Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ASMA BRONKHIALE


DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI
AKTIVITAS DI RSUD BLAMBANGAN
2018

Disusun oleh :

SITI NUR FATIMAH

2016.010.29

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Asma bronkial merupakan penyakit kronis saluran nafas yang ditandai

dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus yang menyebabkan

sulitnya saat bernafas. Penyebab yang umum adalah hipersensitivitas

bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara, yang menyerang anak –

anak dan orang dewasa. Asma di bagi menjadi 2 golongan yaitu ekstrinsik

yang ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor

pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-

obatan, dan intrinsik yang ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang

bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti

udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi ( Lyndon,2010 ).

Prevalensi asma menurut World Health Organization (WHO) tahun

2016 sekitar 235 juta dengan angka kematian lebih dari 80% di negara-negara

berkembang. Data prevalensi asma di Amerika Serikat berdasarkan umur

sebesar 7,4% pada dewasa dan 8,6% pada anak-anak, berdasarkan jenis

kelamin 6,3% laki-laki dan 9,0% perempuan, dan berdasarkan ras sebesar

7,6% ras kulit putih dan 9,9% ras kulit hitam (NCHS, 2016).

Prevalensi penyakit asma di provinsi Jawa Timur di laporkan

sebanyak 4.265 penderita yang di dapat dari Dinas Kesehatan Jawa Timur
2007 Data pasien di Poli Klinik Paru RSUD Dr. Hardjono sebanyak 160

penderita selama tahun 2013 (Oemeti, 2010).

Prevalensi penderita asma menduduki peringkat nomer 19 di

banyuwangi yang mencapai 5423 semua kalangan terbanyak dipuskesmas

kabat dan puskesmas kedungrejo mengalahkan penyakit tuberculosis yang

menduduki peringkat 20 dengan penderita mencapai 5259 ( DINKES, 2017 )

Asma ditandai dengan kontraksi spasme dari otot polos bronkhiolus

yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah

hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara, sehingga

menimbulkan kesulitan saat bernafas atau sesakmenjadi tidak adekuat ,

sehingga aliran darah perifer berkurang dan menyebabkan soanosis, jantung

berdenyut lebih kuat, dan peningkatan tekanan darah. Jika aliran darah ke

otak berkurang maka klien tersebut akan mengalami penurunan kesadaran.

Sesak nafas juga dapat mengganggu aktivitas dankemampuan untuk aktivitas

makan, sehingga dapat menyebabkan gangguan dalam beraktivitas. Upaya

penanganan kasus asma bronkhial sendiri bisa dilakukan dengan penanganan

medis diantaranya meliputi : terapi oksigen sesuai yang dibutuhkan klien,

pemberian bronkodilator, nebulezer. Adapun penanganan keperawatan

meliputi : memposisikan pasien semi fowler, latihan pernafasan pada pasien

asma. Dengan penanganan medis dan keperawatan tersebut jika tidak

dilakukan maka pasien asma akan muncul komplikasi diantaranya adalah

atelektesis, hipoksemia, pneumotoraks, emfisema ( Dudut, 2003 ).


Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan

asuhan keperawatan pada klien asma bronkhial dengan masalah keperawatan

intoleransi aktivitas dengan beberapa rencana keperawatan diantaranya adalah

meningkatkan tirah baring/pembatasan aktivitas ( misalnya, meningkatkan

jumlah waktu istirahat klien ), ajarkan klien untuk tekhnik bernafas dalam dan

relaksasi

1.2 Batasan Masalah

Aspek kasus yang dibatasi untuk diangkat dalam topik studi kasus ‘’

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Asma Bronkhiale Dengan Masalah

Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD Blambangan tahun 2018 ‘’

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien asma bronkhiale yang mengalami

masalah keperawatan intoleransi aktivitas di RSUD Blambangan tahun 2018 ?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan umum

Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien asma Bronkhiale

dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD Blambangan

tahun 2018

1.4.2 Tujuan khusus

1) Melakukan pengkajian keperawatan pada klien asma Bronkhiale

Dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD

Blambangan tahun 2018


2) Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien asma Bronkhiale

Dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD

Blambangan tahun 2018

3) Menyusun rencana keperawatan pada klien asma Bronkhiale

Dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD

Blambangan tahun 2018

4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien asma Bronkhiale

Dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD

Blambangan tahun 2018

5) Melakukan evaluasi pada klien asma Bronkhiale Dengan Masalah

Keperawatan Intoleransi Aktivitas Di RSUD Blambangan tahun

2018

1.5 Manfaat

1.5.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

penjelasan mengenai asma bronkhial pasa orang dewasa RSUD

Blambangan tahun 2018

1.5.2 Manfaat praktis

1.5.2 Bagi klien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan bagi pasien serta keluarga tentang penyakit

asma dan mencegah terjadinya asma bronkhial


1.5.3 Bagi lahan praktik

Penulisan laporan ini, sebagai bahan informasi dan

evaluasi mengenai pelayanan asuhan keperawatan pada klien

asma bronkial di RSUD Blambangan

1.5.4 Bagi perawat

Penulisan ini, dapat menambah bahan bacaan bagi

perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan yang

komprehensif khususnya pada klien dengan asma bronkhial

yang mengalami intoleransi aktivitas.

1.5.5 Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan kepustakaan bagi mahasiswa

keperawatan prodi DIII, S1, dan Profesi keperawatan

khususnya data yang berkaitan dengan pemberian asuhan

keperawatan intoleransi aktivitas pada penderita asma

Bronkhiale.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep asma bronkhiale

2.1.1 Pengertian

Asma merupakan penyakit paru revelsible yang ditandai dengan

adanya obstruksi atau penyempitan jalan napas, biasanya disertai

dengan adanya peradangan dan hiper - responsivitas terhadap

berbagai stimulasi. Asma dapat sembuh spontan atau dengan terapi .

Spektrum gejalanya luas dari mengi ringan dan dispnea sampai

kegagalan napas yang mengancam jiwa. Gejala obstruksi saluran

bronkial dapat menetap dalam beberapa episode akut ( Lyndon, 2010).

Asma merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh reaksi

berlebihan jalan napas terhadap iritan atau stimulasi lain. Pada paru –

paru normal iritan mungkin tidak memberikan pengaruh. Asma

dianggap sebagai kondisi kronis dan inflamasi serta merupakan suatu

jenis penyakit paru obstruksi kronik ( PPOK ). Akibatnya, klien asma

mengalami spasme, peningkatan sekresi mukus/lendir, edema mukosa

( Marlene, 2016 ).

Asma merupakan suatu penyakit hiperreaksi dari bronkus dan

trakea, sehingga mengakibatkan penyempitan saluran napas yang bersifat

reversible. Akibatnya, setiap hari penderita mengalami kesulitan bernapas,


terengah – engah disertai suara bunyi ( sering disebut mengi / bersuit ), batuk,

sesak napas yang menimbulkan rasa nyeri pada dada ( Sholeh, 2012 ).

2.2 Etiologi

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dengan

presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial

1. Faktor predisposisi

a. Genetik

Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya,

meskipun diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.

Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga

dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat

alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu

hipersensitifitas saluran pernafasan juga bisa diturunkan

2. Faktor presipitasi

a. Alergen

Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :

1. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernafasan

Contoh : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora

jamur, bakteri dan polusi

2. Ingestan, yang masuk melalui mulut

Contoh : makanan dan obat – obatan


3. Kontraktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit

Contoh : perhiasan, logam, dan jam tangan

b. Perubahan cuaca

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering

mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin

merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang –

kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti : musim

hujan, musim kemarau. Hal ini berhubungan dengan arah

angin serbuk bunga dan debu.

c. Stress

Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan

asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang

sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera

diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi

perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya.

Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya

belum bisa diobati.

d. Lingkungan kerja

Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya

serangan asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja.

Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri


tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada

waktu libur atau cuti.

e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan

jika melakukanaktifitas jasmani atau aloh raga yang berat. Lari

cepat paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan

asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai

aktifitas tersebut.

2.3 Manifestasi klinis

Menurut ( Lyndon, saputra.2010 ) asma bronkial memiliki tanda dan

gejala sebagai berikut :

1. Dada berasa sesak

2. Batuk dengan sputum kental, jernih, atau kuning

3. Sianosis ( tanda fase lanjut )

4. Diaforesis

5. Nasal flrinng ( dilatasi nostril )

6. Pursed lip breathing ( pernafasan bibir mencucu, seperti nafas

dengan bantuan bibir )

7. Dispnea yang terjadi secara tiba tiba

8. Takikardia
9. Takipnea

10. Penggunaan otot – otot tambahan untuk bernafas

11. Mengi yang disertai ronki kasar

2.4 Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan

menjadi 3 tipe, yaitu :

1. Ekstrinsik (alergik)

Ditandai dengan reaksi alergik yang disebabkan oleh faktor-faktor

pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-

obatan (antibiotic dan aspirin) dan spora jamur. Asma ekstrinsik sering

dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik terhadap alergi.

Oleh karena itu jika ada faktor-faktor pencetus spesifik seperti yang

disebutkan di atas, maka akan terjadi serangan asma ekstrinsik.

2. Intrinsik (non alergik)

Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap

pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin

atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan

emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan

berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronik dan

emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.


3. Asma gabungan

Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai

karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

2.5 Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

1. Status asmatikus

2. Atelektasis

3. Hipoksemia

4. Pneumothoraks

5. Emfisema

2.6 Patofisiologi

Asma ditandai dengan kontraksi spastic dari otot polos bronkhiolus

yang menyebabkan sukar bernafas. Penyebab yang umum adalah

hipersensitivitas bronkhioulus terhadap benda-benda asing di udara. Reaksi

yang timbul pada asma tipe alergi diduga terjadi dengan cara sebagai berikut :

seorang yang alergi mempunyai kecenderungan untuk membentuk sejumlah

antibody Ig E abnormal dalam jumlah besar dan antibodi ini menyebabkan

reaksi alergi bila reaksi dengan antigen spesifikasinya. Pada asma, antibody

ini terutama melekat pada sel mast yang terdapat pada interstisial paru yang

berhubungan erat dengan brokhiolus dan bronkhus kecil.

Bila seseorang menghirup alergen maka antibody Ig E orang tersebut

meningkat, alergen bereaksi dengan antibodi yang telah terlekat pada sel mast
dan menyebabkan sel ini akan mengeluarkan berbagai macam zat,

diantaranya histamin, zat anafilaksis yang bereaksi lambat (yang merupakan

leukotrient), faktor kemotaktik eosinofilik dan bradikinin. Efek gabungan dari

semua faktor-faktor ini akan menghasilkan adema lokal pada dinding

bronkhioulus kecil maupun sekresi mucus yang kental dalam lumen

bronkhioulus dan spasme otot polos bronkhiolus sehingga menyebabkan

tahanan saluran napas menjadi sangat meningkat. Pada asma , diameter

bronkiolus lebih berkurang selama ekspirasi daripada selama inspirasi karena

peningkatan tekanan dalam paru selama eksirasi paksa menekan bagian luar

bronkiolus. Karena bronkiolus sudah tersumbat sebagian, maka sumbatan

selanjutnya adalah akibat dari tekanan eksternal yang menimbulkan obstruksi

berat terutama selama ekspirasi.

Pada penderita asma biasanya dapat melakukan inspirasi dengan baik

dan adekuat, tetapi sekali-kali melakukan ekspirasi. Hal ini menyebabkan

dispnea. Kapasitas residu fungsional dan volume residu paru menjadi sangat

meningkat selama serangan asma akibat kesukaran mengeluarkan udara

ekspirasi dari paru. Hal ini bisa menyebabkan barrel chest ( Dudut, 2003 )

2.7 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya:

a. Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari

kristal eosinopil.
b. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari

cabang bronkus.

c. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.

d. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya

bersifat mukoid dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat

mucus plug.

2. Pemeriksaan darah

a. Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula

terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.

b. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

c. Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3

dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.

2.8 Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada

waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru

yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis,

serta diafragma yang menurun.

2. Pemeriksaan tes kulit

Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen

yang dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.

3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat

dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi

pada empisema paru yaitu :

a. perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right

axis deviasi dan clock wise rotation.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni

terdapatnya RBB

( Right bundle branch block).

c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia,

SVES, dan VES atau terjadinya depresi segmen ST negative.

4. Scanning paru

Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi

udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru ( Dudut, 2003 )
2.9 Woc asma bronkhial
faktor pencetus

intrinsik ekstrinsik gabungan

respon radang

inflamasi sal. napas


kerusakan epitel otot polos sal. napas
mekanisme neurologic
bronkartriksi hipertropi otot
respon para simpatis

hiper reaktivitas
saluran napas

asma bronkhial

Mk : resiko infeksi
Pada sal. Napas terdapat mukus edema inflamasi dinding bronkus
spasme otot
bronkis alveolus tertutup
mukus obstruksi sal
nafas
bronkus menyempit
penyempitan sal
ventilasi terganggu nafas
dalam waktu
lama udara terjebak sal. Nafas sal. Nafas besar
besar
asidosis ↓ asidosis volume residu ↑ batuk/sesak
gagal napas respiratori kkr ↑ mengi produksi sekkret↑
hiper iritasi mual, muntah
MK : bersihan
pengguna otot bantu nafas anoreksia
jalan nafas tidak
MK : kerusakan efektif
pertukaran gas
kelemahan
MK : gangguan
nutrisi kurang
MK : intoleransi
dari kebutuhan

2.10 Konsep asuhan keperawatan pada pasien asma bronkhial

Proses keperawatan adalah adalah suatu proses pemecahan masalah

yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau memelihara klien sampai ke

taraf optimal melalui pendekatan yang sistematis untuk mengenal dan

membantu kebutuhan klien. (Nursalam, 2005)

Dalam asuhan keperawatan pasien dengan asma bronkial,

menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari 5 tahap,

yaitu: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan

evaluasi.

2.10.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan salah satu dari komponen

dari proses keperawatan yaitu suatu usaha yang dilakukan oleh

perawat dalam menggali permasalahan dari klien meliputi usaha

pengumpulan data tentang suatu kesehatan seseorang klien secara

sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Pengkajian keperawatan harus selalu dirancang sesuai

kebutuhan klien. Apabila pada kondisi klien perawat dihadapkan pada

klien yang menderita penyakit akut, perawat perlu membekali diri

tentang kondisi gejala yang berhubungan dan perawat boleh memilih

untuk hanya mengkaji sistem tubuh yang terlibat. Pengkajian


keperawatan yang komprehensif biasanya akan dilakukan pada klien

dalam kondisi lebih sehat, kemudian perawat mempelajari status

kesehatan total pasien (Muttaqin, 2010).

Pengkajian yang biasa dilakukan pada pasien dengan asma,

meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Pengumpulan data

1. Identitas klien/biodata

a) Identitas klien yang meliputi nama, umur, jenis kelamin,

suku/bangsa, agama, alamat, no RM, Dx medis, tanggal

masuk RS dan tanggal pengkajian

b) Identitas penanggung jawab meliputi nama, usia,

pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan dengan pasien

3 Keluhan utama

Pada umumnya klien mengeluh batuk dengan atau tanpa

produksi mucus sering bertambah berat saat malam hari atau

dini hari sehingga membuat anak sulit tidur. Jika asmanya

berat maka gejala yang akan muncul yaitu perubahan

kesadaran seperti mengantuk, bingung, saat serangan asma,

kesulitan bernafas yang hebat, takikardia, kegelisahan hebat

akibat kesulitan bernafas, berkeringat. (Margaret Varnell

Clark, 2013)

4 Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan pada klien dengan asma meliputi hal-

hal sebagai berikut:

a) Riwayat kesehatan sekarang

Merupakan pengembangan dari keluhan utama

yang biasa ditemukan menggunakan pendekatan

PQRST, dimana P atau paliatif/provokative

merupakan hal atau faktor yang mencetuskan

terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau

meperingan, Q atau qualitas dari suatu keluhan atau

penyakit yang dirasakan, R atau region adalah daerah

atau tempat dimana keluhan dirasakan, S atau severity

adalah derajat keganasan atau intensitas dari keluhan

tersebut, T atau time adalah waktu dimana keluhan

dirasakan, time juga menunjukan lamanya atau

kekerapan

b) Riwayat kesehatan yang lalu

Penyakit yang pernah diderita klien perlu

diketahui sebelumnya, karena mungkin ada kaitannya

dengan penyakit sekarang. Riwayat kesehatan

menjelaskan tentang riwayat perawatan di RS, alergi,

penyakit kronis dan riwayat operasi. Selain itu juga


menjelaskan tentang riwayat penyakit yang pernah

diderita klien yang ada hubungannya dengan penyakit

sekarang seperti riwayat panas, batuk, filek, atau

penyakit serupa pengobatan yang dilakukan

c) Riwayat kesehatan keluarga

Dikaji mengenai adanya penyakit pada

keluarga yang berhubungan dengan asma pada klien,

riwayat penyakit keturunan atau bawaan seperti asma,

diabetes melitus, dan lain-lain.

d) Genogram

Merupakan gambaran struktur keluarga klien, dan

gambaran pola asuh klien

5 Pola kebiasaan

Pola kebiasaan meliputi hal-hal sebagai berikut:

5.1 Pola nutrisi

Nafsu makan klien pada umumnya berkurang atau

hilang.

5.2 Pola istirahat/aktivitas

Gejala: Keletihan, kelelahan, malaise,

Ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas sehari-hari

karena sulit bernafas, Ketidakmampuan untuk tidur,

perlu tidur dalam posisi duduk tinggi, Dispnea pada saat

istirahat atau respon terhadap aktifitas atau latihan.


Tanda: Keletihan, Gelisah, insomnia, Kelemahan

umum/kehilangan massa otot

5.3 Pola personal hygiene

Klien asma perlu dikaji personal hygiene nya untuk

memastikan klien tetap bisa melakukan aktivitas

kebersihan badannya.

6 Pemeriksaan fisik

6.1 Keadaan umum

Biasanya keadaan umum pasien dengan asma adalah

kelemahan fisik akibat kurangnya nafsu makan, gelisah,

kesulitan bernafas, kesulitan tidur, berkeringat,

takikardia.

6.2 Tanda-tanda vital

Akan ditemukan tanda-tanda vital yang berubah dari

ukuran normal

7 Pemeriksaan fisik

7.1 Kepala

Amati bentuk dan kesimetrisan kepala, kebersihan

kepala pasien, lingkar kepala. Pada asma tidak

ditemukan masalah pada saat dilakukan pemeriksaan

kepala.
7.2 Mata

Perhatikan apakah jarak mata lebar atau lebih kecil,

amati kelopak mata terhadap penetapan yang tepat,

periksa alis mata terhadap kesimetrisan dan

pertumbuhan rambutnya, amati distribusi dan kondisi

bulu matanya, bentuk serta amati ukuran iris apakah ada

peradangan atau tidak, kaji adanya oedema pada mata.

Pada asma tidak ditemukan masalah pada saat

dilakukan pemeriksaan mata.

7.3 Hidung

Amati pasien, apakah pasien menggunakan nafas

cuping hidung

7.4 Mulut

Periksa bibir terhadap warna, kesimetrisan,

kelembaban, pembengkakan, lesi, periksa gusi lidah,

dan palatum terhadap kelembaban, keutuhan dan

perdarahan, amati adanya bau, periksa lidah terhadap

gerakan dan bentuk, periksa gigi terhadap jumlah, jenis

keadaan, inspeksi faring menggunakan spatel lidah.

Biasanya ditemukan pada mulut terdapat nafas barbau

tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah, lidah tertutup

selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan

7.5 Telinga
Periksa penempatan dan posisi telinga, amati

penonjolan atau pendataran telinga, periksa struktur

telinga luar dan ciri-ciri yang tidak normal, periksa

saluran telinga luar terhadap hygiene, rabas dan

pengelupasan. Lakukan penarikan aurikel apakah ada

nyeri atau tidak lakukan palpasi pada tulang yang

menonjol di belakang telinga untuk mengetahui adanya

nyeri tekan atau tidak

7.6 Leher

Gerakan kepala dan leher klien dengan ROM

yang penuh, periksa leher terhadap pembengkakan

kelenjar getah bening, lakukan palpasi pada trakea dan

kelenjar tiroid

h. Dada

Amati kesimetrisan dada terhadap retraksi atau

tarikan dinding dada kedalam, amati jenis pernafasan,

amati gerakan pernafasan dan lama inspirasi serta

ekspirasi, lakukan perkusi diatas sela iga, bergerak

secara simentris atau tidak dan lakukan auskultasi

lapang paru

i. Abdomen

Periksa kontur abdomen ketika sedang berbaring

terlentang, periksa warna dan keadaan kulit abdomen,


amati turgor kulit. Lakukan auskultasi terhadap bising

usus serta perkusi pada semua area abdomen

j. Ekstremitas

Kaji bentuk kesimetrisan bawah dan atas,

kelengkapan jari, apakah terdapat sianosis pada ujung

jari, adanya oedema, kaji adanya nyeri pada ekstremitas

k. Genetalia dan anus

Kaji kebersihan sekitar anus dan genetalia,

inspeksi ukuran genetalia, posisi, uretra, inspeksi

adanya tanda-tanda pembangkakan, periksa anus

adanya robekan, hemoroid, polip

2. Analisa Data

Analisa data adalah menghubungkan data yang diperoleh

dengan konsep, teori, prinsip, asuhan keperawatan yang relevan

dengan kondisi pasien. Analisa data dilakukan melalui

pengesahan data, pengelompokkan data, membandingkan data,

menentukan ketimpangan atau kesenjangan serta membuat

kesimpulan tentang kesenjangan atau masalah yang ada. (Gaffar,

2010)

8 Diagnosa keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan secret berlebih

2. kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

suplai O2

3. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, yang dibuktikan oleh

penurunan berat badan dan ketidakmampuan untuk makan

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan O2

5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak

adekuatnya imunitas

4. Perencanaan Tindakan Keperawatan

Perencanaan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan yang meliputi tujuan perawatan,

penetapan pemecahan masalah dan menentukan tujuan

perencanaan untuk mengatasi masalah pasien. (Alimul

Aziz.2011). Adapun kriteria hasil tersebut harus berpedoman

pada SMART yaitu:

a. Fokus pada pasien, yaitu harus menunjukan apa yang akan

dilakukan, kapan dan sejauh mana tindakan dapat

dilakukan.

b. Singkat dan jelas, yaitu untuk memudahkan perawat untuk

mengidentifikasi tujuan dan rencana tindakan


c. Dapat diobservasi dan diukur, (measurable) adalah suatu

kata kerja yang menjelaskan perilaku pasien atau keluarga

yang diharapkan akan terjadi jika tujuan telah tercapai

Ada batas waktunya, batas pencapaian hasil harus

dinyatakan dalam penulisan kriteria hasil

d. Realistis, yaitu harus bisa dicapai sesuai dengan saran dan

prasarana yang tersedia, meliputi biaya, perlatan, fasilitas,

tingkat pengetahuan, affek-emosi dan kondisi fisik.

Ditentukan oleh perawat dan pasien/keluarga pasien,

selama pengkajian perawat mulai melibatkan

pasien/keluarga pasien dalam intervensi

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan

peningkatan secret berlebih

Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi

napas bersih dan jelas

Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi, anak akan bernapas

dengan mudah tanpa dyspnea.

Intervensi Rasional

1. Auskultasi bunyi nafas dan catat 1. Beberapa derajat spasme

adanya abnormalitas, bunyi napas bronkus terjadi dengan obstruksi

seperti mengi jalan napas dan dapat/tidak


2. Kaji/pantau frekuensi pernapasan, dimanifestasikan dengan adanya

catat rasio inspirasi/ekspirasi napas yang abnormal

3. Catat adanya derajat dyspnea, 2. Takipnea biasanya ada pada

distress pernapasan, penggunaan beberapa derajat dan dapat

otot bantu pernapasan ditemukan pada penerimaan atau

4. Tempatkan anak pada posisi yang selama stress/adanya proses

nyaman, seperti meninggikan infeksi akut

kepala tempat tidur 3. Disfungsi pernafasan adalah

5. Pertahankan polusi lingkungan. variable yang tergantung pada

Contoh: debu, asap dll. tahap proses akut yang

6. Berikan obat bronkodilator sesuai menimbulkan perawatan di

indikasi rumah sakit

4. Peninggian kepala tempat tidur

memudahkan fungsi pernapasan

dengan menggunakan gravitasi

5. Pencetus tipe alergi pernapasan

dapat menimbulkan episode akut

6. Merelaksasikan otot halus dan

menurunkan spasme jalan napas,

mengi dan produksi mukosa


b. kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan

suplai O2

Tujuan: membantu tindakan untuk mempermudah pertukaran gas

Kriteria hasil: pertukaran gas adekuat

Intervensi Rasional

1. Kaji/awasi secara rutin kulit dan 1. Melihat adanya sianosis perifer

membran mukosa atau sentral

2. Palpasi fremitus 2. Penurunan getaran vibrasi

3. Awasi tanda vital dan irama diduga adanya pengumpulan

jantung cairan/udara

4. Posisikan pasien pada posisi yang 3. Takikardi, disritmia, dan

nyaman perubahan tekanan darah dapat

5. Berikan O2 sesuai indikasi menunjukan efek hipoksemia

sistemik pada fungsi jantung

4. Untuk meningkatkan pertukaran

gas yang optimal

5. Memperbaiki atau mencegah

memburuknya hipoksia
c. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia, yang dibuktikan oleh

penurunan berat badan dan ketidakmampuan untuk

makan

Tujuan: meningkatkan asupan nutrisi

Kriteria hasil: pasien menunjukan peningkatan berat badan

Intervensi Rasional

1. Kaji kebiasaan diet, masukan 1. Pasien distress pernafasan akut

makanan saat ini dan catat sering anoreksia karena dyspnea

derajat kerusakan makanan 2. Rasa tak enak dan bau dapat

2. Sering lakukan perawatan oral, menurunkan nafsu makan dan

buang secret, berikan wadah dapat menyebabkan mual

khusus untuk sekali pakai muntah dengan peningkatan

3. Berikan O2 tambahan ketika kesulitan nafas

makan sesuai indikasi 3. Menurunkan dyspnea dan

meningkatkan energi untuk

makan, sehingga dapat

meningkatkan masukan
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan O2

Tujuan: intoleransi aktivitas berhubungan dengan

ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan O2

Kriteria hasil: pasien tampak segar dan dapat beraktifitas

dengan kemampuannya

Intervensi Rasional

1. Dorong aktivitas yang sesuai 1. Mengurangi penggunaan energi

dengan kondisi dan kemampuan yang berlebihan

pasien 2. Untuk menghindari keletihan

2. Beri kesempatan anak untuk pada pasien

tidur, istirahat dan aktivitas

yang tenang

e. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya

imunitas

Tujuan: mencegah komplikasi dan memburuknya keadaan pasien

Kriteria hasil:
- Pasien/keluarga dapat mengidentifikasikan intervensi

untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi

- Pasien/keluarga akan memperlihatkan perubahan pola

hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman

Intervensi Rasional

1. awasi suhu 1. demam dapat terjadi karena

2. diskusikan kebutuhan infeksi dan atau dehidrasi

nutrisi adekuat 2. malnutrisi dapat

3. dapatkan specimen sputum mempengaruhi kesehatan

dengan batuk/pengisapan umum dan menurunkan

untuk pewarnaan tahanan terhadap infeksi

gram/kultur/sensitifitas 3. untuk mengidentifikasi

organisme penyebab dan

kerentanan terhadap berbagai

anti microbial

5. Implementasi

Pelaksanaan keperawatan adalah pemberian asuhan

keperawatan yang dilakukan secara langsung kepada pasien.

Kemampuan yang harus dimiliki perawat pada tahap implementasi

adalah kemampuan komunikasi yang efektif, kemampuan untuk

menciptakan hubungan saling percaya dan saling membantu,


kemampuan tekhnik psikomotor, kemampuan melakukan observasi

sistematis, kemampuan memberikan pendidikan kesehatan, kemampuan

advokasi dan evaluasi. Tahap pelaksanaan keperawatan meliputi: fase

persiapan (preparation), tindakan dan dokumentasi.

6. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi Keperawatan adalah tahap akhir dari proses

keperawatan yang merupakan perbandingan sistematis dan terencana

antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang

dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan secara

berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan

lainnya. Evaluasi terbagi atas dua jenis, yaitu:

1. Evaluasi Formatif

Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses

keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi ini

dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan

rencanan keperawatan guna menilai keefektifan tindakan

keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi

formatif ini meliputi empat komponen yang dikenal dengan

istilah SOAP, yakni Subjektif (data berupa keluhan klien),

Objektif (data hasil pemeriksaan), Analisa data

(perbandingan data dengan teori), dan Planning

(perencanaan).
2. Evaluasi Sumatif

Evaluasi Sumatif adalah evaluasi yang dilakukan

setelah semua aktifitas proses keperawatan selesai

dilakukan. Evaluasi sumatif ini bertujuan menilai dan

memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah

diberikan. Metode yang dapat digunakan pada evaluasi

jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan,

menanyakan respon pasien dan keluarga terkait layanan

keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir

pelayanan.
RENCANA PENGAMBILAN DATA

Data yang dibutuhkan : prevalensi penderita asma bronkhial di RSUD

Blambangan dalam satu tahun terakhir

Waktu pelaksanaan : 01 november – 01 desember

Tempat pengambilan data : RPD ( Ruang Penyakit Dalam )


DAFTAR PUSTAKA

IDAI.( 2010 ). Buku ajar Hematologi. Onkologi anak. Jakarta : EGC

Suryanto E. Diagnosis dan klasifikasi asma. Proseding Temu Ilmiah


Respirologi; 2009, Surakarta.

Lombardi C, Gani F, Landi M, Boner A, Canonica GW, Passalacqua G.


Clinical and therapeutic aspects of allergic asthma in adolescents. Pediatr
Allergy Immunol 2003;14:453–7.

Tim Kelompok Kerja Asma. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di


Indonesia.Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2004.p.12-5.

Naga, sholeh S. ( 2012 ). Buku panduan lengkap ilmu penyakit dalam. DIVA
press : yogyakarta
Saputra, lyndon & Joan M. Robinson. ( 2010 ). Visual nursing ( keperawatan
medikal bedah ). Binarupa aksara : Padang

Hurst, murlen. ( 2016 ). Belajar mudah keperawatan medikal - bedah . Buku


kedokteran EGC : jakarta

Anda mungkin juga menyukai