Anda di halaman 1dari 42

Case Report Session (CRS)

Mei 2019

GLAUKOMA ABSOLUT OS + GLAUKOMA PRIMER SUDUT


TERBUKA OD

OLEH :
Yaumil Khalida Putri (G1A217037)

PEMBIMBING:
dr. Vonna Riasari, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD ABDUL MANAP
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)


GLAUKOMA ABSOLUT OS + GLAUKOMA PRIMER SUDUT TERBUKA
OD

OLEH :
Yaumil Khalida Putri (G1A217037)

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Mei 2019

Pembimbing

dr. Vonna Riasari, Sp.M


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session (CRS) yang berjudul “Glaukoma Absolut OS + Glaukoma
Primer Sudut Terbuka OD” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu
Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di RSUD Abdul Manap.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih banyak
kepada dr. Vonna Riasari, Sp.M selaku konsulen ilmu mata yang telah
membimbing dalam mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat
diselesaikan tepat waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah
Glaukoma. Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh
dari sempurna. Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun
untuk perbaikan yang akan datang.

Jambi, Mei 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Glaukoma adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan tekanan


intraokular yang disertai dengan kerusakan pada saraf optik yang terjadi secara
perlahan. Pada sebagian besar penderitanya terjadi akibat peningkatan intra okular
oleh karena adanya sumbatan pada sirkulasi atau drainase aquos. Pada glaukoma
akan terdapat melemahnya fungsi mata dengan terjadinya cacat lapang pandang,
kerusakan anatomi berupa ekskavasi (penggaungan) serta degenerasi papil saraf
optik, yang dapat berakhir dengan kebutaan. 1
Berdasarkan Survei Kesehatan Indera tahun 1993-1996, sebesar 1,5%
penduduk Indoneisa mengalami kebutaan dengan prevalensi kebutaan akhibat
glaukoma sebesar 0,20%. Prevalensi glaukoma hasil Jakarta Urban Eye Helath
Study tahun 2008 adalah 2,53% dengan prevalensi terjadinya glaukoma sekunder
0,16%. 1
Glaukoma sekunder merupakan glaukoma yang timbul sebagai akibat dai
penyakit mata lainnya, seperti truma, pembedahan, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, tumor, dan penyakit sistemik lainnya. Oleh karena itu sebagai
penatalaksanaannya selain untuk mengurangi tekanan intraokular yang sudah
terjadi, penatalaksanaan sesuai dengan etiologi juga diperluka.1,2
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Ny. R
Umur : 74 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : IRT
Alamat : jln. Sersan Anwar
Tanggal berobat : 15 Mei 2019
Keluhan utama Mata kabur sejak ± 4 tahun
Anamnesa Khusus Pasien datang dengan keluhan mata kiri tidak dapat
melihat. Keluhan ini terjadi secara perlahan-lahan sejak ± 4
tahun yang lalu, yang diawali dengan pandangan pada mata
kiri sedikit kabur. Pasien juga merasakan pandangan pada
mata kiri semakin gelap tidak seperti dulu.
Sedangkan pada mata kanan, pasien mengaku
pandangannya kabur, dan apabila melihat cahaya menjadi
pudar. Hal tersebut sudah dirasakan kurang lebih 4 tahun
yang lalu, dan terjadi secara perlahan-lahan. Namun,
keluhan pada kedua mata pasien tersebut diawali oleh mata
kiri terlebih dahulu, untuk jarak waktu timbulnya keluhan
antar kedua mata, pasien mengaku lupa.
Pasien mengeluh apabila berjalan sering menabrak dan
tersandung karena merasa penglihatannya menyempit dan
samar-samar untuk melihat benda-benda yang ada
disekitarnya. Saat ini pasien juga menggunakan kacamata
yang sudah digunakan sejak kurang lebih 1 tahun yang
lalu. Keluhan yang dirasakan ini tidak membaik dengan
penggunaan kacamata. mata merah (-), berair (-) nyeri (-),
terasa mengganjal (-), gatal (-), riwayat trauma kepala (-),
trauma mata (-).Keluhan dirasakan terus menerus. Pasien
mengaku dapat melihat jelas hanya pada titik tengah
pandangannya namun disekitarnya terlihat buram dan
semakin ke tepi semakin gelap. Keluhan dirasa semakin
berat, kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter mata
dan di diagnosis dengan glaukoma, dan telah menjalani
pengobatan rutin sejak saat itu.
Riwayat penyakit a. Riwayat keluhan serupa (+)
dahulu b. Riwayat operasi mata (-)
c. Trauma pada mata (-)
d. Alergi (-)
e. Riwayat hipertensi (+) tidak terkontrol
f. Riwayat pakai kaca mata (+)
Riwayat penyakit a. Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
keluarga b. Riwayat Hipertensi (+)
c. Riwayat DM (-)
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 57/155 = IMT 24,5 (overweight)
Keadaan sosial Menengah, pasien berobat menggunakan BPJS
ekonomi
Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain
I.Pemeriksaan visus dan refraksi
OD OS
Visus 5/60, KM 6/40 1/∞

II. Muscle Balance


Kedudukan bola mata Ortophoria Ortophoria

Keruh grade II Keruh total

Pergerakan bola mata

Duksi : baik Duksi : baik


Versi : baik Versi : baik

Pemeriksaan Eksternal
Pemeriksaan Eksternal OD OS
Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Palpebra Inferior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)
Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)
Konjungtiva tarsus Sup Papil(-), folikel (-), Papil(-),folikel(-),
& Inf
Konjungtiva Bulbi Injeksi siliar (-), Injeksi Injeksi siliar (-), Injeksi
Konjungtiva (-) Konjungtiva (-)
Kornea Infiltrat (-), sikatrik (-), Infiltrat (-), sikatrik (-), ulkus (-)
ulkus (-)
COA Sedang cukup
Pupil Bulat, Isokor Bulat, Isokor
Diameter 3mm 3mm
RCL/RCTL +/+ +/+
Iris Kripta iris normal, Kripta iris normal, warna coklat
warna coklat
Lensa Keruh keruh

Pemeriksaan Slit Lamp


(Tidak dilakukan)
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : N +
NCT: 17 mmHg err
Funduskopi (Tidak dilakukan)
VISUAL FIELD
Konfrontasi menyempit Tidak dapat dinilai

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 155 Cm
Berat badan 56 Kg
Tekanan darah 140/80 mmHg
Nadi 89 kali/menit
Suhu 36,70C
Pernapasan 22 kali/menit

Diagnosis : Glaukoma Absolut OS + Glaukoma Primer Sudut Terbuka OD

Diffrential Diagnosa :
- Glaukoma sekunder
- Katarak komplikata

Pengobatan :
- Timolol 0.5% 2x1 tetes (ODS)
- Azopt 1% 3x1 tetes (ODS)
- Vitamin B1 3x1 Tab
Prognosis :
Q Quoad vitam : dubia ad malam
Quoad functionam : malam
Quoad sanationam : malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Bilik Mata Depan (COA)


3.1.1. Anatomi
Bilik mata depan merupakan struktur penting dalam hubungannya dengan
pengaturan tekanan intraokuler. Hal ini disebabkan karena pengaliran cairan
aquos harus melalui bilik mata depan terlebih dahulu sebelum memasuki kanal
Schlemm.1 Bilik mata depan dibentuk oleh persambungan antara kornea perifer
dan iris.
Bagian mata yang penting dalam glaukoma adalah sudut filtrasi. Sudut
filtrasi ini berada dalam limbus kornea. Limbus adalah bagian yang dibatasi oleh
garis yang menghubungkan akhir dari membran descement dan membran
bowman, lalu ke posterior 0,75 mm, kemudian ke dalam mengelilingi kanal
schlem dan trabekula sampai ke COA. Limbus terdiri dari dua lapisan epitel dan
stroma. Epitelnya dua kali setebal epitel kornea. Di dalam stroma terdapat serat –
serat saraf dan cabang akhir dari a. Siliaris anterior.1,2,6,7
Sudut filtrasi berbatas dengan akar berhubungan dengan sklera dan kornea,
di sini ditemukan sklera spur yang membuat cincin melingkar 360 derajat dan
merupakan batas belakang sudut filtrasi, serta tempat insersi otot siliar logitudinal.
Pada sudut filtrasi terdapat garis schwalbe yang merupakan akhir perifer endotel
dan membran descement dan kanal schlemm yang menampung cairan mata keluar
ke salurannya. 7
Bagian terpenting dari sudut filtrasi adalah trabekula, yang terdiri dari:1,2,6,7
a. Trabekula korneoskleral, serabutnya berasal dari lapisan dalam stroma
kornea dan menuju ke belakang, mengelilingi kanal schlemm untuk
berinsersi pada sklera.
b. Scleralspur (insersidari m. Ciliaris) dan sebagian ke m. Ciliaris meridional.
c. Serabut berasal dari akhir membran descement (garis schwalbe) menuju ke
jaringan pengikat m. Siliaris radialis dan sirkularis.
d. Ligamentum pektinatum rudimenter,berasal dari dataran depan iris menuju
ke depan trabekula. Trabekula terdiri dari jaringan kolagen, jaringan
homogen, elastis dan seluruhnya diliputi endotel.
Kanal schlemn merupakan kapiler yang dimodufikasi yang mengelilingi
kornea. Dindingnya terdiri dari satu lapisan sel. Pada dinding sebelah dalam
terdapat lubang – lubang sebesar 2 U, sehingga terdapat hubungan langsung
antara trabekula dan kanal shlemn. Dari kanal schlemn, keluar salura kolektor, 20
– 30 buah, yang menuju ke pleksus vena di dalam jaringan sklera dan episkelera
dan vena siliaris anterior di badan siliar.2,7

3.1.2. Fisiologi Aquos Humor


Produksi Cairan Aquos
Cairan aquos diproduksi epitel non pigmen dari korpus siliaris,
tepatnya dari plasma darah di jaringan kapiler proccesus siliaris. Fungsi
Cairan aquos adalah sebagai cairan yang mengisi bilik mata depan, cairan
aquos berfungsi untuk menjaga tekanan intraokuler, memberi nutrisi ke
kornea dan lensa dan juga memberi bentuk ke bola mata anterior.
Volumenya sekitar 250 µL dengan jumlah yang diproduksi dan
dikeluarkan setiap harinya berjumlah 5 mL/hari.8 Cairan ini bersifat asam
dengan tekanan osmotik yang lebih tinggi dibandingkan plasma.
Tiga Proses Produksi Humor Aquous oleh proc. Ciliar (epitel ciliar) :
1. Transpor aktif (sekresi)
Transpor aktif menggunakan energi untuk memindahkan substansi
melawan gradien elektrokimia dan tidak bergantung pada tekanan. Ciri-
ciri tepatnya ion atau ion-ion yang ditranspor tidak diketahui, akan tetapi
sodium, klorida, potasium, asam askorbat, asam amino dan bikarbonat ikut
terlibat. Transpor aktif diperhitungkan untuk sebagian besar produksi
akueus dan melibatkan, setidaknya sebagian, aktivitas enzim carbonic
anhydrase II dan Na+K+ pump diaktivasi ATPase. 8
2. Ultrafiltrasi
Ultrafiltasi berkenaan dengan pergerakan yang bergantung pada
tekanan sepanjang gradien tekanan. Pada prosesus siliaris, tekanan
hidrostatik dibedakan antara tekanan kapiler dan tekanan intraokular yang
menyokong pergerakan cairan kedalam mata, sedangkan gradien onkotik
diantara keduanya menghambat pergerakan cairan. Hubungan antara
sekresi dan ultrafiltrasi tidak diketahui. 8
3. Difusi
Difusi adalah pergerakan pasif ion-ion melewati membran yang
berhubungan dengan pengisian. Sodium sangat bertanggungjawab untuk
pergerakan cairan kedalam camera oculi posterior. 8

Supresi Pembentukan Akueus


Mekanisme aksi dari beberapa kelas obat-obatan yang menekan
pembentukan akueus – penghambat karbonik anhidrase, β-adrenergik
antagonis (β-bloker) dan α2-agonis – tidak sepenuhnya dipahami. Peranan
enzim karbonik anhidrase sangat diperdebatkan. Fakta memberi kesan
bahwa ion bikarbonat secara aktif disekresi didalam mata; jadi fungsi
enzim tersebut mungkin untuk menyediakan ion ini. Karbonik anhidrase
mungkin juga menyediakan ion bikarbonat ataupun ion hidrogen untuk
sistem penyangga intrasel. 8
Fakta terkini mengindikasikan bahwa β2-reseptor merupakan
reseptor adrenergik yang paling lazim berada dalam epitel silier. Namun
arti dari temuan ini tidak jelas, tapi antagonis β-adrenergik dapat
mempengaruh transpor aktif dengan menyebabkan penurunan baik
efisiensi pompa Na+K+ maupun jumlah kedudukan pompa. 8
Humor aquos diproduksi oleh korpus siliare. Ultrafiltrasi plasma
yang dihasilkan di stroma prosesus siliaris dimodofikasi oleh fungsi sawar
dan prosesus sekretorius epitel siliaris. Setelah masuk ke bilik mata
belakang, humor aquos mengalir melalui pupil ke bilik mata depan Lalu ke
jalinan trabekular di sudut bilik mata depan. Selama periode ini, terjadi
pertukaran diferensial komponen-komponen dengan darah di iris. 8
Kecepatan produksi cairan aquos diukur dalam satuan mikroliter
per menit (µL/menit). Para peneliti di Amerika Serikat melakukan
penelitian terhadap 300 orang dengan tekanan intraokuler normal yang
berusia antara 3 sampai 38 tahun dengan menggunakan teknik
penyaringan (scan) fluorofotometri. Dalam penelitian tersebut didapat
bahwa kecepatan rata-rata aliran cairan aquos pada jam 8.00 – 16.00
berkisar antara 2,75 ± 0.63 µL/menit sehingga didapat batas normal
produksi cairan aquos sekitar 1,8 –4,3 µL/menit. Kecepatan ini dalam
sehari dapat bervariasi yang disebut dengan variasi diurnal yaitu kecepatan
selama tidur ±1,5 kali lebih cepat dari pada pagi hari.4

3.1.3. Komposisi Cairan Aquos


Humor akueus adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata depan
dan bilik mata belakang. Humor akueus dibentuk dari plasma didalam jalinan
kapiler prosesus siliaris. Tekanan osmotiknya sedikit lebih tinggi daripada plasma.
Komposisinya serupa dengan plasma kecuali bahwa cairan ini memiliki
konsentrasi askorbat, piruvat, dan laktat yang lebih tinggi; dan protein, urea dan
glukosa yang lebih rendah. Unsur pokok dari humor akueus normal adalah air
(99,9%), protein (0,04%) dan lainnya dalam milimol/kg adalah Na+ (144), K+
(4,5), Cl- (110), glukosa (6,0), asam laktat (7,4), asam amino (0,5) dan inositol
(0,1). Normal produksi rata-rata adalah 2,3 µl/menit.2,8

3.1.4. Mekanisme Pengaliran Cairan Aquos


Humor akuous diproduksi oleh epitel non pigmen dari korpus siliaris dan
mengalir ke dalam bilik posterior, kemudian masuk diantara permukaan posterior
iris menilai sudut pupil.
Selanjutnya masuk ke bilik anterior. Humor akuous keluar dari bilik
anterior melalui dua jalur konvensional (jalur trabekula) dan jalur uveosklera
(jalur non trabekula).
1. Jalur trabekulum (konvensional) 2,8
Kebanyakan humor akueus keluar dari mata melalui jalur jalinan trabekula-kanal
Schlemm-sistem vena. Jalinan trabekula dapat dibagi kedalam tiga bagian : 8
- Uveal
- Korneoskleral
- Jukstakanalikular
Tahanan utama aliran keluar terdapat pada jaringan juksta kanalikular.
Fungsi jalinan trabekula adalah sebagai katup satu jalan yang membolehkan
akueus meninggalkan mata melalui aliran terbesar pada arah lain yang tidak
bergantung pada energi. Akueus bergerak melewati dan diantara sel endotelial
yang membatasi dinding dalam kanal Schlemm. Sekali berada dalam kanal
Schlemm, akueus memasuki saluran kolektor menuju pleksus vena episklera
melalui kumpulan kanal sklera. 1,2,8
2. Jalur uveosklera (nonkonvensional)
Pada mata normal setiap aliran non-trabekular disebut dengan aliran
uveoskleral. Mekanisme yang beragam terlibat, didahului lewatnya akueus dari
camera oculi anterior kedalam otot muskularis dan kemudian kedalam ruang
suprasiliar dan suprakoroid. Cairan kemudian keluar dari mata melalui sklera
yang utuh ataupun sepanjang nervus dan pembuluh darah yang memasukinya.
Aliran uveoskleral tidak bergantung pada tekanan. Aliran uveoskleral
ditingkatkan oleh agen sikloplegik, adrenergik, dan prostaglandin dan beberapa
bentuk pembedahan (misal siklodialisis) dan diturunkan oleh miotikum. 8

Humor akuos berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk
organ di dalam mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea,
disamping itu juga berguna untuk mengangkut zat buangan hasil metabolisme
pada kedua organ tersebut. Adanya cairan tersebut akan mempertahankan bentuk
mata dan menimbulkan tekanan dalam bola mata (tekanan intra okuler).
Untuk mempertahankan keseimbangan tekanan di dalam bola mata cairan
aquos diproduksi secara konstan serta dialirkan keluar melalui sistem drainase
mikroskopik.
Kecepatan pembentukan cairan aquos dan hambatan pada mekanisme
pengaliran keluarnya menentukan besarnya tekanan intraokuler. Normalnya
tekanan di dalam bola mata berkisar antara 10-20 mmHg.8
Peningkatan tekanan intraokuler dapat terjadi akibat produksi cairan aquos
yang meningkat misalnya pada reaksi peradangan dan tumor intraokuler atau
karena aliran keluarnya yang terganggu akibat adanya hambatan pada
pratrabekular, trabekular atau post trabekular.7
Resistensi utama terhadap aliran keluar humor aquous dari COA adalah
lapisan endotel saluran schlemm dan bagian-bagian jalinan trabekula di dekatnya,
bukan dari sistem pengumpul vena. Tetapi tekanan di jaringan vena episklera
menentukan besar minimum tekanan intraokular yang dicapai oleh terapi medis.

3.2. Glaukoma
3.2.1.`Definisi
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit neurooptic yang
menyebabkan kerusakan serat optik (neuropati optik), yang ditandai dengan
kelainan atau atrofi papil nervus opticus yang khas, adanya ekskavasi
glaukomatosa, serta kerusakan lapang pandang dan biasanya disebabkan oleh
efek peningkatan tekanan intraokular sebagai faktor resikonya.

3.2.2. Epidemiologi Glaukoma


Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tertinggi, 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma.
Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih
banyak diserang daripada wanita.2
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman
yang menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner.3 Di Amerika
Serikat, kira-kira 2.2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap
glaukoma, sebanyak 120,000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya
Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar
3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300,000 kasus glaukoma yang
baru dan kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut
tertutup) merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Persentase ini lebih
tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burma dan Vietnam di Asia
Tenggara.. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih menyebabkan
kebutaan dibandingkan orang kulit putih.2,4
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat
pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase
itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7%
dan Thailand 0,3%.5 Menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan
Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak
(0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang
berhubungan dengan usia lanjut (0,38%).

3.2.3. Faktor Resiko


1. Tekanan intarokuler yang tinggi
Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21 mmHg berisiko tinggi terkena
glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih
rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2%
dari populasi 40 tahun yang terkena glaukoma
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga
Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita galukoma mempunyai
risiko 6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-
beradik kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
4. Obat-obatan
Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang
mengandung steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya
glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Riwayat penyakit lain (Riwayat penyakit Diabetes, Hipertensi) 9

3.2.4. Patofisiologi Terjadinya Glaukoma


Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai
makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar
dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi
cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari
bola mata. Pada glaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu
dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara
tekanan, tegangan dan regangan.7
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa
dinding korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila
penekan pada sklera tidak benar.
2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan
yang rendah dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama
pada papil optik ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya
berangsur-angsur naik dapat mengalami robekan dibawah otot rektus lateral.
3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri.
Tingginya tekanan intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus
humor oleh badan siliar dan pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus
humor melalui sudut bilik mata depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik
mata depan, keadaan jalinan trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan
tekanan vena episklera.
Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg pada
pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20 mmHg
yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila tekanan
lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz).2,6,7
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga
menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin.2
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus
diduga disebabkan oleh ; gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan
degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada
cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh
peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik
menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling
lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada
bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik. Serabut atau sel
syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola
mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel
tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen. 2,6
Keterangan gambar : Normal dan abnormal aliran humor aquos :
a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute
uveasklera (panah kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan
aliran humor aquos melewati anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan
ke sirkulasi vena mata.
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini
terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok
aliran humor aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal).

3.2.5. Klasifikasi
Glaukoma dibagi atas glaukoma primer, sekunder, dan kongenital :
1. Glaukoma Primer
- Glaukoma sudut tertutup (closed angle glaucoma, acute congestive
glaucoma)
- Glaukoma sudut terbuka (open angle glaucoma, chronic simple glaucoma)
2. Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata,
disebabkan :
- Kelainan lensa
 Luksasi
 Pembengkakan (intumesen)
 Fakoltik
- Kelainan uvea
 Uveitis
 Tumor
- Trauma
 Perdarahan dalam bilik mata depan (hifema)
 Perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkanleukoma
adheren
- Pembedahan
Bilik mata depan yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan katarak
- Penyebab glaukoma sekunder lainnya
 Rubeosis iridis (akibat trombosis vena retina sentral)
 Penggunaan kortikosteroid topikal berlebihan
3. Glaukoma Kongenital
Glaukoma kongenital primer atau glaukoma infantil (Buftalmos,
hidroftalmos). Glaukoma yang bertalian dengan kelainan kongenital lain.
4. Glaukoma Absolut
Keadaan terakhir suatu glaukoma yaitu dengan kebutaan total dan bola mata
nyeri.

3.2.6. Gejala Klinis


Glaukoma disebut sebagai “pencuri penglihatan” karena berkembang
tanpa ditandai dengan gejala yang nyata. Oleh karena itu, separuh dari penderita
glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Biasanya
diketahui disaat penyakitnya sudah lanjut dan telah kehilangan penglihatan.
Pada glaukoma sudut terbuka akan terjadi penglihatan yang kabur dan
penurunan persepsi warna dan cahaya. Terjadi penurunan luas lapang pandang
yang progresif. Yang pertama hilang adalah lapang pandang perifer yang pada
akhirnya hanya akan menyisakan penglihatan yang seperti terowongan (tunnel
vision). Penderita biasanya tidak memperhatikan kehilangan lapang pandang
perifer ini karena lapang pandang sentralnya masih utuh.
Pada glaukoma sudut tertutup dapat terjadi gejala nyeri, sakit kepala,
nausea, mata merah, penglihatan kabur dan kehilangan penglihatan.
Tanda klinis glaukoma:
1. Pada pemeriksaan penyinaran oblik atau dengan slit-lamp didapatkan
bilik mata depan normal.
2. Peningkatan TIO yang dapat diukur dengan tonometri Schiotz,
aplanasiGoldmann dan Non Contact Tonometry (NCT). Peningkatan TIO
padaglaukoma yang disebabkan kortikosteroid biasanya terjadi secara
perlahan-lahan.
3. Perubahan pada diskus saraf optik, dibagi menjadi early glaucomatous dan
advanced glaucomatous changes.
a. Early glaucomatous changes ditandai dengan :
 Perubahan cup menjadi lebih oval dibagian vertikal akibat
adanyakerusakan pada jaringan saraf dibagian kutub inferior dan
superior.
 Asimetri dari cup (cekungan ) papil saraf optik.
 Cup yang besar (normal 0,3-0,4)
 Perdarahan disekitar papil saraf optik.
 Diskus tampak lebih pucat.
 Atrofi dari papil saraf optik.
b. Advanced glaukomatous changes ditandai dengan :
 Ekskavasi dari cup sampai ke diskus saraf optik dengan CDR : 0,7 – 0.9
 Penipisan jaringan neuroretinal.
 Adanya pergeseran ke nasal dari pembuluh darah retina.
 Pulsasi dari arteriol retina mungkin tampak saat TIO sangat tinggidan
patognomonik untuk glaukoma.
 Lamellar dot sign

4. Atrofi optik glaukomatous.


Sebagai akibat progresif dari glaukoma dimana semua jaringan retina pada
diskus mengalami kerusakan dan papil saraf optik terlihat putih/pucat. Factor
mekanik dan vascular memegang peranan pentingterhadap terjadinya cupping
dari diskus saraf optik. Efek mekanik daripeningkatan TIO menyebabkan
penekanan terhadap nervus optikus padalamina kribrosa sehingga mengganggu
aliran aksoplasmik dari nervus optikus.Selain itu peningkatan TIO
menyebabkan penekanan pada pembuluh darah diretina sehingga terjadi
iskemik pada retina.
5. Defek lapangan pandang

3.2.7. Diagnosis Banding


Iritis akut dan konjungtivitis harus dipertimbangkan sebagai diagnosis
banding pada glaukoma sudut tertutup bila ada radang mata akut, meskipun pada
kedua hal tersebut di atas jarang disertai bilik mata depan yang dangkal atau
tekanan yang meninggi.
1. Pada iriditis akut terdapat lebih banyak fotofobia, tetapi rasa nyerinya kurang
jika dibandingkan dengan glaukoma. Tekanan intraokular normal, pupil kecil
dan kornea tidak sembab. “Flare” dan sel-sel terlihat didalam bilik mata
depan, dan terdapat injeksi siliar dalam (deep ciliary injection).
2. Pada konjungtivitis akut tidak begitu nyeri atau tidak nyeri sama sekali, dan
tajam pengelihatan tidak menurun. Ada kotoran mata dan konjungtiva sangat
meradang, tetapi tidak ada injeksi siliar. Reksi pupil normal, kornea jernih dan
tekanan intraokular normal.
3. Iridosiklitis dengan glaukoma sekunder kadang-kadang sukar dibedakan.
Goniuskopi untuk menentukan jenis sudut sangatlah membantu. Jika
pengamatan terganggu dengan adanya kekeruhan kornea atau kekeruhan
didalam bilik mata depan, maka untuk memastikan diagnosis bisa dilakukan
genioskopi pada mata lainnya, dan ini sangat membantu. 12

3.2.8. Pemeriksaan Penunjang 1,2,10,13,14,15

Untuk mendiagnosis glaukoma dilakukan sejumlah pemeriksaan yang


rutin dilakukan pada seseorang yang mengeluh rasa nyeri di mata, penglihatan dan
gejala prodromal lainnya. Pemeriksaan yang dilakukan secara berkala dan dengan
lebih dari satu metode akan lebih bermakna dibandingkan jika hanya dilakukan 1
kali pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut meliputi:
a. Tajam penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk
glaukoma, namun tetap penting, karena ketajaman penglihatan yang baik,
misalnya 6/6 belum berarti tidak glaukoma.

b. Tonometri

Tonometri diperlukan untuk memeriksa tekanan intraokuler. Ada 3 macam


tonometri, yaitu:
1. Digital
Merupakan teknik yang paling mudah dan murah karena tidak
memerlukan alat. Caranya dengan melakukan palpasi pada kelopak mata
atas, lalu membandingkan tahanan kedua bola mata terhadap tekanan jari.
Hasil pemeriksaan ini diinterpretasikan sebagai T.N yang berarti tekanan
normal, Tn+1 untuk tekanan yang agak tinggi, dan Tn-1 untuk tekanan yang
agak rendah. Tingkat ketelitian teknik ini dianggap paling rendah karena
penilaian dan interpretasinya bersifat subjektif.
2. Tonometer Schiøtz
Tonometer Schiøtz ini bentuknya sederhana, mudah dibawa, gampang
digunakan dan harganya murah. Tekanan intraokuler diukur dengan alat
yang ditempelkan pada permukaan kornea setelah sebelumnya mata
ditetesi anestesi topikal (pantokain). Jarum tonometer akan menunjukkan
angka tertentu pada skala. Pembacaan skala disesuaikan dengan kalibrasi
dari Zeiger-Ausschlag Scale yang diterjemahkan ke dalam tekanan
intraokuler.
3. Tonometer aplanasi Goldmann
Alat ini cukup mahal dan tidak praktis, selain itu memerlukan slitlamp
yang juga mahal. Meskipun demikian, di dalam komunikasi internasional,
hanya tonometri dengan aplanasi saja yang diakui. Dengan alat ini,
kekakuan sklera dapat diabaikan sehingga hasil yang didapatkan menjadi
lebih akurat.

c. Genioskopi
Gonioskopi sangat penting untuk ketepatan diagnosis glaukoma. Gonioskopi
dapat menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Pemeriksaan ini
sebaiknya dilakukan pada semua pasien yang menderita glaukoma, pada
semua pasien suspek glaukoma, dan pada semua individu yang diduga
memiliki sudut bilik mata depan yang sempit. Dengan gonioskopi dapat
dibedakan glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka, juga dapat
dilihat adanya perlekatan iris bagian perifer ke depan (peripheral anterior
sinechiae).

Pada gonioskopi terdapat 5 area spesifik yang dievaluasi di semua


kuadran yang menjadi penanda anatomi dari sudut bilik mata depan:
1) Iris perifer, khususnya insersinya ke badan siliar.
2) Pita badan siliar, biasanya tampak abu-abu atau coklat.
3) Taji sklera, biasanya tampak sebagai garis putih prominen di alas pita
badan shier.
4) Trabekulum meshwork
5) Garis Schwalbe, suatu tepi putih tipis tepat di tepi trabekula
Meshwork. Pembuluh darah umumnya terlihat pada sudut normal
terutama pada biru.

d. Lapang Pandang (perimetry)


Yang termasuk ke dalam pemeriksaan ini adalah lapangan pandang sentral dan
lapangan pandang perifer. Pada stadium awal, penderita tidak akan menyadari
adanya kerusakan lapangan pandang karena tidak mempengaruhi ketajaman
penglihatan sentral. Pada tahap yang sudah lanjut, seluruh lapangan pandang
rusak dengan tajam penglihatan sentral masih normal sehingga penderita
seolah-olah melihat melalui suatu teropong (tunnel vision).

e. Oftalmoskopi
Pada pemeriksaan oftalmoskopi, yang
harus diperhatikan adalah keadaan papil.
Perubahan yang terjadi pada papil
dengan glaukoma adalah penggaungan
(cupping) dan degenerasi saraf optik
(atrofi). Jika terdapat penggaungan lebih
dari 0,3 dari diameter papil dan tampak
tidak simetris antara kedua mata, maka
harus diwaspadai adanya ekskavasio
glaukoma.

Gambar 1. Diskus optikus Gambar 2. Rasio C/D pada Gambar 3. ‘Cup’ nervus
normal. Lihat batas tegas dari nervus optikus ini mendekati optikus yang bersifat
diskus optikus, demarkasi 0,6. Hubungan klinis dengan glaukomatous. ‘Cup’ pada
yang jelas dari ‘cup’, dan riwayat dari pasien dan juga nervus optikus ini membesar
warna pink cerah dari sisi pemeriksaan menunjukkan sampai 0,8, dan terdapat
neuroretinal. bahwa nervus optikus ini penipisan yang khas pada sisi
abnormal. inferior neuroretinal,
terbentuk suatu “takik”.

f. Tonografi
Tonografi dilakukan untuk mengukur banyaknya cairan aquos yang
dikeluarkan melalui trabekula dalam satu satuan waktu

g. Tes Provokasi
Tes ini dilakukan pada keadaan dimana seseorang dicurigai menderita
glaukoma. Untuk glaukoma sudut terbuka, dilakukan tes minum air, pressure
congestion test, dan tes steroid. Sedangkan untuk glaukoma sudut tertutup,
dapat dilakukan tes kamar gelap, tes membaca dan tes midriasis.
Uji lain pada glaukoma
 Uji Kopi
Penderita meminum 1-2 mangkok kopi pekat, bila tekanan bola mata naik
15-20 mmHg setelah minum 20-40 menit menunjukkan adanya glaukoma.
 Uji Minum Air
Sebelum makan pagi tekanan bola mata diukur dan kemudian pasien
disuruh minum dengan cepat 1 liter air. Tekanan bola mata diukur setiap
15 menit. Bila tekanan bola mata naik 8-15 mmHg dalam waktu 45 menit
pertama menunjukkan pasien menderita glaukoma.
 Uji Steroid
Pada pasien yang dicurigai adanya glaukoma terutama dengan riwayat
glaukoma simpleks pada keluarga, diteteskan betametason atau
deksametason 0,1% 3-4 kali sehari. Tekanan bola mata diperiksa setiap
minggu. Pada pasien berbakat glaukoma maka tekanan bola mata akan
naik setelah 2 minggu.
 Uji Variasi Diurnal
Pemeriksaan dengan melakukan tonometri setiap 2-3 jam sehari penuh,
selama 3 hari biasanya pasien dirawat. Nilai variasi harian pada mata
normal adalah antara 2-4 mmHg, sedang pada glaukoma sudut terbuka
variasi dapat mencapai 15-20 mmHg. Perubahan 4-5 mmHg sudah
dicurigai keadaan patologik.
 Uji Kamar Gelap
Pada uji ini dilakukan pengukuran tekanan bola mata dan kemudian pasien
dimasukkan ke dalam kamar gelap selama 60-90 menit. Pada akhir 90
menit tekanan bola mata diukur. 55% pasien glaukoma sudut terbuka akan
menunjukkan hasil yang positif, naik 8 mmHg.
 Uji provokasi pilokarpin
Tekanan bola mata diukur dengan tonometer, penderita diberi pilokarpin
1% selama 1 minggu 4 kali sehari kemudian diukur tekanannya.

3.2.9. Penatalaksanaan Glaukoma 1,2,10,13,14,15


Sasaran utama pengobatan glaukoma adalah untuk menurunkan tekanan
intraokuler sehingga dapat mencegah terjadinya penurunan lapangan pandang dan
ketajaman penglihatan lebih lanjut yang berujung pada kebutaan dengan cara
mengontrol tekanan intraokuler supaya berada dalam batasan normal.
Penatalaksanaan glaukoma terdiri dari tiga macam, yaitu medikamentosa,
pembedahan dan laser. Pembedahan dan laser dilakukan jika obat-obatan tidak
mampu mengontrol tekanan intraokuler.
1. Medikamentosa
Berdasarkan tujuan farmakoterapinya, obat anti glaukoma dibedakan menjadi
empat jenis, yaitu: untuk supresi produksi cairan aquos, meningkatkan aliran
keluar cairan aquos, menurunkan volume korpus vitreus.
a). Supresi produksi cairan aquos
 Antagonis adrenergik ß
Obat ini dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan obat lain.
Efek samping: pada penggunaan adrenergik sering terjadi reaksi alergi,
pandangan kabur, sakit kepala, rasa terbakar di mata, takikardia dan
aritmia.
 Agonis adrenergik α
Bekerja untuk mengurangi produksi cairan aquos dan meningkatkan
drainase. Efek samping: rasa terbakar di tempat meneteskan obat
topikal, midriasis, hipertensi, malaise, sakit kepala, mulut dan hidung
terasa kering.
 Inhibitor karbonik anhidrase (CAI)
Bekerja mengurangi produksi cairan aquos sebesar 40-60% dengan
menghambat kerja enzim karbonik anhidrase di korpus siliaris. Obat
ini bisa diberikan per oral ataupun intravenous. Efek samping:
paresethesia di lengan dan tungkai, dispepsia, gangguan ingatan,
depresi, batu ginjal, dan polakisuria. Inhibitor karbonik anhidrase
diturunkan dari golongan sulfa, sehingga bisa juga menyebabkan
aplastik anemia walaupun hal ini jarang terjadi.

b). Meningkatkan aliran keluar cairan aquos


 Parasimpatomimetik
Obat yang digunakan merupakan golongan agonis kolinergik. Bekerja
pada anyaman trabekular dengan meningkatkan kontraksi otot siliaris
sehingga pupil mengalami miosis. Karena efek inilah maka obat
parasimpatomimetik sering juga disebut obat miotik. Kontriksi pupil
sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut tertutup. Efek
samping: diare, kram perut, hipersalivasi, enuresis dan bisa juga reaksi
alergi.

c). Meningkatkan aliran keluar cairan aquos


Obat-obat hiperosmotik, seperti gliserin, menyebabkan darah menjadi
hipertonik sehingga air tertarik keluar dari korpus vitreus dan terjadi
penciutan korpus vitreus. Efek samping: sakit pinggang, sakit kepala,
gangguan mental. Pada pasien DM, obat ini bisa menyebabkan
hiperglikemia atau bahkan ketoasidosis. Penatalaksanaan terbaik untuk
glaukoma sudut tertutup adalah pembedahan. Terapi medikamentosa
hanya merupakan pengobatan pendahuluan sebelum penderita dioperasi.
Terapi diberikan sesuai dengan fase penyakit.

Obat yang biasa dipakai untuk glaukoma sudut tertutup adalah:


a. Parasimpatomimetik: pilokarpin 2-4%, setiap menit 1 tetes selama 5 menit.
Kemudian diteruskan setiap jam.
b. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 250 mg, 2 tablet. Kemudian
disusul dengan 1 tablet tiap 4 jam.
c. Hiperosmotik: gliserin 50%, 1-1,5 gr/kg yang diberikan per oral.
Dengan pengobatan seperti di atas, tekanan dapat turun sampai di bawah 25
mmHg dalam waktu 24 jam. Bila tekanan intraokuler sudah turun, operasi
harus dilakukan dalam 2-4 hari kemudian. Pengobatan glaukoma sudut terbuka
diberikan semaksimal mungkin sehingga tercapai tekanan intraokuler normal,
ekstravasasi tidak bertambah dan lapangan pandang tidak memburuk. Namun,
obat yang diberikan haruslah yang mudah diperoleh dan mempunyai efek
samping yang minimal.

Obat yang bisa dipakai untuk glaukoma sudut terbuka adalah :


a. Parasimpatomimetik: pilokarpin 2-4%, 1 tetes, 3-6 kali sehari atau eserin
0,25-0,5%, 1 tetes, 3-6 kali sehari
b. Agonis-α: epinefrin 0,5-2%, 1 tetes, 2 kali sehari
c. ß-blocker: timolol maleat 0,25-0,5%, 1 tetes, 1-2 kali sehari
d. Inhibitor karbonik anhidrase: asetazolamid 250 mg, 1 tablet, 4 kali sehari
Obat-obat ini biasanya diberikan secara tunggal atau bila perlu dapat
dikombinasi. Bila dengan pengobatan tersebut tekanan intraokuler terkontrol
dengan baik, maka penderita harus menggunakan obat tersebut seumur hidup.
Kalau tidak berhasil, frekuensi penetesan atau dosis obat dapat ditingkatkan.

2. Tindakan pembedahan
Pembedahan ditujukan untuk memperlancar aliran keluar cairan aquos
di dalam sistem drainase atau sistem filtrasi sehingga prosedur ini disebut
teknik filtrasi. Pembedahan dapat menurunkan tekanan intraokuler jika dengan
medikamentosa tidak berhasil. Walaupun telah dilakukan tindakan
pembedahan, penglihatan yang sudah hilang tidak dapat kembali normal,
terapi medikamentosa juga tetap dibutuhkan, namun jumlah dan dosisnya
menjadi lebih sedikit.
a). Trabekulektomi
Merupakan teknik yang paling
sering digunakan. Pada teknik ini,
bagian kecil trabekula yang terganggu
diangkat kemudian dibentuk bleb dari
konjungtiva sehingga terbentuk jalur
drainase yang baru. Lubang ini akan
meningkatkan aliran keluar cairan
aquos sehingga dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Tingkat keberhasilan operasi ini cukup tinggi pada
tahun pertama, sekitar 70-90%. Sayangnya di kemudian hari lubang
drainase tersebut dapat menutup kembali sebagai akibat sistem
penyembuhan terhadap luka sehingga tekanan intraokuler akan meningkat.
Oleh karena itu, terkadang diperlukan obat seperti mitomycin-C and 5-
fluorourasil untuk memperlambat proses penyembuhan. Teknik ini bisa
saja dilakukan beberapa kali pada mata yang sama.

b). Iridektomi perifer


Pada tindakan ini dibuat celah kecil pada kornea bagian perifer
dengan insisi di daerah limbus. Pada tempat insisi ini, iris dipegang
dengan pinset dan ditarik keluar. Iris yang keluar digunting sehingga akan
didapatkan celah untuk mengalirnya cairan aquos secara langsung tanpa
harus melalui pupil dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Teknik
ini biasanya dilakukan pada glaukoma sudut tertutup, sangat efektif dan
aman, namun waktu pulihnya lama.

c). Sklerotomi dari Scheie


Pada Operasi Scheie diharapkan terjadi pengaliran cairan aquos di
bilik mata depan langsung ke bawah konjungtiva. Pada operasi ini
dilakukan pembuatan flep konjungtiva di limbus atas (arah jam 12) dan
dibuat insisi korneoskleral ke dalam bilik mata depan. Untuk
mempertahankan insisi ini tetap terbuka, dilakukan kauterisasi di tepi luka
insisi. Kemudian flep konjungtiva ini ditutup. Dengan operasi ini
diharapkan terjadinya filtrasi cairan aquos melalui luka korneoskleral ke
subkonjungtiva.

d). Cryotherapy surgery


Pada glaukoma absolut badan siliar berfungsi normal memproduksi
cairan akuos, tapi arus keluar terhambat untuk satu alasan atau yang lain.
Sehingga tekanan intraokular yang tinggi menyebabkan rasa sakit kepada
pasien dan menyebabkan mata buta yang menyakitkan.
Karena itu, dilakukan dengan cara menghancurkan badan siliar
dengan cyclocryotherapy mengarah pada mengurangi pembentukan cairan
akuos, menurunkan tekanan intraokular dan memperbaiki rasa sakit..
Caranya terlebih dahulu menginjeksikan obat anestesi dibawah
permukaan retrobulbar dan injeksi 2% Xylocain, melingkar dan
mencembung dari retina (cryo-probe) dengan diameter 4 mm, dilakukan
langsung pada permukaan konjungtiva utuh, pusat ujung menjadi 4 mm
dari limbus, selama 1 menit pada suhu sekitar-60 ° sampai -65 °, secara
langsung di atas tubuh ciliary. Dalam semua kasus, probe diaplikasikan
sedemikian rupa sehingga margin es-kawah menyentuh satu sama lain
pada setiap aplikasi, dan aplikasi yang diberikan di sekeliling limbus,
kecuali dalam dua belas pertama matanya di mana ia diterapkan di bagian
atas saja.
Setelah cryosurgery mata yang empuk selama 24 jam, dengan
menggunakan salep mata chloromphenical yang kemudian dilanjutkan 4
kali sehari. Tidak ada obat anti-inflamasi digunakan baik secara lokal atau
sistemik. Hanya analgesik diberikan.
Pasca-operasi tekanan intraokular diperiksa setelah 24 jam, pada
hari ke 7, hari ke 14, 6 minggu dan 3 bulan setelah operasi. Keunggulan
melakukan cyclocryotherapy karena memiliki keunggulan cyclodiathermy
suhu subfreezing kurang merusak struktur lain mata, dapat dengan aman
diulang beberapa kali, dapat dilakukan sebagai prosedur rawat jalan.

3. Laser
Pada teknik laser, operator akan mengarahkan sebuah lensa pada mata
kemudian sinar laser diarahkan ke lensa itu yang akan memantulkan sinar ke
mata. Risiko yang dapat terjadi pada teknik ini yaitu tekanan intraokuler yang
meningkat sesaat setelah operasi. Namun hal tersebut hanya berlangsung
untuk sementara waktu. Beberapa tindakan operasi yang lazim dilakukan
adalah :
a). Laser Iridektomy
Teknik ini biasa digunakan sebagai terapi pencegahan yang aman
dan efektif untuk glaukoma sudut tertutup. Dilakukan dengan membuat
celah kecil di iris perifer dan mengangkat sebagian iris yang menyebabkan
sempitnya sudut bilik mata depan. Beberapa keadaan yang tidak
memungkinkan dilakukannya laser iridektomy, diantaranya kekeruhan
kornea, sudut bilik mata depan yang sangat sempit dengan jaringan iris
yang sangat dekat dengan endotel kornea, penderita yang pernah menjalani
operasi ini sebelumnya namun gagal dan pada penderita yang tidak bisa
diajak bekerja sama.
Gambar : Laser iridektomi

Pada umumnya komplikasi yang terjadi pada laser iridektomi


meliputi kerusakan lokal pada lensa dan kornea, ablasio retina,
pendarahan, gangguan visus dan tekanan intra okular meningkat.
Kerusakan lensa dihindari dengan cara menghentikan prosedur dan segera
penetrasi iris untuk iridektomi lebih ke superior iris perifer

b). Laser Peripheral Iridotomy (LPI)


Dilakukan pada glaukoma sudut tertutup. Pada teknik ini dibuat
lubang kecil di iris perifer sehingga iris terdorong ke belakang lalu sudut
bilik mata depan akan terbuka.

c). Laser Trabeculoplasty


Dilakukan pada glaukoma
sudut terbuka. Sinar laser (biasanya
argon) ditembakkan ke anyaman
trabekula sehingga sebagian
anyaman mengkerut. Kerutan ini
dapat mempermudah aliran keluar cairan aquos. Pada beberapa kasus,
terapi medikamentosa tetap diperlukan. Tingkat keberhasilan dengan
Argon laser trabeculoplasty mencapai 75%. Karena adanya proses
penyembuhan luka maka kerutan ini hanya akan bertahan selama 2 tahun.
d). Neodymium: YAG laser cyclophotocoagulation (YAG CP)
Teknik ini digunakan pada glaukoma sudut tertutup. Caranya dengan
merusak sebagian corpus siliar sehingga produksi cairan aquos berkurang.

3.2.10. Komplikasi
Glaukoma absolut, yang merupakan stadium akhir glaukoma (sempit atau
terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total.

3.2.11. Prognosis
Tanpa pengobatan, glaukoma dapat mengakibatkan kebutaan total.
Apabila obat tetes anti glaukoma dapat mengontrol tekanan intraokular pada mata
yang belum mengalami kerusakan glaukomatosa luas, prognosis akan baik.
Apabila proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat
ditangani dengan baik 1,2
BAB IV
ANALISA KASUS

Resume Kasus
Pasien datang ke poli mata RSUD Abdul Manap dengan keluhan mata kiri
tidak dapat melihat. Keluhan ini terjadi secara perlahan-lahan sejak ± 4 tahun
yang lalu, yang diawali dengan pandangan pada mata kiri sedikit kabur. pasien
juga merasakan pandangan pada mata kiri semakin gelap, dan tidak bisa melihat
sama sekali.
Sedangkan pada mata kanan, pasien mengaku pandangannya kabur, dan
apabila melihat cahaya menjadi pudar. Hal tersebut sudah dirasakan kurang lebih
4 tahun yang lalu, dan terjadi secara perlahan-lahan. Namun, keluhan pada kedua
mata pasien tersebut diawali oleh mata kiri terlebih dahulu, untuk jarak waktu
timbulnya keluhan antar kedua mata, pasien mengaku lupa. Pasien mengeluh
apabila berjalan sering menabrak dan tersandung karena merasa penglihatannya
menyempit dan samar-samar untuk melihat benda-benda yang ada disekitarnya.
Saat ini pasien juga menggunakan kacamata yang sudah digunakan sejak kurang
lebih 1 tahun yang lalu.

Keluhan yang dirasakan ini tidak membaik dengan penggunaan kacamata.


mata merah (-), berair (-) nyeri (-), terasa mengganjal (-), gatal (-), riwayat trauma
kepala (-), trauma mata (-).Keluhan dirasakan terus menerus. Pasien mengaku
dapat melihat jelas hanya pada titik tengah pandangannya namun disekitarnya
terlihat buram dan semakin ke tepi semakin gelap. Keluhan dirasa semakin berat,
kemudian pasien memeriksakan diri ke dokter mata dan di diagnosis dengan
glaukoma dan telah mengenai saraf mata, os menjalani pengobatan rutin sejak saat
itu. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan penurunan visus yaitu VOD 5/60 dan
VOS 1/∞. Lapangan pandang mata kanan menyempit, Hasil dari pemeriksaan
NCT didapatkan TIO OD 17mmHg, dan OS error

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang maka


pasien didiagnosa glaukoma absolut OS + galukoma primer sudut terbuka OD.
Os kemudian diterapi dengan Timolol 0.5% 2x1 tetes (ODS), Azopt 1% 3x1
tetes (ODS),Vitamin B1 3x1 Tab.

Penatalaksanaan
Medikamentosa
Glaukoma primer terutama jika sudah kronis dengan penyempitan lapang
pandang dan peningkatan TIO yang signifikan harus diberikan terapi untuk
menurunkan tekanan bola mata serta mencegah kebutaan maupun
mempertahankan fungsi penglihataan yang masih baik.
Obat-obatan biasanya diberikan satu persatu atau kalau perlu dapat
dikombinasi. Kalau tidak berhasil, dapat dinaikkan frekuensi penetesannya atau
persentase obatnya, ditambah dengan obat tetes yang lain atau tablet.Monitoring
semacam inilah yang mengharuskan penderita glaukoma sudut terbuka selalu
dikelola oleh dokter dan perlu pemeriksaan yang teratur.
Pada kasus ini, pasien diberikan obat topikal tetes mata Timolol 0.5% 2x1
tetes (ODS), Azopt 1% 3x1 tetes (ODS),Vitamin B1 3x1 Tab.
Timolol merupakan beta bloker non selektif dengan aktivitas dan
konsentrasi tertinggi pada camera occuli posterior (COP) yang dicapai dalam
waktu 30-60 menit setelah pemberian topikal. Beta bloker dapat menurunkan
tekanan intraokular dengan cara mengurangi produksi humor aquos. Penggunan
beta bloker non selektif sebagai inisiasi terapi dapat diberikan 2 kali dengan
interval setiap 20 menit dan dapat diulang dalam 4, 8, dan 12 jam kemudian.
Pemberian Timolol 0.5% 2x1 tetes (OS) sudah tepat. Timolol termasuk beta
bloker non selektif sehingga perlu diperhatikan pemberiannya pada pasien dengan
asma, PPOK, dan penyakit jantung. Polynel tetes mata steril ini mengandung
Fluoromethasone 1 mgdan Neomycin Sulfate diberi untuk mengurangi reaksi
peradangan yang terjadi akibat proses akut.
Azopt 1% Tetes Mata mengandung Brinzolamide. Brinzolamide
digunakan untuk membantu mengobati tekanan tinggi di dalam mata karena
glaukoma. Azopt 1% Tetes Mata bekerja dengan cara mengurangi jumlah
cairan di dalam mata. Ini termasuk dalam golongan obat yang dikenal sebagai
penghambat anhidrida karbonat.
BAB V
KESIMPULAN

Glaukoma adalah suatu neuropati optik kronik didapat yang ditandai oleh
pencekungan (cupping) diskus optikus, pengecilan lapangan pandang disertai
peningkatan tekanan intraokuler. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan oftalmologi. Tatalaksana meliputi non-bedah dan bedah. Apabila
proses penyakit terdeteksi dini sebagian besar pasien glaukoma dapat ditangani
dengan baik. Namun pada pasien ini telah terjadi penurunan penglihatan mata kiri
yang cukup signifikan.
Pada pemeriksaan, sebaiknya di lakukan tambahan berupa funduskopi,
Pemeriksaan Lapang Pandang dengan Perimetri, Pemeriksaan Gonioskopi ,
Pemeriksaan Tonometri Schiotz atau Aplanasi.

Saran : berupa edukasi


 Memberitahukan kepada pasien tentang penyakit glaukoma yang
sedang dialami akibat peningkatan tekanan dalam mata dan
menjelaskan bahwa dapat terjadi kerusakan dari saraf matanya
 Memberitahukan kepada pasien untuk memakai obat tetes mata dan
meminum obat yang sudah diresepkan secara teratur
 Memberitahukan kepada pasien untuk kontrol ke dokter secara teratur.
Pasien datang kembali untuk kontrol dikarenakan pada mata sebelah
kanan bisa terjadi glaukoma absolut juga sehingga kita bisa mencegah
komplikasi lebih lanjut.
 Menjelaskan bahwa kebutaan akibat glaucoma absolut bersifat
irreversibel, tidak mungkin kembali seperti sedia kala.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kementrian Kesehatan RI. Infodatin; Pusat Data dan Informasi Kementrian


Kesehatan RI; Situasi dan Analisis Glaukoma. Jakarta. 2015. Diakses dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-
glaukoma.pdf
2. International Glaucoma Association. Secondary Glaucomas. Ashford. 2014.
Diakses dari
:https://www.glaucomaassociation.com/media/wysiwyg/Leaflet_PDF_Files/Se
condary_Glaucoma.pdf
3. Riordan-Eva P. Anatomi & Embriologi Mata. Dalam: Vaughan, Asbury.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC. 2010
4. Friedman, NJ. Review of Ophthalmology : Glaucoma. 3rd Edition.
Philadelphia. Elsevier Saunders. 2017. 261-81
5. Ilyas, S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 5. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. 2015.
222-29
6. Ilyas, S. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
2008.
7. Kanski, JJ. Clinical Ophthalmology : A Systematic Approach. 8th Edition.
USA. McGraw-Hill. 2016 306-19.
8. James,Bruce dkk.. Lecture Notes : Oftalmolog Ed 9. Jakarta : Erlangga. 2006.
95-109
9. Setiawan A.Glukoma. [serial online]. Available from: URL: http://fkuii.org
10. http://biomed.brown.edu/Courses/BI108/2006108websites/group02glaucoma/
glaucoma.html#glaucoma
11. Nurilhidayat A. Glaukoma. Tersedia dari.
http://www.scribd.com/doc/39668732
12. Kanski JJ. The Glaucomas, in Clinical Ophthalmology Third edition.
Butterworth Heineann. London. 1994; 233-279
13. Gerhard KL, Oscar, Gabriele, Doris, Peter. Ophtalmology a short textbook.
Second edition. Thieme Stuttgart : New York. 2007.
14. Khaw PT, Elkington AR. AC Of Eyes. Edisi ke-4. BMJ Book: London.2005
15. Vegan. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Glaukoma.

Anda mungkin juga menyukai