Kumpulan Laporan Pe KLB 2018 PDF
Kumpulan Laporan Pe KLB 2018 PDF
KUMPULAN LAPORAN
PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
KLB seringkali diikuti dengan kejadian yang sangat cepat, banyak orang yang
terserang dan mencakup luas wilayah yang besar serta dapat menimbulkan
kepanikan berbagai pihak. Pada situasi seperti ini diperlukan ahli epidemiologi, yang
dituntut selalu bertindak tenang, profesional, berpegang pada dasar-dasar ilmiah,
pendekatan sistematis dan berorientasi pada upaya penyelamatan dan pencegahan
pada populasi yang mengalami KLB.
Gambaran hasil PE KLB oleh Tim Gerak Cepat yang memuat rekomendasi
pencegahan dan penanggulangan KLB, HARUS dituangkan dalam laporan
Penyelidikan Epidemiologi KLB, disamping sebagai laporan ke pimpinan juga
menjadi referensi untuk pencegahan KLB diwaktu yang akan datang.
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
Anugerah dan Petunjuk-Nya, sehingga kumpulan beberapa laporan Penyelidikan
Epidemiologi (PE) Kejadian Luar Biasa penyakit menular dapat dibuat dalam satu
buku. Susunan laporan PE KLB dalam buku ini, mengacu pada Buku Pedoman
Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular dan
Keracunan Pangan dari Subdit Surveilans Direktorat Surveilans dan Karantina
Kesehatan Ditjen P2P Kemenkes RI (edisi revisi tahun 2017).
Dengan terbuka kami menerima saran, ide dan tanggapan korektif dari
pengguna/pembaca guna perbaikan buku ini di masa mendatang.
Akhirnya disampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Seksi Surveilans dan
Imunisasi Bidang P2P Dinas Kesehatan Daerah Provinsi Sulawesi Utara yang telah
memfasilitasi penerbitan buku tersebut..
B. TUJUAN
• Mengetahui gambaran epidemiologi KLB DBD
• Mengetahui sumber dan cara penularan
• Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB DBD
• Melakukan respon cepat terhadap KLB DBD dan populasi yang berisiko
• Merumuskan rekomendasi pengendalian KLB DBD
C. DEFENISI OPERASIONAL:
a. DBD atau DGF (Dengue Hemorrhagic fever) atau adalah penyakit yang disebabkan
oleh Virus Dengue. Virus ini ditularkan dari manusia ke manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes Aegypti. Gejala klinis penyakit DBD dimulai dengan demam tinggi
yang mendadak terus-menerus berlangsung 2 - 7 hari, kemudian turun secara
cepat. Demam secara mendadak disertai gejala klinis yang tidak spesifik seperti:
anorexia, lemas, nyeri pada tulang, sendi, punggung dan kepala.
b. KLB DBD adalah jika suatu daerah desa atau kelurahan sebaiknya segera
ditetapkan telah berjangkit KLB DBD apabila memenuhi satu kriteria sebagai
berikut *):
1. Terdapat satu penderita DBD atau demam dengue (DD) meninggal.
2. Terdapat satu kasus DBD atau lebih selama 3 bulan terakhir di daerah
Kabupaten/Kota bersangkutan tidak ditemukan penderita DBD tetapi HI
jentik Aedes aegypti desa atau kelurahan tersebut lebih dari 5%.
3. Terdapat peningkatan bermakna jumlah kasus DBD dibandingkan
keadaan sebelumnya,
I. PE dilakukan Tim P2P Dinkes Daerah Provinsi Sulawesi Utara bersama TGC
Dinkes Kota Bitung pada tanggal 20 Januari 2017.
II. Analisa Jumlah Kasus DBD tahun 2016 dan 2017 di Kota Bitung :
1. Jumlah kasus DBD tahun 2016 = 121 kasus, kematian = 1.
2. Januari 2017 s/d tanggal 30 Januari 2017 di Kota Bitung = 14 kasus
dan 2 (dua) kematian karena DBD dengan CFR = 14,3%, melampaui
CFR yang ditargetkan Kemenkes RI yaitu CFR harus <1%.
a. Distribusi kasus DBD berdasarkan Time:
Distribusi kasus DBD di Kota Bitung dapat dilihat pada time lines
berikut:
Grafik 1. Distribusi kasus DBD berdasarkan bulan
di Kota Bitung tahun 2016
25
20 20
15 15
14
13 13
10 10
9
8
7
6
5 3
3
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sept Okt Nov Des
Total
Des 36 56 1 24
Nov
Okt
Sept
Agust
Jul
Jun
Mei
Apr
Mar
Feb
Jan
0 20 40 60 80 100 120
F. RUMUSAN MASALAH
1. Surveilans Aktif RS (SARS) belum berjalan dengan maksimal karena rangkap
tugas dari pengelola surveilans baik di tingkat puskesmas maupun dinas
kesehatan;
2. Surveilans Pasif RS (SPRS) pun belum berjalan sesuai harapan karena tingkat
sensitifitas pengelola surveilans RS masih kurang pengelola surveilans RS
juga rangkap tugas;
3. Manajemen kasus di RS agak kurang jelas, karena hasil PE menunjukan
pasien DBD langsung masuk pada fase kritis atau shok.
4. Kualitas Penyuluhan tentang Pencegahan dan Pengendalian penyakit DBD
belum tercapai, karena dari hasil wawancara dengan masyarakat diperoleh
informasi bahwa masyarakat belum sepenuhnya memahami pentingnya
mencegah DBD melalui PSN atau memerangi jentik, masyarakat masih
memahami bahwa DBD dapat dicegah dengan foging.
5. Data DBD belum dianalisa secara maksimal oleh pengelola surveilans/tim
surveilans tingkat puskesmas dan kabupaten/kota karena petugas sering
berganti, pengetahuan pengelola surveilans tentang pengolahan dan analisa
data DBD belum memadai.
6. Breading place nyamuk masih banyak karena tingkat kepedulian sebagian
masyarakat terhadap lingkungan masih rendah, hal ini terkait pula dengan
perilaku seseorang untuk melakukan PHBS.
H. REKOMENDASI
Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah
yang ditemukan dilapangan antara lain:
1. Menjadikan kegiatan SARS sebagai tupoksi prioritas bagi pengelola surveilans
yang dituangkan dalam SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dan dibuat diawal
tahun anggaran baik di tingkat puskesmas maupun dinas kesehatan
kabupaten/kota;
2. Meningkatkan sensitifitas pengelola surveilans RS untuk secara aktif
melaporkan penyakit menular potensial KLB seperti DBD melalui sosialisasi
penyakit menular potensial KLB dan Asistensi teknis secara berkala
(triwulan/semester) oleh dinas Kesehatan kabupaten/kota dan provinsi;
3. Dinas Kesehatan Kota Bitung agar berkoordinasi dengan RS terkait untuk
evaluasi manajemen kasus dan jika diperlukan dapat meminta bantuan dari
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).
4. Bagian promosi kesehatan agar mengemas secara riil dan sederhana materi
penyuluhan tentang pencegahan DBD seperti memelihara ikan cupang
pemakan centik, menanam tanaman hias yang aromanya dapat mengusir
nyamuk (bunga lavender, Zodia, Geranium, Serei Wangi, dll), memberi
informasi tentang tanda dan gejala khas DBD serta langkah-langkah
penanganan segera yang harus dilakukan masyarakat seperti memberi cairan
berelektrolit untuk mengindari dehidrasi, segera ke fasilitas pelayanan
Kumpulan Laporan Penyelidikan Epidemiologi KLB Penyakit Menular 9
kesehatan jika penderita panas dalam 2-3 hari dan pengendalian penyakit
DBD dengan menyampaikan informasi tentang tujuan dan bahaya foging
melalui media komunikasi seperti brosur, leaflet, baliho, iklan media
elektronik secara berkala serta melakukan surveilans berbasis masyarakat
atau community based surveillance (CBS) dimana masyarakat/kader dilatih
dan diberdayakan untuk melaporkan gejala dan tanda penyakit menular yang
terjadi di wilayahnya terutama jika penderita tidak datang ke fasyankes;
5. Melakukan refreshing bagi pengelola surveilans tentang cara pengolahan dan
analisis data DBD melalui workshop analisis data surveilans epidemiologi
dengan dukungan dana ABPD Kota Bitung.
6. Kerjasama dengan lintas sektor untuk melakukan lomba kelurahan/
lingkungan bebas jentik pada bulan sebelum musim penghujan tiba/sebelum
masa penularan (SMP) dengan mengukur dan memeriksa ABJ oleh Tim
Puskesmas dan dinas kesehatan kabupaten/kota serta menindak lanjuti
kegiatan Satgas Petik yang dicanangkan pihak Kecamatan Girian.
II. Tujuan.
Tujuan dilakukan verifikasi terhadap penyakit berpotensi KLB yaitu penyakit
Antraks adalah:
a. Untuk melakukan Kewaspadaan Dini terhadap transmisi penularan penyakit
Antraks dari hewan ke manusia.
b. Untuk melaksanakan Surveilans aktif penemuan dini kasus sesuai DO
penyakit Antraks.
1. TGC Dinkes Daerah Prov. Sulut bersama TGC Distanak Prov.Sulut, melakukan
verifikasi dan kunjungan lapangan di Desa Biniha Kec. Helumo Kab. Bolsel
serta melakukan wawancara kepada beberapa KK disekitar lokasi kematian
sapi.
Desa Biniha
Kec. Helumo
2. Time lines kematian sapi di di Desa Biniha Kec. Helumo Kab. Bolsel sbb:
Tgl 5 2017 Tgl 8 2017 Tgl 14 2017 Tgl 15 2017 Maret Sapi
Maret ada 1 Maret ada 1 Maret ada 1 yang mati tgl 14 Maret
ekor sapi ekor sapi ekor sapi dikubur masyarakat (SOP
mati di Desa mati di Desa mati di Desa APD u/ perlindungan
Biniha Biniha Biniha masyarakat yg mengubur
masih ???)
Informasi lain yang diperoleh TGC Dinkes Daerah Provinsi Sulawesi Utara
dilapangan adalah:
a. Sapi yang mati di Desa Biniha Kec. Helumo Kab. Bolsel tidak ada yang
dipotong untuk dikonsumsi warga diwilayah tersebut.
b. Sedangkan sapi yang mati tanggal 5 Maret dan 8 Maret 2017, dipotong dan
di bawa ke Desa Mogoyungung Kec. Dumoga Timur Kab. Bolmong.
Informasi lanjut bahwa dagi sapi tersebut dijual di Pasar Ibolian – Imandi
Dumoga Timur Kab. Bolmong pada tanggal 9 Maret 2017 (jadwal pasar)
dan telah terjual habis.
V. Upaya yang dilakukan dibidang Kesehatan oleh TGC Dinkes Daerah
Prov.Sulut dan Dinkes Kab. Bolmong Selatan dan Dinkes Kab.
Bolmong;
VI. Permasalahan.
Beberapa permasalahan yang ditemukan dilapangan antara lain:
1. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit antraks baik pada hewan maupun
cara penularan kepada manusia masih rendah.
2. Peluang transmisi penyakit antraks dari hewan ke manusia dalam kondisi
tersebut diatas adalah melalui:
a. Di Kab. Bolmong Selatan transmisi dapat terjadi melalui spora yang ada di
lingkungan dengan cara spora terhirup melalui pernapasan (inhalasi),
karena 1 ekor sapi yang mati diduga oleh Distanak Prov. Sulut pengidap
penyakit antraks pada hewan.
b. Di Kab. Bolmong, transmisi dapat terjadi melalui makanan yang tercemar
dengan kuman antraks seperti daging sapi yang terinfeksi dan tidak
dimasak dengan sempurna (matang). Karena sapi yang mati di Bolsel
tanggal 5 dan 8 Maret 2017 dipotong-potong dan dibawa ke Dumoga
Timur Kab. Bolmong untuk dijual dan sudah terjual habis pada tanggal 9
Maret 2017.
A. TUJUAN
• Untuk memastikan adanya KLB Difteri
• Mengetahui gambaran epidemiologi KLB Difteri
• Mengetahui sumber dan cara penularan
• Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB Difteri
• Merumuskan rekomendasi penanggulangan
C. DEFINISI OPERASIONAL:
a. Kasus probable (klinis) adalah kasus yang menunjukkan gejala-gejala
demam, sakit menelan, pseudomembran putih keabu-abuan yang tidak
mudah lepas dan mudah berdarah.
b. Kasus konfirmasi laboratorium adalah kasus probable disertai hasil
laboratorium yang positif.
c. Kasus konfirmasi hubungan epidemiologi adalah kasus probable yang ada
hubungan epidemiologi dengan kasus konfirmasi laboratorium.
d. Carrier adalah kontak kasus yang tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi hasil
pemeriksaan laboratoriium positif Corynebacterium diphteriae.
e. KLB Difteri adalah ditemukannya minimal 1 (satu) kasus Difteri klinis *).
*). Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan KLB Penyakit Menular dan Keracunan Pangan,
Edisi Revisi tahun 2017. Subdit Surveilans, Direktorat SKK, Ditjen P2P-Kemenkes RI.
I. PE dilakukan oleh TGC Dinkesda Prov. Sulut ke RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou
pada tanggal 4 September 2017 pukul 15.30 s/d selesai.
Dilakukan pengambilan specimen apusan hidung dan tenggorokan pada
penderita dan apusan hidung pada kontak serumah (orang tua).
Pemberian ADS kepada penderita (suspek Difteri)
Gambaran klinis penderita dapat dilihat pada time lines berikut:
! ! ! ! ! ! ! !
28/8/2017 29/8/2017 2/09/2017 2/09/2017 4/09/2017 4/09/2017 5/09/2017 9/09/2017
Panas, Ke Pkm Ke Ke RSU rujuk ke TGC PE ke membran Kel.minta
Batuk Likupang Dr.Swasta Pancaran RSUP Prof. Kandou, mulai Rwt.Jalan
Panas, Sakit Kasih Kandou ambil swap menipis KU BAIK
Batuk menelan Manado tenggorokan
Sakit dan hidung,
menelan TGC Provinsi pemberian
menerima info ADS
II. Tanggal 5 September 2017 PE dilanjutkan oleh TGC Provinsi dan TGC
Dinkes Kab. Minahasa Utara dan Puskesmas Likupang ke alamat penderita.
Data Epidemiologi :
- Jumlah kontak serumah berjumlah 3 orang (Ayah, Ibu dan Kakek).
- Jumlah kontak teman sekolah berjumlah 8 orang terdiri dari 7 orang
teman kelas dan 1 orang wali kelas murid.
- Jumlah kontak yang diambil spesimen apusan hidung oleh tim
laboratorium (BPPK Dinkesda Prov. Sulut) adalah 11 orang.
- Status Imunisasi DPT penderita, menurut jawaban Ibu pasien adalah
lengkap, tidak dibuktikan dengan KMS.
- Riwayat berkunjung penderita ke daerah tertular Difteri (-), tetapi
sebelum sakit penderita bersama orang tua pernah bepergian ke
Desa Bukit Tinggi Kec. Kakas Kab. Minahasa Provinsi Sulawesi Utara
untuk menghadiri suatu pesta.
- Pada 2 (dua) minggu terakhir sebelum penderita sakit, tidak ada
tamu atau keluarga yang datang berkunjung ke rumah mereka.
Data Kontak Kasus:
No Nama Alamat Umur Hub.dg Status Hsl Proilaksis
(th) kasus Imunisasi Lab
1 Seraf E. Martin Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Erytromicin
2 Resita Bintang Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Erytromicin
Lengkap
3 Leonel Kurama Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Erytromicin
4 Vilyo Ds.Pulisan 6 Tmn Sklh DPT lengkap Erytromicin
Lasawengan
5 Adolf M. Woli Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Erytromicin
6 Prayse Hari Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Erytromicin
Lengkap
7 Kenly Langodi Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Erytromicin
Lengkap
8 Lelly Rooroh Ds.Pulisan 41 Wali DPT Tdk Erytromicin
Kelas Lengkap
9 Nelson T Ds.Pulisan 49 Kakek DPT Tdk Erytromicin
Lengkap
F. HASIL LABORATORIUM
1. Penderita an. R.A umur 7 tahun : spesiemen swab tenggorokan dan
hidung, dengan hasil kultur Negatif Corynebacterium diphteriae.
2. Kontak serumah (orang tua) : an. J. A umur36 tahun (ayah), V.T umur
28 tahun (ibu) dan N.T umur 49 tahun (kakek): specimen yang
diperiksa swab hidung dengan hasil kultur ketiganya Negatif
Corynebacterium diphteriae.
3. Kontak teman sekolah seperti pada tabel berikut:
No Nama Alamat Umur Hub.dg Status Hasil Lab. (kultur)
(th) kasus Imunisasi
1 Seraf E. Martin Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Negatif C.
diphteriae
2 Resita Bintang Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Negatif C.
Lengkap diphteriae
3 Leonel Kurama Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Negatif C.
diphteriae
4 Vilyo Ds.Pulisan 6 Tmn Sklh DPT lengkap Negatif C.
Lasawengan diphteriae
5 Adolf M. Woli Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT lengkap Negatif C.
diphteriae
6 Prayse Hari Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Negatif C.
Lengkap diphteriae
7 Kenly Langodi Ds.Pulisan 7 Tmn Sklh DPT Tdk Negatif C.
Lengkap diphteriae
8 Lelly Rooroh Ds.Pulisan 41 Wali DPT Tdk Negatif C.
Kelas Lengkap diphteriae
G. KESIMPULAN :
1. Telah terjadi KLB Suspek Difteri di Desa Pulisan Kec. Likupang Timur
Kab. Minahasa Utara, dengan dilaporkannya 1 (satu) kasus Difteri klinis
(usia 7 tahun) dengan status imunisasi sesuai pengakuan orang tua
adalah lengkap (tidak dibuktikan dengan KMS).
2. Kontak kasus terdiri dari kontak serumah yaitu 3 (tiga) orang dan
kontak teman sekolah ada 8 orang (teman kelas 7 orang dan 1 orang
wali kelas) dengan status imunisasi ada yang tidak lengkap.
H. REKOMENDASI
Beberapa usulan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk permasalah
yang ditemukan dilapangan diatas antara lain:
1. Meningkatkan cakupan imunisasi DPT-HB-Hib rutin <95% dan imunisasi
DT dan Td anak sekolah (BIAS), hal ini dapat dilakukan pada bulan
September dan November yang secara kebetulan bertepatan dengan
BIAS tahun 2017.
2. Pengadaan alat pengukur suhu dan kartu kontrol suhu untuk Cold chain
di Puskesmas Likupang.
3. Peningkatan kapasitas semua SDM pelaksana program imunisasi dan
cold chain di tingkat Puskesmas Dinas Kesehatan Kab. Minahasa Utara
termasuk peneingkatan kapasitas SDM (bukan hanya pelaksana
surveilans) untuk melakukan PE KLB melalui Pelatihan PE Penyakit
Menular Potensial KLB.
4. Meningkatkan Sistem Kewaspadaan Dini terhadap KLB Penyakit yang
Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) secara umum.
I. PENUTUP.
Demikian Laporan Hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) KLB Difteri ini dibuat,
kiranya bermanfaat bagi semua pihak.
Mengetahui,
DINAS KESEHATAN
PROVINSI SULAWESI UTARA
TAHUN 2016
II. TUJUAN
• Mengetahui gambaran epidemiologi KLB Campak
• Mengetahui sumber dan cara penularan
• Mengidentifikasi faktor risiko penyebab KLB Campak
45 42
40
35 30
30 27
24
25
18
20 15
13
15 10
10 7
5
3 2 2
5 1 2
0
0 - 5 Tahun 6 - 12 Tahun 13 - 15 Tahun 16 - 18 Tahun ≥ 19 Tahun
25
20
15
10
DINAS KESEHATAN
PROVINSI SULAWESI UTARA
TAHUN 2012
Berdasarkan data diatas, gejala yang paling banyak dialami oleh penderita
adalah pusing sebanyak 21 kasus (80,8%), diikuti gejala sakit perut sebanyak
20 kasus (76,9%) dan terendah gejala diare sebanyak 12 kasus (46,2%).
4
3
2 2 2
1 1 1 1 1 1
c. Jika ditelaah klasifikasi dari bakteri yang di temukan pada ke-2 (dua)
laboratorium ini, sesungguhnya bakteri tersebut berada dalam satu garis
klasifikasi yaitu genus salmonella termasuk dalam family
enterobacteriaceae. Jenis genus lain dari family enterobacteriaceae yang
dapat bertumbuh cepat pada suhu 37oC dan pH 6-8 seperti salmonella
adalah genus citrobacter.
VI. Kesimpulan :
1. Telah terjadi KLB keracunan makanan pada anggota paskibraka dan para
pelatih pada HUT RI ke-67 tahun di Amurang Kab. Minahasa Selatan
2. Penyebab keracunan makanan adalah kue panekuk yang dipesan tim
penggerak PKK Kab. Minahasa Selatan dari Manado.
3. Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel kue panekuk adalah
ditemukan bakteri yang termasuk dalam family enterobacteriaceae; genus
salmonella dan genus citrobacter.
4. Secara spesifik dari hasil pemeriksaan laboratorium ditemukan juga bakteri
jenis staphylococcus.
5. KLB keracunan makanan di Amurang tanggal 17 Agustus 2012, telah
dinyatakan berakhir pada tanggal 19 Agustus 2012 setelah tidak ditemukan
ketambahan kasus dari kasus terakhir ditemukan (2 x masa inkubasi
tertinggi yaitu 7 jam tidak ditemukan kasus lagi).
VII. Rekomendasi atau saran tindak lanjut
A. Bidang Kesehatan:
1. Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap Tempat Pengolahan
Makanan (TPM) termasuk pemeriksaan sampel makanan dan air secara
berkala.
2. Melakukan penyuluhan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) khususnya
tentang sanitasi dan hygiene pengolahan makanan bagi TPM dan
masyarakat secara umum.
3. Meningkatkan koordinasi lintas program dan lintas sektor untuk
melakukan pemantauan penyakit atau masalah kesehatan yang potensial
Kejadian Luar Biasa.
VIII. Penutup
Demikian laporan lengkap hasil penyelidikan epidemiologi KLB keracunan
makanan di Kabupaten Minahasa Selatan, untuk dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.