Anda di halaman 1dari 16

FAKTOR-FAKTOR STRUKTUR MODAL PADA NON-BANK

FINANCIAL INSTITUTION (NBFIS) DI INDONESIA CAPITAL


STRUCTURE DETERMINANTS OF NON-BANK FINANCIAL
INSTITUTIONS (NBFIS) IN INDONESIA
K. Bagus Wardianto
Dosen Jurusan Administrasi Bisnis FISIP Universitas Lampung,
Bandar Lampung HP. 081366822679,
email: kbagusw@yahoo.co.id

ABSTRACT

This research investigates into the capital structure determinants of Non-Bank Financial
Institutions (NBFIs) in LQ45 firms during the period of 2004-2011. For this purpose, leverage is taken
as dependent variable while tangibility, growth, size, profitability, non-debt tax shield, volatility and
debt(t-1) are selected as independent variables. The study has shown that tangibility, size and
profitability are significant in explaining variation in leverage of the NBFIs in LQ45 firms while
growth, non-debt tax shield and volatility are insignificant in explaining variation in leverage of the
NBFIs in LQ45 firms.

Keywords: Leverage, tangibility, growth, size, profitability, NDTS, volatility.

I. PENDAHULUAN
Struktur modal yang optimal merupakan pilihan alternatif kombinasi modal sendiri dan modal
utang jangka panjang yang menghasilkan nilai perusahaan tinggi dan biaya modal (cost of capital)
rendah, serta mengun-tungkan bagi pemilik karena earning per share (EPS) dan nilai perusahaan
semakin meningkat dengan adanya pengambilan keputusan struktur modal ini. Oleh karena itu dalam
pengambilan keputusan struktur modal perlu dilakukan secara optimal dan selektif, karena setiap
sumber modal mempunyai kriteria waktu, risiko dan biaya yang beragam. Sehingga di sini diperlukan
sebuah perencanaan keuangan (financial planning) yang tepat.
Dalam kenyataannya banyak faktor yang menentukan dalam pengambilan keputusan struktur
modal ini. Diantaranya adalah jenis perusahaan, ukuran perusahaan (size), tingkat pertumbuhan
perusahaan (growth), profitabilitas perusahaan (profitability), struktur aktiva (tangibility) yang
dimiliki perusahaan, risiko yang dihadapi perusahaan, jumlah utang periode sebelumnya. Di samping
kondisi mikro tersebut juga terdapat beberapa kondisi makro yang mempengaruhi pengambilan
keputusan struktur modal, diantaranya adalah tingkat pajak yang berlaku, tingkat suku bunga dan
tingkat inflasi yang terjadi pada periode tersebut dan yang diprediksikan akan terjadi pada periode
yang akan datang.
Faktor-faktor penentu dalam struktur modal, menurut Brigham dan Houston (2001), adalah,
pertama, Stabilitas Penjualan. Perusahaan dengan penjualan yang relatif stabil dapat lebih aman
memperoleh lebih banyak pinjaman dan menanggung beban tetap yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang penjualannya tidak stabil. Perusahaan umum, karena permintaan atas produk
atau jasanya stabil, secara historis mampu menggunakan lebih banyak leverage keuangan daripada
perusahaan industri.
Kedua Struktur Aktiva. Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit
cenderung lebih banyak menggunakan utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak
perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan
tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan. Karena itu, perusahaan real estate biasanya
mempunyai leverage yang tinggi, sedangkan perusahaan yang terlibat dalam penelitian teknologi
tinggi tidak demikian.
Ketiga Leverage Operasi. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan dengan leverage operasi yang
lebih kecil cenderung lebih mampu untuk memperbesar leverage keuangan karena ia mempunyai
risiko bisnis yang lebih kecil.
Keempat Tingkat Pertumbuhan. Jika hal-hal lain tetap sama, perusahaan yang tumbuh dengan
pesat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Lebih jauh lagi, biaya pengembangan untuk
penjualan saham biasa lebih besar daripada biaya untuk penerbitan surat utang, yang mendorong
perusahaan untuk lebih banyak mengandalkan utang. Namun, pada saat yang sama perusahaan yang
tumbuh dengan pesat seringkali menghadapi ketidakpastian yang lebih besar, yang cenderung
mengurangi keinginannya untuk menggunakan utang.
Kelima Profitabilitas. Seringkali pengamatan menunjukkan bahwa perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi menggunakan utang yang relatif kecil. Meskipun tidak ada
pembenaran teoritis mengenai hal ini, namun penjelasan praktis atas kenyataan ini adalah bahwa
perusahaan yang sangat menguntungkan, seperti Intel, Microsoft, dan Coca-Cola memang tidak
memerlukan banyak pembiayaan dengan utang. Tingkat pengembaliannya yang tinggi memungkinkan
mereka untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan mereka dengan dana yang dihasilkan
secara internal.
Keenam Pajak. Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan
pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu,
makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan utang.
Ketujuh Pengendalian. Pengaruh utang lawan saham terhadap posisi pengendalian manajemen
dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai saat ini mempunyai hak
suara untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali
tidak diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk
pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika
kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan
pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan
kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko
pengambilalihan.
Kedelapan Sikap Manajemen. Karena tidak seorangpun dapat membuktikan bahwa struktur
modal yang satu akan membuat harga saham lebih tinggi daripada struktur modal lainnya, manajemen
dapat melakukan pertimbangan sendiri terhadap struktur modal yang tepat. Sejumlah manajemen
cenderung lebih konservatif daripada manajemen lainnya, sehingga menggunakan jumlah utang yang
lebih kecil daripada rata-rata perusahaan dalam industri yang bersangkutan, sementara manajemen lain
lebih cenderung menggunakan banyak utang dalam usaha mengejar laba yang lebih tinggi.
Kesembilan Sikap Pemberi Pinjaman dan Lembaga Penilai Peringkat. Tanpa memperhatikan
analisis para manajer atas faktor-faktor leverage yang tepat bagi perusahaan mereka, sikap para
pemberi pinjaman dan perusahaan penilai peringkat (rating agency) seringkali mempengaruhi
keputusan struktur keuangan. Dalam sebagian besar kasus, perusahaan membicarakan struktur
modalnya dengan pemberi pinjaman dan lembaga penilai peringkat serta sangat memperhatikan
masukan yang diterima.
Kesepuluh Kondisi Pasar. Kondisi di pasar saham dan obligasi mengalami perubahan jangka
panjang dan pendek yang dapat sangat berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan yang optimal.
Kesebelas Kondisi Internal Perusahaan. Kondisi internal perusahaan juga berpengaruh terhadap
struktur modal yang ditargetkannya. Misalnya, andaikan suatu perusahaan baru saja menyelesaikan
program litbang-nya dan perusahaan tersebut meramalkan laba yang tinggi dalam waktu dekat.
Namun, kenaikan laba tersebut belum diantisipasi oleh investor, karena belum tercermin dalam harga
saham. Perusahaan ini tidak ingin menerbitkan saham – ia lebih menyukai pembiayaan dengan utang
sampai kenaikan laba tersebut terealisasi dan tercermin pada harga saham. Kemudian pada saat itu
perusahaan akan menerbitkan saham biasa, melunasi utang, dan kembali pada struktur modal yang
ditargetkan.
Kedua belas Fleksibilitas Keuangan. Mempertahankan fleksibilitas keuangan, jika dilihat dari
sudut pandang operasional, berarti mempertahankan kapasitas cadangan yang memadai. Menentukan
kapasitas cadangan yang memadai tersebut bersifat pertimbangan, tetapi hal itu jelas tergantung pada
berbagai faktor, termasuk ramalan kebutuhan dana perusahaan, ramalan kondisi pasar modal,
keyakinan manajemen atas ramalannya, dan berbagai akibat dari kekurangan modal.
Sedangkan menurut Atmaja (2003) faktor-faktor penentu struktur modal adalah, pertama,
Kelangsungan hidup jangka panjang (Long-run viability). Manajer perusahaan besar, khususnya yang
menyediakan produk dan jasa yang penting, memiliki tanggungjawab untuk menyediakan produk dan
jasa yang berkesinambungan. Oleh karena itu, perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan
utang yang dapat membahayakan kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan.
Kedua Konservatisme manajemen. Manajer yang bersifat konservatif cenderung menggunakan
tingkat utang yang “konservatif” pula (sedikit utang) daripada berusaha memaksimumkan nilai
perusahaan dengan menggunakan lebih banyak utang.
Ketiga Pengawasan. Pengawasan utang yang besar dapat berakibat semakin ketat pengawasan
dari pihak kreditor (misalnya, melalui kontrak perjanjian atau covenant). Pengawasan ini dapat
mengurangi fleksibilitas manajemen dalam membuat keputusan perusahaan.
Keempat Struktur aktiva. Perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan
utang cenderung menggunakan utang yang lebih besar. Misalnya, perusahaan real estate cenderung
menggunakan utang yang lebih besar daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi.
Kelima Risiko bisnis. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis (variabilitas keuntungannya) tinggi
cenderung kurang dapat menggunakan utang yang besar (karena kreditor akan meminta biaya utang
yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat antara lain dari stabilitas harga dan unit
penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll.
Keenam Tingkat pertumbuhan. Faktor lain dianggap tetap, perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga
dapat dipenuhi dari laba ditahan. Karena adanya faktor “asymmetric information” serta kenyataan
bahwa flotation cost berutang lebih rendah daripada flotation cost menerbitkan saham biasa,
perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan utang yang lebih besar
daripada perusahaan dengan pertumbuhan rendah.
Ketujuh Pajak. Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan
pembayaran deviden tidak mengurangi pembayaran pajak. Oleh karena itu, semakin tinggi tingkat
pajak perusahaan, semakin besar keuntungan dari penggunaan pajak, semakin besar daya tarik
penggunaan utang.
Kedelapan Cadangan kapasitas peminjaman. Penggunaan utang akan meningkatkan risiko,
sehingga biaya modal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat
penggunaan utang yang masih memberikan kemungkinan menambah utang di masa mendatang
dengan biaya yang relatif rendah. Ini berarti perusahaan harus menggunakan utang lebih sedikit dari
yang disarankan oleh model MM.
Kesembilan Profitabilitas. Pada umumnya, perusahaan-perusahaan yang memiliki tingkat
keuntungan yang tinggi menggunakan utang yang relatif kecil. Hal ini karena, tingkat keuntungan
yang tinggi memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk memperoleh sebagian besar
pendanaan dari laba ditahan.
Beberapa hal lainnya yang bisa dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan struktur modal
menurut Hanafi (2004) adalah sebagai berikut:
Stabilitas Penjualan. Perusahaan yang mempunyai penjualan yang stabil, bisa menggunakan
utang yang semakin tinggi. Semakin stabil penjualan suatu perusahaan, semakin mampu perusahaan
tersebut menutup kewajiban-kewajibannya. Jika kondisi ekonomi memburuk, perusahaan dengan
penjualan yang stabil mempunyai kemungkinan yang lebih tinggi untuk bisa menutup kewajibannya.
Industri utilitas (misal: listrik) cenderung mempunyai utang yang lebih tinggi, karena penjualan utilitas
relatif stabil (semua orang menggunakan listrik).
Tingkat Pertumbuhan Penjualan. Perusahaan yang mempunyai tingkat penjualan yang tinggi akan
lebih menguntungkan jika memakai utang. Perhitungan financial leverage menunjukkan bahwa
dengan menggunakan utang, EPS bisa dimaksimumkan jika penjualan cukup tinggi. Pada sisi yang
lain, perusahaan dengan pertumbuhan yang tinggi biasanya mempunyai harga saham yang tinggi (PER
tinggi). Karena itu akan menguntungkan jika perusahaan menerbitkan saham (memanfaatkan harga
yang masih tinggi). Manajer keuangan dengan demikian harus mempertimbangkan trade off antara
penggunaan utang dan saham dalam situasi tersebut.
Struktur Aset. Perusahaan yang mempunyai aktiva tetap yang lebih besar (yang berusia panjang),
apalagi jika digabung dengan tingkat permintaan produk yang stabil, akan menggunakan utang yang
lebih besar. Perusahaan yang mempunyai aset lancar lebih banyak (persediaan pada supermarket),
yang nilainya akan tergantung dari profitabilitas perusahaan, akan menggunakan utang yang lebih
sedikit.
Sikap Manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan utang yang lebih sedikit, dan
sebaliknya. Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaannya akan menggunakan
utang yang lebih banyak. Sebaliknya, jika perusahaan tidak berkepentingan terhadap kendali
perusahaan, akan cenderung menerbitkan saham baru. Sebagai contoh, manajer perusahaan publik
yang kepemilikannya sudah tersebar, akan cenderung menerbitkan saham baru. Penerbitan saham
tersebut mengakibatkan kepemilikan semakin tersebar, dan memperkuat posisi manajer.
Adapun menurut Moeljadi (2006) struktur modal ditentukan oleh beberapa faktor struktur modal
yang lalu; nilai D/S industri sejenis; besarnya aktiva; pertumbuhan aktiva perusahaan; stabilitas
earnings; tingkat inflasi yang diharapkan; divided-payout ratio; tingkat pertumbuhan perusahaan;
biaya emisi saham baru; biaya utang; tarif pajak perusahaan; dan penyebaran pemilikan perusahaan.
Secara empiris di dalam penelitian yang dilakukan oleh Mohammad Abu Sayeed (2011) terhadap
46 perusahaan yang terdaftar pada Dhaka Stock Exchange (DSE) selama tujuh tahun (1999 -2005),
sehingga menghasilkan 322 sampel, mengatakan: “The results show that agency costs are negatively
affecting the total debt ratios of Bangladeshi companies. Tax rate is having positive impact only for
long term debt and non debt tax shields such as depreciations are negatively impacting on total debt
ratio. Bankruptcy costs and profitability are irrelevant in determining leverage ratios, while firm size
has positive impact in determining both total and long term debt ratios. Collateral value of assets
positively influence only total debt ratio whereas number of years in operation does not have very
significant impacts on the capital structure determination. Another variable - industry characteristic,
has been found to be a significant determinant of debt ratios.”
Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin and Khairuddin Yusop (2012) melakukan
penelitian terhadap 10 perusahaan developer, yang dibagi menjadi dua, yaitu lima perusahaan
developer terbaik dan lima perusahaan developer terburuk selama periode 2001-2010. Mereka
menyimpulkan: “The study has shown that only profitability and tangibility are significant in
explaining variation in leverage of the top five developers while non-debt tax shield, growth
opportunity and liquidity are insignificant in explaining variation in leverage of the top five
developers.”
Adapun Chinmoy Ghosh, Milena Petrova dan Adam Wang (2012) yang melakukan penelitian
selama 1950 – 2008 menyimpulkan: “Our results show that the constructed variable, weighted
average historical profitability, has a strong negative impact on the firm’s current capital structure.
This impact is robust for small vs. large firms, high vs. low growth firms and is not influenced by
market conditions. Our findings imply that the firm’s capital structure is to a large extent the outcome
of accumulating historical operating profits.”
Thian Cheng Lim (2012) melakukan penelitian pada perusahaan jasa keuangan di Cina dengan
periode 2005-2009. Kesimpulan yang dia buat adalah: “The results show that profitability, firm size,
non-debt tax shields, earnings volatility and non-circulating shares are significant influence factors in
financial sector. Moreover, firm size is positively related to the corporate leverage ratio. It is also
found that Chinese institutional characteristic affects the capital choice decision. While it confirmed
that capital structure determinant of financial firms are similar to other industry, the largely state
ownerships do affect capital structure choices.”
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour dan Ali Javanmard
(2012) terhadap 70 perusahaan yang terdaftar pada Teheran Stock Exchange selama 2001-2010
mengatakan: “Based on literature of capital structure we define some of the variables such as size,
profitability, Growth Opportunities and dividend payout as the most effective variables over capital
structure, then their relationship tested by using multiple regression techniques. Because of variant
nature of debt under different debt maturities, in this paper, the liabilities divided in too short term
liabilities, long term liabilities and total liabilities. Findings indicate that during the study period,
profitability is negatively associated with capital structure, which can be described by pecking order
Theory, So the findings of this study shows that the capital structure in Iran are not consistent with the
findings of Static Trade-off Theory and there is no meaningful correlation between other factors and
capital structure.”
Terakhir penelitian yang dilakukan oleh Sayla Sowat Siddiqui (2012) pada 24 perusahaan untuk
periode 2006-2008 menghasilkan: “It is found that factors such as debt service coverage, liquidity
ratio, growth rate, operating leverage, firm size and age of the firm have significant influences on the
leverage structure chosen by NBFIs in the Bangladesh context.”
Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas dan untuk melihat konsistensi hasil penelitian terdahulu
sehingga sangat penting untuk diteliti bagaimanakah faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan struktur modal pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Kekhususan dalam penelitian ini
adalah obyek penelitian yang diteliti berbeda dan waktu penelitiannya juga berbeda. Sehingga
diharapkan bisa mendapatkan hasil yang benar-benar menguji secara ilmiah faktor-faktor penentu
dalam struktur modal pada perusahaan-perusahaan di Indonesia. Lebih khusus lagi sebagai obyek
penelitian di sini adalah perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam daftar LQ 45 di Bursa Efek
Indonesia (BEI), hal ini karena perusahaan-perusahaan tersebut merupakan jenis perusahaan teraktif
dalam BEI sehingga lebih memungkinkan untuk diteliti keterkaitan aktiva perusahaan, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, dan risiko bisnis dalam mengambil keputusan struktur
modal. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
struktur modal pada perusahaan-perusahaan nonkeuangan LQ45 periode 2004-2011.

II. HIPOTESIS
1. Secara parsial terdapat pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran
perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non-Debt Tax Shield (NDTS) dan volatility
terhadap struktur modal.
2. Secara bersama-sama terdapat pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran
perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non-Debt Tax Shield (NDTS) dan volatility
terhadap struktur modal.
3. Prfitabilitas merupakan faktor yang dominan dalam menentukan struktur modal.

III. METODE PENELITIAN


Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksplanasi asosiatif. Tingkat eksplanasi menurut David
Kline, dalam Sugiyono (2006), adalah tingkat penjelasan, sehingga penelitian ini bermaksud
menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan
variabel lainnya.

Populasi dan Sampel


Populasi yang diteliti dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang selalu listing dalam
daftar LQ 45 di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2011. Pemilihan data dan sampel dalam
penelitian ini dilakukan berdasarkan teknik purposive sampling type judgement sampling, yaitu
penarikan sampel yang dilakukan secara sengaja berdasarkan kriteria yang ditetapkan untuk
pengambilan sampel sebagai berikut:
1. Perusahaan yang selalu listing dalam daftar LQ 45 di Bursa Efek Indonesia yang telah
memplubikasikan laporan keuangan secara terus menerus selama periode penelitian, yaitu tahun
2004 sampai dengan tahun 2011.
2. Perusahaan-perusahaan yang diteliti harus termasuk dalam daftar perusahaan LQ 45 yang
dikeluarkan oleh Bursa Efek Indonesia dan bukan perusahaan perbankan. Hal ini dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari adanya bias yang disebabkan karena adanya perbedaan
klasifikasi perusahaan.
3. Perusahaan-perusahaan LQ 45 yang menyajikan laporan rugi-laba mempunyai perolehan laba dan
tidak rugi, karena laba yang negatif sebagai penyebut dalam rasio menjadi tidak bermakna dalam
perhitungan rasio keuangan.
Berdasarkan kriteria di atas, maka terdapat 10 perusahaan yang akan dijadikan sampel dalam
penelitian ini. Kesebelas perusahaan tersebut adalah sebagai berikut: Astra Agro Lestari Tbk (AALI);
Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM); Astra Internasional Tbk (ASII); International Nickel Ind.
Tbk (INCO); Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF); Indosat Tbk (ISAT); Kalbe Farma Tbk (KLBF);
Tambang Batubara Bukit Asam Tbk (PTBA); Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) dan United
Tractors Tbk (UNTR).

Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dari laporan keuangan
perusahaan-perusahaan non perbankan yang termasuk dalam daftar LQ 45 yang memenuhi kriteria di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2004-2011.

Definisi Operasional
1. Tangibility (X1) merupakan jumlah aktiva tetap yang bisa digunakan sebagai agunan dalam
mengajukan utang oleh perusahaan. Ukuran yang digunakan, sebagai tangibility, adalah
perbandingan antara aktiva tetap (fixed assets) dengan total aktiva (total assets).
2. Pertumbuhan perusahaan (X2) merupakan kemampuan perusahaan dalam mengembangkan
usahanya selama satu tahun yang tercermin dari perkembangan jumlah aktiva perusahaan. Ukuran
yang digunakan, sebagai pertumbuahan perusahaan, adalah: a percentage increase in total assets.
3. Ukuran perusahaan (X3) merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam
nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun. Ukuran yang digunakan, sebagai ukuran
perusahaan, adalah dengan mengkalikan logaritma natural (Ln) dengan total penjualan.
4. Profitabilitas (X4) merupakan kemampuan perusahaan untuk memperoleh keuntungan atas
kegiatan usaha perusahaan selama satu tahun. Ukuran yang digunakan, sebagai prifitabilitas, yaitu
return on assets (ROA).
5. Volatility (X5) merupakan risiko-risiko bisnis dan potensi kebangkrutan yang dihadapi oleh
perusahaan yang diukur dengan menggunakan standar deviasi dari return on assets (ROA).
6. Non-debt Tax Shield (NDTSit) (X6) adalah besarnya biaya yang mendatangkan keuntungan pajak
bagi perusahaan selain biaya bunga. Non-debt Tax Shield (NDTSit) dalam penelitian ini diukur
dengan Depresiasi dibagi Total Assets
7. Leverage (Y) merupakan pendanaan perusahaan yang berasal dari utang atau pinjaman dengan
jangka waktu jatuh tempo lebih dari satu tahun yang diukur dari total utang jangka panjang (Long
Term Debt) dibagi Total Aset pada neraca perusahaan setiap tahunnya.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengujian asumsi klasik
Metode regresi OLS akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi
persyaratan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator), yaitu uji normalitas, tidak terdapat
multikolinearitas, tidak terdapat autokorelasi, dan tidak terdapat heteroskedastisitas.
a. Asumsi Normalitas
Model yang sempurna adalah model yang bisa menghasilkan nilai estimasi pada Y yang sama
persis dengan nilai Y asal (nilai residual sama dengan 0). Akan tetapi hal ini adalah sulit, hanya bisa
diharapkan bahwa nilai residual yang akan menyebar normal dengan nilai rata-rata sama dengan 0.
Artinya frekuensi nilai residual di sekitar nol memiliki frekuensi yang cukup besar pada nilai-nilai
selisih yang ekstrem yaitu jauh di bawah nol atau jauh di atas nol (Gujarati, 2007).
Ghozali (2009) mengatakan salah satu cara handal untuk menguji apakah distribusi data normal
atau tidak dapat dilakukan dengan analisis grafik normal p-p plot of regression standardized residual
yang membandingkan distribusi kumulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi kumulatif dari
distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk suatu garis diagonal, dan ploting data
sesungguhnya akan dibandingkan dengan garis lurus diagonal. Jika distribusi data adalah normal maka
garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya.
b. Uji-Multikolinearitas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi
antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak orthogonal.
Variabel orthogonal adalah variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama
dengan nol (Ghozali, 2009). Ada atau tidak adanya gejala multikolonieritas dapat dilihat dari nilai
Varian Inflation Factor (VIF). Dimana bila nilai VIF tidak lebih dari 10 maka berarti dalam model
regresi tidak terdapt multikolinieritas.
c. Uji-Heteroskedastisitas
Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Dasar analisis untuk melihat ada tidaknya heteroskedastisitas dengan menggunakan grafik scaterplot,
(Ghozali : 2009) adalah:
 Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang teratur
(bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedasatisitas
 Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di atas dan di bawah angka pada sumbu Y, maka
tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji-Autokorelasi
Uji auto korelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara
kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi (Ghozali, 2009). Dalam bukunya Gujarati, (2007),
mengatakan bahwa untuk mengetahui ada tidaknya gejala ini dalam model analisis regresi yang
digunakan, maka harus dilakukan pengujian dengan metode Durbin-Watson. Dan menurut Santoso
(2003), secara umum dapat diambil patokan, bahwa :
~ Angka D-W di bawah –2 berarti ada autokorelasi positif.
~ Angka D-W di antara –2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi.
~ Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif.

Model Penelitian
Regresi berganda yang mengukur intensitas dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel
dependen, serta membuat dugaan nilai variabel dependen (Y) atas dasar nilai variabel independen (X),
dengan model persamaan regresi:

Lit = α + βTTit + βGGit + βSSit + βPPit + βNDTSNDTSit + βVVit+ εit

Di mana:
Lit = Leverage perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Tit = Tangibility perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Git = Growth/pertumbuhan perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Sit = Size/ukuran perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Pit = Profitability/profitabilitas perusahaan sampel i pada tahun ke t
NDTSit = Non-Debt Tax Shiled perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Vit = Volatility perusahaan sampel i pada tahun ke t.
Koefisien Determinasi Berganda
Untuk mengetahui kontribusi variabel dependen terhadap variasi (naik turunnya) variabel independen
maka digunakan koefisien determinasi berganda, dengan rumus :
2 Jumlah Kuadrat Regresi
R =
Jumlah Kuadrat Total
2
Semakin nilai R mendekati 1 maka semakin cocok garis regresi untuk meramalkan variabel tak bebas.

Pengujian Hipotesis
Untuk menguji H1, yaitu uji signifikansi variabel bebas (xi) terhadap variabel terikat (Y), akan
dilakukan dengan uji statistik F untuk melihat pengaruh secara simultan dan uji statistik t untuk
melihat pengaruh secara parsial.

a. Uji F-stat
Pengujian hipotesis secara simultan adalah:
 Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
 Apabila nilai signifikansi lebih besar dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 diterima dan H1 ditolak.

b. Uji t
Pengujian hipotesis secara parsial adalah:
 Apabila nilai signifikansi lebih kecil dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
 Apabila nilai signifikansi lebih besar dari pada tingkat toleransi kesalahan sebesar 5% (α = 0.05)
maka H0 diterima dan H1 ditolak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuktian dalam penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh variabel-variabel tangibility,
pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non-Debt
Tax Shield (NDTS) dan volatility yang diuji terhadap tingkat leverage perusahaan sampel.

Pengujian Asumsi Klasik


Pengujian asumsi klasik perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum kita mengestimasi hasil dari
model regresi yang diajukan dengan tujuan agar estimasi ordinary least square (OLS) dari koefisien
regresi menjadi tidak bias sebagaimana yang telah dituliskan pada bab metode penelitian, dengan
harapan bahwa pengambilan keputusan dari estimasi koefisien regresi hasil uji statistik dapat
mendekati keadaaan yang sebenarnya.
Berikut ini adalah hasil uji statistik, bantuan software SPSS for Windows versi 17, yang
membuktikan bahwa hasil perhitungan analisis dari penelitian ini bebas dari masalah-masalah uji
asumsi klasik:
Uji Normalitas
Adapun uji normalitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 1. Analisis Grafik Normal PP Plot of Regression Standardized Residual


Sumber : Data diolah

Berdasarkan Gambar 1 di atas mem-perlihatkan bahwa data berada dan tersebar di sekitar garis
diagonal yang berarti bahwa data dari penelitian ini dapat dinyatakan telah memenuhi persyaratan
normalitas yang diberlakukan.

Non-Heteroskedastisitas
Deteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola
tertentu pada grafik scaterplot (Ghozali, 2009). Uji non-heteroskedastisitas dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Grafik Scaterplot


Sumber : Data diolah

Hasil uji scaterplot pada uji statistik memperlihatkan gambar berupa titik-titik yang tersebar
secara acak baik di atas maupun di bawah dari angka 0 (nol) pada sumbu Y. Diagram scater plot
seperti pada gambar 2 di atas membuktikan bahwa model regresi dari penelitian ini telah terbebas dari
masalah heteroskedastisitas.
Non-Multikolinearitas
Gejala ada atau tidaknya multikolonieritas dapat dilihat dari nilai Varian Inflation Factor (VIF).
Dimana bila nilai VIF tidak lebih dari 10 (Ghozali: 2009) maka berarti dalam model regresi tidak
terdapat multikolinieritas. Berikut ini disajikan data dari nilai VIF :

Tabel 1. Nilai Tolerance dan Varian Inflation Factor (VIF)


Collinearity Statistics
Model
Tolerance VIF
1 (Constant)
Tangibility .813 1.230
Growth .609 1.643
Size .452 2.214
Profitability .458 2.182
Volatility .577 1.733
NDTS .845 1.183
Sumber : Data diolah

Berdasarkan pada tabel 1 di atas, maka model yang diajukan dalam penelitian ini tidak
mengalami gejala multikolonieritas, hal ini karena nilai tolerance berada di atas 0,1 dan nilai VIF
berada di bawah 10. Dengan demikian semua model yang diajukan dalam penelitian ini terbebas dari
salah satu penyimpangan asumsi model yaitu non-multikolonieritas.

Non-Autokorelasi
Untuk menguji ada atau tidaknya auto korelasi dapat dideteksi dengan melihat nilai Durbin-
Watson, yang ditunjukkan pada tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 : Nilai Durbin-Watson


Model Durbin-Watson
Model 1 1.766
Sumber : Data diolah
Berdasarkan tabel 2 di atas nilai Durbin-Watson untuk semua model berada di atas -2 dan berada
di bawah 2 yang berarti sesuai pendapat dari Santoso (2001) bahwa semua model regresi yang
diajukan dalam penelitian ini terlepas dari masalah auto korelasi.

Analisis Regresi
Koefisien Determinasi
Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa Adjusted R Square bernilai 0,353 artinya bahwa tingkat leverage
dalam penelitian ini 35,5% dipengaruhi oleh tangibility, pertumbuhan perusahaan (growth), ukuran
perusahaan (size), profitabilitas (profitability), Non Debt Tax-Shied (NDTS) dan volatility. Sedangkan
sebesar 64,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain diluar variabel penelitian ini.

Tabel 3 Model Summaryb

Model R R Square Adjusted R Square


1 .634a .402 .353
Sumber : Data diolah
Hal tersebut menunjukkan bahwa utang jangka panjang perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang digunakan menjadi variabel-variabel independen dalam penelitian ini, tetapi ada
faktor lain seperti pengendalian yang dilakukan oleh manajemen perusahaan. Brigham dan Houston
(2001) mengatakan bahwa pengaruh utang dibandingkan saham terhadap posisi pengendalian
manajemen dapat mempengaruhi struktur modal. Apabila manajemen saat ini mempunyai hak suara
untuk mengendalikan perusahaan (mempunyai saham lebih dari 50 persen) tetapi sama sekali tidak
diperkenankan untuk membeli saham tambahan, mereka mungkin akan memilih utang untuk
pembiayaan baru. Di lain pihak, manajemen mungkin memutuskan untuk menggunakan ekuitas jika
kondisi keuangan perusahaan sangat lemah sehingga penggunaan utang dapat membawa perusahaan
pada risiko kebangkrutan, karena jika perusahaan jatuh bangkrut, para manajer tersebut akan
kehilangan pekerjaan. Tetapi, jika utangnya terlalu kecil, manajemen menghadapi risiko
pengambilalihan.
Utang jangka panjang juga dipengaruhi oleh Kelangsungan hidup jangka panjang (Long-run
viability). Manajer perusahaan besar, khususnya yang menyediakan produk dan jasa yang penting,
memiliki tanggungjawab untuk menyediakan produk dan jasa yang berkesinambungan. Oleh karena
itu, perusahaan harus menghindari tingkat penggunaan utang yang dapat membahayakan
kelangsungan hidup jangka panjang perusahaan. (Atmaja: 2003).
Sikap manajemen. Manajemen yang konservatif akan menggunakan utang yang lebih sedikit, dan
sebaliknya. (Hanafi: 2004). Pemegang saham yang ingin menjaga kendali atas perusahaannya akan
menggunakan utang yang lebih banyak. Sebagai contoh, manajer perusahaan publik yang
kepemilikannya sudah tersebar, akan cenderung menerbitkan saham baru. Penerbitan saham tersebut
mengakibatkan kepemilikan semakin tersebar, dan memperkuat posisi manajer. Atau manajemen yang
selalu mengoptimalkan peluang yang ada dengan utang jangka panjang, contohnya manajemen
mengeluarkan utang untuk bisnis yang baru tetapi biaya utang yang ada dibebankan kepada bisnis
utama yang sudah jalan, sehingga dalam laporan keuangan perusahaan untuk bisnis utama terdapat
komposisi utang yang terlalu besar.
Pajak. Bunga merupakan beban yang dapat dikurangkan untuk tujuan perpajakan, dan
pengurangan tersebut sangat bernilai bagi perusahaan yang terkena tarif pajak yang tinggi. Karena itu,
makin tinggi tarif pajak perusahaan, makin besar manfaat penggunaan utang. (Brigham dan Houston:
2001)
Di samping itu masih ada beberapa faktor yang lain diantaranya: tingkat inflasi yang diharapkan;
divided-payout ratio; biaya emisi saham baru; biaya utang; dan penyebaran pemilikan perusahaan.
(Moeljadi: 2006)

Persamaan Regresi
Persamaan regresi dalam penelitian ini adalah:

Y = 0,195 + 0,178X1 - 0,098X2 + 3,338X3 - 0,540X4 + 0,176X5 - 0,075X6

Di mana:
Y = Leverage X 4 = Profitabilitas (profitability)
X 1 = Tangibility X 5 = Volatility
X 2 = Pertumbuhan (growth) X6 = Non Debt Tax-Shied (NDTS)
X 3 = Ukuran perusahaan (size)

Hal ini menjelaskan bahwa ada pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan, ukuran
perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS terhadap struktur modal.
Pengaruh tangibility, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan
NDTS terhadap struktur modal secara lebih jelas dapat dilihat dari pengujian hipotesis berikut ini:
Berdasarkan hasil uji Anova atau F Test pada Tabel 4 diperoleh bahwa F hitung adalah 9,513
dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena probabilitas (0,000) lebih kecil dari 0,05, maka model
regresi bisa dipakai untuk memprediksi struktur modal. Dengan kata lain, tangibility, pertumbuhan
perusahaan, ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap struktur modal.

Tabel 4 ANOVA

Model F Sig.
1 Regression Residual
8.175 .000a
Total
Sumber: Data diolah

Adapun secara parsial pengaruh masing-masing variabel terhadap struktur modal, dapat dilihat pada
Tabel 5 di bawah.

Tabel 5 Unstandardized Coefficients


Unstand. Coef.
Model t Sig.
B Std. Error
1 (Constant) .195 .042 4.662 .000
Tangi. .178 .054 3.313 .001
Growth -.098 .073 -1.350 .181
Size 3.338 1.113 2.999 .004
Prof -.540 .117 -4.636 .000
Vol .176 .173 1.019 .311
NDTS -.075 .080 -.936 .352
Sumber: Data diolah

Berdasarkan Tabel 5 di bawah, maka dapat diketahui bahwa terdapat tiga variabel yang secara
parsial berpengaruh terhadap strukutr modal yaitu tangibility, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
Hal ini dapat diketahui dari tingkat signifikansi ketiga variabel ini dibawah tingkat toleransi kesalahan
5% (0,05) yaitu 0,010 untuk tangibility, 0,004 untuk ukuran perusahaan, dan 0,000 untuk
profitabilitas. Artinya secara parsial variabel-variabel tangibility, ukuran perusahaan dan profitabilitas
dapat digunakan untuk memprediksikan struktur modal perusahaan.
Adapun variabel-variabel pertumbuhan perusahaan, volatility dan NDTS secara parsial
berpengaruh tidak signifikan terhadap struktur modal. Hal ini karena tingkat signifikansi variabel
tersebut lebih besar dari pada toleransi tingkat kesalahan 5% (0,05) yaitu pertumbuhan perusahaan
sebesar 0,181; volatility sebesar 0,311 dan NDTS sebesar 0,352. Artinya secara parsial variabel-
variabel pertumbuhan perusahaan, volatility dan NDTS tidak dapat digunakan untuk memprediksikan
struktur modal perusahaan.
Untuk mendapatkan gambaran tentang bagaimana kondisi koefisien regresi dari masing-masing
variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Variabel X1 (Tangibility)
Secara parsial variabel XI (tangibility) memiliki nilai probabilitas (siginifikansi) 0,001 lebih kecil
dari toleransi kesalahan () yang diberlakukan yaitu sebesar 5% (0,05) artinya secara parsial variabel
X1 (tangibility) berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Adapun nilai koefisien regresi
sebesar 0,178 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka
utang jangka panjang akan bertambah sebesar Rp. 0,178. Hasil penelitian sejalan penelitian yang
dilakukan oleh Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin and Khairuddin Yusop (2012) yang
menyatakan tangibility berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang. Namun hasil temuan
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian dari Sayla Sowat Siddiqui (2012) yang menyatakan
tangibility berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang
2. Variabel X2 (growth/pertumbuhan)
Koefisien regresi dari variabel X2 (growth/pertumbuhan) menunjukkan angka probabilitas
(signifikansi) secara parsial sebesar 0,181 yang berarti lebih besar dari pada tingkat toleransi kesalahan
yang diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang. Adapun nilai koefisien regresi sebesar -0,098 artinya bila besarnya variabel ini ditambah
100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan berkurang sebesar Rp. 0,098.
Hasil temuan penelitian ini mendukung hasil penelitian dari Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd
Amin and Khairuddin Yusop (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan mempunyai pengaruh tidak
signifikan terhadap utang jangka panjang. Namun hasil temuan ini berbeda dengan penelitian dari
Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour, Ali Javanmard (2012) yang menyatakan bahwa pertumbuhan
(growth) berpengaruh secara signifikan.

3. Variabel X3 (size/ukuran perusahaan)


Koefisien regresi dari variabel X3 (size/ukuran perusahaan) menunjukkan angka probabilitas
parsial (siginfikansi t) sebesar 0,004 yang berarti lebih dari tingkat toleransi kesalahan yang
diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang.
Adapun nilai koefisien regresi sebesar 3,338 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan
variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan bertambah sebesar Rp. 3,334. Hasil
temuan ini sama dengan penelitian dari Thian Cheng Lim (2012); Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour
dan Ali Javanmard (2012); dan Sayla Sowat Siddiqui (2012) yang menyatakan ukuran perusahaan/size
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap utang jangka panjang. Akan tetapi hasil temuan penelitian
ini berbeda dengan hasil penelitian dari Chinmoy Ghosh, Milena Petrova dan Adam Wang (2012)
yang menyatakan bahwa size (ukuran) perusahaan berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang.

4. Variabel X4 (profitabilitas)
Koefisien regresi dari variabel X4 (profitabilitas) menunjukkan angka probabilitas parsial
(siginfikansi t) sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari tingkat toleransi kesalahan yang
diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang.
Adapun nilai koefisien regresi sebesar -0,540 artinya bila besarnya variabel ini ditambah 100% dan
variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang akan berkurang sebesar Rp. 0,540. Hasil ini
sesuai dengan penelitian Mohammad Abu Sayeed (2011); Rabiah Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd
Amin and Khairuddin Yusop (2012); Chinmoy Ghosh, Milena Petrova dan Adam Wang (2012); Thian
Cheng Lim (2012); serta Rasoul Keshtkar, Hashem Valipour dan Ali Javanmard (2012) yang
menyatakan bahwa profitabilitas perusahaan berpengaruh signifikan terhadap utang jangka panjang.
Perusahaan dengan tingkat keuntungan yang lebih besar memiliki sumber pendanaan internal
yang lebih besar dan memiliki kebutuhan untuk melakukan pembiayaan investasi melalui pendanaan
eksternal yang lebih kecil. Karena itu, teori pecking order memprediksi hubungan yang berkebalikan
antara profitabilitas dengan tingkat utang jangka panjang. Sebaliknya, teori tradeoff memprediksi
bahwa semakin tinggi tingkat keuntungan perusahaan menyebabkan perusahaan meningkatkan jumlah
utangnya untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pengurangan atau penghematan pajak
(Atmaja: 2003).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa profitabilitas secara parsial berpengaruh
signifikan dengan arah yang negatif terhadap utang jangka panjang, maka variabel profitabilitas pada
perusahaan LQ45 mendukung konsep pecking order.

5. Variabel X5 (Volatility)
Koefisien regresi dari variabel X5 (volatility) menunjukkan angka probabilitas parsial
(siginfikansi t) sebesar 0,311 yang berarti lebih besar dari tingkat toleransi kesalahan yang
diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang periode berjalan. Adapun nilai koefisien regresi sebesar 0,176 artinya bila besarnya variabel
ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang periode berjalan akan
bertambah sebesar Rp. 0,176. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Thian Cheng Lim
(2012) yang menyatakan bahwa volatility secara parsial berpengaruh signifikan terhadap utang jangka
panjang.

6. Variabel X6 (Non Debt Tax Shield/NDTS)


Koefisien regresi dari variabel X6 (Non Debt Tax Shield/NDTS) menunjukkan angka probabilitas
parsial (siginfikansi t) sebesar 0,352 yang berarti lebih besar dari tingkat toleransi kesalahan yang
diperkenankan ( = 0,05) maka variabel ini berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka
panjang periode berjalan. Adapun nilai koefisien regresi sebesar -0,075 artinya bila besarnya variabel
ini ditambah 100% dan variabel lain dianggap tetap maka utang jangka panjang periode berjalan akan
berkurang sebesar Rp. 0,026. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Mohammad Abu Sayeed
(2011) yang menyatakan NDTS berpengaruh secara signifikan dengan hubungan yang berlawanan
arah terhadap utang jangka panjang. Serta hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian dari Rabiah
Abdul Wahab, Mohd Sabri Mohd Amin dan Khairuddin Yusop (2012)yang menyatakan bahwa NDTS
secara parsial berpengaruh tidak signifikan terhadap utang jangka panjang.

Standardized Coeficients ()


Nilai standardized coefisien () digunakan untuk mengetahui variabel-variabel manakah yang
dominan mempengaruhi utang jangka panjang perusahaan-perusahaan LQ45 yang digunakan dalam
penelitian ini, berikut ini disajikan tabel 6 tentang standardized coefisien ().
Berdasarkan tabel 6 di bawah ini dapat diketahui bahwa profitabilitas memiliki nilai beta yang
tertinggi, yaitu sebesar -0,620. Hal ini menunjukkan bahwa diantara variabel-variabel yang lainnya
profitabilitas merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi struktur modal
perusahaan.

Tabel 6 Standardized Coefficients


Stand Coef.
Model
Beta
1 (Constant)
Tangibility .332
Growth -.157
Size .404
Profitability -.620
Volatility .121
NDTS -.092
Sumber : Data diolah

Profitabilitas merupakan variabel dominan dengan arah yang negatif menunjukkan bahwa sumber
pendanaan perusahaan diutamakan terlebih dahulu dari sumber internal, berupa penyisihan laba
ditahan, baru kemudian ketika tidak memenuhi baru mencari utang jangka panjang dan alternatif yang
terakhir adalah dengan menjual saham. Hasil penelitian ini semakin memperkuat temuan bahwa
perusahaan-perusahaan LQ45 lebih cenderung mendukung konsep pecking order.

V. SIMPULAN DAN SARAN


Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Tangibility, pertumbuhan perusahaan,
ukuran perusahaan, profitabilitas, volatility dan NDTS secara bersama-sama berpengaruh signifikan
terhadap struktur modal pada perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45.
Secara parsial tangibility, ukuran perusahaan dan profitabilitas, berpengaruh signifikan terhadap
struktur modal pada perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45. Adapun
pertumbuhan perusahaan, NDTS dan volatility yang secara parsial terbukti tidak berpengaruh terhadap
struktur modal pada perusahaan-perusahaan non perbankan yang terdaftar dalam LQ45. Profitabilitas
merupakan variabel yang paling dominan dalam menentukan struktur modal perusahaan-perusahaan
non perbankan yang terdaftar dalam LQ45, dan dengan arah hubungannya yang negatif terhadap
struktur modal maka perusahaan-perusahaan sampel mendukung konsep pecking order. Dalam
mengamati pola perkembangan utang jangka panjang ada enam variabel yang dapat diperhatikan oleh
para manajemen perusahaan dalam menentukan keputusan struktur modalnya, yaitu : tangibility,
pertumbuhan (growth), ukuran perusahaan (size), profitabilitas, non-debt tax shield, dan volatility.
Para manajemen perusahaan sebaiknya jangan terlalu berpatokan pada variabel-variabel tersebut di
atas saja tetapi juga harus memperhatikan variabel-variabel lain yang tidak disebutkan dalam
penelitian ini (seperti: pajak, bunga, inflasi, informasi asymetris, sikap manajemen, risiko bisnis)
karena hasil penelitian menunjukan kemampuan seluruh variabel penelitian dalam memprediksi utang
jangka panjang hanya kecil.Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dapat menggunakan jumlah
populasi yang lebih luas dengan menggunakan seluruh perusahaan yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia dan menggunakan cluster sampling sebagai teknik pengambilan sampel dengan harapan
bahwa hasil penelitian dapat digeneralisir. Sebaiknya penelitian yang akan datang dapat menggunakan
variabel-variabel adanya pajak, bunga, inflasi, informasi asymetris, sikap manajemen, risiko bisnis dan
agency theory yang hasilnya diharapkan dapat lebih mendekati kepada keadaan yang sebenarnya dari
faktor-faktor yang mempengaruhi utang jangka panjang.

DAFTAR PUSTAKA

Atmaja, Lukas Setia. 2003. Manajemen Keuangan. Yogyakarta: Andi Offset


Brigham, E.F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan Buku 1. Jakarta:
Erlangga
Brigham, E.F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan Edisi Kedelapan Buku 2. Jakarta:
Erlangga.
Djarwanto dan Subagyo, Pangestu. 1996. Statistik Induktif. Cetakan Ketiga. BPFE. Yogyakarta.
Hanafi, Mamduh M. 2004. Manajemen Keuangan Edisi 1. Yogyakarta: BPFE
Ghosh, Chinmoy, Milena Petrova dan Adam Wang. 2012. Determinants of Capital Structure: A Long
Term Perspective. http://www.lehigh.edu/~jms408/Milena_2012.pdf. Diakses pada tanggal 10
Desember 2012.
Keshtkar, Rasoul. Hashem Valipour dan Ali Javanmard. 2012. Determinants of Corporate Capital
Structure under Different Debt Maturities: Empirical Evidence from Iran. International
Research Journal of Finance and Economics. Hal. 46-53. http://www.internationalresearch
journaloffinanceandeconomics.com/ISSUES/IRJFE_90_03.pdf. Diakses pada tanggal 10
Desember 2012.
Lim, Thian Cheng. 2012. Determinants of Capital Structure Empirical Evidence from Financial
Services Listed Firms in China. International Journal of Economics and Finance Vol. 4, No. 3;
March 2012. Hal. 191-203. http://www.ccsenet.org/journal/index.php/ijef/article/view/
15161/10278. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012.
Moeljadi. 2006. Manajemen Keuangan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif, Jilid 1. Malang:
Bayumedia Publishing
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta
Sartono, Agus. 1996. Manajemen Keuangan: Teori dan Aplikasi. Edisi Ketiga. Penerbit BPFE
Yogyakarta.
Sayeed, Mohammad Abu. 2011. The Determinants of Capital Structure for Selected Bangladeshi
Listed Companies. International Review of Business Research Papers Vol. 7. No. 2. March
2011. Hal. 21-36. http://www.bizresearchpapers.com/3.%20Abu%20Sayeed-FINAL.pdf.
Diakses pada tanggal 10 Desember 2012.
Siddiqui, Sayla Sowat. 2012. Capital Structure Determinants of Non-Bank Financial Institutions
(NBFIs) in Bangladesh. World Review of Business Research Vol. 2. No. 1. January 2012. Hal.
60–78. http://www.internationalresearchjournaloffinanceandeconomics.com/ISSUES/IRJFE_
90_03.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012.
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D). Bandung:
Alfabeta
Syamsuddin, Lukman. 2007. Manajemen Keuangan Perusahaan. Konsep Aplikasi dalam:
Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Wahab, Rabiah Abdul, M.S.M. Amin dan K. Yusop. 2012. Determinants of Capital Structure of
Malaysian Property Developers. Middle-East Journal of Scientific Research. Hal. 1013-1021.
http://idosi.org/mejsr/mejsr11%288%2912/4.pdf. Diakses pada tanggal 10 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai