Anda di halaman 1dari 3

SHALAT SUNAH MENURUT FIQIH

Segala puji bagi Allah Ta'ala yang telah menetapkan amalan-amalan sunnah di samping
amalan-amalan wajib sebagai mukadimah atau pembuka sebelum masuk ke dalamnya,
sebagai penambal kekurangan yang mungkin terjadi padanya, sebagai pengangkat derajat
pelakunya sehingga dia meraih mahabbah (kecintaan) dari Allah dan sebagai wasilah meraih
surgaNya di akhirat, semua itu merupakan nikmat-nikmat Allah Ta'ala yang besar yang patut
disyukuri oleh hamba-hambaNya dengan menjaganya sebisa mungkin.

Imam asy-Syathibi berkata, “Jika Anda memperhatikan perkara sunnah secara lebih
menyeluruh niscaya Anda akan mengetahui bahwa ia adalah pelayan bagi perkara wajib,
karena ia adalah mukadimah kepada yang wajib dan pengingat tentangnya, baik perkara yang
sunnah itu sejenis dengan yang wajib atau tidak sejenis, yang pertama seperti shalat-shalat
sunnah di samping shalat-shalat fardhu dan yang kedua seperti siwak, menyegerakan
berbuka…” (Al-Muwafaqat I/151).

Orang yang menjaga amalan-amalan sunnah adalah orang yang menjaga amalan-amalan
wajib, pasti dan otomatis, realita membuktikan bahwa tidak ada orang yang lurus yang
menjaga amalan sunnah namun melalaikan amalan wajib. Logika sederhana, ‘Yang sunnah
saja dijaga, lebih-lebih yang wajib.’ Sebaliknya orang yang melalaikan amalan-amalan sunnah
beresiko, besar atau kecil, luas atau sempit, untuk melalaikan amalan-amalan wajib. “Man
raa’a haulal hima yusyiku an yarta’a fihi.” Barangsiapa mengembala di pinggir tanah larangan
maka dikhawatirkan akan terjerumus ke dalamnya. Bagaimana pun rumah berpagar lebih
terjaga daripada rumah tidak berpagar.

Sebenarnya seorang muslim tetap bisa meraih keberuntungan dunia dan akhirat sekalipun
dia hanya membatasi diri pada amalan-amalan wajib selama dia bisa istiqamah, benar dan
jujur dalam melaksanakannya, meskipun dengan itu dia hanya duduk di papan tengah saja
dan tidak masuk ke dalam deretan sabiq bil khairat..

Allah Ta'ala berfirman, “Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami
pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka
sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang
lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat
besar.” (Fathir: 32).

Allah Ta'ala membagi hamba-hamba menjadi tiga golongan, zhalim li nafsihi, muqtashid dan
sabiq bil khairat. Sebagian mufassirin mengatakan bahwa golongan pertama adalah orang-
orang yang masih mencampuradukkan antara amalan-amalan baik dengan amalan-amalan
buruk, khalathu amalan shaliha wa akhara sayyi`a amal shalih dengan amal thalih, ketaatan
dengan kemaksiatan. Golongan kedua adalah orang-orang yang hanya membatasi diri pada
amalan-amalan wajib saja dan golongan ketiga adalah golongan yang menggabungkan antara
amalan-amalan wajib dengan sunnah.
Yang terkait dengan apa yang penulis katakan adalah golongan kedua, muqtashid dengan
penafsiran di atas, golongan ini selamat dan termasuk ke dalam hamba-hamba Allah Ta'ala
yang kepada mereka Dia mewariskan kitabNya.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Thalhah bin Ubaidullah bahwa seorang laki-laki
pedalaman datang kepada Rasulullah saw, dia berkata, “Ya Rasulullah, kabarkan kepadaku
shalat-shalat yang wajibkan atasku?” Nabi saw menjawab, “Shalat lima waktu kecuali jika
kamu berkenan untuk menambah sesuatu.” …. Lalu Rasulullah saw menyampaikan syariat-
syariat Islam kepadanya, kemudian dia berkata, “Demi Allah yang telah memuliakanmu, aku
tidak akan menambah apa pun namun aku juga tidak mengurangi dari apa yang telah Allah
Ta'ala wajibkan atasku.” Maka Rasulullah saw bersabda, “Dia beruntung jika dia benar –atau-
Dia masuk surga jika dia benar.”

Rasulullah saw menjamin keberuntungan bagi laki-laki ini atau menjaminnya masuk surga,
padahal dia, sebagaimana yang dia katakan, tidak menambah dari apa yang telah Allah
wajibkan dan tidak mengurangi, ini berarti bahwa dia hanya akan menjalankan perkara-
perkara wajib semata, pun demikian dia tetap beruntung, namun dengan syarat yang tidak
mudah, yaitu in shadaq, jika dia benar.

Seseorang dari kita mungkin saja mengikuti jejak laki-laki ini, sehingga tidak melakukan
amalan ibadah kecuali yang fardhu semata, tidak lebih dari itu, namun pertanyaan sesudah
itu adalah apakah yang bersangkutan mampu mewujudkan syarat “In shadaq” secara
istiqamah dan benar? Ihtimal, ada kemungkian dan ada kemungkinan, jika mampu, namun
bagaimana jika tidak? Dalam kondisi ini bukankah akan lebih selamat jika yang bersangkutan
menopang dan mendukung amalan-amalan wajibnya dengan amalan-amalan sunnah?

Penulis mengambil satu kewajiban sebagai contoh, ibadah yang sedang kita bahas saat ini
yaitu shalat, yang wajib darinya adalah shalat lima waktu. Satu pertanyaan, muslim manakah
yang berani mengklaim bahwa shalat lima waktunya benar-benar sempurna, tidak ada
kekurangan di dalamnya sehingga dia berhak menyandang “In shadaq” dan termasuk orang-
orang yang beruntung sehingga dia tidak perlu lagi menopangnya dengan shalat-shalat
sunnah? Penulis merasa hanya orang yang sombong yang berani mengklaim demikian.

Sebagian orang berlogika, “Sunnah, ditinggalkan tidak berdosa.” Maka dia pun
meninggalkannya atau jarang melakukannya sekalipun dia mungkin melakukannya. Logika di
atas sebenarnya tidak keliru, karena memang ibadah sunnah tidak menimbulkan dosa jika
ditinggalkan. Namun penulis mencium aroma kemalasan dalam logika di atas, orang yang
berlogika demikian telah menempatkan kata-kata yang benar di tempat yang salah. Mengapa
tidak mengambil yang ini, ini lebih baik dan lebih utama, “Sunnah, ditinggalkan melenyapkan
pahala.” Ya benar, sunnah, meninggalkannya mengakibatkan Anda luput meraih kebaikannya.
Sudahkan Anda merasa kaya dengan pahala dan kebaikan sehingga Anda merasa tidak
memerlukannya lagi? Selama Anda mampu dan tidak menimbulkan kesulitan, Anda akan
merugi jika meninggalkannya.
Penutup, orang yang menjaga perkara sunnah dijamin menjaga perkara wajib dan orang yang
melalaikan perkara sunnah beresiko melalaikan perkara wajib. Wallahu a’lam.

NAMA : MUHAMMAD RIZKI ADITYA


KELAS : HOA 1-B
NIM : 201822720

Anda mungkin juga menyukai