Anda di halaman 1dari 5

Sila Kelima Dalam Pancasila

Mata Kuliah Pancasila

Oleh:
Desy Pentalibertin
732017015
Destinasi Pariwisata
Fakultas Interdisiplin
Universitas Kristen Satya Wacana
Sila Kelima: Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Keadilan berarti kesesuaian dengan hakekat adil. Adil berarti memberi kepada
orang lain dan kita sendiri haknya masing-masing. Adil berarti keseimbangan antara hak
dan wajib. Ideologi Pancasila mempunyai ciri keadilan berarti mengajarkan betapa
pentingnya keserasian hubungan antara hak dan wajib. Ideologi Pancasila mengajarkan
agar supaya orang tidak hanya menuntut haknya saja, tetapi juga tahu kewajibannya.
(Sunoto, 1989)
Dibandingkan dengan sila-sila yang lain, sila kelima ini mempunyai
keistimewaan di dalam rumusnya, yaitu didahului oleh kata-kata, yang menegaskan
bahwa empat sila yang mendahuluinya adalah “untuk mewujudkan” apa yang terkandung
dalam sila yang kelima, ialah “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
(Notonagoro, 1983)
Sila kelima berlandaskan kepada adil dan dalam arti bahwa segala sifat dan
keadaan di dalam Negara adalah sesuai dengan hakekat adil dan bahwa disinilah terletak
daripada isi arti sila kelima yang terdalam dan yang terluas, yaitu yang bersifat abstrak,
umum, universil, tetap tidak berubah.
Di dalam keadilan sosial itu terkandung pula kesatuan yang statis tak berubah
daripada kepentingan umum dalam keseimbangan yang dinamis, yang mana di antara dua
kepentingan itu yang harus diutamakan tergantung dari keadaan dan jaman, kalau buat
keadaan dan jaman kita sekarang kepentingan umumlah yang diutamakan. (Notonagoro,
1983)
Pada manusia harus selalu ada kemampuan untuk memberikan kepada diri sendiri
dan kepada orang lain apa semestinya, apa yang telah menjadi haknya. Kemampuan yang
selalu ada sedemikian itu, setelah menjadi watak, disebut watak saleh yang seharusnya
dimiliki orang, sehingga demikian kita peroleh pengetahuan tentan hal istilah adil di
dalam sila kedua daripada Pancasila, bahwa kemanusiaan yang dimaksud ialah
kemanusiaan yang adil terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia, terhadap Tuhan
atau causma prima.
Maka oleh karena itu, menjadi jelaslah, bagaimana duduknya perkara dan memang
sudah setepatnya di dalam sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab itu, terkandung
prinsip perikemanusiaan atau internasionalisme, terjelma di dalam hubungan dan
penghargaan baik antara semua bangsa dan semua negara, sehingga kebangsaan atau
nasionalisme daripada bangsa dan Negara Indonesia tidak chauvinistis, tidak sempit
mengandung harga diri yang berkelebihan.
Sebagaimana kita telah ketahui pula ialah, bahwa karena sifat persatuan dan
kesatuan daripada Pancasila, maka di dalam sila keadilan sosial terkandung pula sila
kemanusiaan yang adil dan beradab, sehingga segala sesuatu tentang keadilan yang
terkandung di dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab itu tadi dengan sendirinya
terjelma di dalam sila keadilan sosial. Selanjutnya karena keadilan yang terkandung di
dalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah atas dasar hakekat daripada adil,
yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang telah menjadi haknya, maka inti
daripada sila keadilan sosial dengan sendirinya memenuhi hakekat daripada adil.
Hakekat daripada adil menurut pengertian klasik ilmiah, yaitu dipenuhinya segala
sesuatu yang telah merupakan suatu hak di dalam hidup bersama sebagai sifat hubungan
antara satu dengan lain, mengakibatkan bahwa memenuhi tiap-tiap hak di dalam ubungan
antara satu dengan lain adalah suatu hal yang wajib.
Di dalam tiap-tiap hidup bersama antara manusia dimana ada organisasi sebagai
kesatuan daripada warga-warganya seperti halnya di dalam masyarakat, bangsa dan
negara, maka ada hubungan keadilan segi tiga. Segi pertama, masyarakat, bangsa dan
negara adalah pihak yang berwajib memenuhi keadilan terhadap warganya. Segi kedua,
warga masyarakat, warga bangsa, warga negaralah yang menjadi pihak yang mempunyai
kewajiban memenuhi keadilan terhadap masyarakatnya, bangsanya, negaranya. Dan segi
ketiga iala berupa hubungan keadilan di antara sesama warga masyarakat, warga bangsa,
warga negara dalam arti ada wajib timbal balik untuk saling memenuhi keadilan.
Sehingga dengn demikian adalah termasuk keadilan sosial atau keadilan hidup bersama,
dalam ketiga-tiga seginya, keadilan membagi-bagikan, keadilan berta’at serta keadilan
sama-sama timbal balik, untuk memberikan apa yang telah menjadi hak tiap-tiap manusia
untuk memenuhi keadilan terhadap dirinya sendiri dan terhadap Tuhan atau causta prima.
Yang demikian itu adalah sesuai juga dengan terkandungnya sila Ketuhanan Yang Maha
Esa dan sila kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai kualifikasi basis di dalam sila
keadilan sosial.
Dan keadilan di dalam masyarakat, bangsa, negara inilah yang disebut keadilan
sosial atau keadilan masyarakat diambil dalam arti yang lebih luas daripada yang
terkandung di dalam istilahnya yaitu dalam arti keadilan hidup bersama, baik hidup
bersama dalam bentuk masyarakat maupun hidup bersama dalam bentuk bangsa dan
negara.
Sebagai singkatan uraian yang sudah ada, telah dapat kita ketahui, bahwa inti
daripada keadilan sosial, sila kelima dari Pancasila, dasar filsafat negara kita,
mengandung cita-cita kemanusiaan yang memenuhi hakekat daripada adil, yaitu
dipenuhinya segala sesuatu yang merupakan sesuatu hak di dalam hubungan hidup
kemanusiaan sebagai sesuatu yang wajib. Ini adalah isi arti daripada keadilan sosial yang
terdalam dan yang terluas, bersifat abstrak, umum, universil, tetap tidak berubah. Inti
daripada keadilan sosial itu mempunyai perincian dan ini berupa lingkungan keadilan
sosial, pihak-pihak yang bersangkutan, pangkal dasar yang menyebabkan adanya keadilan
sosial, hal-hal yang semestinya mengandung keadilan sosial serta hak dan wajib keadilan
sosial. (Notonagoro, 1983)
Ideologi Pancasila mengajarkan agar orang berlaku adil terhadap masyarakat atau
orang-orang lain dan terhadap alam sekitarnya. Demikian pula berlaku adil terhadap
Tuhannya. Sebagai ajaran, ideologi Pancasila menegaskan agar pemimpin bersifat adil
kepada yang dipimpinnya, tidak pilih kasih. Sebaliknya yang dipimpin juga harus bersifat
adil terhadap pemimpinnya, artinya menaati pemimpinnya. Oleh karena itu, manusia utuh
seharusnya dapat berlaku adil artinya melaksanakan hak dan wajib yang serasi terhadap
dirinya sendiri, terhadap orang lain, terhadap lingkungan hidupnya dan terhadap Tuhan.
(Sunoto, 1989)
“Keadilan sosial ialah suatu masyarakat atau sifat suatu masyarakat adil dan
makmur, berbahagia buat semua orang, tidak ada penghinaan, tidak ada penindasan, tidak
ada penghisapan. Tidak ada – sebagai yang saya katakan di dalam kuliah umum beberapa
bulan yang lalu – exploitation de l’homme par l’homme. Semuanya berbahagia, cukup
sandang, cukup pangan.” – Bung Karno pada Kursus Pancasila di depan kader-kader
pancasila pada tanggal 3 September 1958 di Istana Negara, Jakarta. (Soekarno & Aning,
2006)
Referensi
Notonagoro, P. D. (1983). Pancasila Secara Ilimiah Populer. Jakarta: PT. Bina Aksara.

Soekarno, I., & Aning, F. (2006). Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Yogyakarta: Media
Pressindo.

Sunoto, H. (1989). Mengenal Filsafat Pancasila - Filsafat Sosial dan Politik Pancasila. Yogyakarta:
Andi Offset.

Anda mungkin juga menyukai