1. Kerangka Tektonik
Konsep escape tectonics (extrusion tectonics) yang dikemukakan oleh Molnar dan
Tapponnier (1975), Tapponnier dkk. (1982), dan Burke dan Sengör (1986) dicoba diterapkan di
Indonesia (Satyana, 2006). Escape tectonics adalah konsep tektonik yang membicarakan
terjadinya gerak lateral suatu blok geologi menjauhi suatu wilayah benturan di benua dan bergerak
menuju wilayah bebas di samudra. Karena itu, peneyebutan konsep tektonik ini lebih sesuai bila
disebut : post-collisional tectonic escape (gerak lateral menjauh pascabenturan). Eksplorasi
hidrokarbon di wilayah Indonesia membantu menunjukkan bukti-bukti bahwa telah terjadi escape
tectonics di Indonesia. Secara singkat bisa dikatakan, zone benturan dicirikan oleh jalur sesar-
lipatan yang ketat, sementara hasilescape tectonics dicirikan oleh sesar-sesar mendatar regional,
sesar-sesar normal, dan retakan-retakan atau pemekaran kerak Bumi.
Awang H. Satyana (2007) mengidentifikasi lima peristiwa benturan di Indonesia yang
membentuk atau mempengaruhi sejarah tektonik Indonesia sepanjang Kenozoikum. Benturan
pertama adalah benturan India ke Eurasia yang terjadi mulai 50 atau 45 Ma (Eosen awal-tengah).
Benturan ini telah menghasilkan Jalur Lipatan dan Sesar Pegunungan Himalaya yang juga
merupakan suture Indus. Benturan ini segera diikuti oleh gerakan lateral Daratan Sunda
(Sundaland) ke arah tenggara, sebagai wujud escape tectonics, diakomodasi dan dimanifestasikan
oleh sesar-sesar mendatar besar di wilayah Indocina dan Daratan Sunda, pembukaan Laut Cina
Selatan, pembentukan cekungan-cekungan sedimen di Malaya, Indocina, dan Sumatra, dan saat
ini oleh pembukaan Laut Andaman. Sesar-sesar ini terbentuk di atas dan menggiatkan kembali
garis-garis suture akresi batuandasar berumur Mesozoikum di Daratan Sunda. Sesar-sesar besar
hasil escape tectonics ini adalah : Sesar Red River-Sabah, Sesar Tonle-Sap-Mekong (Mae
Ping), Sesar Three Pagoda-Malaya-Natuna-Lupar-Adang, dan Sesar Sumatra.
Benturan kedua terjadi pada sekitar 25 Ma (Oligosen akhir) ketika sebuah busur kepulauan
samudra yang terbangun di tepi selatan Lempeng Laut Filipina berbenturan dengan tepi utara
Benua Australia di tengah Papua sekarang. Benturan ini menghasilkan jalur lipatan dan sesar
Pegunungan Tengah Papua dan segera diikuti olehescape tectonics berupa sesar-sesar mendatar
besar dan pembentukan cekungan akibat runtuhan (collapse) di depan zone benturan. Sesar-sesar
besar tersebut adalah Sesar Sorong-Yapen (bagian awalnya), Sesar Waipoga, Sesar Gauttier, dan
Sesar Apauwar-Nawa. Pembukaan daerah cekungan (basinal area) Papua Utara (termasuk di
dalamnya Cekungan Waipoga, Waropen, Biak, Jayapura) dan Cekungan Akimeugah di selatan
zone benturan Pegunungan Tengah Papua, terbentuk akibat runtuhan untuk mengkompensasi
tinggian akibat benturan. Sesar-sesar mendatar yang terbentuk juga mempengaruhi pembentukan
cekungan-cekungan ini.
Benturan ketiga adalah benturan antara mikro-kontinen Kepala Burung dengan badan
Papua pada sekitar 10 Ma (Miosen akhir). Jalur lipatan dan sesar Lengguru menandai benturan ini.
Sesar-sesar mendatar yang menjauh dari zone benturan ini seperti Tarera-Aiduna, Sorong,
Waipoga, dan Ransiki menunjukkan escape tectonicspascabenturan. Cekungan Bintuni yang
terletak di sebelah barat Jalur Lengguru merupakan foreland basin yang terbentuk sebagai
akibat post-collision extensional structure.
Benturan keempat terjadi dari 11-5 Ma (Miosen akhir-Pliosen paling awal) ketika mikro-
kontinen Buton-Tukang Besi dan Banggai-Sula membentur ofiolit Sulawesi Timur. Kedua mikro-
kontinen ini terlepas dari Kepala Burung Papua dan bergerak ke barat oleh Sesar Sorong. Benturan
ini telah membentuk jalur lipatan dan sesar Buton di selatan Sulawesi Timur dan Jalur Batui di
daerah benturan Banggai dan Sulawesi Timur. Kedua benturan ini telah diikuti tectonic
escapes pascabenturan dalam bentuk-bentuk rotasi lengan-lengan Sulawesi, pembentukan sesar-
sesar menndatar besar Palu-Koro, Kolaka, Lawanopo, Hamilton, Matano, dan Balantak, dan
pembukaan Teluk Bone. Gerak sesar-sesar mendatar ini di beberapa tempat telah membuka
cekungan-cekungan koyakan (pull-apart basin) akibat mekanisme trans-tensional seperti danau-
danau Poso, Matano, Towuti juga Depresi Palu.
Benturan terakhir mulai terjadi pada sekitar 3 Ma (pertengahan-Pliosen) ketika tepi utara
Benua Australia berbenturan dengan busur Kepulauan Banda. Benturan ini telah membentuk jalur
lipatan dan sesar forelandsepanjang Timor, Tanimbar sampai Seram. Di wilaya Seram, jalur ini
juga banyak dipengaruhi oleh benturan busur Seram dengan mikro-kontinen Kepala Burung.
Pembukaan lateral juga terjadi mengikuti benturan busur-benua ini, pembukaan ini adalah
manifestasi tectonic escape. Sesar-sesar mendatar besar terbentuk hampir sejajar dengan orientasi
Pulau Timor. Pengalihan tempat mikro-kontinen Sumba dan pembentukan serta pembukaan
Cekungan Weber, Sawu, dan Laut Banda dapat berhubungan dengan escape
tectonics pascabenturan ini melalui mekanismeextensional structure atau collapse yang
mengikuti arc-continent collision. Kasus-kasus di Indonesia ini menunjukkan bahwa tectonic
escapes adalah gejala dan proses yang penting dalam evolusi wilayah konvergen seperti Indonesia.
Konsep escape tectonics memberikan kontribusi penting untuk pemahaman bagaimana benua
terbangun dan terpotong-potong.
Banggai-Sula Mikrokontinen merupakan bagian dari benua Australia Utara – New Guinea.
Selama zaman Mesozoic Lempeng mikro Banggai-Sula terpisah dan bergerak kearah barat
Lempeng Asia. Periode extensional ini dicirikan dengan sebuah fase transgresi klastika jurasik dari
daratan ke laut dangkal yang berada diatas anoxic shalelaut dalam. Secara utama proses
sedimentasi passive margin terjadi dalam Cretaceous hingga Tersier selama pergerakannya kearah
barat.
Collision dari Banggai-Sula dengan Lempeng Asia terjadi dari Miosen Tengah hingga
Pliosen dan dihasilkan dalam kerak samudra Asia, Sulawesi ophiolite, sedang ditekan menuju
timur pada Lempeng mikro Banggai-Sula.Episode compressive merupakan hal yang
mengakibatkan terjadinya struktur sesar yang muncul di paparan Taliabu. Mengikuti aktivitas
pensesaran dan pengangkatan dari Sulawesi timus, kearah timur dihubungkan dengan
pengendapan molasses yang dimulai pada Pliosen awal. Sedimen molasses pada periode Pliosen
dan Pleistosen, mengalami progradasi kearah timur mengisi area cekungan hingga ke bagian barat
pulau Peleng.
Ditempat lain, sesar normal periode Pliosen akhir hingga Pleistosen diakibatkan bagian
dari gaya tekanan compressive awal, dihasilkan dari subsidence pada selat Peleng. Kompleks
Collisi / terusan sabuk diinterpretasikan terbentuk sebagai suatu hasil dari proses kolisi, yang
terjadi selama Kala Miosen, dari Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula dan sebuah Busur
vulkanik Tersier, yang membentuk daerah yang dikenal sebagai Sulawesi Tengah pada saat ini.
Proses Collisi menghasilkan lipatan yang mempengaruhi daerah disekitarnya, penujaman, dan
imbrikasi dari sedimenter, dan juga pada ubduksi dari salah satu massa ophiolit terbesar di dunia,
yakni Sabuk Ophiolit Sulawesi Bagian Timur.
Lempeng Mikro Kontinen Banggai-Sula diinterpretasikan mempunyai lokasi awal yang
jauh ke arah timur dari lokasinya yang sekarang, dipredeksikan di dekat daerah New Guinea
Bagian Tengah, dan membentuk Lempeng Kontinen Mayor dari Australia-New Guinea, dimana
lempeng ini sendiri terbentuk sebagai hasil dari proses pemisahan dari Gondwana, yang terjadi
selama Masa Mesozoikum. Pada saat proses pemisahan berlangsung, lempeng mikro mengalami
pemekaran ke arah barat, dan subduksi kerak oceanic yang cenderung ke arah barat, berhubungan
dengan bagian tepi dari lempeng mikro yang dikenal pada saat sekarang ini dengan Sulawesi Barat.
Inisial sedimentasi yang berada di atas basement batuan beku atau metamorfik dari
Lempeng mikro Banggai-Sula yang berumur Paleozoikum Akhir dimulai dari sedimen laut
dangkal hingga laut dalam, sedimen klastik berumur Jura, sedimen khas hasil pemisahan, batas
pemekaran sikuen. Batupasir laut dangkal dan material lempung dijumpai pada daerah Peleng
Timur dan fasies laut dalam, termasuk turbidit, dijumpai pada daerah bagian barat dari Sulawesi
Timur. Sedimentasi pasif yang terjadi selama Zaman Kapur hingga Paleogen, sebagai hasil dari
proses pemekaran ke arah barat dari lempeng mikro yang berkesinambungan. Adanya singkapan
yang muncul di permukaan yang terbatas dan data well memperlihatkan bahwa sedimentasi
karbonat dimulai pada Kala Eosen pada bagian selatan dan barat dari wilayah ini, sementara di
daerah lain di bagian timur sedimentasi karbonat tidak jelas terjadi hingga Kala Miosen. Pada
suatu paparan (shelf) dengan kaberadaan karbonat yang ekstensif, dilokalisir oleh pertumbuhan
terumbu karang, mengelilingi wilayah Banggai Sula selama Kala Miosen.
Selama Kala Miosen Akhir hingga Pliosen Awal, collisi dari lempeng mikro dengan bagian
luar, busur non-vulkanik menghasilkan gaya kompresi yang mengarah ke timur, terobosan dan
imbrikasi dari sedimenter, dan obduksi dari ophiolit mulai dari tepian lempeng Asia ke Lempeng
Mikro Banggai-Sula. Plat Banggai-Sula bersama dengan sedimenter bagian atas pada akhirnya
merupakan plat yang yang berada di dalam overthrust sedimenter Tersier dan Mesozoik dan batuan
beku ultrabasa yang membentuk kompleks collisi pada saat ini. Bersama dengan sedimen flysch,
yang dihasilkan oleh proses erosi dari kompleks collisi, terjadi di depan dari penunjaman bagian
timur. Komponen utama dari sedimen ini adalah debris ophiolit.
1. Stratigrafi
Banggai Sula Mikrokontinen memiliki urutan stratigrafi yang diurutkan berdasarkan umur
dari Paleozoikum hingga Kuarter (Gambar.3).
Batuan alas (basement) merupakan basal klastik berumur Paleogen tipis (Eosen akhir-
Oligosen awal) dan batuan karbonat, dan dalam skala regional berupa batuan karbonat dan klastik
(Kelompok Salodik).
Pra Jurasik
Metamorphic Tanpa Nama
Basement berupa batuan metamorf terdiri atas slate, schist, dan gneiss yang mungkin sudah
mengalami proses deformasi pada periode Paleozoikum Atas. Selama Permian Akhir hingga
Triassic batuan granite bercampur dengan Basement. Tingkat metamofisme tinggi dihasilkan oleh
intrusi ini yang sebagiannya merupakan hornfel.Batuan alas (Basement) dari Lempeng Mikro
Banggai Sula terlihat dalam bentuk outcrop/singkapan di Pulau Peleng dan beberapa singkapan
yang terdapat di Tomori PSC, merupakan sekis primer yang terintrusi oleh Granit berumur Perm
hingga Trias.
Granit Banggai
Granit diperkirakan berumur Permian Akhir hingga Triassic. Terdapat bermacam-macam
intrusi di daerah ini, termasuk Orthoclase merah kaya granit, granadiorit, diorite kuarsa,
mikrodiorit, syenite porphiri, aplite dan pegmatite. Di Banggai dan Selatan Taliabu, granit
terlihat segar dan ini menjadi dalil kemunculannya relatif masih baru sebagai hasil dari proses
pengangkatan dan pensesaran. Terlihat jelas seperti pada pulai Kano, granit mengalami
pelapukan secara intensif, ini memungkinkan terjadi selama periode pembukaan benua yang
berasosiasi denganrifting pada Jurassic Awal. Variasi outcrop dari batuan yang berumur
Mesozoikum terekam sebagai jendela tektonik di Cekungan Banggai, terutama pada sabuk
ophiolit. Batuan yang berumur Trias hingga Kapur terbentuk dan meliputi batugamping pelagic
dan batulempung, batugamping laut dangkal dan turbidit, dan batupasir. Keduanya merupakan
reservoir potensial dan batuan induk yang terekam. Diperkirakan sekitar 14.000 kaki dari
sedimen Tersier dikenali pada bagian tengah wilayah lepas pantai dari blok Tomori dari
interpretasi seismic. Sedimen-sedimen tersebut cenderung menebal secara signifikan kearah
barat dan barat daya.
Gambar 3. Stratigrafi Regional Cekungan Banggai.
Mangole Vulkanik
Muncul dengan ketebalan sekitar 1000m di Banggai, Taliabu, dan Mangole dan termasuk
didalamnya rhyolite, dasit, ignimbrite lithic tuff dan breksi pada Pulau Bangga yang mengandung
fragmen batuan metamorf.Sedimentasi karbonat terus berlangsung hingga zaman Kuarter dan
pengangkatan pada zaman recent secara ekstensiv memunculkan beberapa dari endapan-endapan
ini.
Formasi Luwuk/Peleng
Terbentuknya batugamping pada Formasi Luwuk dan Peleng ditemukan lebih banyak pada
Pulau Peleng. Tipe sedimen utama digambarkan sebagai karang konglomerat karena ini terbentuk
oleh campuran acak dari karang-karang yang hancur, molusca, algae dan foraminifera.
Pengendapan terjadi dibawah kondisi energy yang tinggi, dalam beberapa kasus kemungkinan
berasosiasi dengan lereng curam sesar aktif yang mengindikasikan seluruh wilayah tetap
menyisakan aktifitas geologi yang aktif.