1. Marasmus
2. Kwasiokhor
Penebab utama adalah makan tidak atau hampir tidak mergandung protein
hewani dengan alasan kemiskinan, tidak mengetahui dan mengerti
penambahan makanan pada bayi / anak, pemikiran yang salah, macam-
macam infeksi ( diare, cacing, anoreksia), dan sebab- sebab khusus ( ibu
kekurangan ASI, ibu meninggal,ibu sakit berat, ibu hamill lagi,
penghentian tiba- tiba dari ASI).
3. MANIFESTASI KLINIS
KKP berat secara klinis dibagi menjadi 3, yaitu:
KWASHIORKOR
a. Adanya edema (abuh) yaitu kaki, tumit dan bagian tubuh lainnya seperti
bengkak karena ada cairan tertumpuk.
b. Gangguan pertumbuhan tubuh
c. Perubahan kejiwaan (anak kelihatan memelas, cengeng, lemah dan tidak
nafsu makan)
d. Otot mengecil atau terlihat lemah dan tidak berkembang.
e. Warna rambut pirang dan mudah rontok
f. Muka bundar bak bulan purnama
g. Pembesaran hati
h. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna
menjadi coklatkehitaman dan terkelupas( crazy pavement dermatosis ),
dimulai dengan titik menjadi ptechie kemudian menghitam dan
mengelupas, sehingga terdapat bagian- bagian merah yang dikelilingi oleh
batas- batas yang masih hitam, kering dan menunjukkan garis- garis kulit
yang lebih dalam dan lebar.
i. Anemia
j. Kelainan kimia : kadar albumin serum rendah, kadar globulin normal atau
sedikit meninggi, kadar kolesterol serum rendah.
MARASMUS
a. Otot-otot mengecil (atropi)
b. Hamper tidak ada lapisan lemak dibawah kulit, kehilangan tekanan turgor
c. Wajah tampak tua
d. Berat badan sangat kurang
e. Pertumbuhan kurang atau terhenti
f. Sering diare atau konstipasi
g. Ubun-ubun besar cekung
h. Perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas
MARASMIK-KWASIORKHOR
a. Gambaran klinisnya merupakan campuran dari beberapa gambaran klinis
kwasiokhor dan marasmusdengan BB/U < median WHO ( BB > 120 %
baku ), NCHS disertai edema yang tidak mencolok.
4. PENATALAKSANAAN (KKP)
Tingkat posyandu
a. Kader melakukan penimbangan pada balita setiap bulan di posyandu.
b. Kader memberikan penyuluhan tentang makanan pendukung ASI (MP-
ASI)
c. Kader memberikan pemulihan bayi balita yang berada di garis merah
(PMT) contoh : KMS
d. Pemberian imunisasi untuk melindungi anak dari penyakit infeksi seperti
TBC, polio dan ada pula beberapa imuisasi dasar, antara lain:
a) BCG
b) DPT
c) Polio
d) Hepatitis B3
e) Campak
Tambahan :
a. HiB (meningitis)
b. PCV/IPD (pnemokokus)
c. MMR
d. Influenza
6. KOMPLIKASI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kurang kalori protein merupakan salah satu masalah gizi masyarakat yang utama
di Indonesia. Upaya untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat telah
dilaksanakan dengan berbagai program perbaikan gizi oleh Departemen
Kesehatan bekerja sama dengan masyarakat. Menurut survai kesehatan tahun
1986 angka keadaan gizi buruk pada balita 1,72% dan gizi kurang sebanyak 11,4.
Penderita gizi buruk palik banyak dijumpai ialah tipe maramus. Arif di. Rs dr.
sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan di. Rs. Dr. pirngadi medan sebanyak
42%. Hal ini dapat dipahami karena maramus sering berhubungan dengan
kepadatan penduduk dan higine yang kurang di daerah perkotaan yang sedang
membangun serta terjadinya krisis ekonomi di Indonesia.
1. Tujuan
Tujuan umum
Tujuan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
1. Defenisi
Kurang kalori dan protein ini terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi kalori
atau karbohidrat dan protein dengan kebutuhan anergi atau defisiensi atau deficit
energi dan protein.
Pada umumnya penyakit ini terjadi pada anak balita karena pada umur tersebut
anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Apabila konsumsi makanan tidak
seimbang dengan kebutuhan kalori,maka akan terjadi defisiensi tersebut (kurang
kalori dan protein).
1. KKP ringan, kalau berat badan anak mencapai 84-95 % dari berat badan.
2. KKP sedang, kalau berat badan anak hanya mencapai 44-60 % dari berat badan.
3. KKP berat (gizi buruk), kalau berat badan anak mencapai 60 % dari berat badan.
Beberapa ahli hanya membedakan antara 2 kkp saja yakni kkp ringan atau gizi
kurang dan gizi berat(gizi buruk) atau lebih sering disebut maramus(kwashiorkor).
Anak atau penderita maramus ini tampak sangat kurus,berat badan kurang dari
60% dari berat badan ideal menurut umur, muka berkerut seperti orang tua, apatis
terhadap orang tua,apatis terhadap sekitarnya,rambut kepala halus dan jarang
berwarna kemerahan.
1. Etiologi
Pada bayi dapat terjadi karena tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi
makanan penggantinya atau sering diare
Malabsorbsi protein
Sindrom nefrotik
Infeksi menahun
Luka bakar
Penyakit hati.
Patofisiologi
kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan
makanan, tubuh berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi, kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat,protein merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan
kehidupan,karbohidrat(glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai
bahan bakar, sayangnya kebutuhan tubuh untuk memepertahankan karbohidrat
sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah terjadi kekurangan.
1. Manifestasi klinis
Malaise
Apatis
Kelaparan
1. Komplikasi
Infeksi
Melabsorbsi
Gangguan metabolic
Anemia gizi
1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiologis
1. Penatalaksanaan
2. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas
proteinnya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin.
3. Pemberian terapi cairan dan elektrolit
4. Penatalaksanaan setiap masalah akut seperti masalah diare berat
5. Pengkajian riwayat status social ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian
antrometri, kaji menivestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat
badan, kaji tanda-tanda vital.
Upaya pengobatan,meliputi:
Pemberian makan
1. ANATOMI FISILOGI
Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut
dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat
di permukaan lidah. Pengecapan relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin
dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf olfaktorius di hidung dan lebih rumit,
terdiri dari berbagai macam bau.
Makanan dipotong-potong oleh gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi
belakang (molar, geraham), menjadi bagian-bagian kecil yang lebih mudah
dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan membungkus bagian-bagian dari
makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mulai mencernanya.
Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang memecah
protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.
Lambung
Lambung merupakan organ otot berongga yang besar dan berbentuk seperti
kandang keledai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia, fundus dan antrum. Makanan
masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter
menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon
sigmoid) dan berakhir di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan
di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian
otot yang penting untuk menunda BAB.
Perubahan rambut
Perut tampak membuncit, hati teraba membesar, bising usus meningkat bula
terjadi diare
Edema tungkai
Kulit kering
BAB III
ASKEP TEORITIS
1. Pengkajian
1. Identitas
Identitas klien
Identitas penanggung
1. Riwayat kesehatan :
Pada umumnya anak masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan
(berat badan yang semakin lama semakin menurun), bengkak pada tungkai, sering
diare dan keluhan lain yang menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
1. Riwayat keluarga
1. Pengkajian fisik
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien tidak
mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan
tidak bertambah.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan fisik
3. Potensial terjadinya komplikasi b.d rendahnya daya tahan tubuh
Pada Kwashiorkor
1. Gangguan nutrisi s/d intake yang kurang ( protien ) ditandai dengan pasien
tidak mau makan, anoreksia, makanan tidak bervariasi, BB menurun, tinggi badan
tidak bertambah.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi pasein terpenuhi dengan kreteria timbul nafsu makan, BB
bertambah ½ kg per 3 hari.
Intervensi :
a. Mengukur dan mencatat BB pasein
b. Menyajikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
c. Menyajikan makanan yang dapat menimbulkan selera makan
d. Memberikan makanan tinggi TKTP
e. Memberi motivasi kepada pasien agar mau makan.
f. Memberi makan lewat parenteral ( D 5% )
Rasional:
a. BB menggambarkan status gizi pasien
b. Sebagai masukan makanan sedikit-sedikit dan mencegah muntah
c. Sebagai alternatif meningkatkan nafsu makan pasien
d. Protein mempengaruhi tekanan osmotik pembuluh darah.
e. Alternatif lain meningkatkan motivasi pasein untuk makan.
f. Mengganti zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral
Evaluasi :
Pasien mau makan makanan yang TKTP, BB bertambah ½ kg tiap 3 hari.
Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari
b. Bantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing dalam merubah posisi.
d. Membantu pasien melekukan aktivitas / gerakan-gerakan yang ringan.
Rasional :
a. Aktivitas mengambarkan kekuatan fisik pasien
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas walau dalam keterbatasan /
sesuai kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas.
d. Sebagai support mental bagi pasien.
Evaluasi :
Kebutuhan aktivirtas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-harinya tanpa bantuan orang lain.
Intervensi :
a. Memberikan makanan cukup gizi (TKTP)
b. Menjaga personal hygiene pasien
c. Memberikan penkes tentang pentingnya gizi untuk kesehatan.
d. Kolaborasi pemberian cairan parenteral.
Rasional :
a. Makanan yang cukup gizi mempengaruhi daya tahan tubuh.
b. Personal hygiene mempengaruhi status kesehatan pasien.
c. Pendidikan gizi menentukan status gizi dan status kesehatan pasien.
d. Mengganti/ memenuhi zat-zat makanan secara cepat melalui parenteral.
Evaluasi :
Komplkasi dapat tehindar atau tidak terjadi.
Intervensi :
a. Kaji aktivitas pasien sehari-hari.
b. Membantu pasien melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
c. Melatih dan membimbing pasien dalam ,merubah posisi.
d. Membantu pasien melakukan gerakan-gerakan ringan.
Rasional :
a. Aktivitas menggambarkan kekuatan fisik pasien.
b. Meningkatkan motivasi pasien untuk beraktivitas sesuai dengan
kemampuannya.
c. Salah satu alternatif untuk meningkatkan aktivitas pasien.
d. Sebagai support mental bagi pasien.
Evaluasi
Kebutuhan aktivitas pasien dapat maksimal. Pasien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa bantuan orang lain.
BAB III
PENUTUP
https://rurymaulidiasari.wordpress.com/2012/10/13/askep-kkp-pada-anak/