Makalah Syariah
Makalah Syariah
PEMBAHASAN
Zakat (Bahasa Arab: زكاةtransliterasi: Zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu
yang wajib dikeluarkan oleh orang yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan
yang berhak menerimanya (fakir miskin dan sebagainya). Zakat dari segi bahasa berarti
'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'. Menurut ketentuan yang telah ditetapkan
oleh syariat Islam. Zakat merupakan rukun keempat dari rukun Islam.
ZAKAT PAJAK
1. Bersifat wajib dan mengikat atas harta yang ditentukan dan ada sanksi jika
mengabaikannya
2. Harus disetorkan pada lembaga resmi agar tercapai optimalisasi penggalangan dana
maupun penyalurannya
3. Memiliki tujuan yang sama yaitu untuk membantu penyelesaian masalah ekonomi dan
pengetasan kemiskinan
4. Tidak ada janji memperoleh imbalan materi tertentu didunia
5. Dikelola oleh negara pada pemerintahan islam
2.4.1 Al-qur’an
علَ ْي ِه ْم
َ ۖ ص ََلتَ َك ِإن َ س ِميع َوّللاُ ۗ لَ ُه ْم
َ س َكن َ ع ِليم َ صدَقَة أَ ْم َوا ِل ِه ْم ِم ْن ُخ ْذ
َ
َ ُ ص ِل بِ َها َوتُزَ ِكي ِه ْم ت
ط ِه ُر ُه ْم َ َو
Artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
ِ َو َما آتَ ْيت ُ ْم ِم ْن ِربا ِليَ ْربُ َو فِي أ َ ْم َوا ِل الن
اس فَ ََل يَ ْربُو ِع ْندَ ّللاِ ۖ َو َما آتَ ْيت ُ ْم ِم ْن
ْ زَ َكا ٍة ت ُ ِريدُونَ َو ْجهَ ّللاِ فَأُو َٰلَ ِئ َك ُه ُم ْال ُم
َض ِعفُون
Artinya:
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta
manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian)
itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
َي يهو َحىَ ِمثْله هك َْم بَشَرَ أَنَا ِإنَ َما قه ْل
ََ َاحدَ ِإلَهَ إِلَ هه هك َْم أَنَ َما ِإل
ِ إِلَ ْي َِه فَا ْست َ ِقي هموا َو
ِل ْل هم ْش ِر ِكين ٌَ َو َويْلَ ۖ َوا ْست َ ْغ ِف هروَهه
Artinya:
(yaitu) orang-orang yang tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (kehidupan)
akhirat.
2.4.2 As-sunnah
Abu Hurairah berkata, Rasulah bersabda : “ Siapa yang dikaruniai oleh Allah SWT
kekayaan tetapi tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti ia akan
didatangi oleh seekor ular jantan gundul yang sangat berbisa dan sangat menakutkan
dengan dua bintik diatas kedua matanya.” HR Bukhari
“ Golongan yang tidak mengeluarkan zakat (didunia) akan ditimpa kelaparan dan
kemarau panjang.” HR Tabrani
“Bila shadaqah (zakat)bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan
binasa.” HR Bazar dan Baihaqi
“Zakat itu dipungut dari orang kaya diantara mereka, dan diserahkan kepada orang
miskin.” HR. Bukhari
1. Beragama Islam
2. Merdeka, berati bukan budak dan memiliki kebebasan untuk melaksanakan dan
menjalankan seluruh syariat islam
3. Memiliki nisab dari salah satu jenis harta yang wajib dikenakan zakat dan cukup haul
2.6 Jenis Zakat
Zakat Fitrah ialah zakat diri yang diwajibkan atas diri setiap individu lelaki dan
perempuan muslim yang berkemampuan dengan syarat-syarat yang ditetapkan. Kata Fitrah
yang ada merujuk pada keadaan manusia saat baru diciptakan sehingga dengan mengeluarkan
zakat ini manusia dengan izin Allah akan kembali fitrah. Zakat fitrah adalah zakat yang
diwajibkan kepada setiap muslim setelah terbenam akhir bulan Ramadhan. Lebih utamanya
dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri karena dika dibayarkan setelahnya maka seperti sedekah
biasa bukan zakat fitrah
2. Zakat harta
Zakat harta adalah zakat yang bolehdibayarkan pada waktu yang tidak tertentu,
mencakup hasil perniagaan, pertanian, pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan,
emas dan perak serta hasilkerja (profesi) yang masing-masing perhitungan sendiri-sendiri.
1. Halal
2. Milik penuh
3. Berkembang
4. Cukup nisab
5. Cukup haul
6. Bebas dari hutang
7. Lebih dari kebutuhan pokok
Terdapat 3 jenis hewan ternak yang wajib dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi
persyaratan tertentu yaitu:
1. Unta
2. Sapi
3. Domba/ kambing
“ Dan jika jumlah kambing gembalaan sseorang mencapai 40 ekor kurang satu (maksudnya
40 ekor : 1 ekor), maka tidak ada perwajiban zakatnya sampai kapanpun. Zakat atas emas
murni (riqqah) adalah seper empat dari seper sepuluh (maksudnya 2,5 %), jika tidak memiliki
emas murni kecuali sekadarnya, maka tidak ada zakatnya hingga kapanpun.” HR. Bukhari
َعلَ ْي َها يه ْح َمىَ َي ْو َم َِ ور هه َْم َو هجنهوبه هه َْم ِج َبا هه هه َْم ِب َها فَت ه ْك َوىَ َج َهنَ ََم ن
َ َار ِفي ظ هه ه ۖ َو ه
َما َكن َْزت ُ ْم ِِل َ ْنفُ ِس ُك ْم فَذُوقُوا َما ُك ْنت ُ ْم تَ ْكنِ ُزونَ َه َذا
Artinya:
Pada hari dipanaskan emas perak itu dalam neraka jahannam, lalu dibakar dengannya
dahi mereka, lambung dan punggung mereka (lalu dikatakan) kepada mereka: "Inilah harta
bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah sekarang (akibat dari)
apa yang kamu simpan itu".
Nisab emas sebesar 20 Dinar emas (85 gram), dengan haul selama satu tahun dan
kadar 2,5%. Artinya bila seorang muslim memiliki emas sebesar setidaknya 20 Dinar emas
(85 gram) selama satu tahun ia wajib membayar zakat sebesar 2,5% dari jumlah emasnya
tersebut minimal 1/2 Dinar.
Zakat hasil pertanian merupakan salah satu jenis zakat maal, objeknya meliputi hasil
tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti biji-bijian, umbi-umbian,
sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias, rumput-rumputan, dedaunan, dll.
Nisab
Nisab hasil pertanian adalah 5 wasq atau setara dengan 750 kg. Apabila hasil
pertanian termasuk makanan pokok, seperti beras, jagung, gandum, kurma, dll, maka
nishabnya adalah 750 kg dari hasil pertanian tersebut. Pendapat lain menyatakan 815 kg
untuk beras dan 1481 kg untuk yang masih dalam bentuk gabah. Akan tetapi, jika hasil
pertanian itu bukan merupakan bagian dari makanan pokok, seperti buah-buahan, sayur-
sayuran, daun, bunga, dll, maka nisabnya disetarakan dengan nilai nisab dari makanan pokok
yang paling umum di daerah (negeri) tersebut (di negeri kita =
beras/sagu/jagung/ubi/singkong).
Kadar
Kadar zakat untuk hasil pertanian, apabila diairi dengan air hujan, atau
sungai/mata/air, maka 10%, apabila diairi dengan cara disiram / irigasi (ada biaya tambahan)
maka zakatnya 5%. Dari ketentuan ini dapat dipahami bahwa pada tanaman yang disirami
zakatnya 5%. Artinya 5% yang lainnya didistribusikan untuk biaya pengairan. Imam Az
Zarqoni berpendapat bahwa apabila pengolahan lahan pertanian diairidengan air hujan
(sungai) dan disirami (irigasi) dengan perbandingan 50;50, maka kadar zakatnya 7,5% (3/4
dari 1/10).
Pada sistem pertanian saat ini, biaya tidak sekadar air, akan tetapi ada biaya lain
seperti pupuk, insektisida, dll. Maka untuk mempermudah perhitungan zakatnya, biaya
pupuk, insektisida dan sebagainya diambil dari hasil panen, kemudian sisanya (apabila lebih
dari nishab) dikeluarkan zakatnya 10% atau 5% (tergantung sistem pengairannya).
2.7.4 Zakat Barang Temuan (Rikaz) dan Barang Tambang (Alma’adin) serta Hasil
Laut
a. Zakat barang temuan (Rikaz)
Rikaz menurut jumhur ulama adalah harta peninggalan yang terpendam dalam bumi atau
disebut harta karun. Kewajiban pembayaran zakat adalah saat ditemukan dan tidak ada haul, dengan
nisab 85 gram emas murni. Hadis Nabi SAW: Dari Abu Hurairah, telah berkata Rasulullah SAW: “
zakat rikaz seper lima” (HR. Bukhari dan Muslim)
Alma’din adalah seluruh barang tambang yang ada dalam perut bumi baik berbentuk
cair,padat atau gas, diperoleh dari perut bumi ataupun dari dasar laut. Nisab zakat barang tambang
adalah 85 gram emas murni. Nisab ini berlaku terus (akumulasi) baik barang tambang itu diperoleh
sekaligus dalam sekali penggalian ataupun dengan beberapa kali penggalian. Barang tambang tidak
disyaratkan haul, jadi zakatnya harus segera dibayar ketika barang tambang itu berhasil digali,
dengan besarnya zakat adalah sebesar 2,5% menurut pendapat sebagian besar ulama fikih.
Rasulullah SAW memerintahkan kita untuk mengeluarkan sadaqah dan zakat dari apa
yang kita jual. Riwayat dari Abu Dawud. “Pedagang-pedagang nanti pada hari kiamat
dibangkitkan dari kubur sebagai orang-orang durjana, terkecuali orang yang bertakwa, baik,
dan jujur.” (HR.Tirmidzi) “Rasulullah SAW memerintahkan kami agar mengeluarkan zakat
dari semua yang kami persiapkan untuk berdagang.” (HR. Abu Dawud)
Berdagang menurut pengertian sebagian ulama fikih adalah mencari kekayaan dengan
pertukaran harta kekayaan, sedangkan kekayaan dagang adalah segala yang dimaksudkan
untuk diperjualbelikan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Berdasarkan definisi ini
dapat diketahui bahwa yang menentukan suatu barang merupakan barang dagang adalah niat
ketika membeli. Adapun syarat zakat sama dengan zakat emas yang mencapai nisab, sudah
berlalu masanya setahun (haul), bebas dari hutang, lebih dari kebutuhan pokok yang
merupakan hak milik. Tariff zakatnya 2,5%. Suatu harta yang telah dikenakan zakat, tidak
akan dikenakan zakat lagi (double zakat). Misalnya emas yang akan dijual dikenakan zakat
perdagangan, namun tidak dikenai zakat emas.
Imam Abu Ubaid telah meriwayatkan pendapat Maimu bin Mahran sebagai berikut: “(Bila
telaah tiba waktu pembayaran zakat, maka hitunglah kekayaan uang dan barang perniagaan
yang kamu miliki kemudian taksir seluruhnya dalam bentuk uang setelah ditambah dengan
piutang yang ada dan dikurangu dengan utang yang harus dilunasi kemudian zakatilah
sisanya).”
Dari pendapat-pendapat diatas, maka seorang pedagang Muslim, bila waktu pembayaran
zakat telah tiba, harus menggabungkan seluruh kekayaannya.
Para ulama fikih berpendapat bahwa hasil ternak yang belum dikeluarkan zakatnya,
wajib dikeluarkan zakatnya dari produksinya. Seperti hasil tanam dari tanah, madu dari
lebah, susu dari binatang ternak, telur dari ayam dan sutera dari ulat sutera dan lainnya. Maka
si pemilik harus menghitung benda-benda tersebut beserta dengan produknya pada akhir
tahun, lalu mengeluarkan zakatnya sebesar 25% seperti zakat perdagangan. Khusus madu
zakatnya 10% dengan syarat nisab sebesar 653 kg dan tidak harus mencapai haul.
Investasi adalah semua kekayaan yangditanamkan pada berbagai aset jangka panjang baik
untuk tujuan mendapatkan pendapatan atau ditujukan untuk diperdagangkan.
Hasil dari keuntungan investasi saham, wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan
kesepakatan para ulama pada Muktamar Internasional Pertama tentang zakat di Kuwait (29
Rajab 1404.) Namun para ulama berbeda tentang kewajiban pengeluaran zakatnya. Pendapat
pertama yang dikemukakan oleh Syeikh Abdurrahman Isa dalam kitabnya “al-Muamalah al-
Haditsah wa Ahkmuha” mengatakan bahwa yang harus diperhatikan sebelum pengeluaran
zakat adalah status perusahaannya, di mana:
Jika perusahaan tersebut hanya bergerak di bidang layanan jasa, misalnya biro
perjalanan, biro iklan, perusahaan jasa angkutan (darat, laut, udara), perusahaan hotel,
maka sahamnya tidak wajib dizakati. Hal ini dikarenakan saham-saham itu terletak
pada alat-alat, perlengkapan, gedung-gedung, sarana dan prasarana lainnya. Namun
keuntungan yang diperoleh dimasukkan ke dalam harta para pemilik saham tersebut,
lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya jika telah mencapai haul dan nishab
(jangka waktu dan jumlah tertentu).
Jika perusahaan tersebut adalah perusahaan dagang murni yang melakukan transaksi
jual beli komoditi tanpa melakukan proses pengolahan, seperti perusahaan yang
menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang dalam negeri, perusahaan ekspor-
impor, dan lain lain, maka saham-saham perusahaan tersebut wajib dikeluarkan
zakatnya di samping zakat atas keuntungan yang diperoleh. Caranya adalah dengan
menghitung kembali jumlah keseluruhan saham kemudian dikurangi harga alat-alat,
barang-barang ataupun inventaris lainnya. Besarnya kadar zakat adalah 2,5 persen dan
bisa dikeluarkan setiap akhir tahun.
Jika perusahaan tersebut bergerak di bidang industri dan perdagangan sekaligus,
artinya melakukan pengolahan suatu komoditi dan kemudian menjual kembali hasil
produksinya, seperti perusahaan Minyak dan Gas (MIGAS), perusahaan pengolahan
mebel, marmer dan sebagainya, maka sahamnya wajib dizakatkan dengan mekanisme
yang sama dengan perusahaan kategori kedua
Pendapat kedua adalah pendapat Abu Zahrah. Menurutnya, saham wajib dizakatkan
tanpa melihat status perusahaannya karena saham adalah harta yang beredar dan dapat
diperjual-belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil penjualan tersebut. Ini
termasuk kategori komoditi perdagangan dengan besaran zakat 2,5 persen dari harga
pasarnya. Caranya adalah setiap akhir tahun, yang bersangkutan melakukan penghitungan
harga saham pada harga pasar, lalu menggabungkannya dengan dividen (keuntungan) yang
diperoleh. Jika besarnya harga saham dan keuntungannya tersebut mencapai nishab maka
saham tersebut wajib dizakatkan.
Yusuf Qaradawi sendiri mempunyai pendapat yang agak berbeda dengan kedua
pendapat di atas. Beliau mengatakan jika saham perusahaan berupa barang atau alat seperti
mesin produksi, gedung, alat transportasi dan lain-lain, maka saham perusahaan tersebut tidak
dikenai zakat. Zakat hanya dikenakan pada hasil bersih atau keuntungan yang diperoleh
perusahaan, dengan kadar zakat 10 persen. Hukum ini juga berlaku untuk aset perusahaan
yang dimiliki oleh individu/perorangan. Lain halnya kalau saham perusahaan berupa
komoditi yang diperdagangkan (tercatat di bursa saham), zakat dapat dikenakan pada saham
dan keuntungannya sekaligus karena dianalogikan dengan urudh tijarah (komoditi
perdagangan). Besarnya kadar zakat adalah 2,5 persen.
Hal ini juga berlaku untuk aset serupa (surat-surat berharga lainnya) yang dimiliki
oleh perorangan. Pendapat yang terakhir ini, sebagaimana disampaikan Yusuf Qaradawi
nampaknya lebih mudah dalam aplikasinya. Zakat saham hanya diwajibkan pada saham yang
berupa komoditi perdagangan dengan kadar zakat 2,5 persen. Untuk saham yang berupa alat-
alat atau barang, zakatnya adalah pada keuntungan yang diperoleh dan bukan pada nilai
saham itu sendiri. Kadar zakatnya 10 persen, dianalogikan dengan zakat hasil pertanian dan
perkebunan.
Obligasi adalah perjanjian tertulis dari bank, perusahaan atau pemerintah kepada
pembawanya untuk melunasi sejumlah pinjaman dalam masa tertentu dengan bunga tertentu
pula. Oleh karena investasi dalam obligasi konvensional itu tidak dihalalkan maka tidak ada
kewajiban atas zakat atas penghasilan obligasi, mengingat itu adalah nonhalal dan cukup
disedekahkan untuk kepentingan umum seluruhnya. Jika investasi dalam obligasi syariah,
maka zakat dikenakan atas obligasi dan keuntungannya sebesar 2,5% dengan zakat
perdagangan, setelah memenuhi haul dan nisab. Qardhawi,2002
Menurut yusuf Qardhawi, untuk investasi atas aset maka dikenakan zakat yang dianalogikan
dengan zakat pertanian. Barang berupa tanah, gedung atau alat seperti mesin produksi, alat
transportasi dan lain-lain tidak dikenakan zakat namun zakat hanya dikenakan pada
penghasilan bersih atau keuntungan yang diperoleh atas aset sebesar 10% atau kalau dari
penghasilan kotor sebesar 5% setelah memenuhi haul dan nisab.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA