Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

JARIMAH QADZAF

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Jinayah


Yang Dibimbing oleh: Ustad M. Ikrom, M.SI.

Disusun oleh: Kelompok 3

1. Ma’rifah (S20181025)
2. Silvia Yulianti (S20181027)
3. Nimas Habibah F.H (S20181030)

PRODI AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini. Shalawat serta salam senantiasa kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun kita pada jalan kebaikan dan kebenaran berupa agama yang sempurna serta menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Makalah berjudul “Jarimah Qadzaf” ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Fiqih Jinayah dan juga untuk khalayak ramai sebagai bahan pembelajaran untuk menambah
ilmu serta informasi yang semoga bermanfaat.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan dan semaksimal mungkin dengan
dukungan dari banyak pihak, sehingga bisa memudahkan dalam penyusunannya. Untuk itu
kami ucapkan terimakasih pada berbagai pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
tentu belum sempurna dan masih banyak kesahalan serta kekurangan. Maka dari itu kami
sebagai penyusun makalah ini mohon kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca
makalah ini terutama Dosen Mata Kuliah Fiqih Jinayah yang kami harapkan sebagai bahan
koreksi untuk kami kedepannya.

Jember, 18 Februari 2019

Tim Penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .............................................................................................................................i


Daftar Isi ................................................................................................................................................. ii
BAB I ...................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................................. 2
1.3 Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Qadzaf ................................................................................................................. 3
2.2 Syarat-syarat Tuduhan ......................................................................................................... 5
2.3 Macam –Macam Redaksi Tuduhan dan Hukumannya ..................................................... 5
2.4 Pembuktian Qadzaf............................................................................................................... 6
2.5 Ancaman Hukuman .............................................................................................................. 7
BAB III ................................................................................................................................................... 9
PENUTUP .............................................................................................................................................. 9
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................................ 9
3.2 Saran....................................................................................................................................... 9
Daftar Pustaka ..................................................................................................................................... 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persoalan menuduh seorang sebagai pemerkosa atau pezina adalah kesalahan yang

serius dalam Islam. Islam membuat kehormatan pada salah satu dari lima kebutuhan

dasar yang mesti dijaga dalam Islam. Manakala sesuatu tuduhan zina pada seseorang

tanpa barang bukti adalah salah satu dari tujuh dosa besar . Hal ini disebutkan dalam Al-

Qur’an surat an-Nur ayat 23:

‫ع ِظي ٌم‬
َ ‫ب‬ َ ‫اواأل َ ِخ َر ِة َولَ ُه ْم‬
ٌ َ‫عذ‬ ِ َ‫ت ا ْل ُمؤْ ِمن‬
َ ‫ت لُ ِعنُ ْوافِى ال ُّد ْن َي‬ ِ ‫ت ا ْلغَ ِف َل‬ َ ْ‫أِنَّ الَّ ِذ ْينَ يَ ْر ُم ْونَ ا ْل ُمح‬
ِ َ‫صن‬

“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang baik-baik , yang lengah lagi
beriman (berbuat zina), mereka kena laknat di dunia dan akhirat , dan bagi mereka
azab yang besar”.

Berkaitan dengan perbuatan ini , Nabi Muhammad SAW bersabdsa dalam hadits dari

Abu Hurairahyang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim juga agar kaum muslimin

sangat berhati-hati dalam melemparkan tuduhan keji atau tuduhan zina.Sehingga hukum

hududpun seharusnya ditinggalkan tanpa adanya bukti dan saksi yang sahih.

‫أدرؤالحدودبالشبهات‬
"Tinggalkanlah perkara hudud karena perkara-perkara yang syubhat atau yang masih
samar-samar”.

Oleh karena itu tidak ada siapapun yang boleh menuduh zina pada orang lain tanpa

mengemukakan 4 orang saksi laki-laki yang adil yang melihat dengan jelas kejadian zina

yang telah dilakukan , seperti ibarat mereka melihat bagaimana sebuah pena dimasukkan

kedalam tutupnya atau seperti sebuah timba yang jatuh dalam sumur. Barulah mereka

boleh dianggap saksi. Jika sekiranya hanya “berbaring diatas” tanpa dapat melihat yang

dinyatakan tadi , maka tidak dianggap saksi.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Qadzaf ?


2. Apa Saja Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Menjatuhi Tuduhan Qadzaf ?
3. Apa Saja Macam-Macam Redaksi dan Hukumannya ?
4. Bagaiman Cara Membuktikan Terjadinya Qadzaf ?

1.3 Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Qadzaf.

2. Untuk Mengetahui Syarat-Syarat yang Harus Dipenuhi untuk Menjatuhkan Tuduhan


Qadzaf.

3. Untuk Mengetahui Macam-Macam Redaksi dan Hukumannya.

4. Untuk Mengetahui Cara Membuktikan Terjadinya Qadzaf.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qadzaf


Yang dimaksud dengan qadzaf ( ‫) القذف‬ialah tuduhan melakukan perzinahan secara

tidak benar.

Bila seseorang melemparkan tuduhan kepada seseorang melakukan zina dan dia yakin

akan tuduhannya itu dan untuk itu dia mampu mendatangkan empat orang saksi, maka

tuduhan itu tidak disebut qadzaf karena yang demikian berarti melaporkan terjadinya

perzinahan. Namun bila dia tidak mampu mendatangkan saksi yang dkehendaki tetapi

dia mengemukakan secara terbuka perzinahan itu, ucapannya itu adalah suatu

kebohongan atau yang disebut fitnah. Bila fitnah itu berkenaan dengan perbuatan lainnya,

tidak disebut qadzaf. Dengan begitu qadzaf itu lebih tepat disebut fitnah berbuat zina.

Perzinahan merupakan perbuatan yang memalukan dan termasuk dosa besar. Bila

perzinahan itu dilemparkan kepada seseorang secara fitnah berarti mendatangkan malu

besar atau penghinaan kepada seseorang yang dituduh.Perbuatan itu disebut merusak

harga diri seseorang yang dituduh. Harga diri itu termasuk sendi kehidupan manusia. Hal

itu disebut kejahatan yang dilarang Allah dan termasuk perbuatan maksiat yang diancam

dengan dosa diakhirat dan hukuman di dunia.

Fitnah berarti menyampaikan ucapan yang tidak benar atau bohong yang dalam istilh

Al-Qur’an disebut ‫ قواللزول‬. Karena yang diucapkan itu berkenaan dengan perzinahan

yang memerlukan kesaksian , maka ucapan yang dilemparkan di sini berarti kesaksian

bohong, yang dalam istilah Al-Qur’an disebut ‫ شهادةالزول‬. Keduanya adalah perbuatan

yang dilarang yang tegas dan diancam pelakunya dengan ancaman tertentu. Oleh karena

itu , hukumnya adalah haram.

3
Larangan mengucapkan ucapan bohong dapat dilihat dalam perintah Allah untuk

menjauhi ucapan bohong dalam surah surah al-Hajj:30

ُّ ‫س ِمنَ ْاْلَوث َ ِن َواجْ تَنِبُواْقَ ْو َل‬


.‫الز ِر‬ ِ ‫فَجْ تِنِبُ ْو‬.........
َ ْ‫الرج‬

“Maka jauhilah keburukan dari berhala dan jauhilah ucapan bohong”.

Ketidaksenangan Allah akan kesaksian palsu dapat dipahami dari pujian Allah

terhadap orang yang tidak pernah melakukan kesaksian palsu, sebagaimana terdapat

dalam surat al-Furqan:72

ْ َ‫َولَّ ِذ ْىنَ َالي‬


‫ش َهدُن الزور‬

“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu”.

Segala bentuk ucapan palsu dan kesaksian palsu tentang orang lain termasuk

perbuatan maksiat. Khusus mengenai kesaksian palsu dan ucapan palsu berkenaan

dengan perbuatan zina termasuk maksiat yang lebih besar dan diancam dengan hukuman

yang berat yang disebut hukuman qadzaf.

Suatu tuduhan yang dilemparkan kepada seseorang disebut dengan qadzaf yang

diancam dengan hukuman berat,bila terpenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

a. Tuduhan yang dilemparkan kepada seseorang itu adalah perbuatan zina atau

meniadakan nasab atau hubungan keturunan. Hal ini mengandung arti bahwa tuduhan

selain dari berbuat zina atau tidak berkaitan dengan meniadakan nasab, tidak disebut

qadzaf. Yang disebut dengan meniadakan nasab disini ialah menolak adanya

hubungan nasab (keturunan) dengan seseorang seperti ucapan :”dia bukan ayahmu”.

Ucapan ini sama dengan ucapan “dia berbuat zina”. Ucapan yang dikemukakan itu

menggunakan lafadz yang jelas yang tidak dapat dipahami daripadanya kecuali

maksud perzinahan atau peniadaan hubungan nasab.

b. Orang yang dituduh berzina adalah seseorang yang muhson, dalam arti seseorang

muslim yang dewasa, berakal sehat dalam kehidupannya tidak pernah tersentuh oleh

4
perbuatan zina atau yang berdekatan dengan itu atau dalam istilah tidak pernah terlibat

dalam skandal seks. Hal ini mengandung arti bila yang dituduh adalah orang yang

biasanya terlibat dalam perzinahan atau biasa berbuat maksiat lainnya, ucapan ini

tidak dapat disebut qadzaf.

c. Adanya kesengajaan berbuat qadzaf ; yang ia tahu bahwa yang dituduhnya tidak

berbuat zina dan dia mengetahui pula bahwa apa yang diucapkannya itu adalah tidak

benar dan dengan ucapannya itu dia sengaja untuk mempermalukan orang yang

dituduh. Bila ucapan itu terlontar karena kesalahan ucapan , tidak disebut qadzaf.1

2.2 Syarat-syarat Tuduhan


Untuk diterimanya suatu tuduhan yang berakibat tertuduhnya bisa dijatuhi hukuman

(had) diperlukan beberapa syarat yang harus terpenuhi:

a. Yang berhubungan dengan pihak penuduh

b. Yang berhubungan dengan pihak tertuduh

c. Yang berhubungan dengan materi tuduhan

Syarat-syarat yang harus dipenuhi penuduh ada tiga, yaitu: berakal, baligh, dan atas

kemauan sendiri.Maka apabila ada orang gila , anak kecil atau terpaksa , menuduh zina

kepada seseorang maka ia tidak dikenakan had, karena Nabi SAW bersabda :

ْ َ‫ ع َِن ا ْل َّناىئِ ِم َحتَّى ي‬:ٍ‫"رفِ َع ا ْلقَلَ ُم ع َْن ثَ ََلث‬


َّ ‫ست َ ْي ِق َظ َوع َِن ا ْل‬
‫ص ٍبِّي ِ َحتَّى يَحْ تَ ِل َم َو ع َِن ا ْل َمجْ نُ ْو ِن َحتَّى يُ ِف ْيق‬

“Diangkat pena dari tiga (golongan) : Orang yang tidur sampai bangun, anak-anak
sampai baligh, dan orang gila sampai sembuh.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi pihak tertuduh:Ahli fiqih memberikan lima syarat

bagi pihak tertuduh, sebagai berikut:1) Islam ,2) Berakal, 3)Baligh, 4)Merdeka, 5) dan

terpelihara kehormatannya dari perbuatan zina.

2.3 Macam –Macam Redaksi Tuduhan dan Hukumannya


Redaksi atau kata-kata tuduhan itu ada tiga macm, yaitu: tegas (sharih), sindiran

(kinayah), dan semacam sindiran yang lebih jauh (ta’ridh).

1
Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:Prenanda Media,2003),284.
5
Yang tegas (sharih) yaitu si penuduh secra tegas menggunakan kata “zina” seperti :

Hai orang yang berzina atau Hei anak orang yang berzina! Atau seperti orang yang tidak

mengakui hubungan kekeluargaan seseorang dengan kata-kata:”Engkau bukan anak

ayahmu !.” Inipin termasuk kata-kata tegas menurut kesepakan Ulama’; bahwa

penuduhnya wajib dihukum (had).

Adapun bentuk sindiran (kinayah) yaitu seperti seseorang berkata :Hai orang yang

fasik !Hai orang yang menyeleweng! Hai orang yang keji ! atau dikatakan: ia adalah

perempuan yang tidak pernah menolak tangan penyentuh. Kata-kata seperti ini tidak bisa

digolongkan sebagai menuduh berzina kecuali kalau dinyatakan juga bahwa maksudnya

adalah menuduh.

Kemudian bentuk yang semacam sindiran yang agak jauh (ta’ridh) yaitu seperti

seseorang berkata yang ditujukan seseorang: Aku bukan pezina ! Dalam hal ini ulama’

berbeda pendapat, apakah termasuk menuduh atau tidak, Menurut Imam Malik, termasuk

menuduh, sedang menurut Imam Syafi’i dan Abu Hanifah, tidak termasuk, kecuali

ditegaskan lagi bahwa maksudnya adalah menuduh berzina.2

2.4 Pembuktian Qadzaf


Penuntutan atas terjadinya qadzaf tidak hanya mengharapkan pengaduan dari pihak yang

dituduh . Dengan semata adanya tuduhan dari pihak yang dikenai qadzaf tidak berarti

bahwa kejahatan qadzaf telah terbukti kebenarannya. Oleh karena sanksi yang akan

diberikan kepada pelaku qadzaf begitu berat, maka diperlukan usaha pembuktian.

Pembuktian terjadinya qadzaf dilakukan melalui:

a. Kesaksian dua orang saksi yang muslim, laki-laki dewasa dan berakal sehat, adil, kuat

ingatan, mampu berbicara , tidak punya hubungan kerabatdan permusuhan dengan

orang yang disaksikan. Kesemua saksi secara langsung menyaksikan ucapan yang

dilontarkan oleh yang menuduh.

2
Mu’mal Hamidy dan Imron A.Manan,Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabbuni, (Surabaya: PT Bina Ilmu,1993,139.
6
b. Pengakuan sendiri dari orang yang menuduh bahwa ia telah melemparkan tuduhannya

berbuat zina itu kepada yang dituduh dan ia sadar penuh dengan apa yang diakuinya

itu.

c. Penolakan bersumpah. Hal ini dilakukan bila ditemukan kesulitan untuk

mendatangkan saksi dan si penuduh diminta bersumpah bahwa ia tidak pernah

melemparkan tuduhan, tetapi ia menolak menol;ak memberikan sumpah tersebut.

Penolakan sumpah toidak pernah melakukan penuduhan itu menjadi bukti bahwa dia

memang telah menuduh.

Penuntutan dan pembuktian sebagaimana disebutkan diatas dilakukan di pengadilan oleh

hakim yang ditugaskan untuk itu.

2.5 Ancaman Hukuman


Bila terbukti secara meyakinkan telah terjadinya kejahatan qadzaf maka ancaman yang

diberlakukan terhadap pelakunya adalah sebagai berikut:

1. Hukuman pokok : yaitu dera sebanyak 80 kali dengan alat yang ditetapkan untuk itu

yaitu cambuk. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat an-Nur ayat 4:

ُ ‫ت ث ُ َّم لَ ْم يَأْت ُواْبِآ َ ْربَعَ ِة‬


......‫ش َهدَا َءفَجْ ِلد ُْو ُه ْم ثَ َمنِ ْينَ َج ْلدَة‬ َ ْ‫َوالَّ ِذ ْينَ يَ ْر ُم ْونَ ا ْل ُمح‬
ِ َ‫صن‬

“Orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik (berbuat zina), kemudian dia


tidak dapat mendatangkan empat orang saksi , maka derahlah sebanyak 80 kali.....”3

2. Hukuman tambahan yaitu tidak dapat diterima kesaksiannya untuk selamanya dan

terhadap siapa saja .Hal ini berdasarkan kepada firman Allah sebagai lanjutan dari

ayat 4 surat al-Nur tersebut di atas:4

ِ َ‫ش َهدَة أ َ بَد َوأ ُ ْولَىكَ ُه ُم ا ْلف‬


َ‫سقُ ْون‬ َ ‫َوالَتَ ْقبَلُو ا ْل ُه ْم‬
“Dan janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selamanya. Mereka itulah
orang-orang yang fasik....”

Kejahatan qadzaf termasuk kejahatan atas kepentingan umum yang ancaman

hukumannya termasuk dalam dalam lingkup hudud, atau ancamannya telah ditetapkan

secara jelas dan pasti oleh Allah. Sebagaimana sifatnya kejahatan atas umum, maka

3
Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:Prenanda Media,2003),287.
4
Prof.Dr.Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:Prenanda Media,2003),289.
7
hukuman yang telah dinyatakan Allah tidak dapat diubah atau ditidakan oleh siapa saja.

Meskipun demikian ada pendapat mengatakan bahwa hukuman dapat ditiadakan dengan

adanya maaf dari pihak yang dituduh.Hal ini didasarkan kepada keadaan bahwa qadzaf

itu suatu kejahatan yang berkumpul padanya hak Allah dengan hak hamba dan hak

hamba disini lebih dominan.

Meskipun kejahatan qadzaf tidak menerima maaf dalam pendapat kebanyakan ulama,

namun sebagaimana sifat umum dari suatu kejahatan yang dikategorikan kepada hudud,

hukuman dapat dihindarkan bila padanya dapat ditemukan unsur syubhat atau kesamaran.

Syubhat yang dapat menghindarkan hukuman terhadap pelaku qadzaf adalah sebagai

berikut:

a. Salah seorang atau kedua saksi yang dikemukakan dalam pembuktian hukuman zina

itu mencabut kembali kesaksiannya.Dalam arti bila kesaksiannya dicabut maka tidak

benar telah terjadi qadzaf.

b. Yang dituduh berbuat zina telah mengakui sendiri perbuatannya. Dengan adanya

pengakuan ini berarti bahwa apa yang diucapkan oleh pelaku qadzaf adalah benar

dengan begitu dia tidak melakukan kejahatan qadzaf. Si pelaku bebas dari hukuman

dera dan sebaliknya orang yang dituduh dijatuhi hukuman dera atas perzinaan kalau

dia belum muhson atau rajam sampai mati kalau dia sudah berstatus muhsan ,

berdasarkan pengakuan yang disampaikannya.

c. Pernyataan pihak yang yang dituduh bahwa saksi yang dikemukakannya adalah

bohong. Dengan begitu kesaksian tidak sah dan dan ancaman kejahatan qadzaf tidak

mungkin diberlakukan.

d. Terbukti kemudian sebelum hukuman dilaksanakan bahwa saksi-saksi yang

dikemukakan tidak memenuhi syarat sebagai saksi , dalam arti kesaksian batal.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Yang dimaksud dengan qadzaf ialah tuduhan kepada seseorang baik-baik, dengan

tuduhan berbuat zina. Bila seseorang melemparkan tuduhannya kepeda seseorang

melekukan zina dan ia yakin dengan tuduhannya itu maka ia harus mendatangkan saksi

empat orang. Ada tiga syarat tuduhan yang tuduhannya dapat dikenakan hukuman yaitu:

a. Yang berhubungan dengan pihak penuduh,

b. Yang berhubungan dengan pihak tertuduh,

c. Yang berhubungan dengan materi tuduhan.

Meskipun demikian ada pendapat mengatakan bahwa hukuman dapat ditiadakan dengan

adanya maaf dari pihak yang dituduh.

3.2 Saran
Demikian makalah ini kami sampaikan. Menyadari bahwa penulis masih jauh dari

kata sempurna, kedepannya penuis akan lebih fokus dan detail dalam mejelaskan tentang

makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat

dipertanggung jawabkan.

9
Daftar Pustaka

Syarifuddin, Amir. 2003. Garis-Garis Besar Fiqh.Jakarta:Prenanda Media


Hammidy Mu’mal, Manan.A.Imron.1993. Tafsir Ayat Ahkam Ash-Shabuni.Surabaya:PT Bina Ilmu

10

Anda mungkin juga menyukai