Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Definisi Stroke adalah suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam,
disebabkan oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke
hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian
otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau kematian
(Junaidi, 2015).
Stroke diklasifikasikan menjadi stroke iskemik dan stroke hemoragik. Kurang
lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik, dan kurang lebih 51%
stroke disebabkan oleh trombosis arteri, yaitu pembentukan bekuan darah dalam arteri
serebral akibat proses aterosklerosis. Trombosis dibedakan menjadi dua subkategori,
yaitu trombosis pada arteri besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris),
dan trombosis pada arteri kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan trombosis arteri
besar, sedangkan 20% stroke disebabkan trombosis cabang-cabang arteri kecil yang
masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris penetran,
medularis) dan yang menyebabkan stroke trombosis adalah tipe lakuner. Kurang lebih
32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan darah yang
lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya sekitar 20% dari
seluruh kejadian stroke (Washington University, 2015)
Stroke perdarahan atau stroke hemoragik adalah perdarahan yang tidak
terkontrol di otak. Perdarahan tersebut dapat mengenai dan membunuh sel otak, sekitar
20% stroke adalah stroke hemoragik. Jenis perdarahan (stroke hemoragik), disebabkan
pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subarakhnoid. Pada
perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat karena berry aneurysm
akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol otak atau pecahnya
pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh darah otak tersebut.
Perdarahan subarakhnoid disebabkan pecahnya aneurysma congenital pembuluh arteri
otak di ruang subarakhnoidal (Misbach, 2017)
B. ETIOLOGI
Menurut Mansjoer (2015), etiologi stroke hemoragi dapat dibedakan menjadi :
a. Perdarahan intraserebral (20%)
1. Hipertensi
2. Malformasi arteri-vena
3. Angiopati amiloid
b. Perdarahan subaraknoid (5%)
1. Perdarahan spontan (non traumatik) akibat pecahnya aneurisma saccular
intracranial

C. EPIDEMIOLOGI

Stroke penyebab kematian ketiga di dunia setelah penyakit jantung koroner dan
kanker baik di negara maju maupun negara berkembang. Satu dari 10 kematian
disebabkan oleh stroke (American Heart Association, 2014; Stroke forum, 2015). Secara
global, 15 juta orang terserang stroke setiap tahunnya, satu pertiga meninggal dan
sisanya mengalami kecacatan permanen (Stroke forum, 2015). Stroke merupakan
penyebab utama kecacatan yang dapat dicegah (Ralph et all, 2014).
Data dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memperlihatkan bahwa
stroke merupakan penyebab kematian nomor satu pada pasien yang dirawat di rumah
sakit. Menurut Yayasan Stroke Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500.000 penduduk
mengalami serangan stroke dan 25% di antaranya (125.000 penduduk) meninggal,
sisanya mengalami cacat ringan maupun berat. Di Indonesia, kecenderungan prevalensi
stroke per 1000 orang mencapai 12,1 dan setiap 7 orang yang meninggal, 1 diantaranya
terkena stroke (Depkes, 2014).
Pada suatu survei di RS Vermont, stroke pada usia muda merupakan 8,5% dari
seluruh pasien rawat; stroke perdarahan intraserebral didapatkan pada 41% pasien,
dengan penyebab tersering adalah aneurisma, AVM (arteriovenous malformation),
hipertensi, dan tumor. Perdarahan subaraknoid didapatkan pada 17% pasien, dan
stroke iskemik terjadi pada 42% pasien. Angka kejadian stroke iskemik pada usia di
bawah 45 tahun hanya sekitar 5% dari seluruh kejadian dari stroke iskemik (Primara &
Amalia, 2015).
D. FATOFISIOLOGI
Perdarahan pada otak dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologi karena
tekanan pada struktur-struktur saraf di dalam tengkorak. Iskemia adalah konsekuensi
sekunder dari Tabel 2.1. Hunt and Hess Scale Sumber : Machfoed, 2011 perdarahan
baik yang spontan maupun traumatik. Mekanisme terjadinya iskemia tersebut ada dua:
(1) tekanan pada pembuluh darah akibat ekstravasasi darah ke dalam tengkorak yang
volumenya tetap dan (2) vasospasme reaktif pembuluh-pembuluh darah yang terpajan
ke daerah bebas di dalam ruang antara lapisan araknoid dan piameter meningen.
Biasanya stroke hemoragi secara cepat menyebabkan kerusakan fungsi otak dan
kehilangan kesadaran. Apabila perdarahan berlangsung lambat, pasien kemungkinan
mengalami nyeri hebat, yang merupakan gejala khas perdarahan subaraknoid (Price,
2016).
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim) paling sering
terjadi akibat cedera vaskuler yang dipicu oleh hipertensi dan rupture salah satu arteri
kecil yang menembus jauh ke dalam jaringan otak. Apabila perdarahan terjadi pada
individu yang tidak mengidap hipertensi, diperlukan pemeriksaanpemeriksaan untuk
mengetahui kausa lain seperti gangguan perdarahan, malformasi arteriovena, dan tumor
yang menyebabkan erosi. Lokasi perdarahan intraserebrum yang berdekatan dengan
basal ganglia dan kapsula interna sering menerima beban terbesar tekanan dan iskemia
yang disebabkan oleh stroke tipe ini. Mengingat bahwa basal ganglia memodulasi fungsi
motorik volunter dan bahwa semua serat saraf aferen dan eferen di separuh korteks
mengalami pemadatan untuk masuk dan keluar dari kapsula interna, maka dapat dilihat
bahwa stroke di salah satu bagian ini menimbulkan defisit neurologi fokal yang cepat
dan memburuk secara progresif dalam bebrapa menit sampai kurang dari 2 jam.
Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari letak perdarahan merupakan tanda khas
pertama pada keterlibatan kapsula interna (Price, 2016).
Perdarahan subaraknoid memiliki dua penyebab utama: ruptur aneurisma
vaskular dan trauma kepala. Perdarahan dapat massif dan extravasasi darah ke dalam
ruang subaraknoid lapisan meningen dapat berlangsung cepat. Penyebab perdarahan
subaraknoid yang lebih jarang adalah malformasi arterionvena (MAV), yaitu jaringan
kapiler yang mengalami malformasi kongenital. Pada MAV pembuluh melebar sehingga
darah mengalir di antara arteri bertekanan tinggi dan sistem vena bertekanan rendah,
akhirnya dinding venula melemah dan darah dapat keluar dengan cepat ke jaringan
otak. Pada sebagian besar pasien, perdarahan terutama terjadi di intra parenkim
dengan perembasan ke dalam ruang subaraknoid. Efek spesifik stroke sangat
tergantung bagian mana dari otak yang mengalami kekurangan oksigen. Jika aliran
darah yang terputus adalah yang menuju bagian otak yang mengatur saraf bicara,
stroke akan menyebabkan penderita tidak bisa berbicara atau pengucapan yang tidak
jelas. Kesulitan dalam mengekspresikan dalam perkataan ataupun tulisan, gangguan
dalam mengerti inti percakapan. Jika stroke merusak bagian otak yang mengatur
kemampuan gerak, penderita akan mengalami kesulitan dalam berjalan, menggerakkan
tangan. Biasanya terjadi pada salah satu sisi tubuh, kiri atau kanan. Selain masalah
fisik, stroke memberi efek pada psikologi, orang yang mengalami stroke lebih mudah
depresi, marah, frustasi karena sulitnya untuk melakukan tugas dimana sebelum stroke
semuanya sudah berjalan dengan normal dan otomatis (Muttaqin, 2015).
E. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Machfoed (2015), pada perdarahan intraserebral yang akut dijumpai :
1. Onset akut dari defisit neurologi fokal yang memberat sampai koma dalam menit
sampai jam.
2. Nyeri kepala, mual, muntah.
3. Pada non-hipertensi terdapat anamnesa demensia pada usia tua curiga factor CAA
4. Riwayat penggunaan obat antikoagulan atau trombolitik
5. Riwayat kejang ataupun bruit kranial curiga adanya suatu sebab malformasi
vaskular.
6. Terasa semutan/seperti terbakar
7. Lumpuh/kelemahan separuh badan kanan/kiri (Hemiparesis)
8. Kesulitan menelan, sering tersedak d) Mulut mencong dan sulit untuk bicara
9. Suara pelo, cadel (Disartia) 20
10. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami (Afasia)
11. Kepala pusing atau sakit kepala secara mendadak tanpa diketahui sebabnya
12. Gangguan penglihatan
13. Gerakan tidak terkontrol
14. Bingung/konfulsi, delirium, letargi, stupor atau koma
F. PROGNOSIS
G. KOMPLIKASI
Menurut Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:
1. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapat
mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat berbaring,
seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus jika dibiarkan akan
menyebabkan infeksi.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki yang lumpuh
dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan kekauan
pada otot atau sendi. Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot.
Selain itu dapat terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya densitas
mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh imobilisasi dan kurangnya
paparan terhadap sinar matahari.
5. Depresi dan efek psikologis dikarenakan kepribadian penderita atau karena umur
sudah tua. 25% menderita depresi mayor pada fase akut dan 31% menderita
depresi pada 3 bulan paska stroke s dan keadaan ini lebih sering pada hemiparesis
kiri.
6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,
kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan nyeri bahu
pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu (shoulder hand
syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Machfoed (2016), pemeriksaan diagnostik untuk stroke hemoragi adalah:
1. Tes laboratorium : tes faal koagulasi, darah lengkap.
2. Pemeriksaa CT Scan kepala harus segera (kurang dari 12 jam) dilakukan pada
kasus dugaan perdarahan subaraknoid. Bila hasil CT Scan tidak menunjukan
adanya perdarahan subaraknoid, maka langsung dilanjutkan dengan tindakan
pungsi lumbal untuk menganalisa hasil cairan serebrospinal dalam kurun waktu 12
jam. Kemudian dilanjutkan pemeriksaan spektrofotometri cairan serebrospinal untuk
mendeteksi adanya xanthochromia.
3. Pemeriksaan angiografi selektif dilakukan pada penderita perdarahan subaraknoid
untuk mengetahui adanya gambaran aneurisma. Angiografi dan venografi :
dilakukan pada perdarahan intraserebral di usia muda
4. Pemeriksaan MRA dan CT Angiografi hanya dilakukan bila angiografi konvensional
tidak dapat dilakukan. Pemeriksaan MRI tidak dianjurkan untuk mendeteksi
perdarahan subaraknoid.
I. PENATALALAKSANAAN MEDIS
Menurut Machfoed (2011), terapi konservatif pada pasien perdarahan intraserebral
adalah pasien perdarahan intraserebral dengan perdarahan kecil (
1. Terapi umum : menjaga dan mengevaluasi ABCD (Airway, Breathing, Circulation,
and Neurological Deficit).
2. Terapi khusus :
1; Hipertensi Bila tekanan darah sistol > 220 diastol >140 mmHg, atau MAP rerata
>145 mmHg dapat diberikan antihipertensi parenteral dengan nikardipin, diltiazem,
atau labetalol. Bila tekanan darah sistol 180-220 mmHg atau diastol 105-140 mmHg
atau MAP rerata 130 mmHg dapat diberikan juga obat antihipertensi seperti di atas.
Bila tekanan darah sistol

Anda mungkin juga menyukai