Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session

Luka Bakar

Oleh:
I Komang Rama Mahendra Wisnu Wardhana

Preseptor:
dr. Afrimadhona

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSUD SEJIRAN SETASON
MUNTOK
2019-2020
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena dengan nikmat dan karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Case Report yang berjudul “Luka Bakar” sebagai

salah satu syarat dalam program internsip dokter indonesia RSUD Sejiran Setason.

Terima kasih penulis ucapkan kepada dr. Afprimadhona sebagai pendamping dalam
program dokter internsip dan seluruh pihak pihak yang telah membantu dalam penyusunan
Case Report ini.

Penulis menyadari bahwa Case Report ini jauh dari sempurna, maka dari itu sangat

diperlukan saran dan kritik untuk kesempurnaan Case Report ini. Penulis berharap agar Case

Report ini bermanfaat dalam meningkatkan pengetauan terutama bagi penulis sendiri dan

bagi teman-teman sejawat yang menjalaani program dokter internsip di RSUD Sejiran

Setason.

Muntok, 19 Mei 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau hilangnya lapisan kulit dan lapisan di
bawahnya yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung atau tidak langsung, frost
bife (suhu dingin), aliran listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka bakar tersebut merupakan
jenis trauma yang mengakibatkan penderitaan yang luar biasa bagi penderitanya. Trauma
luka bakar berkaitan dengan terjadinya kerusakan dan perubahan berbagai sistem tubuh,
sehingga masalah yang harus dihadapi menjadi sangat kompleks. Kelainan yang timbul tidak
pada hal yang tampak luar tetapi juga menyangkut kelainan yang melibatkan banyak organ
yang kadang kala sulit untuk dipantau dan diramalkan. Luka bakar berat dapat menyebabkan
morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain.
Biaya yang dibutuhkan untuk penanganannya pun tinggi.
Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun, dengan 100.000
yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat dalam pusat-pusat perawatan luka
bakar. Insiden puncak luka bakar pada orang-orang dewasa muda terdapat pada umur 20-29
tahun, diikuti oleh anak umur 9 tahun atau lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur
80 tahun ke atas. Penyebab luka bakar di RSCM, api 56%, air mendidih 40%, listrik 3% dan
bahan kimia 1%.
Penyebab luka bakar yang tersering adalah terbakar api langsung yang dapat dipicu atau
diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar seperti bensin, gas kompor rumah
tangga, cairan dari tabung pemantik api. Selain api, dapat juga disebabkan oleh air panas,
listrik, frost bife (suhu dingin), bahan kimia (asam dan basa), dan radiasi. Pusat-pusat
perawatan di dekat perumahan penduduk atau di dekat daerah industri minyak cenderung
lebih sering menerima korban luka akibat terbakar. Sementara pusat-pusat di tengah kota
lebih banyak merawat cedera melepuh. Cedera akibat listrik dapat timbul akibat kerja atau
tidak sengaja berkontak dengan arus tegangan tinggi.
Luka bakar menyebabkan hilangnya integritas kulit dan juga menimbulkan efek sistemik
yang sangat kompleks. Luka bakar biasanya dinyatakan dengan derajat yang ditentukan oleh
kedalaman luka bakar. Beratnya luka tergantung pada kedalaman, luas, dan letak luka. Selain
itu, waktu atau lamanya terpapar, umur dan keadaan kesehatan penderita sebelumnya menjadi
faktor yang sangat mempengaruhi prognosis. Oleh karena itu diagnosis luka bakar ditegakkan
berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasinya.
Penatalaksanaan luka bakar harus dievaluasi secara sistemik. Prioritas utama adalah
mempertahankan primary survey (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Exposure).
Kemudian pemberian resusitasi cairan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi. Pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini dan pasien tidak perlu
dipuasakan. Dapat juga dilakukan tindakan pembedahan pada luka bakar, seperti eksisi dini
(debridement) dan skin grafting yang merupakan metode penutupan luka sederhana.
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita luka bakar adalah syok, infark
miokardium, atau emboli paru, disritmia jantung, gagal ginjal, ulkus peptikum, dan kematian.
Selain itu, komplikasi yang dapat juga terjadi adalah kecacatan, kekakuan (kontraktur)
dikemudian hari, dan trauma psikologis yang dapat menyebabkan depresi serta keinginan
untuk bunuh diri.

1.2 Tujuan Penulisan


Penulisan ini bertujuan untuk mengenali defenisi, epidemiologi, faktor resiko,
etiologi, kalsifikasi, patofisiologi, prinsip diagnostik, tatalaksana, edukasi dan prognosis
dari Luka Bakar berbadasarkan studi kasus.

1.3 Manfaat Penulisan


Penulisan ini dapat menambah pengetahuan mengenai Luka Bakar.

1.4 Metode Penulisan


Penulisan makalah ini merujuk ke berbagai literatur.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Luka bakar adalah suatu bentuk rusaknya atau hilangnya lapisan kulit dan lapisan di
bawahnya, yang disebabkan paparan sumber panas secara langsung dan tidak langsung, forst
bife (suhu dingin), bahan kimia, listrik, dan radiasi. Luka bakar yang berat dapat
menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibandingkan dengan cedera
oleh sebab lain yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase syok) sampai fase
lanjut. Akibat langsung luka bakar dapat terjadi syok, kematian, kontraktur dan akibat
lainnya.

2.2 Etiologi
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan sumber panas, baik secara langsung maupun
tidak langsung, misalnya akibat terkena api terbuka atau tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik,
suhu dingin maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan terjadinya luka bakar. Secara
garis besar, penyebab terjadinya luka bakar terbagi menjadi:
1. Sumber panas
Paparan sumber panas dapat terjadi secara langsung dan tidak langsung.
a. Sumber panas secara langsung:
 Paparan api
Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera
langsung ke jaringan tersebut. Dapat diperparah dengan adanya cairan yang mudah terbakar
seperti bensin, gas kompor rumah tangga, cairan dari tabung pemantik api, yang akan
menyebabkan luka bakar pada seluruh atau sebagian tebal kulit.
 Scalds (air panas)
Akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan semakin lama waktu
kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau
akibat kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulih yang
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan keseluruhan
ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
 Sunburn atau sinar matahari, terapi radiasi.
b. Sumber panas secara tidak langsung:
 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator mobil. Uap panas
menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke
saluran napas distal di paru.
 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera termal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan
nafas akibat edema. Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah,
dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap.
Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya.

2. Frost bife (suhu dingin)


Pada waktu suhu jaringan turun, akan terjadi vasokonstriksi arteriol sehingga sel
mengalami hipoksia. Pada waktu jaringan dihangatkan kembali, terjadi vasodilatasi. Akibat
anoksia, permeabilitas dinding pembuluh darah meninggi dan timbul udem. Aliran darah
melambat sehingga berturut-turut terjadi stasis kapiler, aglutinasi trombosit, trombosis, dan
nekrosis jaringan. Kerusakan jaringan terjadi karena cairan sel mengkristal. Kulit, fasia, dan
jaringan ikat lebih tahan terhadap suhu dingin, namun sel saraf, pembuluh darah, dan otot
lurik sangat peka. Oleh karena itu, kulit masih tampak sehat, tetapi otot di bawahnya mati.
3. Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh. arus listrik
menimbulkan kelainan karena rangsangan terhadap saraf dan otot. Energi panas yang
timbul akibat tahanan jaringan yang dilalui arus menyebabkan luka bakar pada jaringan
tersebut. Energi panas dari loncatan aurs listrik tegangan tinggi yang mengenai tubuh akan
menimbulkan luka bakar yang dalam karena suhu bunga api listrik dapat mencapai
2.500oC.

4. Zat kimia (asam atau basa)


Dapat terjadi akibat kelengahan, pertengkaran, kecelakaan kerja di industri atau
laboratorium, dan akibat penggunaan gas beracun dalam peperangan. Kerusakan yang
terjadi sebanding dengan kadar dan jumlah bahan yang mengenai tubuh, cara dan lamanya
kontak, serta sifat dan cara kerja zat kimia tersebut. Zat kimia akan tetap merusak jaringan
sampai bahan tersebut habis bereaksi dengan jaringan tubuh.
Zat kimia seperti kaporit, kalium permanganat, dan asam kromat dapat bersifat oksidator.
Bahan korosif, seperti fenol dan fosfor putih, serta larutan basa, seperti kalium hidroksida
dan natrium hidroksida menyebabkan denaturasi protein. Denaturasi akibat penggaraman
dapat disebabkan oleh asam formiat, asetat, tanat, fluorat, dan klorida. Asam sulfat merusak
sel karena bersifat cepat menarik air. Gas yang dipakai dalam peperangan menimbulkan
luka bakar dan menyebabkan anoksia sel bila berkontak dengan kulit atau mukosa.
Beberapa zat dapat menyebabkan keracunan sistemik. Asam fluorida dan oksalat dapat
menyebabkan hipokalsemia. Asam tanat, kromat, formiat, pikrat, dan fosfor dapat merusak
hati dan ginjal kalau diabsorbsi. Lisol dapat menyebabkan methemoglobinemia.
2.3 Anatomi kulit
Lapisan kulit adalah lapisan tubuh manusia yang terletak paling luar. Secara
histopatologik, pembagian kulit dalam garis besar tersusun atas tiga lapisan utama, yaitu:
1. Lapisan epidermis atau kutikel
Lapisan ini terdiri atas stratum korneum, stratum lusidum, stratum granulosum, stratum
spinosum, dan stratum basale. Stratum korneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit
yang paling luar. Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum, sering
disebut sebagai eleidin, lapisan tersebut tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.
Stratum granulosum (lapisan keratohialin) merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng yang
tampak jelas di telapak tangan dan kaki. Stratum spinosum (stratum Malphigi) atau
disebut pula prickle cell layer (lapisan akanta), dan mengandung banyak glikogen.
Stratum basale merupakan lapisan epidermis yang paling bawah.

2. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)


Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-
elemen seluler dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni:
pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan
pembuluh darah. Kemudian pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke
arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang, misalnya serabut
kolagen, elastin, dan retikulin.

3. Lapisan subkutis (hipodermis)


Tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis dan subkutis. Subkutis ditandai dengan
adanya jaringan ikat longgar dan adanya sel dan jaringan lemak.
2.4 Klasifikasi
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lama pajanan suhu tinggi. Selain
api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar karena kontak dengan api atau
listrik juga memperdalam luka bakar. Bahan pakaian yang dipakai penderita seperti nilon dan
dakron, selain mudah terbakar juga mudah meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket
sehingga memperberat kedalaman luka bakar.
Kedalaman luka bakar dideskripsikan dalam derajat luka bakar, yaitu:

 Luka Bakar Derajat I:


Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superfisial), kulit hiperemik berupa
eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara sempurna. Contoh luka bakar
derajat I adalah sunburn.

Gambar 2. Luka bakar derajat I


 Luka Bakar Derajat II:
Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai
proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan menjadi 2 bagian:
A. Derajat II dangkal/superfisial (IIA)
Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. organ-
organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea masih banyak. Semua ini
merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-
14 hari tanpa terbentuk sikatrik. Gejala yang timbul adalah sangat nyeri, terdapat
lepuhan yang timbul beberapa menit, bula atau blister yang berisi cairan eksudat
yang keluar dari pembuluh darah akibat permeabilitas dindingnya meningkat.
Komplikasi jarang terjadi, terkadang timbul infeksi sekunder pada luka.
B. Derajat II dalam/deep (IIB)
Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel
hingga tinggal sedikit. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea tinggal sedikit. Gejala yang timbul berupa rasa nyeri pada luka yang
lebih superfisial, warna merah muda, hipoestesia (rasa nyeri sedikit), dan bula atau
blister tidak karakteristik. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut
hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.
Apabila luka bakar derajat II yang dalam ini tidak ditangani dengan baik, dapat
timbul edema dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga
cedera berkembang menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.

Gambar 3. Luka bakar derajat II

 Luka Bakar Derajat III:


Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai
mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak
ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu
dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang
sensasi karena ujung-ujung saraf sensorik rusak. Terjadi koagulasi protein dan epidermis
dan dermis yang dikenal sebagai escar, yang dapat menyebabkan kompartemen sindrom.
Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan, pada kebanyakan
kasus untuk melindungi jaringan di bawah kulit dilakukan skin graft.

Gambar 4. Luka bakar derajat II

2.5 Luas Luka Bakar


Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan lamanya kontak. Luka
bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak. Seiring dengan peningkatan suhu jaringan
lunak, permeabilitas kapiler juga meningkat, terjadi kehilangan cairan secara evaporasi, dan
viskositas plasma meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya cairan
dapat menyebabkan syok hipovolemik, tergantung banyaknya cairan yang hilang dan respon
terhadap resusitasi. Luka bakar juga menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi
metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan mortalitasnya meningkat,
dan penanganannya juga akan semakin kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen
terhadap luas seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar,
yaitu:
 Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas telapak
tangan individu mewakili ± 1% luas permukaan tubuh. luas luka bakar hanya dhitung
pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.

 Rumus 9 atau Rule of Nine untuk orang dewasa.


Pada dewasa digunakan “Rumus 9”, yaitu luas kepala dan leher, dada, punggung,
pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha
kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1%
adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya permukaan tubuh yang
terbakar pada orang dewasa.
Kepala dan leher  9%
Lengan  18%
Badan depan  18%
Badan belakang  18%
Tungkai  36%
Genitalia  1%
Total  100

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh
lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas
permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal “Rumus 10” untuk bayi, dan
“Rumus 10-15-20” untuk anak.

Gambar 5. Rumus menentukan luas luka bakar


 Metode Lund and Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa tubuh di kepala
anak. Metode ini digunakan untuk estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila
tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada anak dapat
menggunakan “Rumus 9” dan disesuaikan dengan usia:
o Pada anak dibawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai 14%. Torso dan
lengan presentasenya sama dengan dewasa.
o Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0,5% untuk tiap tungkai dan
turunkan presentasi kepala sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.

Gambar
6. Lund and Browder Chart

2.6 Pembagian Luka Bakar


1. Luka bakar ringan
 Luka bakar dengan luas < 15% pada dewasa
 Luka bakar dengan luas < 10% pada anak dan usia lanjut
 Luka bakar dengan luas < 2% pada segala usia (tidak mengenai muka, tangan, kaki,
dan perineum)
2. Luka bakar sedang (moderate burn)
 Luka bakar dengan luas 15-25% pada dewasa, dengan luka bakar derajat III < 10%
 Luka bakar dengan luas 10-20% pada anak usia < 10 tahun atau dewasa > 40 tahun,
dengan luka bakar derajat III < 10%
 Luka bakar dengan derajat III < 10% pada anak maupun dewasa yang tidak
mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum

3. Luka bakar berat (major burn)


 Derajat II-III > 20% pada pasien berusia di bawah 10 tahun atau di atas usia 50
tahun
 Derajat II-III > 25% pada kelompok usia selain disebutkan pada butir pertama
 Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan perineum
 Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa memperhitungkan luas luka
bakar
 Luka bakar listrik tegangan tinggi
 Disertai trauma lainnya
 Pasien-pasien dengan resiko tinggi

2.7 Patofisiologi Luka Bakar


Kulit adalah organ terluar tubuh manusia dengan luas 0,025 m2 pada anak baru lahir
sampai 1 m2 pada orang dewasa. Kulit secara histopatologik tersusun atas lapisan epidermis,
dermis dan subkutis. Sel-sel kulit dapat menahan temperatur sampai 44oC tanpa kerusakan
bermakna. Apabila kulit terbakar atau terpajan suhu tinggi, pembuluh kapiler di bawahnya,
area sekitarnya dan area yang jauh sekali pun akan rusak dan menyebabkan permeabilitasnya
meningkat. Terjadilah kebocoran cairan intrakapilar ke intertisial sehingga terjadi udem dan
bula yang mengandung banyak elektrolit. Rusaknya kulit akibat luka bakar akan
mengakibatkan hilangnya fungsi kulit sebagai barier dan penahan penguapan. Akibat pertama
dari luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Kedua penyebab di atas dengan cepat menyebabkan berkurangnya cairan intravaskular.
Pada luka bakar yang luasnya < 20%, mekanisme kompensasi tubuh masih bisa
mengatasinya. Bila kulit yang terbakar luas (> 20%), dapat terjadi syok hipovolemik disertai
gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan
darah menurun dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah 8 jam. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi
anemia.
Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi
kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terhisap. Edema laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas,
takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga terjadi
keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan mengikat hemoglobin dengan kuat
sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah
lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat dapat terjadi koma dan
penderita dapat meninggal (bila lebih dari 60% hemoblogin terikat dengan CO).
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta
penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya
diuresis. Luka bakar pada awalnya adalah steril, tetapi kemudian dapat terjadi kontaminasi
pada kulit mati yang merupakan medium baik untuk pertumbuhan kuman, yang akan
mempermudah infeksi. Bila pencucian luka atau debridement tidak dilakukan dengan
adekuat, maka pertumbuhan kuman dapat bersifat invasif berupa penetrasi lebih dalam ke
jaringan dan masuk ke dalam sistemik yang menyebabkan bakteremia.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga
dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah
sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah
resisten terdapat berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus gram positif yang berasal dari
kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi invasi kuman gram negatif,
Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas
dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim
penghancur keropeng yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk
nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah terlepas dengan
nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan keropeng yang kering dengan
perubahan jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka
bakar yang mula-mula derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan trombosis sehingga
jaringan yang didarahinya mati.
Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiakkan, biasanya ditemukan kuman dan
terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka
bakar septik. Bila penyebabnya kuman gram positif, seperti stafilokokus atau basil gram
negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat
menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin
kuman yang menyebar di darah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan
meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang
masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal
rambut. Luka bakar derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang
nyeri, gatal, kaku dan secara estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh
sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang
atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus
menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat
menurun karena kekurangan ion kalium. Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita
luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum
dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein
menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi dan
infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan.
Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari
otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan
menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut
penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah
sehingga rusak berat, penderita mungkin mengalami beban kejiwaan berat. Jadi prognosis
luka bakar ditentukan oleh luasnya luka bakar.

2.8 Fase Pada Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang terjadi pada saluran nafas
yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada
atau trauma multipel di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan
cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
dan Multi-system Organ Dysfunction Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan
dampak dan atau perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah
yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya maturasi jaringan.
Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka bakar seperti parut hipertrofik,
kontraktur dan deformitas lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur
tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

Pembagian zona kerusakan jaringan :


1. Zona koagulasi, zona nekrosis
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi protein) akibat
pengaruh cedera termis, hampir dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis
beberapa saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar zona koagulasi. Di daerah ini
terjadi kerusakan endotel pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena), diikuti perubahan permeabilitas
kapilar dan respon inflamasi lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca
cedera dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi berupa vasodilatasi tanpa
banyak melibatkan reaksi selular. Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan,
zona ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah menjadi zona kedua
bahkan zona pertama.

2.9 Indikasi Rawat Inap Pasien Luka Bakar


Menurut American Burn Association, seorang pasien diindikasikan untuk dirawat inap
apabila:
 Luka bakar derajat III > 5%
 Luka bakar derajat II > 10%
 Luka bakar derajat II atau III yang melibatkan area kritis (wajah, tangan, kaki, genitalia,
perineum, kulit di atas sendi utama)  risiko signifikan untuk masalah kosmetik dan
kecacatan fungsi
 Luka bakar sirkumferensial di thoraks atau ekstremitas
 Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya trauma mayor lainnya,
atau adanya kondisi medik signifikan yang telah ada sebelumnya
 Adanya trauma inhalasi

2.10 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi - jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

2.11 Penatalaksanaan Luka Bakar


Pasien luka bakar harus dievaluasi secara sistematik. Prioritas utama adalah
mempertahankan jalan nafas tetap paten, ventilasi yang efektif dan mendukung sirkulasi
sistemik. Intubasi endotrakea dilakukan pada pasien yang menderita luka bakar berat atau
kecurigaan adanya jejas inhalasi atau luka bakar di jalan nafas atas. Intubasi dapat tidak
dilakukan bila telah terjadi edema luka bakar atau pemberian cairan resusitasi yang terlampau
banyak. Pada pasien luka bakar, intubasi orotrakea dan nasotrakea lebih dipilih daripada
trakeostomi.
Pasien dengan luka bakar saja biasanya hipertensi. Adanya hipotensi awal yang tidak
dapat dijelaskan atau adanya tanda-tanda hipovolemia sistemik pada pasien luka bakar
menimbulkan kecurigaan adanya jejas ‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah
mempertahankan ABCDE, prioritas berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana
jejas lain (trauma tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya jejas inhalasi. Informasi
riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan alergi juga penting dalam evaluasi awal.
Pakaian pasien dibuka semua, semua permukaan tubuh dinilai untuk menentukan derajat
dan luas luka bakar. Pemeriksaan radiologik pada tulang belakang servikal, pelvis, dan torak
dapat membantu mengevaluasi adanya kemungkinan trauma tumpul.
Setelah mengeksklusi jejas signifikan lainnya, luka bakar dievaluasi. Terlepas dari
luasnya area jejas, dua hal yang harus dilakukan sebelum dilakukan transfer pasien adalah
mempertahankan ventilasi adekuat, dan jika diindikasikan, melepas dari eskar yang
mengkonstriksi.

2.12 Tatalaksana resusitasi luka bakar


a. Tatalaksana resusitasi jalan nafas:
1. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat patologi jalan nafas
yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati dalam pemberian oksigen dosis besar
karena dapat menimbulkan stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas
yang bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
2. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa menimbulkan manifestasi
obstruksi. Tujuan intubasi mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas
pemelliharaan jalan nafas.
3. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu agresif dan
menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding intubasi. Krikotiroidotomi
memperkecil dead space, memperbesar tidal volume, lebih mudah mengerjakan
bilasan bronkoalveolar dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
4. Perawatan jalan nafas
5. Penghisapan sekret (secara berkala)
6. Pemberian terapi inhalasi
Bertujuan mengupayakan suasana udara yang lebih baik didalam lumen jalan nafas
dan mencairkan sekret kental sehingga mudah dikeluarkan. Terapi inhalasi umumnya
menggunakan cairan dasar natrium klorida 0,9% ditambah dengan bronkodilator bila
perlu. Selain itu bias ditambahkan zat-zat dengan khasiat tertentu seperti atropin
sulfat (menurunkan produksi sekret), natrium bikarbonat (mengatasi asidosis seluler)
dan steroid (masih kontroversial)
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk memperbaiki kompliansi paru

a. Tatalaksana resusitasi cairan


Resusitasi cairan diberikan dengan tujuan preservasi perfusi yang adekuat dan
seimbang di seluruh pembuluh darah vaskular regional, sehingga iskemia jaringan tidak
terjadi pada setiap organ sistemik. Selain itu cairan diberikan agar dapat meminimalisasi
dan eliminasi cairan bebas yang tidak diperlukan, optimalisasi status volume dan
komposisi intravaskular untuk menjamin survival/maksimal dari seluruh sel, serta
meminimalisasi respons inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan
dan keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid, hipertonik, koloid, dan
sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat
mengupayakan stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik dalam
persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Resusitasi cairan dilakukan dengan memberikan cairan pengganti. Ada beberapa cara
untuk menghitung kebutuhan cairan ini:
 Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan
dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari
pertama. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
 Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuh dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam
16 jam berikutnya. Pada hari kedua diberikan setengah jumlah cairan hari pertama.
Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.

b. Resusitasi nutrisi
Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral dilakukan sejak dini dan
pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat
melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%
protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat
meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya
SIRS dan MODS.

2.13 Perawatan Luka Bakar


Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam
dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’ 5-20
mg/70 kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada
juga yang menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam
merupakan terapi penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar
dewasa. Jika pasien masih merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone,
dapat juga diberikan benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar


1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)
yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera
termis. Dasar dari tindakan ini adalah:
a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya
jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih
lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar
umumnya terjadi edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses
penyembuhan dari luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar,
semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi –
komplikasi luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang
melepaskan “burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya
mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis
yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah
keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan
meningkatkan resiko kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat
pemulihan graft dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin
sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan
melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam
dan derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi
mortalitas pada pasien luka bakar yang luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
- Kasus luka bakar dalam yang diperkirakan mengalami penyembuhan lebih dari 3
minggu.
- Kondisi fisik yang memungkinkan untuk menjalani operasi besar.
- Tidak ada masalah dengan proses pembekuan darah.
- Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar batang tubuh posterior.
Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.
Eksisi tangensial adalah suatu teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka lapis
demi lapis sampai dijumpai permukaan yang mengeluarkan darah (endpoint). Adapun
alat-alat yang digunakan dapat bermacam-macam, yaitu pisau Goulian atau Humbly yang
digunakan pada luka bakar dengan luas permukaan luka yang kecil, sedangkan pisau
Watson maupun mesin yang dapat memotong jaringan kulit perlapis (dermatom)
digunakan untuk luka bakar yang luas. Permukaan kulit yang dilakukan tindakan ini
tidak boleh melebihi 25% dari seluruh luas permukaan tubuh. Untuk memperkecil
perdarahan dapat dilakukan hemostasis, yaitu dengan tourniquet sebelum dilakukan eksisi
atau pemberian larutan epinephrine 1:100.000 pada daerah yang dieksisi. Setelah
dilakukan hal-hal tersebut, baru dilakukan “skin graft”. Keuntungan dari teknik ini adalah
didapatnya fungsi optimal dari kulit dan keuntungan dari segi kosmetik. Kerugian dari
teknik adalah perdarahan dengan jumlah yang banyak dan endpoint bedah yang sulit
ditentukan.
Eksisi fasial adalah teknik yang mengeksisi jaringan yang terluka sampai lapisan
fascia. Teknik ini digunakan pada kasus luka bakar dengan ketebalan penuh (full
thickness) yang sangat luas atau luka bakar yang sangat dalam. Alat yang digunakan pada
teknik ini adalah pisau scalpel, mesin pemotong “electrocautery”. Adapun keuntungan
dan kerugian dari teknik ini adalah:
- Keuntungan : lebih mudah dikerjakan, cepat, perdarahan tidak banyak, endpoint
yang lebih mudah ditentukan
- Kerugian : kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko cedera pada saraf-saraf
superfisial dan tendon sekitar, edema pada bagian distal dari eksisi
Setelah dilakukan eksisi dini, luka akan dioleskan dengan salep seperti sulfadiazine,
mafenid asetat, krim gentamisin, atau salep providon yodium. Pemberian salep ini
bertujuan untuk mencegah proses evaporasi serta membantu dalam proses penyembuhan
melalui pembentukan jaringan granulasi.

2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan dari metode ini adalah:
a. Menghentikan evaporate heat loss
b. Mengupayakan agar proses penyembuhan terjadi sesuai dengan waktu
c. Melindungi jaringan yang terbuka
Skin grafting harus dilakukan secepatnya setelah dilakukan eksisi pada luka bakar pasien.
Kulit yang digunakan dapat berupa kulit produk sintesis, kulit manusia yang berasal dari
tubuh manusia lain yang telah diproses maupun berasal dari permukaan tubuh lain dari
pasien (autograft). Daerah tubuh yang biasa digunakan sebagai daerah donor autograft
adalah paha, bokong dan perut. Teknik mendapatkan kulit pasien secara autograft dapat
dilakukan secara split thickness skin graft atau full thickness skin graft. Bedanya dari
teknik – teknik tersebut adalah lapisan-lapisan kulit yang diambil sebagai donor. Untuk
memaksimalkan penggunaan kulit donor tersebut, kulit donor tersebut dapat
direnggangkan dan dibuat lubang – lubang pada kulit donor (seperti jaring-jaring dengan
perbandingan tertentu, sekitar 1 : 1 sampai 1 : 6) dengan mesin. Metode ini disebut mess
grafting. Ketebalan dari kulit donor tergantung dari lokasi luka yang akan dilakukan
grafting, usia pasien, keparahan luka dan telah dilakukannya pengambilan kulit donor
sebelumnya. Pengambilan kulit donor ini dapat dilakukan dengan mesin ‘dermatome’
ataupun dengan manual dengan pisau Humbly atau Goulian. Sebelum dilakukan
pengambilan donor diberikan juga vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
Prosedur operasi skin grafting sering menjumpai masalah yang dihasilkan dari eksisi luka
bakar pasien, dimana terdapat perdarahan dan hematom setelah dilakukan eksisi, sehingga
pelekatan kulit donor juga terhambat. Oleh karenanya, pengendalian perdarahan sangat
diperlukan. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penyatuan kulit
donor dengan jaringan yang mau dilakukan grafting adalah:
- Kulit donor setipis mungkin
- Pastikan kontak antara kulit donor dengan bed (jaringan yang dilakukan grafting),
hal ini dapat dilakukan dengan cara :
o Cegah gerakan geser, baik dengan pembalut elastik (balut tekan)
o Drainase yang baik
o Gunakan kasa adsorben

2.14 Prognosis
Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya
permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor
letak daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan
kecepatan penyembuhan. Penyulit juga mempengaruhi progonosis pasien, seperti gagal ginjal
akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan kontraktur.
BAB III
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 36 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Air Belo
Status perkawinan : Janda
Negeri Asal : Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 13 April 2019

KELUHAN UTAMA
Luka bakar pada sebagian besar tubuh sejak 15 jam yang lalu. Pasien merupakan rujukan
dari Puskesmas Muntok.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


● Nyeri pada seluruh tubuh yang terbakar, rasa nyeri sudah dirasakan sejak pukul 19.00
saat kedatangan ke PKM, pasien sudah dirawat 1 hari di puskesmas namun karena
derajat luka yang luas, pasien dirujuk ke RS Sejiran Setason
● Riwayat pusing/sakit kepala disangkal.
● Riwayat demam setelah perawatan disangkal
● Makan/minum tidak ada keluhan
● Os mengaku terkena bensin lalu terbakar
● Lemas sejak semalam
● Muntah disangkal
● BAK tidak ada keluhan
● BAB tidak ada keluhan
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
● Riwayat hipertensi (-)
● Riwayat diabetes (-)
● Riwayat penyakit jantung (-)
● Riwayat asma (-)
● Riwayat alergi (+) Antibiotik Cefotaxime

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti pasien

RIWAYAT KEBIASAAN, SOSIAL, EKONOMI


Pasien merupakan seorang Janda yang memiliki kekasih dari suami orang, tidak merokok,
tidak mengkonsumsi alkohol

PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik umum
● Kesadaran : CM
● Keadaan umum : Sakit Berat
● Tekanan Darah : 100/70 mmHg
● Nadi : 102 kali/menit
● Pernapasan : 24 kali/menit
● Suhu : 37,60 C
Kulit : Terdapat luka bakar pada area punggung, tangann, dan kaki
Leher : Tidak ada pembesaran KGB dan tidak ada nyeri tekan KGB
pada daerah leher dan submandibular JVP 5-2 cm H2O.
Kepala : normocephal
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Karies gigi tidak ada

Paru
● Inspeksi : simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis)
● Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
● Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
● Auskultasi : suara napas vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Jantung
● Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
● Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
● Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
● Auskultasi : S1-S2 irama reguler, murmur (-), bising (-)
Abdomen
● Inspeksi : Perut tidak membuncit
● Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, NT (-), NL (-)
● Perkusi : timpani
● Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung
● Inspeksi : Simetris kiri dan kanan (statis dan dinamis), terdapat luka
bakar pada punggung sampai pinggang belakang
● Palpasi : tidak dilakukan pemeriksaan
● Perkusi : tidak dilakukan pemeriksaan
● Auskultasi : tidak dilakukan pemeriksaan
Alat kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan rektum : tidak dilakukan pemeriksaan
Anggota gerak : edem (-/-), akral hangat CRT <2 detik, terdapat luka bakar
pada lengan dan kaki kanan

Status lokalis:
 Look :
o terdapat luka bakar pada area punggung sampai pinggang, berukuran 70cm x
40cm, terdapat bula yang sudah mengental, dan terdapat permukaan kulit yang
terkelupas berwarna putih kemerahan, Luas 18%
o Terdapat luka bakar pada area lengan kanan dan kiri, berukuran 20x5 cm dan
15x 7cm, terdapat bula yang sudah mengental, dan terdapat permukaan kulit
yang terkelupas berwarna putih kemerahan, luas 4,5%
o Terdapat luka bakar pada kaki kanan berukuran 1m x 10cm, 15cm x 10cm,
terdapat bula yang sudah mengental, dan terdapat permukaan kulit yang
terkelupas berwarna putih kemerahan, luas 9%
 Feel : teraba hangat, teraba bula dengan isi yang sudah mengental
 Move : pergerakan aktif +, pergerakan pasif +
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
13 April 2019
● Hemoglobin : 12,9 g/dl
● Leukosit : 19.810/mm3
● Trombosit : 375.000/mm3
● Hematokrit : 32%
● GDS : 101 mg/dl
Kesan: leukositosis

Foto luka
DIAGNOSA KERJA
 Luka bakar grade IIA luas 31,5%

TINDAKAN PENGOBATAN
➢ Loading 1L RL + 1 kolf koloid
➢ Inj. Tetagam IM
➢ Inj. Ceftizoxime 1gr IV
➢ Inj. Ketorolac 2x30mg IV
➢ Inj. ranitidine 2x50mg IV
➢ Puasa
➢ Wound toilet
DISKUSI

Luka bakar atau combustio adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain
dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan kimia dan
radiasi. diagnosis luka bakar ditegakkan berdasarkan kedalaman, luas, penyebab dan lokasi
dari luka bakar tersebut. Luka bakar akibat arus listrik dapat terjadi karena kontak dengan
sumber tenaga bervoltase tinggi. Anggota gerak merupakan tempat kontak yang terlazim,
dengan tangan dan lengan yang lebih sering cedera daripada tungkai dan kaki. Pada kasus,
dari anamnesis didapatkan keluhan luka dan nyeri pada punggung, lengan dan kaki yang
diderita pasien sejak ±14 jam SMRS.
Penyebab luka bakar atau combustio adalah paparan api, scalds (air panas), aliran listrik,
frost bife (suhu dingin), zat kimia (asam dan basa), dan radiasi. pada penderita ini, luka bakar
terjadi akibat paparan api yang diawali oleh bensin. Awalnya penderita sedang berhubungan
dengan kekasih di dalam gubuk, lalu sang istri dari kekasih menyiram bensin dan segera
membakar keduanya.
Pada pemeriksaan fisik area punggung,tampak luka bakar berukuran ± 70cmx40cm
dengan dasar dermis, terdapat kulit mati yang mengelupas, serta bulae yang berisi cairan
kental dan berwarna kuning jernih. Pada extremitas superior, regio brachii dextra terdapat
luka bakar berukuran ±20cmx5cm dengan dasar dermis, terdapat kulit mati yang mengelupas
serta bulae minimal yang berisi cairan kental dan berwarna kuning jernih.pada region
antebrachii sampai manus dextra terdapat luka bakar berukuran ±15cmx7cm dengan dasar
dermis, terdapat kulit mati yang mengelupas serta bulae yang berisi cairan kental dan
berwarna kuning jernih, pada digiti 3 sudah terlihat krusta. Pada extremitas inferior region
femur terdapat luka bakar berukuran 40cmx15cm dengan dasar dermis, terdapat kulit mati
yang mengelupas serta bulae yang berisi cairan kental dan berwarna kuning jernih, pada area
pedis terdapat luka bakar berukuran 10cmx 5cm dengan dasar kulit mati yang mengelupsa
serta bulae yang berisi cairan kental dan berwarna kuning jernih.
(A) (B)

(C) (D)
Dari pemeriksaan fisik ditemukan luka bakar di daerah punggung yaitu (18%)
ekstremitas atas yaitu pada tangan kanan (4,5%) sedangkan pada ekstremitas
bawah yaitu pada kaki kanan (9%). Luas luka ditentukan menurut diagram rules
of nine atau rumus 9 dari Wallace. Pada penderita ini total luas bakar mencapai
31,5% dengan kedalaman derajat IIA.
Luka bakar pada penderita ini digolongkan derajat IIA sebab kerusakan
meliputi bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis. organ-organ kulit
seperti folikel rambut, kelenjar sebasea masih banyak. Gejala yang timbul adalah
sangat nyeri, terdapat lepuhan yang timbul beberapa menit, bula atau blister yang
berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh darah akibat permeabilitas
dindingnya meningkat. Komplikasi jarang terjadi, terkadang timbul infeksi
sekunder pada luka. Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap ditemukan
adanya peningkatan leukosit. Peningkatan leukosit ini disebabkan oleh reaksi
inflamasi pada fase akut luka bakar.
Penatalaksanaan yang dilakukan pada penderita ini adalah eksisi dini atau
debridement, merupakan tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris.
Tujuannya adalah mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat.
dengan dibuangnya jaringan nekrosis, debris, eskar, proses inflamasi tidak akan
berlangsung lebih lama dan segera dilanjutkan proses fibroplasia.
Tujuan lain dari debridement adalah untuk memuts rantai proses inflamasi
yang dapat berlanjut. Semakin lama penundaan tindakan eksisi (debridement),
semakin banyak proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka.
Hal ini dapat mengakibatkan banyaknya cairan yang keluar. Tindakan ini disertai
dengan anestesi baik loka maupun general dan pemberian cairan melalui infus.
Pada penderita ini, disertai dengan anestesi general dan pemberian cairan berupa
RL.
Setelah dilakukan debridement, luka dicuci menggunakan NaCl 0,9%, ,
kemudian luka dioleskan salep Burnazine dan ditutup menggunakan kasa steril
untuk selanjutnya dilakukan perawatan luka tiap harinya. Perawatan luka bakar
tiap harinya adalah dengan membersihkan luka bakar dengan cairan atau salep
Burnazine sampai terjadinya epitelisasi. Balutan dinilai dalam waktu 24-48 jam.
Pada penderita ini, perawatan luka bakar dibersihkan menggunakan cairan
NaCl 0,9% untuk membersihkan jaringan nekrotik dan yang lainnya yang dapat
menyebabkan terjadinya infeksi. Setelah dibersihkan, luka bakar penderita
diberikan salep burnazineyang mengandung komponen pengobatan yang
mempunyai efek berupa analgesik, anti-inflamasi, anti-infeksi dan mampu
mengurangi pembentukan jaringan parut. Selain komponen pengobatan, salep
burnazine ini juga mengandung komponen nutrisi untuk regenerasi dan perbaikan
kulit yang terbakar. Kemudian luka bakar penderita ditutup menggunakan kasa
steril.
Prognosis pada pasien ini yaitu baik karena penyakit telah didiagnosis dan
saat ini tidak mengancam nyawa, serta luka bakar telah dilakukan pengobatan
yang adekuat, faktor penyebab dapat dihindari dan tidak ada angka rekurensi.

2
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Buku ajar ilmu bedah Sjamsuhidajat-de Jong / editor, R.
Sjamsuhidajat et al. Edisi 3. Jakarta. EGC, 2010. Hal. 103-15.
2. Georgiade GS, Pederson WC, Luka bakar. Dalam: Sabiston DC, Jonatan O,
editors. Buku ajar bedah. Jakarta. EGC, 1995. Hal 151-63.
3. M Sjaifudin Noer, Penanganan Luka Bakar, Airlanga University Press, 2006.
4. Reksoprodjo S et al, editors. Kumpuluan kuliah ilmu bedah. Jakarta. Bagian
Bedah Staff Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hal.
435-42.
5. Schwartz, Seymour I, Intisari prinsi-prinsip ilmu bedah / Seymour I. Schwartz
; editor, G. Tom Shires, Frank C. Spenser, Wendy CH ; alih bahasa, Laniyati
et al ; editor bahasa Indonesia, Linda C. Jakarta. EGC, 200.
6. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2: Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2003.
7. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W,
editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2005. h. 73-5.
8. Naradzay JFX, Alson R. Thermal burns. Dalam: Slapper D, Talavera F,
Hirshon JM, Halamka J, Adler J, editors. Diunduh dari:
http://www.emedicinehealth.com. 30 Januari 2014.

9. Split & Full Thickness Skin Grafting. Diunduh dari


http://www.burnsurvivorsttw.org/burns/grafts.html. 30 Januari 2014.

10. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi 6. Jakarta. Badan Penerbit FKUI. 2011. Hal. 3-4.

Anda mungkin juga menyukai