Anda di halaman 1dari 20

PROPOSAL METODE PENELITIAN

STUNTING PADA ANAK

Dosen pengampu mata kuliah Metode Penelitian :

Ifa Roifah, S.Kep.,Ns.,M.Kes

Oleh :

1. Elis F. Sapury (201601007)


2. Rahmala Dinda Nafila (201601008)
3. Silviana Manggasari Putri (201601017)
4. Chania Putri Sherlita (201601018)
5. Novia Eka Putri (201601031)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES BINA SEHAT PPNI

MOJOKERTO

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Stunting merupakan suatu masalah gizi yang dialami oleh dunia saat ini. Prevalensi
stunting pada tahun 2017 diperkirakan sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami
stunting. Stunting dapat dipengaruhi oleh pemberian ASI Eksklusif yang tidak teratur.
Cakupan ASI eksklusif yang ditargetkan di tahun 2017 oleh Program Direktorat Jenderal
Bina Gizi dan KIA adalah 44%. Namun, berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi tahun
2017 capaian ASI eksklusif hanya sebesar 35,7%. Di Indonesia, cakupan pemberian ASI
eksklusif masih tergolong rendah di beberapa provinsi. Salah satunya di provinsi papua
barat yang mana pada tahun 2017 hanya sebesar 15,32%. Hal ini menunjukan bahwa
pemberian ASI eksklusif masih belum maksimal karena rendahnya pemahaman
ibu,kelurga, dan masyarakat mengenai manfaat dan pentingnya pemberian ASI bagi bayi.
Sehingga, program pemeberian ASI eksklusif tidak berlangsung secara optimal,
akibatnya anak batita sering mengalami masalah dalam masa pertumbuhannya. (Pusdatin
Kemenkes, 2018).
Menurut WHO, balita dengan stunting di dunia, lebih dari setengahnya terdapat pada
kawasan Asia dengan prevalensi 55% sedangkan lebih dari sepertiganya terdapat pada
kawasan afrika dengan prevalensi sebanyak 39%. Indonesia termasuk ke dalam negara
ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional
(SEAR). Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
(Pusdatin Kemenkes, 2018).

Menurut Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa
prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit
penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat pada
tahun 2013 yaitu menjadi 37,2%. Kemudian pada tahun 2015, prevalensi balita pendek
di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi
27,5%. Namun prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun
2017. Nusa tenggara timur merupakan salah satu provinsi dengan prevalensi tertinggi
balita pendek dengan angka kejadian sebesar 42,6 %.(Riskesdas, 2018).
Prevalensi balita pendek di Indonesia selalu mengalami perubahan di setiap tahun
hal ini dibuktikan dengan penurunan kejadian stunting pada tahun 2007, kemudian
mengalami peningkatan pada tahun 2013 dan mengalami penurunan lagi pada tahun 2016
-2017 dengaan prevalensi sebesar 29,6%. Walaupun terjadi penurunan prevalensi anak
pendek, tetapi belum mencapai target penurunan angka balita pendek yang ditetapkan
(Global Nutrition Report, 2017).

Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa Pemberian ASI eksklusif secara statistik


berhubungan dengan kejadian stunting (p<0,05). Studi ini menggambarkan bahwa anak-
anak yang tidak mendapatkan ASI ekslusif mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk
menderita stunting dibandingkan anak yang mendapatkan ASI secara eksklusif.
(Wahdah, Juffrie, & Huriyati, 2015)

Menurut (M. Rizal, 2016) ASI eksklusif memiliki hubungan yang bermakna dengan
kejadian stunting (p<0,05). selain itu anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif
memiliki risiko mengalami kejadian stunting 7,86 (2,43-25,4) kali lebih tinggi
dibandingkan anak yang mendapatkan ASI eksklusif.

ASI eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI selama 6 bulan tanpa tambahan
makanan cairan lain, seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, dan air putih, serta tanpa
tambahan makanan padat , seperti, pisang, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan nasi,
kecuali vitamin, mineral, dan obat (Prasetyono, 2009). Pemberian ASI eksklusif kepada
bayi merupakan hal yang penting dalam pembangunan sumberdaya manusia sejak dini,
karena sejak dini bayi mendapatkan makanan yang paling sehat dan tepat yang akan
memberi pengaruh positif terhadap tumbuh kembang selanjutnya. Jika pemberian ASI
eksklusif tidak diberikan dengan baik kepada bayi maka akan menyebabkan beberapa
masalah salah satunya ialah kegagalan dalam masa pertumbuhan atau stunting.

Stunting (kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan
yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang atau
tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar pertumbuhan anak
dari WHO. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang disebabkan oleh banyak
faktor seperti kondisi sosial ekonomi, status pendidikan, gizi ibu saat hamil, kesakitan
pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi.(Pusdatin Kemenkes, 2018). Faktor-
faktor inilah yang menjadi penyebab kegagalan pemberian ASI Eksklusif. Studi kualitatif
Fikawati & Syafiq melaporkan faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena
faktor pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan faktor pemungkin penting yang
menyebabkan terjadinya kegagalan adalah karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD
(Thermometer, 2010). Tingkat pengetahuan ibu yang rendah akan memperkecil peluang
untuk mendapat penghasilan yang memadai dalam membantu memenuhi kebutuhan
keluarga, selain itu tingkat pengetahuan ibu rumah tangga yang rendah juga membatasi
penerimaan informasi sehingga tingkat pengetahuan gizi juga rendah. Semakin tinggi
pengetahuan ibu rumah tangga , maka semakin diperhitungkan jenis makanan
berdasarkan nilai gizi untuk konsumsi oleh bayi,Sehingga angka kejadian stunting dapat
menurun.

Menurut penelitian Wahdah (2012) anak yang tidak mendapatkan ASI secara
eksklusif berisiko menderita stunting 2 kali lebih besar dari anak yang diberikan ASI
eksklusif. Oleh karena itu Pemberian ASI eksklusif harus diberikan dengan baik kepada
bayi agar tidak terjadi kejadian stunting pada anak .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pemeberian ASI eksklusif
dengan kejadian stunting

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah Adakah hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian stunting ?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian stunting


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asi Eksklusif

2.1.1 Pengertian Asi Eksklusif

ASI (Air susu ibu) adalah air susu yang dihasilkan oleh ibu dan
mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan bayi. ASI Eksklusif adalah hanya
memberi Bayi ASI saja, tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula,
air jeruk, madu, air the, air putih dan tanpa tambahan makanan padat
seperti pisang, papaya, bubur susu, biscuit, bubur nasi, dan tim selama 6
bulan.(Bayi, 2016).

ASI merupakan makanan terbaik yang mengandung semua zat gizi


yang dibutuhkan bayi usia 0-6 bulan. ASI dapat mempengaruhi tumbuh
kembang bayi, termasuk perkembangan mental emosional melalui
kelekatan yang terbentuk lewat menyusui. Kelekatan yang kurang antara
ibu dan bayi dapat menyebabkan timbulnya gangguan mental emosional
yang berpengaruh terhadap perkembangan anak pada tahan selanjutnya.
(Setyarini, 2015).

ASI merupakan sumber gizi ideal dengan komposisi seimbang dan


disesuaikan dengan kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi.
UNICEF dan WHO telah merekomendasikan pemberian ASI secara
Eksklusif yaitu tidak memberikan bayi makanan dan minuman lain,
termasuk air putih selain menyusui (kecuali obat- obatan dan vitamin,serta
ASI perah) dari bayi lahir hingga berusia enam bulan dan dapat
dilanjutkan sampai berumur dua tahun.(Pada, Menyusui, & Kelurahan,
2010) .
Asi merupakan asupan gizi yang sesuai dengan kebutuhan akan
membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Bayi yang tidak
mendapat Asi dengan cukup berarti memiliki asupan gizi yang kurang
baik dan dapat menyebabkan kurang gizi salah satunya dapat
menyebabkan stunting. Sesuai dengan prasetyono (2009) bahwa salah
satu manfaat Asi eksklusif adalah mendukung pertumbuhan bayi terutama
tinggi badan karena kalsium Asi lebih efisien diserap dibandingkan susu
pengganti Asia tau susu formula. Sehingga Asi bayi yang diberikan Asi
eksklusif cenderung memiliki tinggi badan yang lebih tinggi dan sesuai
dengan kurva pertumbuhan dibandingkan dengan bayi yang diberikan
susu formula. Asi mengandung kalsium yang lebih banyak dan dapat
diserap tubuh dengan baik sehingga dapat memaksimalkan pertumbuhan
terutama tinggi badan dan dapat terhindar dari resiko stunting.
(Prasetyono, 2009)

2.1.2 Manfaat Asi Eksklusif

Program peningkatan pemberian Air Susu ibu (ASI) khususnya


ASI eksklusif merupakan program prioritas. Hal ini dikarenakan
memberikan dampak luas terhadap status gizi dan kesehatan balita.
Didukung pula konferensi tingkat tinggi tentang kesejahteraan anak
menyepakati bahwa semua keluarga harus mengetahui arti penting
mendukung dalam tugas pemberian ASI saja elama enam bulan untuk
perempuan pada kehidupan pertama bagi anak.(Bayi, 2016). Manfaat dari
pemberian ASI Eksklusif yaitu bayi mendapatkan nutrisi dan enzim
terbaik yang dibutuhkan. Selain itu, bayi mendapatkan zat-zat imun serta
perlindungan dan kehangatan melalui kontak dari kulit ke kulit dengan
ibunya. Pemberian ASI eksklusif juga dapat menghemat pengeluaran
karena tidak perlu membeli susu, selain itu manfaat ASI eksklusif juga
dapat mencegah alergi, terganggunya pernafasan, diare, obesitas pada
anak, dan masih banyak manfaat lain dari ASI Eksklusif. Selain itu,
manfaat ASI eksklusif juga dapat dirasakan oleh ibu yaitu bahwa praktik
menyusui eksklusif dapat mengurangi presentase lemak tubuh ibu,
sehinggan BMI ibu menjadi normal kembali. (Pemberian, Eksklusif,
Anggraeni, P, & Aruben, 2018)

Manfaat Asi Bagi Bayi :

1. Sebagai nutrisi lengkap


2. Meningkatnya daya tahan tubuh
3. Meningkatnya kecerdasan mental dan emosional yang stabil
serta spiritual yang matang diikuti perkembangan social yang
baik
4. Mudah dicerna dan diserap
5. Gigi, langit-langit dan rahang tumbuh secara sempurna
6. Memiliki komposisi lemak, karbohidrat, kalori, protein dan
vitamin
7. Perlindungan penyakit infeksi meliputi otitis media akut, diare
dan saluran pernafasan
8. Perlindungan alergi karena dalam asi mengandung antibody
9. Memberikan rangsangan intelegensi dan saraf
10. Meningkatkan kesehatan dan kepandaian secara optimal

Manfaat menyusui bagi ibu :

1. Terjalin kasih saying


2. Membantu menunda kehamilan (KB alami)
3. Mempercepat pemulihan kesehatan
4. Mengurangi resiko perdarahan dan kanker payudara
5. Lebih ekonomis dan hemat
6. Mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler
7. Secara sikologi memberikan kepercayaan diri
8. Memiliki efek perilaku ibu sebagai ikatan ibu dan bayi
9. Memberikan kepuasan ibu karena kebutuhan bayi dapat
dipenuhi
(Bayi, 2016)
2.1.3 Kandungan dan Komposisi Asi

Kandungan ASI sangat penting bagi perkembangan sel


otak yang dapat mempengaruhi perkembangan psikomotor bayi.
Sama halnya stimulasi psikososial, anak dapat mengendalikan
dan mengkoordinasikan otot serta melibatkan perasaan emosi dan
pikiran sehingga mempengaruhi kemampuan dasar
perkembangan bayi. (Intani, Syafrita, & Chundrayetti, 2018).

Kandungan ASI sangat bermanfaat sebagai nutrisi


makanan terlengkap yang merupakan kebutuhan asuh untuk
bayi, pemberian ASI juga memberikan kekebalan tubuh,
meningkatkan jalinan kasih saying, dapat menunjang
perkembangan motoric, menunjang perkembangan kepribadian,
kecerdasan emosional, kematangan spiritual dan hubungan
social yang baik. Hal ini dikarenakan pada saat menyusui,
antara ibu dan bayi terjadi kontak fisik dan psikis sedini
mungkin dengan ibunya. (Intani et al., 2018)

1. Kolostrum
Keluar dihari ke-1 sampai ke-3 kelahiran bayi,
berwarna kekuningan, kental. Kolostrum mengandung zat
gizi dan antibody lebih tinggi daripada ASI matur.
Kandungan gizi antara lain protein 8,5%, lemak 2,5%,
sedikit karbohidrat 3,5%, garam dan mineral 0,4%, air
85,1%.
2. ASI masa transisi
Keluar dari hari ke 4 sampai hari ke 10 kelahiran bayi.
Kadar protein semakin rendah sedangkan kadar lemak,
karbohidrat semakin tinggi dan volume meningkat.
3. ASI matur
Keluar dari hari ke 10 sampai seterusnya. Kadar
karbohidrat ASI relatif stabil. Komponen laktosa
(karbohidrat) adalah kandungan utama dalam ASI
sebagai sumber energy untuk otak.(Bayi, 2016).
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian Asi Eksklusif

1. Usia ibu
2. Tingkat pendidikan ibu
3. Sttus pekerjaan
4. Urutan kelahiran bayi
5. Pengetahuan ibu
6. Dukungan suami
7. Dukungan petugas kesehatan
8. Social budaya
(Susmaneli, 2013)

2.1.5 Faktor Penyebab berkurangnya pemberian Asi Eksklusif

1. Asi ibu baru keluar setelah 2-3 hari setelah melahirkan


2. Asi dianggap tidak cukup, karena bayi selalu menangis dan
susah tidur
3. Ibu harus bekerja dan produksi Asi sudah tidak ada atau kering
sebelum bayinya berumur 6 bulan.
(Namangboling et al., 2017) (Susmaneli, 2013)

2.2.1 Definisi Stunting

Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan


terhambatnya pertumbuhan karenamalnutrisi jangka panjang. Stunting
menurut WHO Child Growth Standart didasarkan pada indeks panjang
badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding umur (TB/U)
dengan batas (z-score) kurang dari -2 SD. (Studi, Gizi, Kedokteran, &
Diponegoro, 2013)

Stunting adalah sebuah kondisi dimana tinggi badan seseorang


ternyata lebih pendek dibanding tinggi badan orang lain pada umumnya
(yang seusia).(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi, 2017)

2.2.2 Penyebab Stunting


1. Kurangnya pengetahuan ibu tentang mengenai kesehatan dan gizi sebelum
dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan.
2. Faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil atau anak balita
3. Kurangnya asupan gizi disertai infeksipenyakit
4. Lingkungan yang tidaksehat
5. Hambatan pertumbuhan dalam kandungan
6. Masih terbatasnya layanankesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natale
Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan). Post Natal
Care dan pembelajaran dini yang berkualitas.
7. Masih kurangnya akses kepada makanan yang bergizi. Hal ini dikarenakan
harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
8. Kurangnya akses air bersih dan sanitasi
(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2017)

2.2.3 Faktor Resiko Stunting

Banyak faktor yang mempengaruhi stunting, diantaranya adalah


panjang badan lahir, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan dan
tinggi badan orang tua. Panjang badan lahir pendek merupakan salah satu
faktor risiko stunting pada balita. Panjang badan lahir pendek bisa
disebabkan oleh faktor genetik yaitu tinggi badan orang tua yang pendek,
maupun karena kurangnya pemenuhan zat gizi pada masa kehamilan.
Panjang badan lahir pendek pada anak menunjukkan kurangnya zat gizi
yang diasup Ibu selama masa kehamilan, sehingga pertumbuhan janin
tidak optimal yang mengakibatkan bayi yang lahir memiliki panjang
badan lahir pendek. Panjang badan lahir berkaitan erat dengan tinggi
badan orang tua. Ibu dengan tinggi badan pendek lebih berpeluang utntuk
melahirkan anak yang pendek pula.

Selain panjang badan lahir dan tinggi badan orang tua, status
ekonomi keluarga dan pendidikan orang tua juga merupakan faktor
risiko kejadian stunting pada balita. Status ekonomi keluarga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pekerjaan orang tua, tingkat
pendidikan orang tua dan jumlah anggota keluarga. Status ekonomi
keluarga akan mempengaruhi kemampuan pemenuhan gizi keluarga
maupun kemampuan mendapatkan layanan kesehatan. Anak pada
keluarga dengan tingkat ekonomi rendah lebih berisiko mengalami
stunting karena kemampuan pemenuhan gizi yang rendah, meningkatkan
risiko terjadinya malnutrisi. Tingkat pendidikan orang tua yang rendah
juga disinyalir meningkatkan risiko malnutrisi pada anak. Tingkat
pendidikan orang tua akan berpengaruh terhadap pengetahuan orang tua
terkait gizi dan pola pengasuhan anak, dimana pola asuh yang tidak tepat
akan meningkatkan risiko kejadian stunting.(Studi et al., 2013)

2.2.4 Tanda dan Gejala Stunting

1. Tanda pubertas terlambat


2. Performa buruk pada test perhatian dan memori belajar
3. Pertumbuhan gigi terlambat
4. Menjadi lebih pendiam
5. Pertumbuhan terlambat
6. BB tidak naik atau cenderung menurun
7. Mudah terkena penyakit infeksi
(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2017)

2.2.5 Pencegahan Stunting

1. Berikan Imunisasi dasar lengkap dengan Vit. A


2. Pantau Pertumbuhan Balita di posyandu terdekat
3. Lakukan Perilaku hidup bersih dan sehat dirumah
(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2017)

2.2.6 Intervensi

1. Berikan makanan pendamping ASI


2. Lakukan perilaku hidup sehat dan bersih .
3. Ibu hamil mendapat tablet tambah darah.
4. Berikan ASI Eklusif pemberian makanan tambahan bumil
5. IMD
6. Pemberian makanan tambahan bumil
7. berikan makanan pendamping ASI
8. Persalinan dengan dokter/ bidan yang ahli
9. Pantau pertumbuhan balita
10. Pemenuhan gizi
(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2017)

2.2.7 Dampak Stunting

1. Berikan makanan pendamping ASI


2. Lakukan perilaku hidup sehat dan bersih.
3. Ibu hamil menapat tablet tambah darah.
4. Berikan AsI eklusif Pemberian makanan tambahan bumil
5. IMD
6. Pemberian makanan tambahan bumil
7. Berikan makanan pendamping ASI
8. Persalinan dgn dokter/ bidan yg ahli
9. Pantau pertumbuhan balita
10. Pemenuhan gizi
(Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,
2017)
Kerangka Konsep

Gen

etik

Kurangnya

pemenuhan zat gizi pada

masa kehamilan
BBLR

Panjang
STUNTING
badan lahir rendah

KetidakefektifanASI

eksklusif.
Tingkat

pendidikan orangtua

Status ekonomi

Status gizi
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN


Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun
sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoloeh jawaban terhadap
pertanyaan peneliti (Setiadi, 2013).Penelitian ini menggunakan Desain
Penelitian Analitik Observasional dengan menggunakan pendekatan
case control.

3.2 TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN


Lokasi penelitian dilakukan di puskesmas Camplong,Kecamatan
Fatuleu.
waktu penelitian dilaksanakan pada April - Mei 2019.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL


3.3.1 Populasi
Populasi adalah objek penelitian atau objek yang akan diteliti, (Setiadi,
2013). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu balita dan balita
di wilayah kerja Puskesmas Camplong,Kecamatan Fatuleu.
3.3.2 Sampling
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi untuk menjadi
sampel dari populasi untuk dapat mewakili populasi (Setiadi, 2013).
Pengambilan sampling dalam Penelitian ini menggunakan teknik simple
random sampling yang mana memilih responden sesuai dengan kriteria
yang ditentukan.
3.3.3 Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain sampel adalah
elemen-elemen populasi yang dipilih berdasarkan kemampuan
mewakilinya (Setiadi, 2013). Pengambilan sampel dalam penelitian ini
adalah sebagian ibu balita dan balita di wilayah kerja Puskesmas
Camplong,Kecamatan Fatuleu.
3.4 Identifikasi variabel dan defenisi operasional
Variabel adalah karakteristik yang diamati yang mempunyai variasi nilai
dan merupakn operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat diteliti
secara empiris atau ditentukan tingkatnya (Setiadi, 2013). Variabel
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu:

3.4.1 Variabel independen (variabel bebas)


Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau yang
menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen
(Setiadi, 2013). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah
pemberian ASI Eksklusif .
3.4.2 Variabel dependen (variabel terikat)
Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel
bebas. (Setiadi, 2013). Dalam penelitian ini variabel independennya
adalah kejadian stunting.

3.5 Defenisi operasional


Defenisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan istilah
yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.
Pada defenisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai unsur
penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan
mengukur suatu variabel (Setiadi, 2013).
Defenisi operasional hubungan pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting

N Variabel Defenisi Indikator Alat ukur Skala Kriteria


o operasional

1 Variabel Bayi hanya ASI Kuesioner Nominal 1.ASI


Independen diberikan ASI eksklusif Eksklusif
: pemberian sejak lahir
ASI non
hingga 6 bulan
eksklusif
ASI pertama 2.ASI
Eksklusif kehidupannya tidak
Eksklusif

2 Variabel Stunting PB/U Antropome Ordinal Sangat


dependen: merupakan atau tri pendek: <
kejadian suatu keadaan TB/U -3 SD –
stunting dimana tinggi
Pendek
badan seorang
: - 3 SD
anak tidak
Sampai
sesuai dengan
dengan<-
usia dan batas
2 SD –
(zscore) kurang
dari -2 SD Normal: ≥-
(trihono, dkk 2 SD
2015). sampai
dengan 2
SD

3.6 PENGUMPULAN DATA

3.6.1 Metode pengumpulan data


Metode pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan
data dalam penelitian. Alat pengumpulan data tersebut antara lain dapat
berupa kuesioner atau angket, observasi, wawancara, atau gabungan
ketiganya (Hidayat, 2007). Pada penilitian ini metode pengumpulan data
menggunakan kuesioner dan pengukuran antropometri.
3.6.2 Instrumen penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk
pengumpulan data.

Variabel independennya adalah pemberian ASI Eksklusif diukur dengan


menggunakan kuesioner pemberian ASI.
Variabel independennya adalah kejadian stunting diukur dengan
menggunakan antropometri.

3.7 ETIKA PENELITIAN

(Hidayat, 2007) menjelaskan bahwa masalah etika keperawatan


merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat
penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi
etika penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus di perhatikan
adalah sebagai berikut:

3.7.1 Informed Concent (Lembar Persetujuan)

Informed Concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan


responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed
Concent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan Informed Concent
adalah agar responden mengerti maksut dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya. Jika responden bersedia, maka mereka harus mendatangani
lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak responden (Hidayat, 2007).

3.7.2 Anomity (Tanpa Nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan


jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar alat ukur dan hanya menulisakan
kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang disajikan
(Hidayat, 2007).

3.7.3 Confidentially (Kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan


kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan akan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti,hanya data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil riset. Kerahasiaan informasi yang diberikan responden dijamin
oleh peneliti. Hanya data tertentu saja yang akan dicantumkan sebagai
hasil penelitian (Hidayat, 2007)
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, A. (2007). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data . Jakarta:
Selemba Medika.

Prasetyono. (2009). Buku Pintar ASI Eksklusif Pengenalan, Praktik, dan Kemanfaatan-
kemanfaatannya. Yogyakarta: DIVA Press.

Setiadi. (2013). Konsep Dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan (2 ed.). Yogyakarta:
Graha ilmu.

Setyarini, A. (2015). Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif Dan Non Eksklusif Terhadap
Mental Emosional Anak Usia 3-4 Tahun. Jurnal Gizi Indonesia , 16-21.Bayi, N.
(2016). Sukses ASI Ekslusif 2016, 0–38.

Intani, T. M., Syafrita, Y., & Chundrayetti, E. (2018). Artikel Penelitian Hubungan
Pemberian ASI Eksklusif dan Stimulasi Psikososial dengan Perkembangan Bayi
Berumur 6 – 12 Bulan ., 8(Supplement 1), 7–13.

Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. (2017). Buku


saku desa dalam penanganan stunting. Buku Saku Desa Dalam Penanganan
Stunting, 2–13.

Namangboling, A. D., Murti, B., & Sulaeman, E. S. (2017). Hubungan Riwayat Penyakit
Infeksi dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Anak Usia 7-12 Bulan di
Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang. Sari Pediatri, 19(2), 91.
https://doi.org/10.14238/sp19.2.2017.91-6

Pada, E., Menyusui, I. B. U., & Kelurahan, D. I. (2010). FAKTOR-FAKTOR YANG


MEMPENGARUHI PEMBERIAN ASI, 1(1).

Pemberian, D., Eksklusif, A. S. I., Anggraeni, N., P, D. R., & Aruben, R. (2018). No
Title, 6(April), 74–81.

Pusdatin Kemenkes. (2018). Buletin Stunting. Kementerian Kesehatan RI, 1, 2.


Riskesdas. (2018). Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Mellitus di
Indonesia 2018. Hasil Utama Riskesdas Tentang Prevalensi Diabetes Melitus Di
Indonesia 2018, 8. https://doi.org/1 Desember 2013

Studi, P., Gizi, I., Kedokteran, F., & Diponegoro, U. (2013). of Nutrition College ,
Volume Nomor Tahun Halaman of Nutrition College , Volume Nomor Tahun
Halaman, 2.

Susmaneli, H. (2013). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pemberian ASI


Eksklusif di Wilayah Kerja Puskesmas Rambah Hilir I Kabupaten Rokan Hulu
Tahun Factors Associated With Practice of Exclusive Breastfeeding in The Area of
Rambah Hilir I Public Health Center , Rokan Hulu District 2012, 2(36), 67–71.

Thermometer, A. (2010). Anger Thermometer, 16424, 1–2.


https://doi.org/10.21109/kesmas.v4i3.184

Wahdah, S., Juffrie, M., & Huriyati, E. (2015). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada
Anak Umur 6-36 Bulan Di Wilayah Pedalaman. Jurnal Gizi Dan Dietetik Indonesia,
3(2), 119–130.

Anda mungkin juga menyukai