Anda di halaman 1dari 7

1.

Penerapan Rekayasa Lalu Lintas pada perencanaan Geometrik Jalan, Perencanaan Perkerasan
Jalan, Ukur Tanah, Mektan dan Teknologi bahan

2. Buatkan hirarki jalan menurut perundangan yang berlaku di Indonesia

3. Sebutkan pasal pasal (baik di UU dan PP nya) yang mengatur tentang Prasarana dan Sarana jalan

4. Buat lis / daftar permasalahan berkaitan dengan Lalu Lintas Jalan raya dengan menyebutkan
lokasi, permasalahan dan upaya bisa dilakukan.

(tiga lokasi di kota Malang dan tiga lokasi di kota lain yang pernah anda lihat atau lalui)

CR : SASACANTIK
JAWABAN NOMER 2
Klasifikasi jalan atau hirarki jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan
administrasi pemerintahan dan berdasarkan muatan sumbu yang menyangkut dimensi dan berat
kendaraan. Penentuan klasifikasi jalan terkait dengan besarnya volume lalu lintas yang
menggunakan jalan tersebut, besarnya kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut serta
pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan. Jalan umum menurut fungsinya berdasarkan pasal
8 Undang-undang No 38 tahun 2004 tentang Jalan dikelompokkan ke dalam jalan arteri, jalan
kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.

1. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna.

2. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau
pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.

3. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.

4. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.

Didalam pasal 6 dan pasal 9 Peraturan Pemerintah No 34 tahun 2006 tentang Jalan dijelaskan bahwa
fungsi jalan terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang
merupakan bagian dari Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri
dari sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan
hierarki.

Sistem jaringan jalan primer merupakan sistem jaringan jalan yang menghubungkan antarkawasan
perkotaan, yang diatur secara berjenjang sesuai dengan peran perkotaan yang dihubungkannya.
Untuk melayani lalu lintas menerus maka ruas-ruas jalan dalam sistem jaringan jalan primer tidak
terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan. Sistem jaringan jalan sekunder merupakan sistem
jaringan jalan yang menghubungkan antarkawasan di dalam perkotaan yang diatur secara berjenjang
sesuai dengan fungsi kawasan yang dihubungkannya.

KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

Menurut PP No.26 Th.1985 Tentang Jalan, sistem jalan dibagi dalam 2 kategori, yakni sistem
jaringan primer dan sistem jaringan sekunder.

SISTEM JARINGAN PRIMER

1.Sistem Jaringan Jrimer disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang dan struktur
pengembangan wilayah tingkat nasional yang menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi sebagai
berikut : a) Dalam satu Satuan Wilayah Pengembangan menghubungkan secara menerus kota
jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang ketiga, dan kota jenjang di bawahnya sampai ke
persil. b) Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu antar Satuan Wilayah
Pengembangan.
2.Jalan Arteri Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak berdampingan atau
menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kedua.

3.Jalan Kolektor Primer, menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau
menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang ketiga.

4.Jalan Lokal Primer, menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil atau kota jenjang kedua
dengan persil atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota dibawah jenjang
ketiga dengan persil.

Maksud Penjenjangan Kota

Penjenjangan kota yang dimaksudkan adalah pengelompokan kota ditinjau dari segi pembinaan
jaringan jalan, dan bukan pembagian kota berdasarkan kelas-kelasnya sesuai dengan UU No.5 Tahun
1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, dengan kriteria sebagai berikut :

Kota Jenjang kesatu : adalah kota yang berperan melayani seluruh satuan wilayah
pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang paling tinggi dalam satuan wilayah
pengembangannya serta memiliki oriebtasi ke luar wilayahnya.

Kota Jenjang kedua : adalah kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah
pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu
dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kesatu.

Kota Jenjang ketiga : adalah kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah
pengembangannya, dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua
dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa ke kota jenjang kedua serta
memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan kota jenjang kesatu.

SISTEM JARINGAN SEKUNDER

1.Sistem Jaringan Sekunder disusun mengikuti ketentuan pengaturan tata ruang kota yang
menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi
sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga sampai perumahan.

2.Jalan Arteri Sekunder : menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu atau
menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.

3.Jalan Kolektor Sekunder : menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder
kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga.
4.Jalan Lokal Sekunder : menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan,
menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan
seterusnya ke perumahan.

Maksud Kawasan

Kawasan adalah wilayah yang dibatasi oleh lingkup pengamatan fungsi tertentu, meliputi :

Kawasan Primer : adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer.

Kawasan Sekunder : adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder.

Fungsi Primer suatu kota adalah sebagai titik simpul jasa distribusi bagi daerah jangkauan
peranannya.

Fungsi Sekunder suatu kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu sendiri yang
lebih berorientasi ke dalam jangkauan lokaL

Klasifikasi jalan adalah pengelompokan jalan berdasarkan fungsi jalan, berdasarkan administrasi
pemerintah dan berdasarkan muatan sumbu. Banyak sekali faktor sebagai penentuan klasifikasi
antara lain besarnya volume lalu lintas, kapasitas jalan, keekonomian dari jalan tersebut dan
pembiayaan pembangunan dan perawatan jalan. Berikut penjelasan untuk jenis klasifikasi jalan di
Indonesia.

1. Klasifikasi berdasarkan fungsi


Klasifikasi jalan di Indonesia berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku antara lain:
1.Jalan Arteri, adalah jalan umum yang berfungsi untuk melayani angkutan utama dengan ciri
perjalanan jarak jauh, kecepatan rencana > 60 km/jam, lebar badan jalan > 8 m, kapasitas jalan lebih
besar daripada volume lalu lintas rata-rata, tidak boleh terganggu oleh kegiatan lokal, dan jalan
primer tidak terputus, dan sebagainya.
2.Jalan Kolektor adalah jalan yang digunakan untuk melayani angkuatan pengumpul/pembagi
dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rencana >40 km/jam, lebar badan jalan > 7 m,
kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata, tidak boleh terganggu oleh
kegiatan lokal, dan jalan primer tidak terputus, dan sebagainya.
3.Jalan Lokal adalah jalan umum yang digunakan untuk melayani angkutan setempat denan ciri
perjalanan dekat, kecepatan rencana > 40 km/jam, lebar jalan > 5 m
4.Jalan Lingkungan adalah jalan umum yang digunakan untuk melayani angkutan lingkungan dengan
ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
LENGKAP POL : https://id.wikibooks.org/wiki/Rekayasa_Lalu_Lintas/Prasarana_jalan#cite_ref-3
LEK GAK SENG IKI : http://tingkatkankeselamatanjalan.blogspot.com/2015/06/klasifikasi-jalan-yang-
sesuai-dengan.html

JAWABAN NOMER 3
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

Pasal 1

4. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan
pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan
tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan
air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel;

Pasal 5

(1) Jalan sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi,
sosial budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.

(2) Jalan sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara.

Pasal 10

(1) Untuk pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas, jalan dibagi dalam beberapa
kelas jalan.

(2) Pembagian kelas jalan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundanganundangan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

(3) Pengaturan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas
jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi penyediaan prasarana jalan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dalam peraturan pemerintah.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN

Bagian Kelima Kelas Jalan Pasal 31

(1) Kelas jalan dikelompokkan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan
angkutan jalan, serta spesifikasi penyediaan prasarana jalan.

(2) Pembagian kelas jalan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan jalan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

(3) Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan dikelompokkan atas jalan bebas
hambatan, jalan raya, jalan sedang, dan jalan kecil.

Pasal 32
(1) Spesifikasi penyediaan prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) meliputi
pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar lajur, ketersediaan median,
serta pagar.

Penetapan Kelas Jalan Berdasarkan Spesifikasi Penyediaan Prasarana Jalan Pasal 63

Penetapan kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasarana jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 ayat (1), dan lebar ruang milik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1)
dilakukan oleh penyelenggara jalan sesuai dengan status jalan masing-masing berdasarkan pedoman
yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 66

Perubahan kelas jalan berdasarkan spesifikasi prasarana jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
32 ayat (1) dilakukan oleh penyelenggara jalan sesuai kewenangannya berdasarkan pedoman yang
ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keenam Standar Pelayanan Minimal

Pasal 112

(4) Standar pelayanan minimal jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan standar
pelayanan minimal ruas jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diwujudkan dengan penyediaan
prasarana jalan dan penggunaan jalan yang memadai.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2005 TENTANG JALAN TOL

Pasal 6

(1) Jalan tol harus mempunyai spesifikasi:

a. tidak ada persimpangan sebidang dengan ruas jalan lain atau dengan prasarana transportasi
lainnya;

b. jumlah jalan masuk dan jalan keluar ke dan dari jalan tol dibatasi secara efisien dan semua jalan
masuk dan jalan keluar harus terkendali secara penuh;

c. jarak antarsimpang susun, paling rendah 5 (lima) kilometer untuk jalan tol luar perkotaan dan
paling rendah 2(dua) kilometer untuk jalan tol dalam perkotaan;

d. jumlah lajur sekurang-kurangnya dua lajur per arah;

e. menggunakan pemisah tengah atau median; dan

f. lebar bahu jalan sebelah luar harus dapat dipergunakan sebagai jalur lalu-lintas sementara dalam
keadaan darurat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN
ANGKUTAN JALAN

Pasal 8

Penyelenggaraan di bidang Jalan meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan


pengawasan prasarana Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, yaitu:
a. inventarisasi tingkat pelayanan Jalan dan permasalahannya;

b. penyusunan rencana dan program pelaksanaannya serta penetapan tingkat pelayanan Jalan yang
diinginkan;

c. perencanaan, pembangunan, dan optimalisasi pemanfaatan ruas Jalan;

d. perbaikan geometrik ruas Jalan dan/atau persimpangan Jalan;

e. penetapan kelas Jalan pada setiap ruas Jalan;

f. uji kelaikan fungsi Jalan sesuai dengan standar keamanan dan keselamatan berlalu lintas; dan

g. pengembangan sistem informasi dan komunikasi di bidang prasarana Jalan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG ANGKUTAN


JALAN

Bagian Kedua Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor

Pasal 4

(3) Kondisi prasarana jalan yang belum memadai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
huruf a meliputi:

a. memiliki perkerasan yang sebagian atau seluruhnya rusak berat;

b. perkerasan jalan masih merupakan tanah asli; dan/atau

c. tanjakan dan/atau turunan jalan sangat curam.

Pasal 19

Untuk menjamin penyediaan prasarana dan fasilitas pendukung Angkutan umum, penyediaan
Kendaraan Bermotor Umum, dan pengembangan sumber daya manusia di bidang Angkutan umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b, Pasal 16 huruf d, Pasal 16 huruf g, Pasal 17 huruf b,
Pasal 17 huruf d, Pasal 17 huruf g, Pasal 18 huruf b, Pasal 18 huruf d, dan Pasal 18 huruf g,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat mengikutsertakan partisipasi sektor swasta.

Anda mungkin juga menyukai