Anda di halaman 1dari 26

LAPO

BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah 1 : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa


istilah dalam skenario.
1. vulnus laceratum : luka robek yang tepinya tidak beraturan
2. combustion : luka bakar / perpindahan energy dari sumber panas ke
tubuh
3. Vulnus penetratum : luka dari penetrasi ke rongga berongga
4. Defans muskuler : nyeri tekan di lapang abdomen karena
peningkatan tekanan di periotenum parietale
5. Visum et repertum : laporan tertulis dari dokter yang berisi hasil
pemeriksaan pasien untuk keperluan hukum
6. WSD : intervensi invasive untuk mengeluarkan cairan atau udara
dari cavum pleura
7. Undulasi : pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya cairan
dirongga abdomen
B. Langkah 2 : Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
1. Apa hubungan onset 2 jam sebelumnya dengan prognosis pada
pasien?
2. Bagaimana interpretasi keadaan umum pasien, vital sign, serta
pemeriksaan fisik pasien?
3. Derajat kedalaman luka bakar ?
4. Bagaimana bisa terjadi sesak napas pada pasien, serta bagaimana
bisa terjadi nyeri perut kanan atas pada pasien?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari WSD?
6. Apa saja yang harus ditulis pada kasus peradilan oleh dokter?
7. Apa yang dimaksud dengan keadaan stabil pada pasien?
8. Bagaimana cara penilaian vulnus laceratum? Lalu bagaimana
interpretasi dari skenario?
9. Bagaimana cara mengklasifikasikan luka bakar? Apa saja etiologi
dari luka bakar?
C. Langkah 3 : Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan
sementara mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
1. Pada kasus traumatologi seringkali merupakan kasus
kegawatdaruratan yang perlu penanganan cepat dan tepat. 6 jam
adalah golden period untuk trauma yang terpapar dengan
lingkungan luar. Karena penanganan yang baik akan berhubungan
dengan prognosis kesembuhan atau keselamatan pasien. Jika masih
2 jam, masih ada prognosis baik untuk pasien tersebut. Selain iu,
pada kasus trauma pada abdomen yang terkait dengan perforasi
organ abdomen, terjadinya sepsis sangat mungkin jika traum atidak
segera diatasi.
2. Interpretasi Keadaan Umum
a. Kesadaran pasien GCS 15 = menunjukkan bahwa pasien sadar
penuh. Penilaian GCS dapat digunakan untuk menentukan
berat tidaknya suatu cidera kepala apabila dicurigai adanya
trauma kepala selain digunakan mengetahui penurunan
kesadaran.
b. Nadi 120x/menit = dikategorikan mengalami takikardi karena
sudah melebihi 100 kali per menit.
c. Tekanan darah 90/60 = hipotensi
d. Suhu 36⁰C = hipotermi.
e. Akral dingin dan lembab = ekstremitas dingin dan lembab.
f. RR 32x/menit = di kategorikan takipneu. Frekuensi pernapasan
normal pada dewasa adalah 12-20 kali per menit. Abnormalitas
dari pernapasan ini dapat diakibatkan oleh berbagai macam
penyebab, antara lain adalah gangguan pada ventilasi dan
gangguan dari jalan nafas pasien.
Interpretasi status lokalis :
- Vulnus laceratum regio palmar 3 cm. Pasien mengalami luka
berbentuk robekan sepanjang 3 cm pada telapak tangan
pasien
- Combustio Grade II 15% pada regio colli anterior dan
thoracoabdominal. Pasien mengalami luka bakar dengan luas
15 % dari total area tubuh, hal ini dapat ditentukan dari regio
yang terkena luka bakar. Kedalaman luka bakar mencapai
derajat 2 yaitu luka dapat sampai menimbulkan lepuh dan
sangat sensitif terhadap rangsangan nyeri.
- Vulnus penetratum, pergerakan tertinggal, hasil perkusi
redup, dan auskultasi suara vesikuler menurun pada
hemithorax sinistra posterior bagian bawah. Pasien
mengalami luka tusuk pada rongga dada bagian kiri di
sebelah bawah sehingga cavum pleura terisi darah. Oleh
karena cavum pleura terisi cairan maka suara vesikuler
menurun dan pada perkusi terdengar redup di tempat yang
seharunya terdengar bunyi sonor. Pergerakan dinding dada
tertinggal karena cavum pleura tidak dapat mengambang
secara normal karena terisi darah.
- Vulnus penetratum regio abdomen kanan atas. Pasien
mengalami luka tusuk pada bagian perut sebelah kanan atas,
organ yang dapat terkena hepar, colon, dan ileum.
- Bising usus menurun. Bising usus dapat menurun karena ada
trauma yang menyebabkan perforasi di usus maupun karena
adanya infeksi.
- Defans muskuler (-). Merupakan salah satu tanda terjadinya
peritonitis selain rebound tenderness. Apabila positif berarti
terasa nyeri pada palpasi abdomen. Apabila negatif berarti
tidak terasa nyeri pada palpasi abdomen dan tidak terjadi
peritonitis pada pasien tersebut.
- Perut teraba tegang. Merupakan suatu tanda adanya
perdarahan internal sehingga otot berusaha berkontraksi
untuk membuat pembuluh darah vasokonstriksi sehingga
jumlah perdarahan berkurang.
- Undulasi (-). Belum ada cairan dalam jumlah banyak yang
mengisi cavum peritoneum.
- Pekak beralih (+). Ada cairan yang mengisi sebagian cavum
peritoneum dan dapat berpindah ke area yang lebih rendah
apabila pasien merubah posisi tubuhnya.
- pasien mengalami trauma pada organ extraperitoneal → dari
gejala bising usus menurun → terjadi perdarahan tapi belum
massive dari gejala pekak alih (+) tetapi undulasi (-) dan
belum terjadi peritonitis dari devans muscular (-) tetapi
beresiko untuk terjadi peritonitis
3. Luka bakar adalah rusak atau hilangnya jaringan yang disebabkan
kontak dengan sumber panas seperti kobaran api di tubuh (flame),
jilatan api ketubuh (flash), terkena air panas (scald), tersentuh
benda panas (kontak panas), akibat sengatan listrik, akibat bahan-
bahan kimia, serta sengatan matahari (sunburn). Luka bakar
berdasarkan derajat kedalamannya dibedakan menjadi 3
1. Luka bakar derajat I
Kerusakan luka yang terbatas sampai bagian epidermis.
Kulit kering hiperemik, berupa eritema, terdapat
hiperestesia karena saraf saraf yang tersensitisasii,
penyembuhannya terjadi secara spontan dalam waktu 5-10
hari.
2. Luka bakar derajat II
a. Derajat iia
Kerusakan mengenai bagian superficial dari dermis.
Penampakan bula hiperemis. Hiperestesia
b. Derajat iib
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
Penampakan bulla pucat. Hypoestesia
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan meliputi seluruh tebal dermis dan lapisan lebih
dalam, kulit yang terbakar berwarna putih dan pucat.
Anestesia
4. Pada pemeriksaan thorax, didapatkan jejas vulnus penetratum di
hemithorax sinistra posterior bagian bawah. Adapun luka tusuk
pada bagian tersebut dapat mengenai cavum pleura yang dapat
berakibat pada pneumothorax maupun hemothorax. Pneumothorax
adalah keadaan di mana cavum pleura terisi oleh udara, sedangkan
hemothorax adalah keadaan di mana cavum pleura terisi oleh
darah. Hal ini diperkuat dengan adanya hasil inspeksi berupa
pergerakan dinding hemithorax sinistra yang tertinggal,
menunjukkan bahwa pernafasan pada pulmo sinistra tidak adekuat.
Kemungkinan disebabkan oleh terdesaknya pulmo sinistra oleh
udara atau darah.
Pada pemeriksaan perkusi thorax, didapatkan suara redup
pada hemithorax sinistra. Hal ini mengindikasikan bahwa pada
hemithorax sinistra terdapat cairan, kemungkinan adalah darah
(kondisi hemothorax). Pemeriksaan ini pula yang akan
membedakan pneumothorax dan hemothorax, karena pada perkusi
pneumothorax akan didapatkan suara sonor akibat adanya udara
berlebih.
Sementara pada auskultasi didapatkan suara vesikuler
menurun, ini juga dapat disebabkan karena adanya cairan dalam
rongga pleura seperti dijelaskan sebelumnya.
Kondisi hemothorax yang kemungkinan besar dialami
pasien inilah yang juga menyebabkan keluhan sesak nafas pada
pasien. Akibat terdesaknya pulmo sinistra oleh cairan di rongga
pleura, pulmo sinistra tidak dapat menampung udara pernafasan
secara adekuat sehingga kebutuhan oksigen tubuh pasien tidak
terpenuhi secara cukup dan pasien merasa sesak nafas.
Sakit perut pada region hipocondriaca dextra dalam kasus
di skenario dimungkinkan karena trauma yang langsung mengenai
region tersebut. Sensitasi pada organ-organ visera di dalamnya,
seperti hepar, colon ascenden, dan colon transversum, dapat
menyebabkan impuls nyeri secara langsung.

Pekak hepar menghilang


Pada umumnya dari hasil pemeriksaan fisik, perkusi pada hepar
akan menghasilkan suara pekak karena hepar merupakan organ
padat. Namun pada beberapa keadaan rentang pekak hepar dapat
menghilang, diantaranya bila hepar mengecil, terdapat udara bebas
di bawah diafragma seperti yang terjadi pada perforasi organ
berongga (usus, lambung), dan pada peritonitis. Observasi secara
serial dapat memperlihatkan pengurangan rentang bunyi pekak
pada perkusi di daerah hepar setelah terjadi resolusi hepatitis atau
gagal jantung kongestif.

5. Indikasi pemasangan WSD :


a. Hemotoraks, efusi pleura
b. Pneumotoraks ( > 25 % )
c. Profilaksis pada pasien trauma dada yang akan dirujuk
d. Flail chest yang membutuhkan pemasangan ventilator
Kontra indikasi pemasangan WSD :
a. Infeksi pada tempat pemasangan
b. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
Jenis WSD, diantaranya :
1. Sistem Satu Botol.
Paling sederhana dan sering digunakan pada pasien dengan
simple pneumothoraks.
2. Sistem Dua Botol.
Pada sistem ini, botol pertama mengumpulkan cairan / drainase
dan botol kedua adalah botol water seal.
3. Sistem Tiga Botol.
Pada sistem ini, botol penghisap kontrol ditambahkan ke
sistem dua botol. Sistem ini paling aman untuk mengatur
jumlah penghisapan

6. Jenisnya ada 2 macam yaitu untuk orang hidup (visum et repertum:


luka, perkosaan, psikiatrik) dan untuk korban mati (visum et
repertum jenazah).
Pemeriksaan yang dilakukan dan harus dilaporkan:
1. Anamnesis
Meliputi keluhan utama, bagaimana peristiwa tersebut
terjadi, maupun riwayat penyakit sebelumnya yang pernah
diderita. Hasil anamnesis yang tidak berhubungan dengan
tindak pidana tidak perlu dituliskan dalam visum et
repertum namun tetap ditulis secara lengkap pada rekam
medis pasien.
2. Vital Sign
Meliputi keadaan keadaan umum, tingkat kesadaran,
frekuensi nafas, frekuensi nadi, tekanan darah dan suhu.
Tanda-tanda vital perlu dituliskan nantinya pada visum et
repertum apabila dokter menganggap bahwa hasil
pemeriksaan tersebut penting untuk menggambarkan
keadaan penderita sehubungan dengan tindak kekerasan
yang dialaminya.
3. Deskripsi luka
Deskripsikan luka secara sistematis dengan urutan sebagai
berikut : regio, koordinat, jenis luka, bentuk luka, tepi luka,
dasar luka, keadaan sekitar luka, ukuran luka, jembatan
jaringan, benda asing dan sebagainya.
4. Pengobatan yang diberikan
Tuliskan pemeriksaan penunjang yang dilakukan beserta
hasilnya, terapi/pengobatan serta perawatan yang dilakukan
terhadap korban.
Pelaporan:
1. Pro justitia (untuk keadilan)
- Ordonansi Materai 1921 pasal 23 juncto pasal 31 ayat 2
sub 27
- Sebagai pengganti materai untuk surat-surat resmi yang
dipakai untuk perkara-perkara di pengadilan
2. Pendahuluan
- Identitas pemeriksa pembuat VeR
- Identitas peminta VeR (penidik, hakim pidana, hakim
perdata, dan hakim agama)
- Saat dan tempat dilakukan pemeriksaan
- Identitas barang bukti, sesuai dengan identitas yang
tertera di VeR/ label/ segel
- Sifat: objektif administratif
3. Pemberitaan hasil pemeriksaan
- Segala sesuatu yang dilihat, ditemukan pada barang bukti
oleh dokter pemeriksa
- Dengan atau tanpa pemeriksaan penunjang
- Sifat: objektif medis
4. Kesimpulan
- Intisari pemeriksaan/ hasil pemeriksaan
- Pendapat dari pemeriksa
- Sesuai pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki
- Sifat: subjektif medis
5. Penutup
- Pernyataan bahwa VeR dibuat atas sumpah dokter
- Menurut pengetahuan yang sebaik-baiknya dan sebenar-
benarnya
- Sifat: objektif yuridis
Manfaat visum et repertum dalam hal perdata diantaranya
adalah pengaturan warisan, perceraian, pencarian izin
menikah kembali, mengurus asuransi, dan perbankan.
Sedangkan dalam hal pidana adalah untuk menegakkan
penyidikan dan peradilan. Selain dalam hal perdata dan
pidana, manfaat visum et repertum adalah untuk paternitas
dan identifikasi. Dasar dari visum et repertum adalah pasal
133 KUHP yang berbunyi:
(1) Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani
seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang
diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia
berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada
ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya
(2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan secara tertulis, yang dalam surat itu
disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat
(3) Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau
dokter pada rumah sakit harus diperlakukan secara baik
dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan
diberi label yang memuat identitas mayat, dilak dengan diberi
cap jabatan yang diletakkan pada ibu jari atau bagian lain
badan mayat
7. Keadaan umum yang stabil mencerminkan hemodinamik pasien
yang stabil. Hemodinamik dinilai dari vital sign pasien yang
meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu
tubuh. Vital sign yg baik mencerminkan airway, breathing, dan
circulation yang adekuat.
8. Vulnus laceratum regio palmar 3 cm. Pasien mengalami luka
berbentuk robekan sepanjang 3 cm pada telapak tangan pasien
9. Klasifikasi Beratnya Luka Bakar
Beberapa faktor yang mempengaruhi berat - ringannya injuri luka
bakar antara lain kedalaman luka bakar, luas luka bakar, lokasi luka
bakar, kesehatan umum, mekanisme injuri dan usia. Berikut ini akan
dijelaskan tentang faktor-faktor tersebut di atas:
a. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 5 kategori
yang didasarkan pada elemen kulit yang rusak, meliputi :
 Superfisial (derajat 1)
 Superfisial – Kedalaman Partial (Partial Thickness)
 Dalam – Kedalaman Partial (Deep Partial Thickness)
 Kedalaman Penuh (Full Thickness)
 Subdermal
b. Luas luka bakar
Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka
bakar meliputi : (1) rule of nine,(2)Lundand Browder, dan (3) hand
palm. Ukuran luka bakar dapat ditentukan dengan menggunakan
salah satu dari metode tersebut. Ukuran luka bakar ditentukan
dengan prosentase dari permukaan tubuh yang terkena luka bakar.
Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode yang
digunakan dan pengalaman seseorang dalam menentukan luas luka
bakar.
Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-
an sebagai suatu alat pengkajian yang cepat untuk menentukan
perkiraan ukuran / luas luka bakar. Dasar dari metode ini adalah
bahwa tubuh di bagi kedalam bagian-bagian anatomic, dimana
setiap bagian mewakili 9 % kecuali daerah genitalia 1 % (lihat
gambar 1).

Gambar 1. Rule of nine

c. Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)


Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi
luka bakar. Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada
seringkali berkaitan dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang
menganai wajah seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar
yang mengenai lengan dan persendian seringkali membutuhkan
terapi fisik dan occupasi dan dapat menimbulkan implikasi
terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau ketidakmampuan
untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang mengenai daerah
perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces. Sedangkan
luka bakar yang mengenai daerah torak dapat menyebabkan tidak
adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya insufisiensi
pulmoner.
d. Mekanisme injury
Mekanisme injury merupakan faktor lain yang digunakan
untuk menentukan berat ringannya luka bakar. Secra umum luka
bakar yang juga mengalami injuri inhalasi memerlukan perhatian
khusus.Pada luka bakar elektrik, panas yang dihantarkan melalui
tubuh, mengakibatkan kerusakan jaringan internal. Injury pada
kulit mungkin tidak begitu berarti akan tetapi kerusakan otot dan
jaringan lunak lainnya dapat terjad lebih luas, khususnya bila injury
elektrik dengan voltage tinggi. Oleh karena itu voltage, tipe arus
(direct atau alternating), tempat kontak, dan lamanya kontak adalah
sangat penting untuk diketahui dan diperhatikan karena dapat
mempengaruhi morbiditi.
Alternating current (AC) lebih berbahaya dari pada direct
current (DC). Ini seringkali berhubungan dengan terjadinya cardiac
arrest (henti jantung), fibrilasi ventrikel, kontraksi otot tetani, dan
fraktur kompresi tulang-tulang panjang atau vertebra. Pada luka
bakar karena zat kimia keracunan sistemik akibat absorbsi oleh
kulit dapat terjadi.
e. Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar.
Angka kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang
berusia kurang dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1
tahun dan klien yang berusia di atas 65 th. Tingginya statistik
mortalitas dan morbiditas pada orang tua yang terkena luka bakar
merupakan akibat kombinasi dari berbagai gangguan fungsional
(seperti lambatnya bereaksi, gangguan dalam menilai, dan
menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri, dan bahaya-
bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih rentan
terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan
terjadi atropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti
ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka
bakar.

Keparahan Thermal Injury dipengaruhi oleh:


 Agent: suhu dan durasi paparan terhadap sumber
 Host: kondisi kulit korban (misal ketebalan, jumlah air, dsb)
 Enviroment: temperature dan kelembaban lingkungan

D. Langkah 4 : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan


pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III
E. Langkah 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran
mahasiswa mampu menjelaskan
1. Combustio
2. Interpretasi dari wsd
3. Hemothorax
4. Trauma penetrasi pada abdomen
F. Langkah 6 : Mengumpulkan informasi baru
G. langkah 7 : Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi
baru yang diperoleh

1. Combustio
a. Definisi
Luka bakar (combustio/burn) adalah cedera (injuri) sebagai akibat
kontak langsung atau terpapar dengan sumber-sumber panas (thermal),
listrik (electrict), zat kimia (chemycal), atau 2. radiasi (radiation).
b. Klasifikasi luka bakar
1) Yang termasuk luka bakar ringan (minor) :
- Tingkat II: kurang dari 15% Total Body Surface Area pada orang
dewasa atau kurang dari 10% Total Body Surface Area pada
anakanak.
- Tingkat III: kurang dari 2% Total Body Surface Area yang tidak
disertai komplikasi.
2) Yang termasuk luka bakar sedang (moderate) :
- Tingkat II: 15% – 25% Total Body Surface Area pada orang
dewasa atau kurang dari 10% – 20% Total Body Surface Area pada
anak-anak.
- Tingkat III: kurang dari 10% Total Body Surface Area yang tidak
disertai komplikasi.
3) Yang termasuk luka bakar kritis (mayor):
- Tingkat II: 32% Total Body Surface Area atau lebih pada orang
dewasa atau lebih dari 20% Total Body Surface Area pada anak-
anak.
- Tingkat III: 10% atau lebih.
- Luka bakar yang melibatkan muka, tangan, mata, telinga, kaki dan
perineum.
- Luka bakar pada jalan pernafasan atau adanya komplikasi
pernafasan.
- Luka bakar sengatan listrik (elektrik).
- Luka bakar yang disertai dengan masalah yang memperlemah daya
tahan tubuh seperti luka jaringan linak, fractur, trauma lain atau
masalah kesehatan sebelumnya.

Fase-Fase Luka Bakar


a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3–4 hari. Dua
proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan fagositosis.
Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh
darah besar di daerah luka, retraksI pembuluh darah, endapan fibrin
(menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah
luka. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Scab membantu
hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme.
Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel
membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah
masuknya mikroorganisme. Suplai darah yang meningkat ke jaringan
membawa bahan-bahan dan nutrisi yang diperlukan pada proses
penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah dan sedikt
bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke
daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari
monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini
menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut
fagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF)
yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhirpembuluh darah.
Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan.
Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan. Respon
segera setelah terjadi injuri akan terjadi pembekuan darah untuk
mencegah kehilangan darah. Karakteristik fase ini adalah tumor, rubor,
dolor, color, functio laesa. Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi
infeksi.

b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke–4 atau 5 sampai hari ke–
21. Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi fibroblas, sel inflamasi,
pembuluh darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid. Fibroblas
(menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah kedaerah luka mulai
24 jam pertama setelah terjadi luka. Diawali dengan mensintesis kolagen
dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah
terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah
kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka.
Kapilarisasi dan epitelisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran
darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi
penyembuhan.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke–21 dan berakhir 1–2 tahun.
Fibroblas terus mensintesis kolagen. Kolagen menyalin dirinya,
menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil,
kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih. Dalam fase ini
terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan jaringan
kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka.
Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan. Terbentuk jaringan parut 50– 80% sama
kuatnya dengan jaringan sebelumnya. Kemudian terdapat pengurangan
secara bertahap pada aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.

Cara Penilaian
a. Rule of Palm
Satu tangkupan tangan pasien dianggap sebagai 1% dari area
permukaan tubuhnya. Tangan yang dimaksudkan adalah tangan orang
yang mengalami luka bakar itu sendiri, sehingga pengukuran ini dapat
dilakukan pada semua usia. Pada pasien didapatkan luas luka 15%,
sehingga kemungkinan besar metode yang digunakan adalah rule of
palm atau Lund and Browder.

b. Rule of nine
Kepala dan leher anterior : 4.5%
Kepala dan leher posterior : 4.5%
Lengan kanan anterior : 4.5%
Lengan kanan posterior : 4.5%
Lengan kiri anterior : 4.5%
Lengan kiri posterior : 4.5%
Tungkai kanan anterior : 9%
Tungkai kanan posterior : 9%
Tungkai kiri anterior : 9%
Tungkai kiri posterior : 9%
Badan anterior : 18%
Badan posterior : 18%
Genitalia : 1%
Total 100%

c. Lund and Browder


Metode Lund and Browder chart merupakan cara yang paling tepat
untuk menghitung luas luka bakar karena dapat mengikuti perubahan
permukaan tubuh sesuai dengan usia sehingga dapat menghasilkan
penghitungan yang akurat. Penghitungan menggunakan metode ini
sesuai dengan luas bakar pada pasien yaitu regio colli 2 % ditambah
regio thorcoabdomen anterior 13%, sehingga luas total 15%.
Tatalaksana
Pertolongan Pertama
1) Hentikan proses luka bakar
Jauhkan semua sumber luka bakar. Pakaian sebaiknya dilepaskan
karena dapat menahan panas. Pada trauma listrik, hubungan listrik
harus diputuskan.
2) Dinginkan luka bakar
Efektif pada 20 menit pertama. Irigasi dengan air 15oC selama 20
menit. Hal tersebut membantu melepaskan bahan berbahaya,
mengurangi nyeri, dan mengurangi edema dengan menstabilkan sel
mast dan pelepasan histamin. Jangan gunakan air dengan es karena
vasokonstriksi yang disebabkannya dapat menyebabkan progesi
luka bakar. Namun, mendinginkan area kulit luka bakar yang luas
dapat menyebabkan hipotermia, terutama pada anak-anak. Luka
bakar kimia dapat diirigasi air sebanyak-banyaknya.
3) Analgesik
Dapat diberikan golongan OAINS seperti ibuprofen.
4) Tutup luka bakar
Sebaiknya dressing yang digunakan lentur, lembut, tidak
menempel, kedap, dan transparan. Sebaiknya penutup hanya untuk
menutupi luka tanpa benar-benar membungkus luka.
d. Tetanus Profilaksis wajib diberikan kepada semua pasien yang
menderita luka bakar.

2. WSD (Water Seal Drainase) adalah suatu unit yang bekerja sebagai
drain untuk mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Cara Pemasangan WSD
a. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV
dan V, di linea aksillaris anterior dan media
b. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah
ditentukan.
c. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga,
perdalam sampai muskulus interkostalis.
d. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian
dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk
memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
e. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah
dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
f. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan
jahitan ke dinding dada
g. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
h. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah
dimasukkan.
Tujuan Pemasangan, diantaranya :
a. Untuk mengeluarkan udara, cairan atau darah dari rongga
pleura.
b. Untuk mengembalikan tekanan negative pada rongga pleura.
c. Untuk mengembangkan kembali paru yang kolap dan kolap
sebagian.
d. Untuk mencegah reflux drainase kembali ke dalam rongga
dada
Interpretasi Pada Kasus
Undulasi: yaitu aliran air pada selang WSD sesuai dengan ritme
respirasi pasien. Jika undulasi (+), menginterpretasikan bahwa
pemasangan WSD sudah benar. Sedangkan jika undulasi (-). Ada
dua kemungkinan yaitu lubang selang WSD tersumbat bekuan
darah atau cairan sudah dikeluaran semua sehingga paru-paru bisa
mengembang sempurna.
Bubble: yaitu gelembung udara yang didapatkan pada selang
WSD. Bubble (+) mengindikasikan adanya pneuomothorax atau
fistel pneumothorax.

3. Hemothorax
Penyebab utama hemothorax (<1500 ml darah) adalah laserasi paru
atau laserasi pembuluh darah intercostal atau arteri mamaria
interna akibat adanya trauma tembus maupun tumpul. Diskolasi
fraktur tulang belakang torakal juga berhubungan dengan
hemothoraks. Perdarahan biasanya bersifat self-limited dan tidak
memerlukan intervensi operatif. Hemothoraks yang bersifat akut
dan luas yang dapat dilihat melalui rontgen thoraks, sebaiknya
ditangani dengan pemasangan chest tube ukuran besar (36-40
French). Melalui chest tube, darah dievakuasi untuk menekan
resiko terjadinya pembekuan pada hemothoraks.

a. Pemeriksaan penunjang
Analisis Cairan Pleura
Pada analisis cairan pleura, setelah dilakukan aspirasi,
cairan tersebut diperiksa kadar hemoglobin atau hematokrit.
Dikatakan hemotoraks jika kadar hemoglobin atau
hematokrit cairan pleura separuh atau lebih dari kadar
hemoglobin atau hematokrit darah perifer
b. Farmakologi
- Pemberian Oksigen  mengatasi gangguan ventilasi
yang diakibatkan oleh kompresi
- Resusitasi cairan
Terapi awal hemotoraks adalah dengan penggantian
volume darah yang dilakukan bersamaan dengan
dekompresi rongga pleura. Dimulai dengan infus cairan
kristaloid (cairan RL) secara cepat dengan jarum besar
dan kemudian pemnberian darah dengan golongan
spesifik secepatnya
- Farmakologi  Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada
reseptor opiat. Tramadol mengikat secara stereospesifik
pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga mengeblok
sensasi nyeri dan respon terhadap nyeri. Di samping itu
tramadol menghambat pelepasan neurotransmitter dari
saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya
impuls nyeri terhambat.
 Asam tranexamat
Kegunaan dari asam traneksamat adalah untuk
mencegah, menghentikan ataupun menghentikan
pendarahan masif. Biasanya zat ini diberikan pada
prosedur pembedahan, epistaksis atau mimisan,
pendarahan berat saat menstruasi atau angioedema
herediter (masalah sistem kekebalan tubuh).
 Ranitidine
Ranitidin digunakan untuk menangani gejala dan
penyakit akibat produksi asam lambung yang berlebihan.
Kelebihan asam lambung dapat membuat dinding sistem
pencernaan mengalami iritasi dan peradangan. Inflamasi
ini kemudian dapat berujung pada beberapa penyakit,
seperti tukak lambung, tukak duodenum, sakit maag,
nyeri ulu hati, serta gangguan pencernaan.

4. Trauma Penetrasi Abdomen


Luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah dapat menyebabkan
kerusakan jaringan dengan cara laserasi dan sayatan. Luka tembak
dengan kecepatan tinggi menyebabkan kerusakan jaringan lebih
luas ke sekitar jalur tembak peluru karena ada kavitasi temporer.
Luka tusuk dapat melintang mengenai struktur abdomen dan paling
sering mengenai liver (40%), usus halus (30%), diafragma (20%),
dan kolon (15%). Luka tembak dapat mencederai berbagai organ
intraabdomen tergantung dari arah tembakan, fek kavitasi, dan
kemungkinan fragmentasi peluru. Luka tembak paling sering
mengenai usus (50%), kolon (40%), liver (30%), dan struktur
pembuluh darah (25%). Cedera yang disebabkan oleh ledakan
senapan tergantung dari jenis senapan dan jarak senapan ke pasien.

Tatalaksana Penetrasi (trauma tajam)


a. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda
tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim
medis.
b. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan
melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk
memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka.
c. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ
tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh,
kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain
bersih atau bila ada verban steril.
d. Imobilisasi pasien.
e. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
f. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan
menekang.
g. Kirim ke rumah sakit.
 Skrinning pemeriksaan rontgen  Foto rontgen torak
tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan
hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen
sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru
atau adanya udara retroperitoneum.
 IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning 
Untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada
 Uretrografi  Untuk mengetauhi adanya rupture
uretra.
 Sistografi  Untuk mengetauhi ada tidaknya cedera
pada kandung kencing
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Afandi, D. (2017) Visum et Repertum Tata Laksana dan Teknik Pembuatan. 2nd
edn. Pekanbaru: Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
American College of Surgeons (ACS) Committes on Trauma. Dvanced trauma
life support (ATLS) student course manual. Edisi ke 9. 2012
Ministry of Health and Family Welfare Government of India. Practical Handbook
of Burns Management. Available at:
https://dghs.gov.in/WriteReadData/userfiles/file/Practical_handbook-
revised_Karoon.pdf.
Bickley, Lynn S; Szilagyi, Peter G. 2009. Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan
Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC
Wijaya Prasetya Ika. Syok Hipovolemik. Editor : Sudoyo Aru, dkk.Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : PusatPenerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI, 2006. Hal 180-1.
Cristanto, liwang, F., hanifati, S., & Pradipta, A., D. 2014. Kapita Selekta
Kedokteran. Ed IV. Jilid I. Jakarta: Media Aekulapius.

Anda mungkin juga menyukai