PENDAHULUAN
a) Latar belakang
Sarana pelayanan kesehatan merupakan tempat yang dikategorikan tidak
aman, sekitar 10 % pasien yang dirawat di sarana kesehatan di negara maju dan
lebih dari 10 % di negara berkembang mengalami kejadian tidak diharapkan.
Cedera mungkin saja dialami oleh pasien atau pengunjung sarana
pelayanan kesehatan baik akibat kondisi sarana, prasarana, dan peralatan yang
ada, maupun akibat pelayanan yang diberikan.Cedera atau kejadian yang tidak
diharapkan terjadi bukan karena kesengajaan, tetapi karena rumitnya pelayanan
kesehatan.Banyak faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya cedera atau
kejadian tidak diharapkan, seperti tidak tersedianya sumber daya manusia yang
kompeten, kondisi fasilitas, maupun ketersediaan obat dan peralatan kesehatan
yang tidak memenuhi standar. Yang dimaksud dengan “keselamatan pasien”
pada pedoman ini adalah upaya yang dilakukan pada fasilitas kesehatan tingkat
primer agar asuhan pasien lebih aman, tertibnya pelaporan dan analisis insiden,
implementasi solusi untuk meminimalisir timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cidera, tidak hanya terkait dengan pelayanan klinis tapi juga terkait
dengan upaya kesehatan masyarakat. Upaya keselamatan pasien dilakukan
dengan memperbaiki tata kelola risiko terkait dengan pencapaian kinerja dan
menganalisis risiko-risiko yang mungkin terjadi pada saat proses pelayanan, baik
pelayanan Administrasi dan Manajemen, UKM maupun UKP.
Pasien, pengunjung, dan masyarakat dapat mengalami cedera atau
kejadian tidak diharapkan terkait dengan infeksi, kesalahan pemberian obat,
pembedahan yang tidak aman, alih pasien yang tidak dilakukan dengan tepat,
kesalahan identifikasi, kondisi fasilitas pelayanan yang tidak aman, maupun
akibat penyelenggaraan kegiatan pada upaya kesehatan masyarakat yang tidak
memperhatikan aspek keselamatan.
Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan perlu
diidentifikasi dan dikelola dengan baik untuk mengupayakan keselamatan
pasien, pengunjung, dan masyarakat yang dilayani. Standar akreditasi Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, baik untuk puskesmas, klinik pratama, maupun
tempat praktik dokter/dokter gigi mensyaratkan diterapkan manajemen risiko
sebagai upaya untuk meminimalkan risiko bagi pasien, sasaran kegiatan upaya
kesehatan masyarakat, dan lingkungan, yang terkait dengan pelayanan yang
disediakan oleh fasilitas kesehatan tingkat pertama dan menjamin keselamatan
pasien.
Terkait dengan hal tersebut maka Kementerian Kesehatan telah
menerbitkan Permenkes tentang Keselamatan Pasien yang dituangkan dalam
Permenkes nomor 11 tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien, dan untuk
mengimplementasikan Permenkes tersebut maka perlu disusun Pedoman
Pelaksanaan Keselamatan Pasien di puskesmas sidamulya. Pedoman ini
disusun dengan tujuan menyediakan pedoman bagi puskesmas sidamulya
dalam mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung dan masyarakat melalui
penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan
oleh fasilitas kesehatan tersebut.
b) Tujuan pedoman
Menjadi acuan dalam upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien melalui
penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan
oleh puskesmas
c) Sasaran pedoman
Sasaran dari pedoman ini adalah semua petugas kesehatan yang ada dalam
instansi puskesmas sidamulya yaitu Petugas pendaftaran, Petugas sanitasi,
petugas farmasi, petugas labolatorium.petugas keamanan, petugas kebersihan
d) Ruang lingkup pedoman
5) Kejadian Tidak Cedear (KTC) adalah terjadi penanganan klinis yang tidak
sesuai pada pasien, tetapi tidak terjadi cedera.
STANDAR KETENAGAAN
b) Distribusi ketenagaan
c) Jadwal kegiatan
STANDAR FASILITAS
a) Denah Ruang
b) Standar fasilitas
Standar keselamatan pasien meliputi:
1. Hak pasien
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden
Kriterianya:
a). Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b). Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan
c). Dokter penanggung jawab pelayanan wajjib memeberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
2. Pendidikan bagi pasien dan keluarga
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan patner dalam proses pelayanan. Karena
itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan mekanisme
mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab
pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien
dan keluarga dapat:
a). Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur
b). Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga
c). Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti
d). Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
e). mematuhi intruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan
kesehatan
f). Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
g). Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
1. Lingkup kegiatan
a. Upaya Keselamatan Pasien di puskesmas sidamulya
upaya upaya keselamatan pasien yang perlu dilakukan antara lain adalah
mengupayakan tercapainya sasaran keselamatan pasien, penanganan dan
tindak lanjut jika terjadi insiden keselamatan pasiem, penerapan manajemen
risiko kinis dalam pelayanan pasien, meningkatkan mutu dan keselamatan
pasien dalam pelayanan obat, pelayanan laboratorium dan pelayanan
penunjang yang lain, serta pengendalian infeksi dalam pelayanan
klinis.Sasaran keselamatan pasien Terdapat enam sasaran keselamatan
pasien yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan keselamatan
pasien, yaitu :
a. Tidak terjadinya salah identifkasi pasien.
b. Komunikasi efektif dalam pelayanan
c. Tidak terjadinya kesalahan pemberian obat.
d. Tidak terjadinya kesalahan prosedur tindakan.
e. Pengurangan terjadinya risiko infeksi dalam pelayanan klinis.
f. Tidak terjadinya pasien jatuh.
b. Manajemen Risiko
Manajemen resiko adalah upaya menanggulangi semua resiko yang
mungkin terjadi di sebuah instansi, diperlukan sebuah proses yang
dinamakan sebagai manajemen resiko. Manajemen resiko merupakan
metode penanganan sistematis formal dimana dikonsentrasikan pada
mengidentifikasikan dan pengontrolan peristiwa atau kejadian yang memiliki
kemungkinan perubahan yang tidak diinginkan. Resiko adalah hal yang tidak
akan pernah dapat dihindari pada suatu kegiatan/aktifitas yang dilakukan
manusia. Di puskesmas Tekarang terdapat tiga kegiatan manajemen resiko
yang menjadi acuan sebagai dasar pencegahan terhadap resiko yang
mungkin terjadi, yaitu :
1) Manajemen resiko lingkungan
Manajemen risiko lingkungan di Puskesmas adalah penerapan
manajemen risiko untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh
aktifitas atau kegiatan di Puskesmas pada kesehatan pasien, petugas
maupun pada lingkungan.
2) Manajemen resiko klinis
Manajemen risiko layanan klinis adalah suatu pendekatan untuk
mengenal keadaan yang menempatkan pasien pada suatu risiko dan
tindakan untuk mencegah terjadinya risiko tersebut.Manajemen risiko
layanan klinis di Puskesmas dilaksanakan untuk meminimalkan risiko
akibat adanya layanan klinis oleh tenaga kesehatan di Puskesmas
yang dapat berdampak pada pasien maupun petugas.Tujuan utama
penerapan manajemen risiko layanan klinis di Puskesmas adalah
untuk keselamatan pasien dan petugas.Penyusunan panduan
manajemen risiko layanan klinis bertujuan untuk memberikan panduan
bagi petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan
yang paling aman untuk pelanggan Puskesmas.
3) Manajemen resiko pelaksanaan program
Manajemen risiko pada pelaksanaan program Puskesmas
merupakan upaya untuk mengidentifikasi, menganalisa dan
meminimalkan dampak atau risiko atas pelaksanaan program
Puskesmas.
2. Metode
- Identifikasi resiko
- Analisis risiko (Risk Assessment) dengan metode FMEA(Failure Mode and
Effect Analysis)
- Evaluasi risiko dengan metode Analisis Akar Masalah (RCA/Root Cause
Analysis)
3. Langkah kegiatan
1. Manajemen resiko lingkungan
Manajemen risiko lingkungan di Puskesmas Sidamulya diterapkan pada
seluruh kegiatan yang menimbulkan dampak risiko terhadap lingkungan yaitu:
1. Kegiatan pelayanan klinis di Puskesmas
2. Kegiatan pelayanan kesehatan di Pusling dan Posyandu
3. Kegiatan pasien/pengujung Puskesmas
4. Kegiatan karyawan/ staf Puskesmas
Kegiatan penerapan manajemen risiko lingkungan:
a. Penilaian persyaratan bangunan, sarana dan prasarana Puskesmas
- Bangunan Puskesmas terdiri dari bangunan dengan konstruksi
kuat, atap tidak bocor, lantai tidak licin, permukaan dinding kuat
dan rata serta menggunakan bahan bangunan yang tidak
membahayakan
- Lingkungan Puskesmas tidak panas, ventilasi cukup,
pencahayaan cukup, seluruh ruangan tidak lembab dan tidak
berdebu.
- Terdapat fasilitas pemadam kebakaran dan petunjuk jalur
evakuasi dan pintu darurat jika terjadi kecelakaan
- Rasio kecukupan toilet karyawan mengikuti indeks perbandingan
jumlah karyawan dengan toilet yaitu 1:20 artinya setiap
penambahan 20 karyawan harus ditambah I toilet dan 1 kamar
mandi.
- Tata ruang
1. Zona ruang dengan
a) Risiko rendah : meliputi ruang administrasi TU, Ruang
Kepala Puskesmas, Ruang pertemuan, ruang
penyimpanan rekam medis bersatu dengan loket (unit
pendaftaran), ruang penyimpanan obat, ruang
Akreditasi dan Musholla
b) Risiko sedang: meliputi ruang rawat jalan (selain ruang
P2)
c) Risiko tinggi: meliputi Ruang P2, Laboratorium, UGD
dan tempat penampungan limbah/sampah medis o
Penataan ruangan memperhatikan zona risiko
penularan
1. Sarana
a) Kerusakan bangunan atau sarana prasarana
b) Fasilitas sanitasi seperti wastafel buntu, air tidak lancar,
sampah medis tidak tersedia, toilet rusak, dll
2. Kondisi pencahayaan, penghawaan, kelembaban, kebisingan
peralatan, dsb
3. Kebersihan ruangan dan fasilitas
4. Limbah, misalnya sarana pembuangan limbah yang penuh,
paparan limbah pada lingkungan dll.
c. Tatalaksana penerapan manajemen risiko lingkungan
1. Toilet dan Kamar Mandi,
Tersedia dalam keadaan bersih
Lantai kedap air dan mudah dibersihkan
Tidak terdapat perindukan nyamuk
2. Pembuangan sampah,
Tersedia fasilitas tempat sampah organik dan non organik
di setiap ruangan
Tempat sampah tertutup
Sampah/ limbah non medis padat ditampung dalam
kantong warna hitam. Sampah medis ditampung dalam
kantong warna kuning.
Sampah setiap hari dibuang di tempat penampungan
sampah sementara
3. Penyediaan air minum dan air bersih,
Tersedia air bersih
Tersedia air minum untuk karyawan sesuai kebutuhan
4. Hygiene dan sanitasi makanan
Kebersihan peralatan makan di Puskesmas
5. Pengolahan limbah
Limbah cair ditampung dalam SPAL Puskesmas
6. Pengolahan limbah medis
Limbah medis tajam ditampung dalam safety box
Limbah medis padat ditampung dalam tempat sampah
medis dengan kantong warna kuning
Limbah medis padat selanjutnya ditampung pada
penampungan sementara untuk dikirim ke tepat
pemusnahan
7. Pengelolaan linen
Dilakukan pemisahan linen yang infeksius dan non
infeksius
Linen / kain yang terkontaminasi dilakukan proses
desinfeksi
Linen / kain secara berkala dikumpulkan dan dikirim ke
tempat pencucian
8. Pengendalian serangga dan binatang pengganggu
Dilakukan pengamatan terhadap serangga nyamuk,
kecoa dan tikus
Kebersihan ruangan dijaga untuk mencegah binatang
pengganggu
Dilakukan pemberantasan jika terdapat binatang
pengganggu
1. Identifikasi risiko
Masing-masing unit pelayanan dan jaringan Puskesmas menyusun
daftar risiko yang berpotensi membahayakan pasien dan petugas yang
bisa didapatkan dari:
o Hasil temuan pada audit internal Keluhan pasien/pelanggan
Puskesmas
o Adanya insiden atau kejadian berbahaya yang pernah terjadi di
unit pelayanan tersebut
daftar risiko pada layanan klinis di Puskesmas:
Unit Layanan Risiko
Loket Pendaftaran dan Rekam - Kesalahan pemberian identitas
Medis rekam medis
- Kesalahan pengambilan rekam
medis
Ruang umum, Ruang KIA dan kb, -Kesalahan diagnosis
- Kesalahan identifikasi
Ruang MTBS dan UGD
pasien/salah orang
- Kesalahan pemberian terapi
- Kesalahan pemberian resep
- Kesalahan tindakan yang
menimbulkan perlukaan
- Monitoring pengobatan atau
tindakan yang kurang baik
- Insiden tertusuk jarum bekas
pakai
- Limbah medis berceceran
- Paparan dengan luka terbuka
atau cairan tubuh pasien
- Tidak menggunakan Alat
Pelindung Diri
- Menggunakan peralatan tidak
steril
Laboratorium -Kegagalan pengambilan sampel
sehingga menimbulkan perlukaan
- Kesalahan pengambilan sampel
- Kesalahan pemberian label
sampel laboratorium
- Kesalahan penulisan hasil
pemeriksaan laboratorium
- Hasil pemeriksaan hilang
- Sampel rusak atau hilang
Farmasi -Kesalahan membaca resep
- Kesalahan pemberian obat
- Kesalahan dosis/formula obat
- Kesalahan edukasi cara
minum/pemakaian obat
- Kesalahan identifikasi pasien
- Pemberian obat kadaluwarsa
- Kesalahan penulisan label
-Pemberian obat rusak
- Kesalahan pengambilan obat
BAB V LOGISTIK
- Masker
- Alat pelindung diri (APD)
- Hand rill
-
BAB VI
Salah lokasi, salah prosedur, salah pasien operasi adalah kejadian yang
mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak
adekuat antara tim anggota bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam
penandaan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk memverifikasi
lokasi operasi. Di samping itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat,
penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak
mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan resep yang tidak bisa dibaca (illegible handwriting) dan
pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering
terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara kolaboratif
mengembangkan suatu kebijakan atau/dan prosedur yang menginvestigasi
dan/atau mengobati penyakit dan kelainan / disorder pada tubuh manusia
dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan
kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap lokasi di
fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini dijalankan. Praktek
berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam Surgical Safety Checklist dari
WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal
Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery.
Penandaan lokasi operasi melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda
yang segera dapat dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di
seluruh fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan
melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan diselimuti.
Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi (laterality), struktur
multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple level (tulang belakang).
Maksud dari proses verifikasi praoperatif adalah untuk :
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
d. Adanya dukungan sumber daya terlatih, alokasi dana, sarana dan prasarana
peralatan penunjang K3 di Fasyankes.
b. Penilaian Risiko
PENGENDALIAN MUTU
2) Substitusi Subtitusi merupakan upaya penggantian bahan, alat atau cara kerja
dengan alternatif lain dengan tingkat bahaya yang lebih rendah sehingga dapat
menekan kemungkinan terjadinya dampak yang serius. Contohnya:
3) Pengendalian Teknik
d) Masker
h) Coverall
BAB IX
PENUTUP