dapat dioptimalkan lewat semboyan bulukumba
yakni “Mali’ Siparappe, Tallang Sipahua” kita juga dapat mengembanyakan kreatifitas para
anak didik dengan berpacu pada selogan makna filosofi dari Bulukumba BERLAYAR bahwa
kreatifitas juga sangat berperan penting dalam dunia untuk meraih hal yang luar biasa. Sehingga
sebaiknya para pendidik bisa memberikan wadah para pelajar untuk saling bersatu agar anak
didik bisa saling membantu dalam menyelesaikan tugas. Namun para pendidik harus bisa
menyikapi pelajar yang dibinahnya karena terkadang ketika kita menyatukan anak didik secara
keseluruhan dalam satu kelas maka sering terjadi disconnect dari segelintir anak didik dengan
rekan mereka. Semua itu disebabkan volume kelompok mereka terlalu besar. Maka sebaiknya
para pendidik harus menggunankan metode pembelajaran yang singkron dengan semboyan para
pelaut Kab.Bulukumba.
Metode ini menekankan pada kerja keras peserta didik dalam berpikir dan bekerja sama
dalam hal menangkap apa yang diajarkan oleh pendidik.

E. Teknik Pembelajaran “Siri na Pacce”


Teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam
mengimplementasikan suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah
pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang
jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan
teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya
tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor
metode yang sama.
Filosofi “Siri na Pacce” adalah sebuah ajaran moral masyarakat Bugis-Makasar, yang
menganjurkan untuk saling menjaga harga diri satu sama lain, agar tidak merasa malu atau
dipermalukan serta saling menjaga dalam setiakawanan dalam bermasyarakat, dan tidak
mementingkan diri sendiri. Seseorang harus menjunjung tinggi semboyan ini karena jika tidak
maka cenderung tidak memiliki rasa malu, harga diri, dan kepedulian sosial. Teknik
pembelajaran Siri na Pacce adalah menyatukan peserta didik dalam sebuah system belajar agar
sesuai dengan yang diharapkan dalam metode pembelajaran sebelumnya. Filosofi ini telah
tertanam dalam masayarakat Bugis sejak lama dengan wujud terciptanya kesetiakawanan yang
dalam konteks pendidikan formal akan menciptakan peserta didik yang memiliki simpati kepada
sesamanya sehingga suasana belajar akan nyaman dan sesuai harapan mereka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penerapan Model Pembelajaran “A’bulo Sibatang”, Pendekatan Pembelajaran “Rebba
Sipatokkong”, Strategi Pembelajaran “Samaturu”, Metode Pembelajaran “Mali Siparappe,
Tallang Sipahua””, serta Teknik Pembelajaran “Siri na Pacce” dapat meningkatkan mutu belajar
peserta didik dengan penanaman nilai-nilai budaya bugis peninggalan leluhur daerah bugis.
Dengan dituntut untuk bekerja sama dalam segala hal pembelajaran serta memiliki satu rasa pada
setiap individu untuk mempedulikan individu lainnya, hal ini dapat mengikis sifat keegoismean.
B. Saran
Penanaman nilai-nilai budaya kepada peserta didik serta memberikan pemahaman tentang
filosofi budaya bugis dapat membangkitkan motivasi belajar peserta didik.
DAFTAR PUSTAKA

http://abazariant.blogspot.com/2012/10/makalah-model-pembelajaran-kooperatif.html
http://dedi26.blogspot.com/2012/06/pengertian-strategi-pembelajaran.html
http://rikarahmadani.blogspot.com/2012/01/makalah-pendekatan-metode-model.html

http://www.akhmadSudrajablogspot.ac.id http://www.sarjanaku.com/2011/03/strategi-
pembelajaran.html

http://rustamhafid.blogspot.co.id/2014/09/model-pendekatan-strategi-metode-dan.html

Anda mungkin juga menyukai