Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH TINGGI MUKA AIR TERHADAP LAJU RESAPAN UNTUK JENIS

TANAH LEMPUNG BERPASIR PADA MODEL DRAINASE RAMAH LINGKUNGAN

M. Arsyad Thaha1), dan Achmad Zubair1), Siti Nur Athirah2)


1)
Dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin Makassar 90245 Indonesia
2)
Mahasiswi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Universitas Hasanuddin 90245
Makassar

Abstrak
Kota Makassar merupakan ibukota Provinsi Sulawesi Selatan, letaknya yang berada di wilayah pesisir
membuatnya tidak terlepas dari bencana banjir. Berikut usaha mengatasi masalah banjir yaitu dengan mengurangi
genangan dengan sistem drainase efektif yang berwawasan lingkungan, selain berfungsi menampung dan
mengalirkan air juga meresapkan air ke lapisan tanah. Untuk meresapkan air tersebut dibuat lubang pori di bagian
dasar saluran drainase. Namun, perlu dilakukan analisis pengaruh tinggi muka air terhadap laju resapan, kadar air
dan koefisien permeabilitas pada saluran drainase lingkungan ini. Dengan menggunakan model 1 berbentuk kubus
berukuran 40x40x50 𝑐𝑚3 dan model 2 berbentuk kubus berukuran 50x50x50 𝑐𝑚3 . Pada model 2 dimasukkan
tanah lempung berpasir kemudian dikompaksi hingga mencapai ketinggian 10 cm lalu pipa dengan dimensi tinggi
20 cm dan diameter 8 cm diletakkan tepat ditengah sebagai pencetak lubang pori kemudian tanah ditambahkan
dan dikompaksi hingga mencapai ketinggian 30 cm. Pasir dimasukkan ke dalam pipa lubang berpori lalu pipa
diangkat kemudian model 1 diletakkan di atas tanah. Lubang model 1 harus sejajar dengan lubang pori. Model 1
diisi air hingga ketinggian 15 cm dan dipertahankan tinggi muka airnya pada percobaan pertama, ketinggian 20
cm percobaan kedua, dan ketinggian 25 cm percobaan ketiga. Air akan dialirkan melalui lubang pori hingga
meresap ke dalam tanah. Air yang meresap melewati tanah akan dihitung debit infiltrasinya per 5 menit. Dengan
demikian berdasarkan hasil analisis laboratorium pada penelitian ini adalah semakin besar tinggi muka air maka
semakin tinggi infiltrasinya hingga mencapai titik konstan.

Kata kunci: banjir, eko-drainase, lubang pori, tinggi muka air, infiltrasi, analisis laboratorium

Abstract
Makassar city is the capital of South Sulawesi province located in the coastal areas makes it not separated
from the flood. An attempt to overcome the floods problem is to reduce pool with an effective eco-drainage system,
except to accommodate and drain the water as well as water absorbtion media into the soil. To absorb the water
made a pore hole in the bottom of eco-drainage. Thus, necessary to analyze the influence of water level on the
infiltration rate, water content and permeability coefficient. By using model cube 1 measuring 40x40x50 cm3 and
model cube 2 measuring 50x50x50 cm3. In model 2 included then compacted sandy loam soil until it reaches
height 10 cm and a pipe with dimensions height 20 cm and diameter 8 cm is placed right in the middle as a printer
pore hole. Added and compacted soil until reaches height 30 cm. Sand is inserted into the pipe and lifted later
model 1 is placed on the ground. Hole model 1 should be aligned with the pore hole. Model 1 is filled with water
until height 15 cm and maintained the water surface level at the first trial, second trials height 20 cm, and third
trials height 25 cm. Water will flow through the pore hole. Water will absorb through the soil infiltration discharge
calculated per 5 minutes. Therefore, based on the results of laboratory analysis in this study was greater in water
level, the higher the rate of infiltration until it reaches a constant point.

Keywords: floods, eco-drainage, pore hole, water level, infiltration, laboratory analysis

1
PENDAHULUAN meresapkan air dari badan saluran ke lapisan
Latar Belakang tanah di bawahnya.
Kota Makassar merupakan ibukota
Provinsi Sulawesi Selatan, letaknya yang TINJAUAN PUSTAKA
berada di wilayah pesisir membuat Kota 1. Drainase
Makassar tidak terlepas dari bencana banjir. Menurut Dr. Ir. Suripin, M. Eng.
Peristiwa ini hampir setiap tahun berulang, (2004) drainase mempunyai arti mengalirkan,
namun permasalahan ini sampai saat ini menguras, membuang, atau mengalihkan air.
belum terselesaikan, bahkan cenderung Dalam bidang teknik sipil secara umum,
makin meningkat, baik frekuensi, luasan, drainase didefinisikan sebagai suatu tindakan
kedalaman, maupun durasinya. teknis untuk mengurangi kelebihan air, baik
Jika dirunut ke belakang, akar yang berasal dari air hujan, rembesan,
permasalahan banjir di perkotaan berawal maupun kelebihan air irigasi dari suatu
dari pertambahan penduduk yang sangat kawasan/lahan, sehingga kawasan/lahan
cepat di atas rata-rata pertumbuhan nasional, tidak terganggu. Drainase juga diartikan
akibat urbanisasi, baik migrasi musiman sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air
maupun permanen. Pertambahan penduduk tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi,
yang tidak diimbangi dengan penyediaan drainase menyangkut tidak hanya air
prasarana dan sarana perkotaan yang permukaan tapi juga air tanah.
memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan 2. Aliran Permukaan
perkotaan menjadi acak-acakan (semrawut). Air permukaan adalah semua air
Salah satu contoh pemanfaatan yang terdapat pada permukaan tanah (UU No.
lahan yang tidak tertib di Kota Makassar 7 Tahun 2004). Air permukaan yang mengalir
yaitu minimnya ruang terbuka hijau (RTH) disebut aliran permukaan atau run-off.
sebagai areal resapan air. Penyebab lainnya Run-off berlangsung ketika jumlah
adalah drainase dialih fungsikan warga curah hujan melampaui laju infiltrasi air ke
sebagai tempat pembuangan sampah, dalam tanah. Setelah laju infiltrasi terpenuhi
sehingga saluran tersumbat. Pemanfaatan air mulai mengisi cekungan-cekungan pada
lahan yang tidak tertib inilah yang permukaan tanah, setelah cekungan-
menyebabkan persoalan drainase di cekungan di atas tanah terisi semua maka air
perkotaan menjadi sangat kompleks. dapat mengalir dengan bebas di atas
Salah satu usaha mengatasi masalah permukaan tanah (Kodoatie, 2012).
banjir yaitu dengan mengurangi genangan 3. Infiltrasi
dengan sistem drainase. Perlu adanya desain Infiltrasi (infiltration) adalah
saluran drainase efektif, berwawasan meresapnya air permukaan ke dalam tanah
lingkungan, yang bukan hanya berfungsi (Kodoatie, 2012). Infiltrasi menyebabkan air
menampung dan mengalirkan air dari badan dapat tersedia untuk pertumbuhan tanaman
jalan tetapi sekaligus berfungsi sebagai media dan air tanah (groundwater) terisi kembali.
pernyerapan air ke lapisan yang ada di Istilah infiltrasi dan perkolasi sering
bawahnya. Hal ini perlu sebagai salah satu digunakan dan dipertukarkan, tetapi
langkah preventif untuk mengurangi sebenarnya kedua istilah tersebut
limpasan permukaan (run off) akibat debit air mendefinisikan hal yang berbeda. Perkolasi
yang mengalir ke dalam bangunan saluran (percolation) secara spesifik digunakan untuk
drainase melebihi kapasitas maksimum yang menyebut gerakan air antar lapisan di dalam
telah direncanakan. Salah satu cara yang tanah, sedang infiltrasi digunakan untuk
dapat digunakan untuk meresapkan air mendiskripsikan gerakan air dari permukaan
tersebut adalah dengan membuat lubang pori masuk ke dalam lapisan tanah yang teratas
atau lubang resapan di sepanjang bagian (Indarto, 2010).
dasar saluran. 4. Hubungan Tekstur Tanah Dan Air
Untuk menganalisis saluran Tekstur tanah menentukan jumlah
drainase yang efektif untuk menangani banjir air yang dapat diikat pada berbagai kondisi
di Kota Makassar, direncanakan mengadakan kadar lengas tanah. Tanah berlempung
penelitian skala laboratorium untuk mempunyai partikel mineral yang sangat
mengetahui: jumlah, dimensi, bahan, dan halus dan ruang pori-pori yang sangat kecil.
jarak lubang pori yang efektif untuk Tanah berpasir mempunyai ukuran partikel

2
mineral yang besar, sehingga ukuran pori- literatur, persiapan alat dan bahan,
pori tanah tersebut juga besar. Sebaliknya, perencanaan dan pembuatan model,
ruang pori-pori yang kecil pada tanah simulasi, dan pengambilan data serta
berlempung memberi kontribusi yang besar evaluasi akurasi.
pada jumlah total ruang pori untuk volume 2. Penelitian secara hipotetik dan analitik
yang sama (Indarto, 2010) Hal ini dilakukan untuk mendapatkan
5. Tekanan Air Pori di Atas Muka Air hubungan antara variabel yang saling
Tanah terkait. Dalam hal ini meliputi analisis
Walaupun mungkin tekanan air pori data, pembahasan, pembuatan
di atas muka air tanah adalah nol, ini kesimpulan, hingga penyusunan laporan.
bukanlah keadaan biasa. Pada tanah berbutir c. Jenis Penelitian
halus, rongga (pori) saling berhubungan dan Adapun jenis penelitian yang
berfungsi seperti pipa yang sangat halus. digunakan adalah eksperimen laboratorium.
Oleh karena itu, air tertahan di dalam tanah Penelitian eksperimental adalah penelitian
akibat gaya kapiler atau gaya tarik pada yang dilakukan dengan mengadakan
permukaan air (surface tension forces). Pada manipulasi terhadap objek penelitian serta
tanah berbutir halus, yang seluruh ukuran adanya kontrol, dengan tujuan untuk
lempung lebih kecil dari 0,002 mm, ukuran menyelidiki ada atau tidaknya hubungan
rongga efektif hanya sekitar 20%, yaitu sebab akibat serta berapa besar hubungan
0,0004 mm. Menurut teori, ketinggian sebab akibat tersebut dengan cara
kapiler pada bahan ini sekitar 75 m. Oleh memberikan perlakuan-perlakuan tertentu
karena gaya kapiler inilah tanah berbutir pada beberapa kelompok ekperimen.
halus masih jenuh air di atas muka air tanah. d. Perolehan Data
Air tidak dapat mengalir keluar dari tanah ini Pada penelitian ini hanya
akibat gaya berat (gravity) saja. Lempung menggunakan satu sumber data, yakni data
biasanya hanya menjadi tidak jenuh akibat primer. Data primer, yaitu data yang
penguapan pada permukaan tanah. Pada diperoleh langsung dari pengamatan di
tanah berbutir kasar, seperti kerikil dan pasir laboratorium.
kasar, air dapat mengalir keluar akibat gaya e. Variabel Yang Diteliti
berat saja (Wesley, 2012). Sesuai dengan tujuan penelitian
yang telah dikemukakan pada bab
METODE PENELITIAN sebelumnya, maka variabel yang diteliti
a. Lokasi Dan Waktu Penelitian adalah laju resapan air, kadar air, dan
Penelitian dilaksanakan di koefisien permeabilitas.
Laboratorium Bahan Fakultas Teknik f. Perancangan Model
Universitas Hasanuddin dengan Model terdiri atas dua wadah yaitu
menggunakan model fisik saluran drainase wadah model kubus satu yang berfungsi
dan media tanah mengacu pada tekstur tanah sebagai wadah penyimpan air dan wadah
di titik pengamatan jalan raya Kota Makassar, model kubus dua yang berfungsi sebagai
yaitu: Jalan Ahmad Yani. Penelitian ini wadah penyimpan tanah. Wadah model satu
dilaksanakan dalam kurun waktu kurang dan dua dapat dilihat dibawah ini pada
lebih tiga bulan. Penelitian dilaksanakan di gambar 3.2.a dan gambar 3.2.b.
Laboratorium Bahan Fakultas Teknik g. Bahan dan Alat Penelitian
Universitas Hasanuddin dengan Dalam penelitian ini digunakan
menggunakan model fisik saluran drainase beberapa alat dan bahan yang digunakan.
penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu Bahan dan alat yang digunakan dalam
kurang lebih tiga bulan. penelitian ini antara lain:
b. Langkah-Langkah Kegiatan 1. Pasir sebagai material dalam lubang pori
Penelitian 2. Tanah lempung berpasir
Langkah-langkah yang harus 3. Plastisin sebagai bahan anti rembesan
dilakukan dalam penelitian antara lain: 4. Karet busa untuk menutup lubang di
1. Penelitian secara fisik. bawah tanah
Dilaksanakan di laboratorium untuk 5. Air
mengamati serta mencatat fenomena Sedangkan alat-alat yang digunakan dalam
yang ada pada model yang meliputi studi penelitian ini adalah:

3
1. Satu buah pompa dengan spesifikasi: 7. Ganti ketinggian muka air dari 20 cm
pompa fluidisasi yang tertera pada badan menjadi 25 cm, ulangi langkah dua
pompa kapasitas debit maksimal 2800 sampai lima.
L/H dengan head 2,5 meter dipakai Proses pengumpulan data terdapat
untuk mensuplai aliran fluidisasi dapat pada Gambar 3.23 merupakan proses
dilihat pada gambar 3.19. pengumpulan data debit air per 5 (lima)
2. Bak penampungan air dengan kapasitas menit, Gambar 3.24 merupakan proses
maksimum 0,174 m3 dapat dilihat pada pengumpulan data kadar air pada tanah.
gambar 3.20.
3. Pipa diameter 8 cm dapat dilihat pada
gambar 3.21.
4. Stopwatch sebagai pengukur waktu
5. Penggaris
6. Ember untuk menadah air
7. Gelas ukur ukuran 1000 ml, 100 ml, dan
50 ml.
8. Gunting
9. Isolasi Gambar 3.2.a: Model Kubus Satu
10. Cutter
11. soil moisture meter
12. Rang yang berfungsi sebagai rangka
pori, peralatan no 4 sampai no 12 dapat
dilihat pada Gambar 3.22.
h. Pengamatan Model
Rangkaian pengamatan yang akan
dilakukan dalam penelitian ini
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok,
yaitu variabel tetap dan variabel tidak tetap..
Parameter simulasi pada percobaan ini adalah
Gambar 3.2.b: Model Kubus Dua
tinggi muka air dan tekstur tanah sedangkan
parameter amatan adalah perubahan debit
infiltrasi.
i. Prosedur Percobaan
Secara garis besar prosedur
perolehan data adalah sebagai berikut:
1. Langkah awal adalah kalibrasi alat soil
moisture meter.
2. Menancapkan alat soil moisture meter
pada tanah sebanyak tiga kali.
3. Setelah pengukuran kelembaban dan Gambar 3.19 Pompa Air
semua komponen siap, dimulai dengan
menyalakan pompa terlebih dahulu
untuk mengalirkan air pada model kubus
satu sampai aliran permukaan mencapai
ketinggian 15 cm.
4. Setelah mencapai ketinggian yang
diinginkan maka dilakukan pengukuran
debit infiltrasi air setiap lima menit
sampai konstan
5. Menancapkan alat kelembaban air pada Gambar 3.20 Bak Penampungan Air
tanah sebanyak tiga kali kemudian di
catat.
6. Ganti ketinggian muka air dari 15 cm
menjadi 20 cm, ulangi langkah dua
sampai lima.

4
25 1530
Gambar 3.21 Pipa
20 1390

15 1074

Sumber: Data Primer Diolah.


Pada Tabel 4.2 debit air dihitung
berdasarkan lamanya waktu lima menit air
tertampung dalam ember hingga debit air
konstan dengan tiga ketinggian muka air
yang berbeda. Pada ketinggian muka air 15
Gambar 3.22 Peralatan Pengambilan Data cm, total debit air yang dihasilkan yaitu 1084
ml/jam. Pada ketinggian muka air 20 cm total
debit air yang dihasilkan yaitu 1390 ml/jam
dan pada ketinggian muka air 25 cm total
debit air yang dihasilkan yaitu 1530 ml/jam.
2. Laju Resapan Air
Pengukuran laju resapan air
dilakukan dengan menggunakan tiga variasi
tinggi muka air yaitu 15 cm, 20 cm, dan 25
cm. Pencatatan dilakukan dengan mengukur
laju resapan air yang keluar pada model
dengan menggunakan stopwatch untuk
Gambar 3.23 Proses Pengumpulan Data pengambilan air per lima menit. Data hasil
Debit Air pengukuran laju resapan air terdapat pada
Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Laju Resapan Air.
Tinggi Muka Total Laju Resapan
Air Air

(cm) (cm3/menit)

25 50.97
Gambar 3.24 Proses Pengumpulan Data
Kadar Air 20 46.33

15 35.83
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Sumber: Data Primer Diolah.
Adapun uraian dari hasil penelitian
Pada Tabel 4.3 nilai total laju resapan
yang telah dilakukan akan dipaparkan
air yang dihasilkan pada ketinggian muka air
sebagai berikut,
15 cm adalah 36.13 cm3/menit. Pada
1. Debit Tertampung
ketinggian muka air 20 cm, total laju resapan
Pengukuran debit air dilakukan per
air adalah 46.33 cm3/menit dan pada
lima menit dengan menggunakan stop watch.
ketinggian 25 cm total laju resapan air yang
Air ditampung dalam ember kemudian
dihasilkan adalah 50.97 cm3/menit.
dimasukkan dalam gelas ukur untuk dihitung
3. Kadar Air
debitnya. Berikut hasilnya disajikan dalam
Saat melakukan percobaan
bentuk tabel.
pengukuran kadar air dilakukan
Tabel 4.2 Debit Tertampung.
menggunakan soil moisture meter pada tiga
Tinggi Muka Air Debit Total
titik tanah. Nilai kadar air yang diperoleh ada
dua yaitu kadar air sebelum pengukuran dan
(cm) (ml/jam)

5
sesudah pengukuran. Berikut hasilnya
disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Kadar Air.
Kadar Air
Tinggi Muka Air
(%)
(cm)
W0 W1

9.5 11.1

25 10.4 11.8

10.7 12.2

11.5 12.8

20 11.8 12.9

12.2 13.3

12.8 13.8

15 12.9 13.9

13.3 14.1

Sumber: Data Primer Diolah.


4. Koefisien Permeabilitas
Berdasarkan prinsip kerja alat pada Sumber: Data Primer Diolah.
penelitian ini menggunakan tinggi energi Pada Tabel 4.5 nilai koefisien
tetap. Untuk menghitung nilai koefisien permeabilitas (K) tanah dengan masing-
permeabilitasnya diperlukan data debit air masing ketinggian muka air (15 cm, 20 cm,
tertampung, lamanya waktu air ditampung, dan 25 cm) diperoleh dengan menggunakan
luas penampang tanah, ketebalan tanah, dan data debit air yang tertampung selama lima
tinggi air (head). Perhitungan permeabilitas menit dan ketinggian air dari permukaan
pada tanah ini menggunakan formula 3.8. hingga dasar lubang pori (35 cm, 40 cm dan
Berikut tabel hasil rekapitulasi data koefisien 45 cm), serta ketebalan tanah sebesar 10 cm
permeabilitas (K). yang kemudian dihitung menggunakan
Tabel 4.5 Rekapitulasi Koefisien formula 3.8.
Permeabilitas dan Kecepatan B. Pembahasan
Darcy. Pembahasan untuk penelitian ini
akan dibahas sebagai berikut:
1. Debit Tertampung
Pada model dihitung debit air yang
tertampung per lima menit dengan
menggunakan stopwatch. Pengambilan data
dihentikan ketika debit air yang keluar sudah
konstan. Berikut hasilnya digambarkan
dalam bentuk grafik ditunjukkan pada
Gambar 4.2.

6
25 cm) dan semakin lama waktu penelitian
maka akan semakin tinggi juga laju resapan
air yang dihasilkan hingga mencapai titik
konstan.
3. Kadar Air
Berdasarkan data hasil penelitian
menggunakan model drainase dengan
ketinggian muka air 15 cm, 20 cm dan 25 cm
diperoleh kadar air sebelum dan setelah
pengujian dengan menggunakan soil
moisture meter dapat dilihat pada Gambar
4.4.
Gambar 4.2 Grafik Debit Tertampung Tanah
Lempung Berpasir.
Pada Gambar 4.2 ditunjukkan
bahwa debit air yang tertampung pada
ketinggian muka air 15 cm paling rendah
dibandingkan dengan ketinggian yang lain
dan dari waktu ke waktu nilai debit yang
diperoleh semakin tinggi hingga mencapai
titik konstan.
Pada ketinggian muka air 25 cm
diperoleh nilai debit air tertampung yang
paling tinggi dibandingkan dengan tinggi
muka air 15 cm dan 20 cm. Nilai debit air Gambar 4.4 Kadar Air.
akan semakin tinggi seiring dengan Pada Gambar 4.4 ditunjukkan
bertambahnya waktu dan akan berhenti naik bahwa selisih kenaikan kadar air yang
ketika mencapai titik konstan. diperoleh setelah pengujian pada ketinggian
2. Laju Resapan Air muka air 15 cm adalah 1.6%, 1.4% , dan 1.5%
Berdasarkan data hasil penelitian dimana kadar air yang diperoleh sebelum
menggunakan model drainase dengan pengujian adalah 9.5%, 10.4%, dan 10.7%
ketinggian muka air 15 cm, 20 cm dan 25 cm dan sesudah pengujian adalah 11.1%, 11.8%,
diperoleh laju resapan air dapat dilihat pada dan 12.2%.
Gambar 4.3. Pada ketinggian muka air 20 cm
diperoleh kadar air sebelum dan setelah
pengujian dengan menggunakan soil
moisture meter, hasil yang diperoleh sebelum
pengujian adalah 11.5%, 11.8%, dan 12.2%
dan sesudah pengujian adalah 12.8%, 12.9%,
dan 13.3%. Selisih kenaikan kadar air yang
diperoleh setelah pengujian pada ketinggian
muka air 20 cm adalah 1.3%, 1.1%, 1.1%
dimana hasil kadar air yang diperoleh pada
ketinggian muka air ini lebih rendah
dibandingkan selisih kenaikan yang
diperoleh pada ketinggian muka air 15 cm.
Gambar 4.3 Grafik Laju Resapan Air Data hasil kadar air sebelum dan
Dengan Tinggi Muka Air sesudah pengujian yang diperoleh pada
Berbeda. model drainase dengan ketinggian muka air
Pada Gambar 4.3 ditunjukkan 25 cm diperoleh kadar air sebelum pengujian
hubungan antara dari laju resapan air dengan adalah 12.8%, 12.9%, dan 13.3% dan sesudah
tinggi muka air berbeda (15 cm, 20 cm dan 25 pengujian adalah 13.8%, 13.9%, dan 14.1%.
cm) dan waktu dimana dari gambar tersebut Selisih kenaikan kadar air yang diperoleh
dapat dilihat bahwa hubungan tersebut saling setelah pengujian pada ketinggian muka air
berbanding lurus dimana semakin tinggi 20 cm adalah 1.0%, 1.0% dan 0.8% dimana
muka air yang digunakan (15 cm, 20 cm, dan hasil kadar air yang diperoleh pada

7
ketinggian muka air ini paling rendah jika
dibandingkan dengan selisih kenaikan yang
diperoleh pada ketinggian muka air 15 cm
dan 20 cm.
5. Koefisien Permeabilitas
Berdasarkan data hasil penelitian
menggunakan model drainase untuk jenis
tanah lempung berpasir dapat dilihat pada
Gambar 4.5.

Gambar 4.6 Grafik hubungan


perbandingan debit aliran
darcy dengan gradien
hidraulik (Q/I) dan koefisien
permeabilitas (K).
Berdasarkan Gambar 4.6 dapat
disimpulkan bahwa hubungan antara
koefisien permeabilitas (K) dan
perbandingan antara debit aliran Darcy
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Koefisien (QDarcy) terhahadap gradient hidraulik
Permeabilitas (K) Dengan adalah berbanding lurus dimana semakin
Gradien Hidraulik (I = ∆h/L). besar nilai koefisien permeabilitas (K), maka
Pada Gambar 4.5 dibandingkan akan semakin besar pula nilai perbandingan
ketinggian muka air yang digunakan pada antara debit aliran Darcy dan gradien
penelitian ini dengan jenis tanah yang sama hidraulik (Q/I).
yaitu tanah pasir bertanah lempung diperoleh Berikut ditunjukkan grafik
hubungan kedalaman lubang dan tinggi muka perbandingan antara nilai debit percobaan
air dan koefisien permeabilitas yaitu semakin (Qpercobaan) dan nilai debit aliran (QDarcy)
besar jumlah tinggi muka air yang diberikan terhadap gradien hidrolik (I) pada Gambar
maka koefisien permeabilitas yang diperoleh 4.7 di bawah ini.
dari waktu ke waktu akan semakin kecil ini
sesuai dengan hukum Darcy yaitu nilai
koefisien permeabilitas berbanding terbalik
dengan nilai gradient hidraulik (I) dimana K=
Q/(A×I). Maka dengan adanya perbedaan
elevasi tinggi muka air yang digunakan akan
memperkecil nilai koefisien permeabilitas
(K) yang diperoleh pada penelitian ini.
Berikut ditunjukkan grafik
hubungan antara koefisien permeabilitas dan
nilai perbandingan debit aliran (QDarcy) dan
gradien hidrolik (I) pada Gambar 4.6. di
bawah ini. Gambar 4.7 Grafik Perbandingan Antara
Qpercobaan Dan QDarcy
Terhadap Gradien Hidraulik.
Berdasarkan Gambar 4.7 dapat
disimpulkan bahwa perbandingan antara
Qpercobaan dan QDarcy terhadap nilai
gradient hidraulik (I = ∆h/L) berbanding
lurus dimana semakin besar jumlah pengaruh
tinggi muka air yang diberikan maka akan
semakin besar pula nilai debit yang
dihasilkan hingga mencapai titik konstan.
Adapun nilai rata-rata Qpercobaan adalah 3.7

8
cm3/s sedangkan nilai rata-rata QDarcy yang 2. Selisih nilai kadar air sebelum dan
diperoleh adalah 4.1 cm3/s. setelah pengujian di tiga titik
Berikut ditunjukkan grafik pengukuran pada tinggi muka air 15 cm
hubungan antara variabel kecepatan Darcy diperoleh sebesar 1.6%, 1.4%, dan 1.5%,
(q) dan gradien hidraulik (I = ∆h/L) pada pada tinggi muka air 20 cm diperoleh
Gambar 4.8. sebesar 1.3%, 1.1%, dan 1.1%, pada
tinggi muka air 25 cm diperoleh 1.0%,
1.0%, dan 0.8%.
3. Nilai koefisien permeabilitas pada saat I
∆𝐻
( ) = 3.5 diperoleh sebesar 2.27 x 10-2
𝐿
∆𝐻
cm/det, pada saat I ( ) = 4 diperoleh
𝐿
sebesar 1.99 x 10-2 cm/det, dan pada saat
∆𝐻
I ( ) = 4.5 diperoleh sebesar 1.92 x 10-
𝐿
2
cm/det. Hal ini sebanding dengan teori
Hukum Darcy yang menyatakan bahwa
nilai koefisien permeabilitas (K)
Gambar 4.8 Grafik hubungan gradien berbanding terbalik dengan nilai gradient
𝑄
hidraulik dan kecepatan darcy hidrolik (I) dalam rumus 𝐾 = ( ).
𝐴×𝑖
berdasarkan tinggi muka air B. Saran
yang berbeda. 1. Pada penelitian ini masih terdapat
Pada Gambar 4.8 ditunjukkan beberapa kekurangan seperti untuk
hubungan antara gradien hidraulik (I = ∆h/L) penerapan model drainase ini
dan kecepatan Darcy (q) dimana dari gambar diharapkan drainase ini hanya khusus
tersebut dapat dilihat bahwa pada saat nilai I untuk menampung air hujan tidak
= 3.5 dan I = 4, nilai kecepatan Darcy yang dicampur dengan limbah cair sehingga
diperoleh adalah sama yaitu 7.96 × 10-2 cm, tidak mencemari kualitas air tanah.
hal ini disebabkan oleh pengaruh nilai 2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan
QDarcy pada saat ketinggian muka air untuk menambahkan lebih banyak
sebesar 15 cm dan 20 cm terhadap nilai variabel penelitian seperti variasi
koefisien permeabilitas dimana q= Q/A = - ketinggian muka air dan jumlah waktu
K.I. Sedangkan pada saat nilai I = 4.5, nilai penelitian.
kecepatan Darcy (q) meningkat mencapai
nilai 8.62 × 10-2cm.

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dengan
menggunakan variasi tinggi muka air yang
telah dilakukan di Laboratorium Mekanika
Bahan Universitas Hasanuddin dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Laju resapan air pada tinggi muka air 15
cm paling kecil 0,6 cm3/s hingga
mencapai nilai konstan yaitu 4 cm3/s dan
nilai totalnya yaitu 35.83 cm3/s, pada
tinggi 20 cm paling kecil 3 cm3/s hingga
mencapai nilai konstan yaitu 4 cm3/s dan
nilai totalnya yaitu 46.33 cm3/s, dan pada
tinggi 25 cm paling kecil 3.7 cm3/s
hingga mencapai nilai konstan yaitu 4.3
cm3/s dan nilai totalnya yaitu 50.97
cm3/s.
DAFTAR PUSTAKA

9
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air,
Penerbit Institut Pertanian Bogor Press,
Bogor.
Asdak, Chay. 2002. Hidrologi dan
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai,
Gadjah Mada Press, Yogyakarta.
DAS. 1985. Mekanika Tanah (Prinsip-
Prinsip Rekayasa Geoteknik), Penerbit
Erlangga, Jakarta.
Hasmar, Halim. 2012. Drainase Terapan, UII
Press, Yogyakarta.
http://pustaka.pu.go.id/new/artikel-
detail.asp?id=331. Drainase
Berwawasan Lingkungan. Diakses
pada Senin, 24 feb 2014 pukul 14.37
WITA.
Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan
Contoh Aplikasi Model Hidrologi,
Bumi Aksara, Jakarta.
Kodoatie, Robert. 2012. Tata Ruang Air
Tanah, Penerbit Andi, Yogyakarta.
Kusanaedi. 2011. Sumur Resapan Untuk
Pemukiman Perkotaan Dan Pedesaan,
Penebar Swadaya, Surabaya.
Maryono, A. 2004, Banjir Kekeringan dan
Lingkungan, UGM, Yogyakarta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan
yang Berkelanjutan, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Soemarto, C.D. 1999. Hidrologi Teknik,
Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sosrodarsono, Suyono dan Takeda, Kensaku.
2003. Hidrologi untuk Pengairan,
Prandnya Paramita, Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai