TGS 1
TGS 1
Oleh,
Kelompok III
1. Muspirawati : 18 0402 0124
2. Hasnawati : 18 0402 0123
3. Ridhotul Aslam : 18 0402 0122
Dosen Pembimbing:
Hasri
Makna syahadat
a. Pengakuan ketauhidan
Artinya, seorang muslim hanya mempercayai Allâh sebagai
satu-satunya Allah dan tiada tuhan yang lain selain Allah.
Allah adalah Tuhan dalam arti sesuatu yang menjadi motivasi
atau menjadi tujuan seseorang. Jadi dengan mengikrarkan
kalimat pertama, seorang muslim memantapkan diri untuk
menjadikan hanya Allâh sebagai tujuan, motivasi, dan jalan
hidup.
b. Pengakuan kerasulan
Dengan mengikrarkan kalimat ini seorang muslim
memantapkan diri untuk meyakini ajaran Allâh seperti yang
disampaikan melalui Muhammad saw, seperti misalnya
meyakini hadist-hadis Muhammad saw.
3. Kandungan syahadat
a. Ikrar
Ikrar yaitu suatu pernyataan seorang muslim mengenai apa yang
diyakininya.Ketika seseorang mengucapkan kalimat syahadah, maka
ia memiliki kewajiban untuk menegakkan dan memperjuangkan apa
yang ia ikrarkan itu.
b. Sumpah
Syahadat juga bermakna sumpah. Seseorang yang bersumpah,
berarti dia bersedia menerima akibat dan risiko apapun dalam
mengamalkan sumpahnya tersebut. Artinya, Seorang muslim itu
berarti siap dan bertanggung jawab dalam tegaknya Islam dan
penegakan ajaran Islam.
c. Janji
Syahadat juga bermakna janji. Artinya, setiap muslim adalah
orang-orang yang berjanji setia untuk mendengar dan taat dalam
segala keadaan terhadap semua perintah Allah SWT, yang terkandung
dalam Al Qur'an maupun Sunnah Rasul.1
4. Syarat syahadat
Syarat syahadat adalah sesuatu yang tanpa keberadaannya maka yang
disyaratkannya itu tidak sempurna. Jadi jika seseorang mengucapkan dua
1
http://walpaperhd99.blogspot.com/2013/10/syahadat-pengantar-pengertian-
keutamaan.html
kalimat syahadat tanpa memenuhi syarat-syaratnya, bisa dikatakan
syahadatnya itu tidak sah.
a. Syarat-syarat “Laa ilaha illallah”
Bersaksi dengan laa ilaaha illallah harus dengan tujuh syarat. Tanpa
syarat-syarat itu syahadat tidak akan bermanfaat bagi yang
mengucapkannya. Secara global tujuh syarat itu adalah:
1) ‘Ilmu (Mengetahui)
Artinya memahami makna dan maksudnya. Mengetahui apa yang
ditiadakan dan apa yang ditetapkan, yang menafikan ketidaktahuannya
dengan hal tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya :… Akan tetapi (orang yang dapat memberi syafa`at ialah)
orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka
meyakini (nya). [Az-Zukhruf : 86]
Maksudnya orang yang bersaksi dengan laa ilaaha illallah, dan
memahami dengan hatinya apa yang diikrarkan oleh lisannya.
Seandainya ia mengucapkannya, tetapi tidak mengerti apa maknanya,
maka persaksian itu tidak sah dan tidak berguna.
2) Yaqin (yakin)
Orang yang mengikrarkannya harus meyakini kandungan sya-
hadat itu. Manakala ia meragukannya maka sia-sia belaka persaksian
itu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya
kemudian mereka tidak ragu-ragu …” [Al-Hujurat : 15]
Kalau ia ragu maka ia menjadi munafik. Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Artinya : Siapa yang engkau temui di balik tembok (kebon) ini, yang
menyaksikan bahwa tiada ilah selain Allah dengan hati
yang meyakininya, maka berilah kabar gembira dengan
(balasan) Surga.” [HR. Al-Bukhari]
Maka siapa yang hatinya tidak meyakininya, ia tidak berhak
masuk Surga.
3) Qabul (menerima)
Menerima kandungan dan konsekuensi dari syahadat; menyem-
bah Allah semata dan meninggalkan ibadah kepada selainNya. Siapa
yang mengucapkan, tetapi tidak menerima dan menta’ati, maka ia
termasuk orang-orang yang difirmankan Allah:
“Artinya : Sesungguhnya mereka dahulu apabila dikatakan kepada
mereka: ‘Laa ilaaha illallah’ (Tiada Tuhan yang berhak
disembah melainkan Allah) mereka menyombongkan diri.
dan mereka berkata: “Apakah sesungguhnya kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang
penyair gila?” [Ash-Shafat: 35-36]
Ini seperti halnya penyembah kuburan dewasa ini. Mereka
mengikrarkan laa ilaaha illallah, tetapi tidak mau meninggalkan
penyembahan terhadap kuburan. Dengan demikian berarti mereka
belum me-nerima makna laa ilaaha illallah.
5) Shidq (jujur)
Yaitu mengucapkan kalimat ini dan hatinya juga membenarkan-
nya. Manakala lisannya mengucapkan, tetapi hatinya mendustakan,
maka ia adalah munafik dan pendusta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Artinya : Di antara manusia ada yang mengatakan: ‘Kami beriman
kepa-da Allah dan Hari kemudian’, padahal mereka itu sesungguhnya
bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan
orang-orang yang beriman, pada hal mereka hanya menipu dirinya
sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit,
lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih,
disebabkan mereka berdusta.” [Al-Baqarah: 8-10]
6) Ikhlas
Yaitu membersihkan amal dari segala debu-debu syirik, dengan
jalan tidak mengucapkannya karena mengingkari isi dunia, riya’ atau
sum’ah. Dalam hadits ‘Itban, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Artinya : Sesungguhnya Allah mengharamkan atas Neraka orang
yang mengucapkan laa ilaaha illalah karena menginginkan ridha
Allah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
7) Mahabbah (Kecintaan)
Maksudnya mencintai kalimat ini serta isinya, juga mencintai
orang-orang yang mengamalkan konsekuensinya. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
“Artinya : Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya
sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah.” [Al-Baqarah: 165]
Maka ahli tauhid mencintai Allah dengan cinta yang tulus bersih.
Sedangkan ahli syirik mencintai Allah dan mencintai yang lainnya.
Hal ini sangat bertentangan dengan isi kandungan laa ilaaha illallah.
b. Syarat Syahadat “Anna Muhammadan Rasulullah
1) Mengakui kerasulannya dan meyakininya di dalam hati
2) Mengucapkan dan mengikrarkan dengan lisan.
3) Mengikutinya dengan mengamalkan ajaran kebenaran yang telah
dibawanya serta meninggalkan kebatilan yang telah dicegahnya
4) Membenarkan segala apa yang dikabarkan dari hal-hal yang gha-
ib, baik yang sudah lewat maupun yang akan datang
5) Mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, harta,
anak, orangtua serta seluruh umat manusia
6) Mendahulukan sabdanya atas segala pendapat dan ucapan orang
lain serta mengamalkan sunnahnya.2
2
https://almanhaj.or.id/2101-makna-syahadatain-rukun-syarat-konsekuensi-dan-yang-
membatalkannya.html
3
http://walpaperhd99.blogspot.com/2013/10/syahadat-pengantar-pengertian-
keutamaan.html
6. Konsekuensi Syahadatain
a. Konsekuensi “Laa ilaha illallah”
Yaitu meninggalkan ibadah kepada selain Allah dari segala ma-
cam yang dipertuhankan sebagai keharusan dari peniadaan laa ilaaha
illallah . Dan beribadah kepada Allah semata tanpa syirik sedikit pun,
sebagai keharusan dari penetapan illallah.
Banyak orang yang mengikrarkan tetapi melanggar
konsekuensinya. Sehingga mereka menetapkan ketuhanan yang sudah
dinafikan, baik berupa para makhluk, kuburan, pepohonan, bebatuan
serta para thaghut lainnya. Mereka berkeyakinan bahwa tauhid adalah
bid’ah. Mereka menolak para da’i yang mengajak kepada tauhid dan
mencela orang yang beribadah hanya kepada Allah semata.
B. THAHARAH (BERSUCI)
1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut bahasa berarti bersuci. Menurut syara’ atau istilah
adalah membersihkan diri, pakaian, tempat, dan benda-benda lain dari najis
dan hadas menurut cara-cara yang ditentukan oleh syariat islam. Thaharah
atau bersuci adalah syarat wajib yang harus dilakukan dalam beberapa
macam ibadah.
Taharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan batin. Taharah
lahir adalah taharah / suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci
dengan air mutlak (suci menyucikan) dengan wudu, mandi, dan tayamun.
4
https://almanhaj.or.id/2101-makna-syahadatain-rukun-syarat-konsekuensi-dan-yang-
membatalkannya.html
Taharah batin adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan
maksiat, seperti dengki, iri, penipu, sombong, ujub, dan ria.
Dalam hal ini banyak ayat Al qur`an dan hadist Nabi Muhammad saw,
menganjurkan agar kita senantiasa menjaga kebersihan lahir dan batin.
Firman Allah Swt :
ْ يض َوال ت َ ْق َربُوه َُّن َحتَّى َي
ط ُه ْرنَ فَإِذَا ِ سا َء ِفي ْال َم ِح َ يض قُ ْل ه َُو أَذًى فَا ْعت َِزلُوا ال ِِّن ِ َو َي ْسأَلُونَكَ َع ِن ْال َم ِح
)٢٢٢( َط ِِّه ِرين َ َّللاَ ي ُِحب التَّ َّوابِينَ َوي ُِحب ْال ُمت
َّ ّللاُ إِ َّن ُ ط َّه ْرنَ فَأْتُوه َُّن ِم ْن َحي
َّ ْث أ َ َم َر ُك ُم َ َت
5
http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/
Dalam Al-Qur'an maupun Hadits banyak sekali penjelasan-penjelasan
maupun perintah-perintah, agar umat islam senantiasa bersih dan suci.
adapun dalil yang menjelaskan tentang disyariatkannya Thaharah dalam
Islam adalah sebagai berikut:
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan
jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan
atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak
hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur." (Al-
Maidah :6 )
Ayat diatas dipandang sebagai dalil yang paling mewakili untuk
membahas seputar thaharah. Hal ini disebabkan, karena kandungan ayat ini
memuat tiga persoalan yang termasuk masalah tharah yaitu, Wudlu, Mandi
Janabah dan Tayamum.
3. Tujuan Taharah
Tujuan taharah dalam kehidupan sehari-hari, antara lain :
a. Untuk membersihkan badan, pakaian, dan tempat dari hadas dan
najis ketika hendak melaksanakan suatu ibadah
b. Dengan bersih badan dan pakaiannya, seseorang tampak cerah
dan enak dilihat oleh orang lain karena Allah Swt, juga mencintai
kesucian dan kebersihan
c. Menunjukan seseorang memiliki iman yang tercermin dalam
kehidupan sehari-hari-harinya karena kebersihan adalah sebagian
dari iman
d. Seseorang yang menjaga kebersihan, baik badan, pakaian,
ataupun tempat tidak mudah terjangkit penyakit
e. Seseorang yang selalu menjaga kebersihan baik dirinya,
rumahnya, maupun lingkungannya, maka ia menunjukan cara
hidup sehat dan disiplin.6
b. Air yang suci tetapi tidak dapat mensucikan, yaitu air yang halal
untuk diminum tapi tidak dapat digunakan untuk bersuci seperti
air teh, kopi, sirup, air kelapa dll.
c. Air musyammas yaitu air yang terjemur oleh matahari dalam
bejana selain emas dan perak. Air ini makruh digunakan untuk
bersuci
6
http://punyalembak.blogspot.com/2016/03/pengertiandasar-hukumtujuan-dan-alat.html
d. Air mustakmal yaitu air yang telah digunakan untuk bersuci. Air
ini tidak boleh digunakan untuk bersuci walaupun tidak berubah
rasa, bau maupun warnanya
e. Air mutanajis yaitu air yang sudah terkena najis. Baik yang sudah
berubah rasa, warna dan baunya maupun yang tidak berubah
dalam jumlah yang sedikit yaitu kurang dari dua kullah (270 liter
menurut ulama kontemporer)7
7
http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-cara-thaharah/
Cara bersuci dari hadas besar seperti diatas dengan cara
mandi besar/janabat.
d. Macam-macam najis
Dari uraian diatas dapat di simpulkan, bahwa cara membersihkan
najis yang kena badan, pakaian, dan tempat hendaknya disesuaikan
dengan tingkat najisnya. Apapun jenis najis itu dapat dibedakan
menjadi:
1) Najis ringan (najis mukhafafah)
Najis mukhafafah adalah najis yang berasal dari air kencing bayi
laki-laki yang belum makan apapun kecuali air susu ibunya saja dan
umurnya kurang dari 2 tahun. Cara membersihkan najis ini cukup
dengan memercikkan air kebagian yang terkena najis.
2) Najis sedang (najis mutawassitah)
Yang termasuk kedalam golongan najis ini adalah kotoran, air
kencing dsb. Cara membersihkannya cukup dengan membasuh atau
menyiramnya dengan air sampai najis tersebut hilang (baik rasa, bau
dan warnanya).
3) Najis berat (najis mughalazah)
Najis berat adalah suatu materi yang kenajisannya ditetapkan
berdasarkan dalil yang pasti (qat’i) . yaitu anjing dan babi. Cara
membersihkannya yaitu dengan menghilangkan barang najisnya
terlebih dahulu lalu mencucinya dengan air bersih sebanyak tujuh kali
dan salah satunya dengan tanah atau batu
9
http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/fiqih/ilmu-fiqih/1029/syarat---syarat-wajib-
thaharah.html