Oleh : Kelompok
Berdasarkan klasifikasi tersebut karya ilmiah dapat dibedakan dalam berbagai jenis,
meliputi :
a) Laporan penelitian
Laporan penelitian merupakan karya ilmiah yang ditulis setelah penulis melakukan
suatu penelitian ilmiah dengan tujuan tertentu. Karya ilmiah hasil penelitian dapat
berupa : (1) skripsi, (2) tesis, (3) disertasi, (4) artikel ilmiah hasil penelitian, (5)
laporan penelitian tindakan kelas (PTK) oleh guru, (6) laporan penelitian oleh siswa
dan mahasiswa (laporan Karya Ilmiah Remaja), laporan Program Kreatifitas
Mahasiswa (PKM), dan laporan karya ilmiah sebagai persyaratan beasiswa).
Secara sistematis dan berurutan, komponen-komponen yang wajib hadir dalam
laporan ilmiah mencakup :
Sampul ; berisi judul, identitas penulis, identitas lembaga afiliasi atau sponsor
penelitian;
Halaman pengesahan;
Kata pengantar/prakata/ucapan terimakasih;
Daftar isi;
Pendahuluan;
Kajian pustaka;
Metode penelitian;
Hasil penelitin;
Pembahasan;
Penutup berisi simpulan dan saran;
Daftar rujukan; dan
Lampiran (bila diperlukan)
Komponen di atas pada dasarnya sama dengan komponen artikel hasil penelitian.
Perbedaannya terdapat pada pencantuman komponen metode. Pada artikel gagasan
konseptual, tidak dicantumkan metode penelitian karena penulis tidak melakukan
penelitian dan pengambilan data secara langsung.
d) Makalah
Makalah merupakan jenis karya ilmih yang paling dekat dengan kehidupan siswa
dan mahasiswa. Makalah adalah kajian atau ulasan ilmiah hasil gagasan pribadi
penulis yang disajikan dalam bentuk tulisan. Makalah harus mengandung
permasalahan yang membutuhkan satu solusi penyelesaian. Di dalam makalah juga
perlu disertakan prosedur atau metode pemecahan masalah, pembahasan dan
simpulan.
C. KARAKTERISTIK / CIRI-CIRI KARYA ILMIAH
Menurut Peneliti LIPI (2012) merumuskan enam kaidah karya tulis ilmiah yang
mencakup :
1. Logis.
Definisi logis dalam konteks kaidah karya tulis ilmih ini berarti keruntutan
penjelasan dari data dan informasi yang sesuai dengan logika pemikiran kebenaran
ilmu.
2. Objektif.
Kaidah objektif mengarah pada kesesuaian antara data dan informasi yang disajikan
dengan fakta. Untuk itu, data dan informasi yang disajikan dalam karya ilmiah perlu
didukung dengan pembuktian berupa teori atau fakta yang telah teruji keabsahannya.
Hal ini dapat diwujudkan dengan mengumpulkan berbagai jenis bahan pustaka yang
dapat menjadi penunjang infomasi dalam karya ilmiah.
3. Sistematis.
Definisi sistematis dalam penulisan karya ilmiah berarti penyajian data dan
informasi yang diperoleh dari hasil kajian harus mengikuti urutan pola pikir yang
teratur, konsiten, dan berkelanjutan. Untuk menciptakan keteraturan dalam
penyajian informasi, berbagai instansi telah merumuskan konvensi khas yang dapat
dijadikan sebagai acuan sistematika penulisan karya ilmiah.
4. Andal.
Andal berarti data dan informasi yang disajikan dalam karya ilmiah harus teruji
kebenarannya (faktual). Selain itu, data dan informasi tersebut masih memungkinkan
dikaji ulang untuk memperkuat hasil pengujian keabsahan untuk menghasilkan data
dan informasi yang andal dibutuhkan perencanaan dan penggunaan metode
pengumpuln data yang tepat.
5. Desain
Sebagai kaidah penulisan karya ilmiah yang kelima lebih berorientasi pada proses
dan perencanaan. Artinya, penulisan karya tulis ilmiah perlu didahului dengan tahap
perencanaan dan perancangan awal. Hal ini perlu dilakukan agar kegiatan
pengumpulan data dan informasi dapat terlaksana sesuai dengan metode dan
rancangan yang tepat.
6. Akumulatif.
Akumulatif berarti informasi yang disajikan dalam sebuah karya ilmiah berupa hasil
pengkajian dari berbagai umber terpercaya yang terjamin kebenaran dan
keberadaannya. Mekipun demikian, informasi yang dikumpulkan melalui berbagai
sumber tersebut harus dianalisis, dicari keterkaitannya satu sama lain, dihubungkan
dengan argumen penulis/peneliti, dan disimpulkan sesuai dengan tujuan penulisan
karya ilmiah.
Selain keenam kaidah yang telah dikemukakan diatas, sebuah karya ilmiah juga harus
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut :
D. STRUKTUR PENULISAN
1. Mencari Ide
Ide adalah ssuatu yang melintas pada pikiran, baik berupa kata atau kalimat, setelah
kita membaca, menyimak, dan melihat, mengalami dan merenungkan sesuatu. Ide yang
akan ditulis harus aktual, relevan dan terjangkau. Setelah itu. Muncullah gagasan.
Dalam hal ini, gagasan adalah sesuatu yang akan kita perbuat berupa pernyataan, sikap,
dan tindakan.
2. Memilih topik penulisan
Beberapa sumber yang bisa digunakan sebagai dasar pemilihan topik diantarannya :
a. Buku atau bacaan referensi
b. Laporan suatu penelitian
c. Isu yang marak dimasyarakat
d. Pengalaman pribadi penulis
Dalam menulis karya ilmiah, merujuk dan mengutip merupakan kegitan yang tidak dapat
dihindari. Kegiatan ini justru dianjurkan karena perujukan dan pengutipan akan membantu
pengembangan ilmu. Dalam menggunakan bahan dari suatu sumber (misal instrumen, bagan,
gambar, dan tabel), penulis wajib meminta ijin kepada pemilik bahan tersebut. Permintaan ijin
dilakukan secara tertulis. Jika pemilik bahan tidak dapat dijangkau, maka penulis harus
menyebutkan sumbernya dengan menjelaskan informasi mengenai cara pengambilan bahan
(secara utuh, diambil sebagian, dimodifikasi atau dikembangkan).
Ada beberapa kesalahan yang sering terjadi selama proses penulisan sebuah karya ilmiah.
Kesalahan tersebut dapat dilakukan secara sengaja maupun tidak. Kesalahan yang dilakukan
dalam proses maupun pelaporan hasil penelitian dapat termasuk dalam kategori pelanggaran
dan mendapatkan sanksi tegas. Kesalahan tersebut dapat dirinci dalam beberapa kategori, yakni
(Pusbindiklat Peneliti LIPI, 2012) :
Universitas Garut
ABSTRAK
Pendidikan sangatlah penting untuk semua makhluk hidup di dunia ini salah satunya adalah
kita sebagai manusia yang di beri akal dan pikiran untuk meningkatkan kesejahteraan manusia
itu sendiri. Pendidikan dapat menunjang kehidupan seseorang maupun kelompok orang. Dalam
konteks universal pendidikan mencakup semua golongan dan salah satunya suku anak dalam,
mereka sangatlah membutuhkan pendidikan yang layak untuk dapat meningkatkan
kesejahteraannya dalam menjalani kehidupan.
Berdasarkan analisis data yang dilakukan secara literatur ditemukan beberapa persoalan
mengenai minimnya pendidikan di tingkat suku anak dalam. Dari hasil analisis tersebut di
harapkan agar pemerintah dapat menciptakan pendidikan yang mengarah kepada penerapan
pendidikan di daerah pelosok suku anak dalam.
PENDAHULUAN
Indonesia sangatlah kaya akan budaya, banyak sekali etnik-etnik budaya dalam bentuk
kelompok-kelompok tertentu, mereka bertempat tinggal dipelosok-pelosok kota modern.
Mereka hidup di antara rerimbunan pohon-pohon besar, Sehingga mereka sering disebut Orang
Rimba.
Disamping memiliki budaya leluhur yang sangat banyak dan unik, Orang rimba juga memiliki
beberapa keterbatasan salahsatunya pendidikan yang minim. Minimnya penerapan pendidikan
di pelosok ini memungkinkan terjadinya kesenjangan pendidikan sehingga menimbulkan
tertinggalnya Orang Rimba dalam dunia pendidikan.
Pendidikan merupakan salah satu bagian dari hak asasi manusia yang harus terpenuhi, selain
menjadi bagian dari hak asasi manusia, pendidikan juga merupakan salah satu elemen penting
dimana suatu kesuksesan dan kemajuan Negara di ukur oleh seperti apa pendidikan di Negara
tersebut.
Oleh karena itu setiap warga negara Indonesia berhak untuk memperoleh kesempatan belajar
sebaik-baiknya dengan ditunjang oleh sarana dan prasarana yang layak. Sehingga
dimanapun mereka berada harus dapat dijangkau oleh fasilitas pendidikan yang
Pendidikan adalah pengetahuan yang harus dimiliki oleh setiap orang karena, pendidikan
adalah modal utama manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari. Pendidikan dapat
mensejahterakan manusia dalam segi kehidupan sekarang ataupun kedepannya.
Kualitas hidup suku anak dalam bergantung pada banyak hal dan salah satunya adalah
pendidikan yang layak di dapatkan seperti apa yang manusia lain pada umumnya dapatkan.
Namun di era modernisasi ini seolah-olah suku anak dalam terpinggirkan. Dalam konteks
pendidikan tidak hanya pemerintah yang bergerak tetapi sesama manusia juga harus saling
membantu menyangkut kesejahteraan bersama.
Dalam kehidupan sehari-hari pengetahuan tentang aturan-aturan oleh dewa yang menguasai
alam turut mempengaruhi pola hidup Orang Rimba, khususnya dalam mengelola alam sekitar.
Orang Rimba sangat menghargai dan terikat dengan lingkungan sekitar (hutan). Mereka makan
dan minum dari apa yang disediakan di hutan.
Bagi Orang Rimba, hutan merupakan bagian dari hidup mereka yang harus di lindungi. Mereka
mempunyai semboyan “huatan adalah kehidupan dan kehidupan adalah hutan”. Keduanya
berjalan seiring dan mereka tidak pernah menginginkan untuk hidup diluar hutan karena hutan
dirasakan sudah cukup memenuhi kebutuhan hidup mereka (Lucky Ayu Wulandari, 2009).
Disamping kehidupan mereka yang sangat bergantung pada alam mereka juga harus di berikan
pendidikan yang layak. Untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera, selain itu juga dengan
diterapkannya pendidikan mereka mampu menjaga keseimbangan ekosistem di alam mereka
sehingga mereka dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari yang sangat bergantung pada
ekosistem alam yang ada agar tidak punah dan mereka dapat hidup selayaknya orang modern
zaman sekarang. Dengan begitu mereka ridak merasa terpinggirkan. Peran pemerintah dan
masyarakat dalam membantu menerapkan pendidikan di pelosok suku anak dalam sangatlah
dibutuhkan.
TUJUAN
Tujuan pembuatan artikel ilmiah ini adalah untuk menerapkan, mengembangkan, dan
menyampaikan tentang dunia pendidikan dikalangan pelosok-pelsokok suku pedalaman.
Karena, pendidikan sangat penting untuk mereka di masa sekarang dan dimasa yang akan
datang, pendidikan memiliki sifatnya nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu dengan berkembangnya dunia pendidikan di kalangan suku anak dalam, mereka
dapat meminimalisir degredasi ekosistem di hutan dengan bekal pendidikan yang diberikan.
Mengajak seluruh warga masyarakat untuk memiliki bekal pendidikan yang layak sehingga
seluruh mayarakat dapat menjaga hidup dan hidup sejahtera terbebas dari kesenjangan
pendidikan yang menimbulkan kesenjangan hidup.
METODE LITERATUR
Dalam analisis masalah artikel ilmiah ini, penulis menggunakan metode literatur. Penulis
menggunakan berbagai macam sumber pustaka dan data sensus internet yang menjelaskan
tentang minimnya pendidikan di pelosok-pelosok khususnya suku anak dalam. Untuk
memperoleh data/informasi penulis mengolah data dari berbagai jenis sumber berita internet.
Berbagai macam sumber referensi yang ada menjadikan penulisan artikel ilmiah ini berjalan
dengan baik.
PEMBAHASAN
Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki ribuan suku bangsa yang beraneka ragam.
Masing-masing daerah saling mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebu dayaan daerah lain
atau kebudayaan yang berasal dari luar. Salah satu kebudayaan tersebut adalah Suku Anak
Dalam. Suku Anak Dalam terdapat di daerah Jambi dan Sumatera Selatan. Suku Anak Dalam
belum terlalu dikenal oleh masyarakat Indonesia karena Suku Anak Dalam sudah sangat langka
dan mereka tinggal di tempat-tempat terpencil yang jauh dari jangkauan orang-orang.
Suku Anak Dalam disebut juga Suku Kubu tau Orang Rimba. Menurut tradisi lisan suku Anak
Dalam merupakan orang Malau sesat yang lari ke hutan rimba disekitar Air Hitam, Taman
Nasional Bukit Duapuluh. Mereka kemudian dinbmakan Moyang Segayo. Sistem
kemasyarakatan mereka , hidup mereka secara nomaden atau tidak menetap dan mendasarkan
hidupnya pada berburu dan meramu, walaupun diantara mereka sudah banyak yang telah
memiliki lahan karet ataupun pertanian lanilla.
Orang Rimba merupakan sebutan lain untuk Suku Anak Dalam yang tinggal di pedalaman
rimba. Istilah “Orang Rimba” dianggap orang rimba sendiri lebih sesuai dengan kehidupan
mereka yang tinggal di rimba dan “tidak mau” keluar dari hutan. Ketidakmauan mereka keluar
dari hutan ini berkaitan erat dengan dunia mereka yang menganggap bahwa hutan adalah
tempat hidup dan rumah mereka sejak dulu (Butet Manurung, 2007).
Saat ini mayoritas Orang Rimba menghuni tiga daerah terpisah disekitar Taman Nasional Bukit
Dua Belas (TNBD) Provinsi Jambi, yaitu sekitar TNBD 30, TNBD 12 (Keduanya di wilayah
utara Jambi) dan sepanjang jalan lintas Sumatra (Wilayah Selatan Jambi). Ketiga wilayah ini
diyakini Orang Rimba sebagai tempat tinggal leluhur mereka dahulu. Diwilayah ini sekarang
sedang digalakan program konversi hutan, salah satunya untuk melindungi keberadaan Orang
Rimba (Lucky Ayu Wulandari, 2009).
Hidup nomaden dan semi nomaden (berpindah-pindah) di dalam hutan luas, tempat para dewa-
dewa, jin, dan setan mereka juga ikut tinggal di kolong dedaunan yang sama. Mereka
mencukupi kebutuhan hidup dari hasil alam. Alam adalah segala-galanya bagi mereka.
Merekalah gambaran kehidupan manusia di zaman meramu dan berburu ratusan bahkan ribuan
tahun lalu, yang masih kasat terlihat oleh mata. Sistem barter pun masih tetap mewarnai
kehidupan ekonomi Orang Rimba ini. Walau sesekali mereka berjualan hasil hutan di desa-
desa pinggir hutan, dan mendapatkan sedikit uang. Namun Se-kuno apapun manusia
peninggalan pra-sejarah ini. Kita harus menyadarinya, bahwa mereka tetap bagian dari
keluarga besar bangsa Indonesia (Butet Manurung, 2007).
Orang Rimba yang tak mengenal baca tulis dan hitung-berhitung ini pun tak luput dari
beratnya cobaan hidup. Mereka yang mencintai hutan, mengasihi, dan merawat peninggalan
leluhur tersebut. Tidak pernah tahu, bahwa manusia yang hidup dalam dimensi waktu yang
berbeda di pinggir hutan. Telah merusak alam dan hutan mereka.
Hutan ialah rumah dan sumber penghidupan orang rimba. Mereka sangat memahami bahwa
bumi menyediakan makanan cukup untuk kebutuhan setiap orang, tetapi bukan untuk
keserakahannya. Karena itu pula, mereka menyatu dengan hutan dalam tatanan kearifan lokal.
Ironisnya, kawasan hutan yang menjadi permukiman orang rimba secara turun-temurun
dibiarkan dibabat. Inilah negara yang pada satu sisi mendewakan secara berlebihan penanam
modal, tetapi pada sisi lain membiarkan dengan penuh kesadaran orang rimba terpinggirkan,
bahkan tercerabut dari akar budayanya lewat pembabatan hutan yang sungguh ironis dilakukan
oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.Harus jujur dikatakan bahwa perlindungan
terhadap orang rimba di negeri ini cuma indah di atas kertas, tetapi miskin, sangat miskin,
dalam implementasi. Sebagai contoh, lewat Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 1999,
sebutan suku terasing diubah menjadi komunitas adat terpencil.
Tidak hanya itu. Terang benderang tersurat dalam sejumlah hukum positif perihal pengakuan
dari pemerintah akan eksistensi komunitas adat terpencil, termasuk pengakuan atas hak sosial
dan ekonomi, termasuk pengakuan terhadap perlindungan tradisi dan adat istiadat komunitas
adat terpencil. Pengakuan dan perlindungan itu tersebar mulai undang-undang agraria hingga
undang-undang tata ruang.
Orang Rimba yang lugu dan polos itu. Bertahan hidup di hutan, berburu, mencintai alam, dan
humanisme. Pada awalnya, para individu Suku Anak Dalam cenderung memiliki pandangan
atau persepsi negatif terhadap pendidikan formal. Fenomena tersebut terkait dengan ajaran dari
orang tua, temenggung (kepala suku), dan bahkan nenekmoyang mereka yang mengasumsikan
bahwa pendidikan yang diterima darisekolah bukanlah sebuah kegiatan yang wajib untuk
dilakukan.
Sebelumnya, mereka tidak pernah diperkenalkan adanya istilah pendidikan maupun istilah
bersekolah. Seperti yang disampaikan oleh Edmund Husserl, bahwa fenomenologi berfokus
pada bagaimana orang mengalami fenomena tertentu, menyelidiki bagaimana individu
mengkonstruksikan makna dari sebuah pengalaman yang mereka alami dan bagaimana makna
yang ditangkap oleh individu tersebut bisa memicu terbentuknya makna kelompok atau bahkan
membentuk pemahaman baru pada kebudayaan tertentu (Vandersteop dan Johnston,
2009:206).
Terkait dalam hal ini adalah kemunculan pengetahuan baru dari pengalaman individu Suku
Anak Dalam mengenai pendidikan yang diperolehnya, serta menghasilkan beberapa
pandangan yang berhasil dimaknai oleh individu Suku Anak Dalam. Persepsi awal dari Suku
Anak Dalam terhadap pendidikan yang terbentuk cenderung negatif. Namun, seiring dengan
terus dilakukannya sosialisasi oleh pemerintah tentang pentingnya pendidikan serta adanya
faktor pendorong internal (cita-cita hidup) dalam diri individu Suku Anak Dalam, sebagian
individu Suku Anak Dalam cenderung menjadi lebih aktif untuk mengikuti kegiatan belajar di
sekolah. Bahkan, pemerintah membangun Sekolah Dasar khusus bagi Suku Anak Dalam.
Persepsi individu Suku Anak Dalam terhadap pendidikan formal yang pada awalnya
menganggap bahwa pendidikan adalah ajaran yang tidak benar, dalam perkembangannya
cenderung mulai mengalami perubahan, dan bahkan Suku Anak Dalam telah bersekolah dan
menempati rumah yang disediakan oleh pemerintah.
dorongan pribadi (faktor internal) dari individu Suku Anak Dalam. Para informan
Kemampuan mengoperasikan benda elektronik lainnya seperti handphone juga menjadi salah
satu pengalaman baru bagi Suku Anak Dalam. Ketika Suku Anak Dalam sebelum bersekolah,
mereka hanya menggunakan handphone sekedar untuk menonton televisi dan memutar lagu,
kinimereka mampu memaksimalkan kegunaan handphone tersebut, selain
untukberkomunikasi, mereka telah mampu meng akses facebook dari handphone mereka.
Dengan bersekolah dan belajar menjadikan mereka memiliki kemampuan untuk membaca serta
menulis, memiliki kemampuan bersosialisasi dan bernegosiasi. Dibandingkan dengan ketika
Suku Anak Dalam belum bersekolah, Suku Anak Dalam tidak pernah berhubungan,
bersosialisasi, dan berinteraksi dengan orang luar, meskipun pernah, interaksi hanya terjadi
beberapa kali dan tidak sesering sekarang.
Hal ini terjadi dikarenakan kehidupan Suku Anak Dalam yang lebih banyak berada di hutan.
Sebelum sekolah, Suku Anak Dalam keluar dari hutan hanya ketika hendak menjual hasil hutan
mereka. Berbeda denganketika Suku Anak Dalam telah bersekolah seperti sekarang, bagi Suku
Anak Dalam yang telah bersekolah, bersosialisasi dengan orang luar kini lebih seringterjadi.
Hal ini terjadi karena selain di sekolah mereka harus bersosialisasi dengan orang luar,
kehidupan sehari-hari juga menuntut Suku Anak Dalan untuk lebihsering bersosialisasi dengan
orang luar, karena perumahan yang Suku AnakDalam tempati berada di lingkungan dan di
sekitar rumah warga atau hampir semua tetangga mereka adalah orang luar.
Dengan berpindah serta bertempat tinggal Suku Anak Dalam di sekitaratau bertetangga dengan
orang luar telah merubah anggapan serta stereotypeSuku Anak Dalam terhadap orang luar.
Dengan berteman dengan orang luar,komunikasi serta interaksi mereka menjadi semakin intens
dan semakin sering.Fenomena tersebut membuat mereka saling membuka diri satu sama lain.
Menurut Irwin Altman dan Dalmas Taylor (Littlejohn, 2005 : 194) dalam teori penetrasisosial
(Social Penetration Theory) bahwa seseorang melakukan komunikasi yangbergerak dari
unintimate kemudian mencapai puncak pada titik intimate. Proses tersebut adalah penetrasi
yang mana syarat mutlaknya yaitu self disclosure atauketerbukaan. Terjadinya keterbukaan diri
diantara Suku Anak Dalam denganorang luar lebih dilatar belakangi adanya keinginan untuk
saling mengenal satusama lain, memperoleh pengetahuan dari apa yang sebelumnya belum
pernah didapat oleh mereka. Suku Anak Dalam yang telah mampu dan melangsungkan
komunikasiatau sosialisasi dengan orang luar merupakan salah satu contoh adanya upaya
dariSuku Anak Dalam (kelompok minoritas) agar diterima oleh orang luar
(kelompokmayoritas). Orbe menjelaskan dalam co-cultural theory, yang mengkajibagaimana
anggota kelompok minoritas berkomunikasi dengan anggota kelompokdominan (Littlejohn,
2009: 264).
KESIMPULAN
Pada awalnya, individu Suku Anak Dalam cenderung memiliki persepsi negatif terhadap
pendidikan yang disosialisasikan oleh pemerintah. Hal itu terjadi karena bertentangan dengan
ajaran leluhur, sehingga individu Suku Anak Dalam merasa tidak perlu bersekolah. Namun
seiring dengan perkembangan waktu, persepsi mereka mulai berubah. Individu Suku Anak
Dalam merasa senang dengan bersekolah, karena ketika bersekolah, mereka akan mendapatkan
makanan serta jajan yang dibagikan oleh pihak sekolah. Ada beberapa faktor yang akhirnya
mampu membuat para individu Suku Anak Dalam menerima pendidikan.
Penerimaan individu Suku Anak Dalam dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar, seperti
adanya imbalan atau sesuatu yang menarik yang diberikan dan disampaikan oleh pemerintah.
Serta adanya dorongan atau ‘perintah’ dari orang tua mereka untuk bersekolah. Meskipun
dorongan dari
orang tua mereka dilatar belakangi dengan adanya imbalan berupa akan
dibagikannya pakaian baru (seragam sekolah) dan makanan oleh pihak sekolah.
orang luar (bukan Suku Anak Dalam) menjadi pengalaman baru yang didapat
facebook di handphone juga dimiliki oleh individu Suku Anak Dalam setelah
bersekolah. Hal ini didasari pada kemampuan menulis, membaca, dan berbahasa
UCAPAN TERIMAKSIH
Dengan selesainya pembuatan Artikel Ilmiah ini saya mengucapkan banyak terimakasih
kepada Allah SWT dan pihak-pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan Artikel
Ilmiah ini, terkait dengan referensi landasan teori dari berbagai tokoh , pemberitaan lewat
internet, selain itu juga kepada dosen pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses
penyelesaian Artikel Ilmiah ini. Sampai dengan Artikel ini selesai dibuat.