Anda di halaman 1dari 36

A.

PENGERTIAN

Menurut WHO, persalinan normal adalah persalinan yang dimulai secara spontan
(dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir), beresiko rendah pada awal
persalinan dan presentasi belakang kepala pada usia kehamilan antara 37 − 42 minggu
setelah persalinan ibu maupun bayi berada dalam kondisi yang baik.
Persalinan atau Partus adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia
kehamilan yang cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit.
Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan
pada serviks (membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara
lengkap. Ibu dikatakan belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan
perubahan serviks (Damayanti, dkk, 2015).
Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi
cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput
janin dari tubuh ibu (Harianto.2010).

B. ETIOLOGI
Sebab-sebab terjadinya persalinan sampai saat ini belum diketahui secara
pasti, kemungkinan adanya banyak faktor yang saling berkaitan, sehingga pemicu
persalinan menjadi multifaktor. Beberapa teori yang kompleks yang dianggap
berpengaruh terhadap kejadian persalinan, yaitu faktor hormon, fetus, plasenta,
struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi.

C. PATOFISIOLOGI
1. Kala satu (kala pembukaan)
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus atau
dikenal dengan “his” yang teratur dan meningkat (baik frekuensi maupun
kekuatannya) hingga serviks berdilatasi hingga 10 cm (pembukaan lengkap)
atau kala pembukaan berlangsung dari mulai adanya pembukaan sampai
pembukaan lengkap. Pada permulaan kala satu, his yang timbul tidak begitu
kuat sehingga ibu masih koperatif dan masih dapat berjalan-jalan. Kala satu
persalinan dibagi menjadi tiga fase, yaitu:
a. Fase laten
1) Pembukaan servik 0 cm (awal) sampai 5 cm (akhir).
2) Kontraksi tidak teratur dan kemajuan dari teratur menjadi ringan ke
sedang, durasi 5 sampai 30 menit terpisah, 30 sampai 45 detik.
3) Pembukaan dan penipisan servik sebagian.
4) Pecahnya membrane/ketuban secara spontan (SROM) atau pecahnya
membran/ketuban buatan (AROM).
5) Ibu banyak berbicara dan bersemangat.
b. Fase aktif : Tahap 1 berakhir 8 sampai 20 jam (primigravida) atau 2
sampai 14 jam (multigravida/multipara) setelah mencapai fase ini.
1) Pembukaan servik 4 cm (awal) sampai 7 cm (akhir)
2) Kontraksi tidak teratur, sedang menjadi kuat, durasi 3 sampai 5 menit
terpisah, 40 sampai 70 detik.
3) Servik membuka 7 cm dengan penipisan servik yang cepat.
4) Dimulainya penurunan janin.
5) Ibu menjadi sangat cemas dan gelisah seiring dengan kontraksi yang
intensif; perasaan ketidaberdayaan mungkin dilaporkan.
c. Fase transisi : Berakhir saat pembukaan lengkap pada 10 cm
6) Pembukaan serviks 8 sampai 10 cm.
7) Kontraksi teratur, kuat menjadi sangat kuat, durasi 2 sampai 3 menit
terpisah, 45 sampai 90 detik.
8) Ibu lelah, marah, gelisah dan merasa tidak berdaya dan tidak mampu
menangani persalinan (ini adalah fase tersulit dalam persalinan).
9) Mual dan muntah dan sensasi kebutuhan untuk memiliki gerakan
usus mungkin terjadi.
10) Desakan untuk mengejan terjadi.
11) Blood show/pengeluaran lendir darah meningkat seiring dengan
pengeluaran air ketuban.
2. Kala dua (pengeluaran bayi)
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap
(10 cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi. Kala dua disebut juga dengan
kala pengeluaran bayi. Tanda dan gejala kala dua adalah:
a. Ibu merasa ingin meneran bersama dengan terjadinya kontraksi.
b. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rektum dan/atau
vaginanya.
c. Perineum menonjol.
d. Vulva-vagina dan spingter ani membuka.
e. Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah.

Pada kala dua persalinan his/kontraksi yang semakin kuat dan teratur.
Umumnya ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap dengan diikuti
keinginan meneran. Kedua kekuatan, his dan keinginan untuk meneran akan
mendorong bayi keluar. Kala dua berlangsung hingga 2 jam pada primipara
dan 1 jam pada multipara.

Pada kala dua, penurunan bagian terendah janin hingga masuk ke ruang
panggul sehingga menekan otot-otot dasar panggul yang secara reflektoris
menimbulkan rasa ingin meneran, karena adanya penekanan pada rektum
sehingga ibu merasa seperti mau buang air besar yang ditandai dengan anus
membuka. Saat adanya his bagian terendah janin akan semakin terdorong
keluar sehingga kepala mulai terlihat, vulva membuka dan perineum
menonjol.

3. Kala tiga (pelepasan uri)


Kala tiga persalinan disebut juga dengan kala uri atau kala pengeluaran
plasenta. Kala tiga persalinan dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir
dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Setelah kala dua persalinan,
kontraksi uterus berhenti sekitar 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi,
sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan Nitabuch, karena sifat retraksi
otot rahim. Lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan
memperhatikan tanda-tanda:
a. Perubahan bentuk uterus dan tinggi fundus uteri.
1) Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh dan umum tinggi fundus uteri di bawah
pusat.
2) Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus
berubah bentuk menjadi seperti buah pear/alpukat dan tinggi fundus
uteri menjadi di atas pusat.
b. Tali pusat bertambah panjang.
c. Terjadi semburan darah secara tiba-tiba perdarahan (bila pelepasan
plasenta secara Duncan/dari pinggir).

Masalah/komplikasi yang dapat muncul pada kala tiga adalah retensio


plasenta, plasenta lahir tidak lengkap, perlukaan jalan lahir. Pada kasus
retensio plasenta, tindakan manuak plasenta hanya dapat dilakukan dengan
pertimbangan terdapat perdarahan.

4. Kala empat (pemantauan)


Kala empat dimulai dari setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam
setelah itu. Pada kala paling sering terjadi perdarahan postpartum, yaitu pada
2 jam pertama postpartum. Masalah/komplikasi yang dapat muncul pada kala
empat adalah perdarahan yang mungkin disebabkan oleh atonia uteri, laserasi
jalan lahir dan sisa plasenta. Oleh karena itu harus dilakukan pemantauan,
yaitu pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam.
Pemantauan pada kala IV dilakukan:
a. Setiap 15 menit pada satu jam pertama pascapersalinan.
b. Setiap 20-30 menit pada jam kedua pascapersalinan.
c. Jika utrus tidak berkontraksi dengan baik, lakukan penatalaksanaan atonia
uteri yang sesuai.
Kontraksi uterus selama kala empat umumnya tetap kuat dengan
amplitudo sekitar 60 sampai 80 mmHg, kekuatan kontraksi ini tidak diikuti
oleh interval pembuluh darah tertutup rapat dan terjadi kesempatan
membentuk trombus. Melalui kontraksi yang kuat dan pembentukan trombus
terjadi penghentian pengeluaran darah postpartum. Kekuatan his dapat
diperkuat dengan memberi obat uterotonika. Kontraksi ikutan saat menyusui
bayi sering dirasakan oleh ibu postpartum, karena pengeluaran oksitosin oleh
kelenjar hipofisis posterior. Pengeluaran oksitosin sangat penting yang
berfungsi:

a. Merangsang otot polos yang terdapat disekitar alveolus kelenjar mamae,


sehingg ASI dapat dikeluarkan.
b. Oksitosin merangsang kontraksi uterus dan mempercepat involusi uteri.
c. Kontraksi otot uterus yang disebabkan oksitosin mengurangi perdarahan
postpartum.

D. TANDA DAN GEJALA PERSALINAN


1. Gejala awal
a. Lightening/drapping
Proses terjadinya penurunan bagian kepala janin memasuki pintu
bawah panggul. Lightening terjadi beberapa minggu atau beberapa jam
sebelum persalinan. Penurunan kepala janin biasanya bervariasi
waktunya pada primigravida maupun multigravida. Pada primigravida
penurunan kepala berlangsung pada usia kehamilan 36 minggu dan pada
multigravida berlangsung pada usia kehamilan 38 minggu. Proses
lightening dipengaruhi oleh adanya peregangan pada jaringan otot dan
bagian persendian tulang pelvis, diameter pelvis anterior-posterior sedikit
bertambah luas.
b. Perubahan bentuk perut
Penurunan kepala, berdampak terhadap fundus uteri. Fundus uteri
turun dan perut tampak melebar ke samping.
c. Perubahan pola berkemih
Terjadi lightening yakni penurunan kepala ke dalam rongga
panggul akan menekan kandung kemih yang ada di bagian anterior
panggul. Kondisi ini membuat ibu sering mengalami frekuensi berkemih
yang berlebihan dan hampir tidak dapat menahan kontraksi untuk
berkemih.
d. Braxton hicks
Braxton hicks diawal kehamilan telah ada, namun semakin usia
kehamilan matur intensitas braxton hicks semakin kuat dan tidak
menimbulkan nyeri. Kondisi ini dipengaruhi adanya penekanan kepala
janin di daerah lumbal dan thorakal pada saat kepala janin memasuki
rongga panggul. Faktor lain yakni pengaruh hormon estrogen dan
progesterone yang berkurang diakhir kehamilan sehingga memicu sekresi
oksitosis dari posterior hipofisis. Dengan demikian kontraksi uterus akan
muncul yang diawali dengan braxton hicks. Sehingga braxton hicks
sering disebut dengan gejala false labor.
e. Pengeluaran mucus vagina
Sekresi serviks meningkat yang dikeluarkan lewat vagina.
Konsentrasinya pada awalnya kental dan berangsur-angsur seperti lender.
Dengan demikian serviks mulai mengalami pendataran (effacement) dan
terjadi pengeluaran plug mucus. Plug mucus adalah yang menutupi
kanalis servikalis dan sering bercampur dengan darah (blood sleem).
2. Gejala Inpartu
Beberapa minggu menjelang persalinan, intensitas braxton hicks
contraction semakin meningkat. Pada masa-masa itu terjadi pembentukan
segmen bawah uterus untuk mengakomodasi bagian terbawah janin. Proses
dilatasi dan pendataran seringkali terjadi sebelum persalinan terutama pada
multipara. Pada multipara, tanda show jarang terlihat dan untuk menetapkan
awal persalinan seringkali diperlukan waktu yang agak lama.
a. Kontraksi uterus
Kontraksi berlangsung teratur, intensitas semakin kuat, durasinya
semakin lama dan semakin sering. Kontraksi ini membuat miometrium
meregang sehingga membuat ibu merasa tidak nyaman. Munculnya
kontraksi dalam 10 menit pada awalnya 2 kali dalam yakni 5 menit sekali.
b. Pengeluaran
Mucus serviks yang keluar semakin sering, konsistensi encer dan
bercampur dengan darah.
c. Kadang disertai adanya ketuban pecah dini. Kondisi ini berlangsung bila
ada masalah pada selaput amnion. Dalam hal ini bukan merupakan gejala
persalinan normal.
d. Pada saat pemeriksaan dalam/vaginal touché, serviks sudah mengalami
effacement (pendataran) dan dilatasi (pembukaan).

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan darah lengkap
1) Hb normal = 11,4 – 15,1 gr/dl
2) Golongan darah = A, B, AB, & O
3) Faktor RH = +/-
4) Waktu pembekuan
5) Protein urine
6) Urine reduksi
b. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengidentifikasi kehamilan ganda, animaly janin,
atau melokalisai kantong amnion pada amniosintesis.
c. Amniosintesis
Guna mengidentifikasi secara dini adanya kelainan kongenital yang
dialami oleh janin sehingga dapat ditentukan tindakan untuk terminasi
kehamilan atau melanjutkan kehamilan.
d. Amnioskopi
Guna membantu menseleksi kasus secara cermat untuk dilakukan
induksi persalinan bila pada kehamilan ditemukan risiko janin.

F. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN


Menurut Halminton (2005) penatalaksanaan Pre-eklampsi berat pada
kehamilan 37 minggu:
1. Jika janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan
pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penangannya adalah sebagai berikut:
a) Berikan suntikan sulfas magnesikus dosis 8 gr intramuskuler, kemudian
disusul dengan injeksi tambahan 4 gr intramuskuler setiap 4 jam (selama
tidak ada kontra-indikasi).
b) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesikus dapat
diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria preeklampsi ringan
(kecuali jika ada kontra-indikasi).
c) Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin dimonitor, penimbangan
berat badan seperti pre-eklampsi ringan sambil mengawastii mbul lagi
gejala.
d) Jika dengan terapi di atas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi
kehamilan : induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan.
2. Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru janin,
maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
Sedangkan penatalaksanaan untuk Pre-eklampsi berat pada kehamilan 37
minggu ke atas adalah sebagai berikut:
1) Penderita di rawat inap
a. Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi
b. Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
c. Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskuler 4 gr bokong
kanan dan 4 g bokong kiri
d. Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
e. Syarat pemberian MgSo4 adalah : refleks patela (+); diurese 100 cc
dalam 4 jam yang lalu; respirasi 16 permenit dan harus tersedia
antidotumnya: kalsiumg lukonas 10%a mpul 10 cc.
f. Infus dekstrosa 5 % dan Ringer laktat
2) Obat antihipertensif : injeksi katapres I ampul i.m dan selanjutnya dapat
diberikan tablet katapres 3x½ tablet sehari.
3) Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema paru dan
kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat disuntikkan inhavena lasix
1 ampul.
4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan induksi
partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi dipakai oksitosin
(pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau forseps, jadi
wanita dilarang mengedan
6) Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi perdarahan
disebabkan atonia uteri.
7) Pemberian sulfas magnesikus kalau tidak ada kontraindikasi, diteruskan
dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24 jampostpartum.
8) Bila ada indikasi obstetik dilakukan seksio cesaria.
ASUHAN KEPERAWATAN INTRANATAL

A. PENGKAJIAN
a. Pengkajian kala I
1. Integritas Ego
a) Dapat senang atau cemas
b) Nyeri/Ketidak nyamanan
c) Kontraksi reguler, peningkatan frekuensi, durasi dan keparahan.
2. Keamanan
Irama jantung janin paling baik terdengar pada umbilicus (tergantung
posisi janin)
3. Seksualitas
Adanya dilatasi serviks, rabas vagina, mungkin lender merah muda,
kecoklatan, atau terdiri dari plak lendir
4. Prioritas keperawatan
a) Meningkatkan emosi dan fisik klien/pasangan terhadap persalinan.
b) Meningkatkan kemajuan persalinan
c) Mendukung kemampuan koping klien/pasangan
d) Mencegah komplikasi maternal/bayi.
5. Secara Khusus
a) Memeriksa tanda-tanda vital
b) Mengkaji kontraksi tekanan uterus dilatasi cerviks dan penurunan
karakteristik yang mengambarkan kontraksi uterus: Frekwensi,
Interval, Intensitas, Durasi dan Tonus istirahat
c) Penipisan cerviks, evasemen mendahului dilatasi cerviks pada
kehamilan pertama dan seorang diikuti pembukaan dalam kehamilan
berikutnya
d) Pembukaan cerviks adalah sebagian besar tanda-tanda yang
menentukan bahwa kekuatan kontraksi uterus yang efektif dan
kemajuan persalinan:
1) Palpasi abdomen (Leopold) untuk memberikan informasi
jumlah fetus,letrak janin,penurunan janin
2) Pemeriksaan Vagina: membran, cerviks, foetus, station.
3) Tes diagnostik dan laboratorium
4) Spesimen urin dan tes darah
5) Ruptur membran
6) Cairan amnion : Warna ,karakter dan jumlah

b. Pengkajian kala II
1) Aktivitas Istirahat
a) Kelelahan
b) Ketidaknyamanan melakukan dorongan sendiri/tehnik relaksasi
c) Latargi
d) Lingkaran hitam di bawah mata
2) Sirkulasi : Td dapat meningkat 5-10mmHg diantara kontraksi
3) Integritas ego : dapat merasa kehilangan kontrol
4) Eliminasi
a) Keinginan untuk defekasi atau mendorong involunter pada kontraksi
disertai dengan tekanan intra abdomen dan tekanan uterus
b) Dapat mengalami rabas fekal saat mengejan
c) Distensi kandung kemih mungkin ada, urine harus dikeluarkan
selama upaya mendorong
5) Nyeri/ketidaknyamanan
a) Merintih/meringis selama kontraksi
b) Amnesia dan diantara kontraksi mungkin terlihat
c) Rasa terbakar/meregang di perineum
d) Kaki gemetar selama upaya mendrong
6) Pernapasan : frekuensi napas meningkat
7) Keamanan
a) Diaporesis
b) Bradikardi janin dapat terjadi selama kontraksi
8) Seksualitas
a) Serviks dilatasi penuh dan penonjolan 100%
b) Peningkatan perdarahan pervaginam
c) Penonjolan rektum dengan turunya janin
d) Membran dapat ruptur jika masih utuh
e) Peningkatan pengeluaran cairan amnion selama kontraksi

c. Pengkajian kala III


1) Aktivitas Istirahat : perilaku senang sampai keletihan
2) Sirkulasi
a) TD meningkat saat curah jantung meningkat kemudia kembali
normal dengan cepat
b) Hipotensi dapat terjadi sebagai respon analgetik
c) Frekuensi nadi melambat pada respon terhadap perubahan
3) Makanan/cairan: kehilangan darah
4) Nyeri/ketidaknyamanan: tremor kaki/menggigil
5) Keamanan
a) Inspeksi manual pada uterus dan jalan lahir menentukan danya
robekan atau laserasi
b) Perluasan epiostomi/laserasi jalan lahir
6) Seksualitas
a) Darah berwarna kehitaman dari vagina terjadi saat plasenta lepas dari
endometrium, biasanya 1-5 menit setelah bayi lahir
b) Tali pusat memanjang

d. Pengkajian kala IV
1) Aktivitas Istirahat: tampak kelelahan, keletihan, mengantuk aatu
berenergi.
2) Sirkulasi
a) Nadi biasanya lambat (50-70) karen ahipersensitivitas vaginal
b) TD mungkin rendah terhadap respon anastesi atau meningkat
terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan.
c) Mungkin edema paa ekstremitas dan wajah
d) Kehilangan darah selama persalinan 400-500 ml.
3) Integritas ego
a) Reaksi emosional bervariasi, seperti eksitasi tidak berminat (lelah),
kecewa
b) Takut mengenai kondisi bayi baru lahir dan perawatan segera pada
neonatal.
4) Eliminasi
a) Hemoroid sering ada dan menonjol
b) Kandung kemih mungkin teraba di atas simpisis pubis atau terpasang
kateter
c) Diuresis terjadi jika tekanan bagian presentas menghambat aliran
urine.
5) Makanan/cairan: haus/lapar, mual
6) Neurosensasi
a) Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada anestesi spinal
b) hiperfleksi
7) Nyeri/ketidaknyamanan: mengeluh nyeri pada trauma epiostomi
8) Keamanan
a) Suhu tubuh sedikit meningkat (dehidrasi, pengerahan tenaga)
b) Perbaikan epiostomi utuh
9) Seksualitas
a) Fundus keras terkontraksi
b) Drainase vagina/loklea jumlahnya sedang, merah gelap dengan
bekuan kecil
c) Perineum bebsa dari kemerahan, edema dan ekimosis
d) Striae mungkin ada pada abdomen, paha dan payudara
e) Payudara lunak, puting tegang

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kala I
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
2) Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan, hiperkapnea
3) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan perubahan hormonal
4) Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
suplai darah
5) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
aliran darah

b. Kala II
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi,
dilatasi/peregangan jaringan, kompresi saraf, pola kontraksi semakin
intensif
2) Perubahan curah jantung berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik
vena, perubahan pada tahanan vaskular sistemik
3) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan
pesalinan, pola kontraksi hipertonik, janin besar, pemakaian forsep
c. Kala III
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake, muntah dan diaphoresis
2) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis melahirkan
3) Risiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi
selama melahirkan, kesulitan pelepasan plasenta
d. Kala IV
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelelahan,
kegagalan miometri dari mekanisme homeostatis
2) Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis/cedera jaringan
3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka epiostomi
4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau peningkatan
perkembangan anggota keluarga

C. INTERVENSI KEPERAWATAN DAN RASIONAL


a. Kala I
1) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus
Tujuan: nyeri berkurang
Kriteria evaluasi :
a. Pasien melaporkan nyeri berkurang
b. Pasien tampak relaks atau tenang diantara kontraksi

Intervensi Rasional

1. Kaji derajat nyeri secara 1. Mengetahui skala nyeri


verbal dan non verbal. pasien sehingga dapat
ditentukan intervensi yang
2. Anjurkan berkemih 1-2 jam, tepat
palpitasi di atas simpisis 2. Mempertahankan kandung
pubis. kemih bebas distensi yang
dapat menyebabkan
ketidaknyamanan.
3. Ajarkan pasien untuk 3. Mengejan yang efektif
mengedan yang efektif dan meminimalkan nyeri dan
relaksasi saat tidak ada his. tenaga yang dikeluarkan
sehingga pasien tidak
kelelahan.
4. Berikan analgetik/alfafrodin
hidroklorida atau meperidin 4. Membantu meringankan rasa
hidroklorida per IV/IM nyeri
diantara kontraksi.

2) Risiko tinggi cidera berhubungan dengan hipoksia jaringan, hiperkapnea


Tujuan: tidak terjadi cerera janin
Kriteria evaluasi:
1. DJJ dalam batas normal (120-160 x/menit)
2. Tidak ada perubahan periodik yang berbahaya

Intervensi Rasional

1. Pantau DJJ 1. DJJ harus di rentang 120-160


x/menit dengan variasi rata-rata
percepatan dalam respon terhadap
aktivitas maternal, gerak janin dan
kontraksi uterus
2. Persalinan lama dengan

2. Catat kemajuan persalinan perpanjangan fase laten dapat


menimbulkan masalah kelelahan
ibu, stres berat, infeksi dan
hemorargi karena ruptur uteri
menempatkan janin pada resiko
tinggi terhadap hipoksia dan cedera
3. Abnormalitas seperti presentasi
wajah, dagu dan posterior
memerlukan intervensi khusus
untuk mencegah persalinan lama.
3. Lakukan pemeriksaan leophod 4. Meningkatkan perfusi plasenta,
mencegah sindrome hipotensi
terlentang.
5. Menambah O2 ibu untuk ambilan
fekal
4. Posisikan janin miring

5. Kolaborasi dalam pemberian O2


3) Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan perubahan hormonal
Tujuan: perubahan eliminasi urine teratasi sehingga memudahkan
kemajuan dalam persalinan
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengosongkan kandung kemih dengan cepat
2. Pasien bebas dari cedera kandung kemih

Intervensi Rasional

1. Catat dan bandingkan 1. Keseimbangan intake dan


masukan dan haluaran urine output cairan sehingga tidak
terjadi dehidrasi
2. Anjurkan untuk sering 2. Tekanan dari bagian
berkemih 1-2 jam presentasi dari kandung
kemih sering menurunkan
sensasi dan mengganggu
pengosongan komplit.
3. Palpasi di atas simpisis 3. Mendeteksi adanya urine
pubis dalam kandung kemih dan
derajat kepenuhan.
4. Distensi kandung kemih
dapat menyebabkan atoni,
4. Kolaborasi dalam
menghalangi turunnya janin,
melakukan kateterisasi
menimbulkan trauma pada
presentasi janin.

4) Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


suplai darah
Tujuan: tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
Kriteria evaluasi:
1. DJJ dan variabilitas denyut dalam batas normal (120-160x/menit)
2. TTV dalam batas normal terutama respirasi normal (16-20x/menit)

Intervensi Rasional

1. Kaji adanya faktor 1. Situasi resiko tinggi


maternal/kondisi yang mempengaruhi sirkulasi,
menurunkan uteroplasenta. kemungkinan
dimanifestasikan dengan
hipoksia.
2. Pantau DJJ setiap 15-30
2. Bradikardi atau takikardi
menit
merupakan indikasi dari
kemungkinan penurunan
yang memerlukan intervensi
khusus.
3. Periksa DJJ segera setelah 3. Mendeteksi distres janin
ketuban pecah (periksa karena prolaps tali pusat.
setiap 15 menit).
4. Pertahankan dan catat 4. Pada presentasi vertex,
warna, jumlah amnion saat hipoksia lama menyebabkan
ketuban pecah. cairan amnion berwarna
mekonium karena vagal yang
merilekskan spingter anal.
5. Anjurkan pasien miring kiri.
5. Menurunkan resiko hipoksia
pada janin dan resiko prolaps
6. Ajarkan pasien menarik
plasenta.
napas dalam.
6. Napas dalam merilekskan
otot-otot sehingga tidak
terjadi kelelahan.

5) Risiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan


aliran darah
Tujuan: tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria evaluasi:
1. TTV dalam batas normal
- TD : 100-120/60-80 mmHg
- RR : 16-20x/menit
- N : 60-80x/menit
- S : 36,5-37,4oC
2. DJJ dalam batas normal (120-160x/menit)

Intervensi Rasional

1. Kaji TTV diantara 1. Selama kontraksi TD biasanya


kontraksi. meningkat 5-10mmHg,
kecuali selama fase transisi.
Peningkatan tahanan curah
jantung dapat terjadi bila ada
hipertensi intrapartal yang
selanjutnya meningkatkan
tekanan darah.
2. Kelebihan retensi cairan
menempatkan klien pada
2. Pantau adanya edema dan resiko terhadap perubahan
luasnya, pantau DJJ. sirkulasi, dengan
kemungkinan insufisiensi
uteroplasenta
dimanifestasikan sebagai
deselerasi lanjut.
3. Tirah baring meningkatkan
3. Catat masukan parenteral curah jantung dan haluaran
dan oral dan haluaran secara urine dengan penurunan berat
akurat. Ukur berat jenin bila jenis urine. Peningkatan berat
fungsi ginjal menurun. jenis dan/atau reduksi dalam
haluaran urine menandakan
dehidrasi atau kemungkinan
terjadinya hipertensi.
4. Menandakan spasme
glomerulus, yang menurunkan
4. Tes urin terhadap albumin reabsorpsi albumin. Kadar
lebih dari +2 menandakan
gangguan ginjal, kadar +1
atau lebih rendah mungkin
terjadi karena katabolisme
otot yang terjadi pada latihan
atau peningkatan metabolisme
pada periode intrapartal.

b. Kala II
1) Nyeri akut berhubungan dengan tekanan mekanik pada bagian presentasi,
dilatasi/peregangan jaringan, kompresi saraf, pola kontraksi semakin
intensif
Tujuan : nyeri berkurang
Kriteria hasil:
1. Mengungkapkan penurunan nyeri
2. Menggunakan teknik yang tepat untuk mempertahankan kontrol,
istirahat di antara kontraksi.

Intervensi Rasional
1. Identifikasi derajat 1. Mengklarifikasi
ketidaknyamanan dan kebutuhan ;
sumbernya memungkinkan intevensi
2. Pantau dan catat aktivitas yang tepat
uterus pada setiap 2. Memberikan
kontraksi informasi/dokumentasi
3. Berikan dukungan dan legal tentang kemajuan
informasi yang kontinu ; membantu
berhubungan dengan mengidentifikasi pola
kemajuan persalinan kontraksi abnormal,
4. Anjurkan klien atau memungkinkan
pasangan untuk mengatur pengkajian dan intervensi
upaya mengejan dengan segera
spontan, daripada 3. Pertahankan supaya
dilakukan terus-menerus, pasangan tetap
mendorong selama mendapatkan informasi
kontraksi tentang perkiraan
5. Pantau penonjolan perineal kelahiran ; menguatkan
dan rektal, pembukaan bahwa upaya-upaya yang
muara vagina dan tempat dilakukan itu berarti
janin 4. Upaya mengejan spontan
6. Bantu klien memilih posisi yang bukan terus menerus
optimal untuk mengejan menghindari efek negatif
(Mis jongkok, rekumben dai valsava manuver
lateral, posisi semi fowler berkenaan denan
atau penggunaan kursi penurunan kadar oksigen
melahirkan). Kaji ibu dan janin
keefektifan upaya untuk 5. Pemutaran anal ke arah
mengejan ; bantu klien luar dan penonjolan
untuk merelakskan semua perineal terjadi saat
otot dan beristirahat verteks janin turun,
diantara kontraksi menandakan kebutuhan
untuk persiapan kelahiran
6. Posisi yang tepat dengan
relaksasi jaringan perineal
mengoptimalkan upaya
mengejan, memudahkan
kemajuan persalinan,
menurunkan
ketidaknyamanan dan
menurunkan kebutuhan
terhadap penggunaan
forsep

2) Perubahan curah jantung berhubungan dengan fluktuasi pada aliran balik


vena, perubahan pada tahanan vaskular sistemik
Tujuan : tidak terjadi penurunan curah jantung
Kriteria evaluasi :
1. Mempertahankan tanda vital yang tepat terhadap tahap persalinan
2. Menunjukkan DJJ dan variabilitas dalam batas normal

Intervensi Rasional
1. Pantau TD dan nadi (setiap 1. Peningkatan curah jantung
5-15 menit). Perhatikan 30%-50% terjadi pada
jumlah dan konsentrasi tahap pengeluaran,
haluaran urin penajaman pada puncak
2. Anjurkan klien untuk kontraksi uterus dan
inhalasi/ekhalasi selama kembali secara lambat
upaya mengejan, dengan pada status prakontraksi,
menggunakan teknik glotis saat kontraksi menurun
terbuka dan menahan napas atau berhenti
tidak lebih dari 5 detik. 2. Valsava manuver yang
Katakan pada klien untuk lama dan berulang, terjadi
mendorong hanya bila ia bila klien menahan napas
merasakan dorongan untuk saat mendorong terhadap
melakukannya (dorongan glotis yang tertutup,
tidak boleh dipaksakan) akhirnya mengganggu
3. Pantau DJJ setelah kontraksi aliran bali vena dan
atau upaya mengejan menurunkan curah
4. Anjurkan klien/pasangan jantung, TD dan tekanan
memilih posisi persalinan nadi
yang mengoptimalkan 3. Mendeteksi bradikardia
sirkulasi seperti posisi janin dan hipoksia
rekumben lateral, posisi berkenaan dengan
fowler atau berjongkok penurunan sirkulasi
5. Atur infus IV sesuai indikasi maternal dan penurunan
; pantau pemberian oksitosin perfusi plasenta yang
dan turunkan kecepatan bila disebabkan oleh valsava
perlu manuver atau posisi yang
tidak tepat
4. Posisi rekumben tegak dan
lateral mencegah oklusi
vena kava inferior dan
obstruksi aorta,
mempertahankan aliran
balik vena dan mencegah
hipotensi
5. Jalur IV harus tersedia
pada kasus perlunya
memperbaiki hipotensi
atau menaikkan pemberian
obat kedaruratan

3) Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan pencetusan


pesalinan, pola kontraksi hipertonik, janin besar, pemakaian forsep
Tujuan : tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Kriteria evaluasi :
1. Otot-otot perineal rileks selama upaya mengejan
2. Bebas dari laserasi yang dapat dicegah

Intervensi Rasional

1. Bantu klien/pasangan 1. Membantu meningkatkan


dengan posisi yang tepat, peregangan bertahap dari
pernapasan dan upaya untuk perineal dan jaringan
rileks vagina
2. Bantu sesuai kebutuhan 2. Menungkinkan melahirkan
dengan manuver tangan ; lambat saat kepala bayi
berikan tekanan pada dagu telah distensi di perineum
janin melalui perineum ibu 5 cm ; menurunkan trauma
saat tekanan pengeluaran pada jaringan ibu
pada oksiput dengan tangan 3. Episiotomi dapat
lain mencegah robekan
3. Bantu dengan episiotomi perineum pada kasus bayi
garis tengah atau besar, persalinan cepat dan
mediolateral bila perlu ketidakcukupan relaksasi
4. Bantu dengan penggunaan perineal
forsep pada kepala janin, bila 4. Trauma jaringan ibu
perlu meningkat karena
penggunaan forsep, yang
dapat mengakibatkan
kemungkinan laserasi atau
ekstensi episiotomi

c. Kala III
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kurangnya
intake, muntah dan diaphoresis
Tujuan: pemenuhan kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi:
1. TTV dalam batas normal
− TD : 100-120/60-80 mmHg
− RR : 16-20x/menit
− N : 60-80x/menit
− S : 36,5-37,4oC
2. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi

Intervensi Rasional

1. Pantau TTV dan DJJ. 1. Monitor TTV dilakukan


karena efek samping
okxytocin yang sering terjadi
adalah hipertensi dan
peningkatan DJJ
menandakan dehidrasi.
2. Segera beri minum melalui
oral jika ditemukan tanda-
2. Pantau tanda-tanda
tanda dehidrasi.
dehidrasi.
3. Pelepasan harus terjadi
dalam waktu 5menit setelah
kelahiran, lebih banyak
3. Catat waktu dan mekanisme waktu yang diperlukan
pelepasan plasenta. plasenta untuk lepas makan
lebih banyak darah hilang.
4. Membantu memenuhi
kebutuhan cairan.
4. Kolaborasi dalam
pemberian cairan perenteral

2) Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan, respon fisiologis melahirkan


Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang
2. Pasien tampak relaks
3. Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional

1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Skala nyeri yang tinggi atau


berat diberikan obat sesuai
indikasi.
2. Beri pasien posisi yang
2. Posisi yang nyaman
nyaman.
membuat pasien relaks
sehingga nyeri dapat
berkurang.
3. Ajarkan pasien tehnik 3. Relaksasi napas dalam
relaksasi napas dalam. membantu mengontrol nyeri
sehingga nyeri dirasakna

4. Lakukan massage pada berkurang.

daerah untuk 4. Massage


fundus membantu

menurunkan nyeri dan merelakskan otot-otot dan

resiko perdarahan mencegah perdarahan.

3) Risiko tinggi terhadap cedera maternal berhubungan dengan posisi


selama melahirkan, kesulitan pelepasan plasenta
Tujuan : tidak terjadi cedera terhadap ibu
Kriteria hasil
a. Bebas dari cedera maternal

Intervensi Rasional
1. Palpasi fundus dan masase 1. Memudahkan pelepasan
dengan perlahan plasenta
2. Masase fundus secara perlahan 2. Menghindari rangsangan/trauma
setelah pengeluaran plasenta berlebihan pada fundus
3. Bersihkan vulva dan perineum 3. Menghilangkan kemungkinan
dengan air dan larutan kontaminan yang dapat
antiseptik steril, berikan mengakibatkan infeksi saluran
pembalut. asenden selama periode
4. Rendahkan kaki klien secara pascapartum
simultan dari pijakan kaki 4. Membantu menghindari
5. Kolaborasi pemberian oksitosin regangan otot
IV, posisikan kembali uterus di 5. Meningkatkan kontraktilitas
bawah pengaruh anastesi, dan miometrium uterus
berikan ergonovin maleat IM 6. Membatasi potensial infeksi
setelah penempatan uterus endometrial
kembali
6. Kolaborasi pemberian
antibiotik profilaktik

d. Kala IV
1) Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kelelahan,
kegagalan miometri dari mekanisme homeostatis.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria evaluasi:
1. Pasien tidak terdapat tanda-tanda dehidrasi
2. Haluaran urine adekuat
3. Mukosa bibir lembab

Intervensi Rasional

1. Pantau TTV, terutama suhu. 1. Peningkatan suhu


menandakan dehidrasi
2. Pada awalnya DJJ
2. Pantau DJJ.
meningkat karena dehidrasi
dan kehilangan cairan.
3. Mengetahui adanya
3. Ukur masukan cairan dan dehidrasi sehingga dapat
haluaran urine. segega dilakukan intervensi
4. Berikan masukan cairan yang tepat.
peroral/parenteral 4. Mengganti kehilangan
cairan.

2) Nyeri berhubungan dengan trauma mekanis/cedera jaringan


Tujuan: nyeri berkurang atau terkontrol
Kriteria evaluasi:
1. Pasien mengatakan nyeri berkurang
2. Pasien tampak relaks
3. Pasien tidak merintih kesakitan

Intervensi Rasional

1. Kaji skala nyeri pasien. 1. Skala nyeri yang tinggi atau


berat diberikan obat sesuai
indikasi.
2. Beri pasien posisi yang
2. Posisi yang nyaman
nyaman.
membuat pasien relaks
sehingga nyeri dapat
berkurang.
3. Ajarkan pasien tehnik
3. Relaksasi napas dalam
relaksasi napas dalam.
membantu mengontrol nyeri
sehingga nyeri dirasakna
4. Lakukan massage pada
berkurang.
daerah fundus untuk
4. Massage membantu
menurunkan nyeri dan
merelakskan otot-otot dan
resiko perdarahan
mencegah perdarahan.

3) Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka epiostomi.


Tujuan: tidak terjadi infeksi
Kriteria evaluasi:
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. TTV dalam batas normal terutama suhu

Intervensi Rasional

1. Observasi TTV terutama 1. Perubahan suhu menandakan


suhu. terjadinya infeksi.
2. Adanya tanda-tanda seperti
2. Kaji tanda-tanda infeksi. kalor, dolor, rubor, tumor dan
fungsiolaesia menandakan
terjadinya infeksi segera
berikan intervensi yang tepat.
3. Tehnik aseptik menurunkan
resiko terjadinya infeksi

3. Pertahankan tehnik aseptik. kepada pasien ataupun


perawat.
4. Antibiotik sesuai indikasi
membantu menghambat
4. Kolaborasi dalam pemberian
mekanisme terjadinya infeksi
antibiotik dan kaji efek
sehingga pasien tidak
samping
mengalami efek samping
yang tidak diinginkan.

4) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi atau peningkatan


perkembangan anggota keluarga.
Tujuan: penerimaan anggota baru dalam keluarganya
Kriteria evaluasi:
1. Ibu mengatakan merasakan kebahagiaan memiliki bayi.
2. Ibu tampak menyusui bayinya dengan penuh cinta
3. Ibu tampak menerima kehadiran bayi.

Intervensi Rasional

1. Observasi interaksi ibu dan 1. Kontak mata, posisi


bayi serta keluarganya. menghadap wajah
menandakan penerimaan
yang baik atas kehadiran
bayinya.
2. Catat adanya pengungkapan
2. Perilaku atau
atau perilaku yang
pengunggkapan secara
menunjukkan kekecewaan.
verbal mengenai
kekecewaan terhadap
3. Berikan ibu menyusui kelahiran, berikan KIE
bayinya. tentang keadaan bayi dan
penanganan yang tepat.
3. Menyusui secara dini
memberikan kesempatan
kepada bayi lebih dekat
dengan ibu dan mendapatkan

4. Anjurkan pasien dan nutrisi penting dari ASI.

keluarga menggendong 4. Kedekatan ibu, bayi dan

bayinya keluarga memberikan


kehangatan pada bayi
sehingga bayi menjadi
tenang.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tindakan yang dilakukan sesuai dengan rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun atau ditentukan sebelumnya berdasarkan rencana
tindakan yang telah dibuat, dimana tindakan yang dilakukan mencakup tindakan
mandiri dan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2003)..

E. EVALUASI
a. Kala I
1) Nyeri berkurang dan terkontrol
2) Tidak terjadi cedera janin
3) Perubahan eliminasi urine teratasi
4) Tidak terjadi kerusakan pertukaran gas
5) Tidak terjadi penurunan curah jantung
b. Kala II
1) Nyeri berkurang atau terkontrol
2) Klien mempertahankan tanda vital yang tepat
3) Klien tampak mengejan
c. Kala III
1) Pemenuhan kebutuhan cairan adekuat
2) Nyeri berkurang atau terkontrol
3) Tidak terjadi cidera
d. Kala IV
1) Pemenuhan kebutuhan cairan adekuat.
2) Nyeri berkurang atau terkontrol
3) Tidak terjadi infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC

Johnson , Joyce Y. 2014. Keperawatan Maternitas. Diterjemahkan oleh: Diana

Kurnia S. Yogyakarta: Rapha Publishing.

Manurung, Suryani. 2011. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Asuhan

Keperawatan INTRANATAL. Jakarta: Trans Info Media

Martin, Reeder dkk. 2011. Keperawatan Maternal Kesehatan Wanita, Bayi dan

Keluarga. Vol I. Edisi 18. EGC: Jakarta

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai