1. Gerak Refleks
2. Pengaruh Perubahan Posisi dan Aktifitas terhadap Tekanan darah , RR dan denyut jantung
3. Pengaruh Berbagai Penutup terhadap Penguapan
4. Perubahan kadar gula darah sebelum dan sesudah makan (tes Glukosa)
5. Pengaruh kelebihan cairan hipotonis, isotonis dan cairan hipertonis terhadap pembentukan
urine
6. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
7. Pemeriksaan ketajaman pendengaran
8. Tes Keseimbangan
Praktikum I
Gerakan Refleks
Tujuan Praktikum :
Untuk membukktikan adanya gerakkan – gerakkan refleks urat , dan urat gerakkan pada mata serta
gerakkan refleks muntah pada seseorang
Tinjauan Teori
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu
gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori,
dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa
tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa
dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip,
bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor
penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf
penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk
disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak
refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak,
misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang
belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada
lutut.
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini terdiri
dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di
ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara neuron
somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk
susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan
badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial
yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat
motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi
yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan
sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory
Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP)
di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang
bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya
sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons
sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot
rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu
menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen
biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh
berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps
anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex
yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron
antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai
beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik.
Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek
penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi.
Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya
berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle).
Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui sera-serat
sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang merupakan
contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti.
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam
gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat
saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut.
Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi serat-serat
ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini
berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang
otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot
ekstensor lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia
(tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah
palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptor-reseptor
gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut
mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini
dilakukan secara rutin sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal
mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen,
neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini
juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron
motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot
ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali sendi lutut
cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi pada
otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai tetap
terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua
komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan
refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle
otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot
diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat
menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang
berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks
regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk
panjang baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama
setelahnya. Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua
primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu
menyebabkan tingkat kontraksi otot cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik
kehendak sebaliknya.
Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah
osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar
seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering ditularkan
ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik, kemudian
menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan
terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih
besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas
cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi,
refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata.
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata
berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau
cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik
secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi
pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing
dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik).
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya
ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen
refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki respons
konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4]
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks
C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan cepat
menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes mengaktifkan reseptor
di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf
tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps
dan menyentakkan lengan bawah.
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak)
yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak
anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan
yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Laporan Praktikum I
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Tujuan Praktikum :
..................................................................................................................................................................
...........................................
Kesimpulan
…………………………………………………………………..............................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
....
Praktikum II
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat : menjelaskan pengaruh aktivitas terhadap
denyut jantung dan tekanan darah.
Kecepatan pembentukan impuls, konduksi, dan kekuatan kontraksi diatur oleh sistem saraf
autonom yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis melalui N.Vagus.Dalam
mengendalikan aktivitas jantung saraf simpatis dan parasimpatis mempunyai pengaruh yang
berlawanan. Saraf simpatis meningkatkan kecepatan pembentukan impuls, kecepatan konduksi, dan
kekuatan kontraksi, sedangkan saraf parasimpatis dalam hal ini N.Vagus, sebaliknya yaitu menurunkan
kecepatan pembentukan impuls, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi.
Sistem saraf autonom ini, juga dipengaruhi oleh perubahan tekanan dimana reseptor tekanan
(baroreceptor/pressoreceptor) terletak pada lengkung aorta dan sinus karotikus, serta perubahan
kimia darah yaitu perubahan oksigen, karbondioksida, elektrolit, pH, dan obat-obat tertentu.
Adaptasi terhadap kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Jika
kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat, misalnya saat melakukan latihan atau olah raga,
kegemukan, stress emosi, penyakit metabolisme,perdarahan, anemia, dan penggunaan obat-obat
tertentu, curah jantung (cardiac output) meningkat. Apabila kebutuhan oksigen ini berkurang,
misalnya saat istirahat, hipervolemia, meningkatnya viskositas darah, curah jantung ini akan menurun.
Hubungan timbal balik antara mekanisme pemompaan dan kebutuhan oksigen menjamin
dinamika ekuilibrium dalam pemenuhan kebutuhan oksigen. Darah yang dipompakan ke dalam aorta
pada waktu systole dapat didengarkan berupa denyut nadi (heart rate) dan darah ini menimbulkan
tekanan yang bergelombang sepanjang arteri dan dapat diraba sebagai denyut nadi.
Sepanjang 24 jam tekanan darah selalu berubah-ubah berkisar antara 20 – 30 mmHg, angka ini
tergantung dari kegiatan dan tuntutan kebutuhan tubuh. Tekanan darah paling rendah adalah apabila
sedang istirahat atau pada saat tidur. Saat berdiri dan bergerak tubuh akan mengadakan pengaturan
sehingga tekanan darah menjadi stabil. Curah jantung meningkat pada pada waktu melakukan kerja
otot, stress, peningkatan suhu lingkungan, kehamilan, setelah makan, dan aktivitas lainnya.
Didalam pembuluh darah, darah tidak mengalir secara kontinyu dan merata seperti air di dalam
pipa karet atau plastik, akan tetapi berupa semburan atau dorongan sesuai dengan denyutan jantung
sehingga pembuluh darah berdenyut. Tekanan pada pembuluh darah akibat dorongan tersebut
disebut tekanan sistolik, yaitu berupa tekanan maksimal yang menekan pembuluh darah arteri.
Selanjutnya tekanan pada pembuluh darah arteri akan menurun yaitu selama jantung relaksasiatau
diantara pompaan atau denyutan jantung, tekanan ini dinamakan tekanan diastolic.
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..
I. TujuanPraktikum
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
....................
II. Hasil Praktikum
Denyut Nadi saat istirahat ............................................
Tekanan darah pada posisi tiduran ...................................
Tekanan darah pada posisi duduk ..................................
Tekanan darah pada posisi berdiri .....................................
Denyut nadi setelah aktivitas 1’.........2’.........3’........
Tekanan darah setelah aktivitas .1’............2’.........3’........
III. Kesimpulan:
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
................................................................................................................
Praktikum III
PENGARUH BERBAGAI PENUTUP TERHADAP PENGUAPAN
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak
terhadap kehilangan panas
Alat yang diperlukan
a. Thermometer air
b. Gelas dengan ukuran 200 ml 3 buah
c. Minyak goreng 100 ml
b. Kain wool untuk penutup gelas
c. Kain tipis dari katun penutup gelas
d. Panci berisi air dan kompor untuk memasak air
Reseptor suhu tubuh bagian dalam ditemukan pada baian tertentu dalam tubuh. Terutama di
medulla spinalis, di organ dalam abdomen, atau disekitar vena-vena besar. Reseptor dalam ini
berbeda fungsinya dengan reseptor kulit karena reseptor tersebut lebih banyak terpapar dengan suhu
inti dari peda suhu permukaan tubuh, reseptor inti tubuh lebih banyak mendeteksi dingin dari pada
hangat. Hal ini dimungkinkan karena reseptor kulit dan reseptor bagian dalam tubuh berperan
mencegah hipotermi, yaitu mencegah suhu tubuh yang rendah.
Integrator hipotalamus merupakan pust yang mengatur suhu inti tubuh, terletak di area pre-optik
dari hipotalamus bagian anterior (Kozier, 1991). Pusat ini berfungsi untuk meng integrasikan antara
input yang bearasal dari berbagai macam reseptor suhu yang terletak di tubuh dengan output
yangmerespon terjadinya merespon terjadinya peningkatan pembentukan panas tubuh atau
peningkatan kehilangan panas tubuh (Porth, 1990). Area-pre-optik ini mengundang sejumlah neuron-
neuron yang sensitif terhadap panas kira-kira sepertiga dari jumlah neuron yang sensitif terhadap
dingin. Neuron-neuron ini berfungsi mjengantarkan sinyal dan reseptor suhu kulit dan meresponnya
kembali melalui mekanisme umpan balik.
Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi panas (set-point berada di atas tingkat
temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim singyal untuk menurunkan set-point dengan
cara menghambat produksi panas tubuh dan meningkatkan pelepasan panas tubuh ke lingkungan.
Akibatnya suhu tubuh menurun dan mencapai tingkat temperatur kritis (Guyton&Hall, 1997). Respon
fisiologis yang timbul dari stimulus suhu panas adalah berupa vasodilatasi pembuluh darah di seluruh
tubuh, berkeringat, dan penghambatan termogenesisi kimia seperti hormon epinefrin dan tiroksi oleh
sistim saraf pusat (Kozier, 1991).
Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi dingin (set-point berada di bawah tingkat
temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menaikanproduksi panas tubuh
dan menghambat pelepasan pelepasan panas tubuh ke lingkungan. Akibatnya suhu tubuh meningkat
dan mencapai kembali tingkat temperatur kritis (Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul
dari adanya stimulus suhu dingin adalah terjadinya vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga
kulit telihat pucat, piloereksi (rambut berdiri pada akarnya), menggigil, pelepasan epinefrin dan
norepinefrin, pelepasan trioksin oleh hormon tiroid yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh
(Kozier, 1991).
Selain mekanisme bawah sadar untuk pengaturan suhu tubuh, tubuh memiliki mekanisme
pengaturan temperatur lain berupa perilaku pengaturan suhu tubuh. Perilaku ini meliputi emilihan
jenis pakaian, pengaturan suhu lingkungan dengan menggunakan mesin penghangat atau AC, minim
minuman hangat disaat tubuh kedinginan, posisi tubuh “meringkuk” yang bertujuan untuk
menghambat pelepasan panas disaat udara dingin dan sebagainya (Porth, 1990).
(1) Usia
baik usia yang lebih muda maupun yang lebih tua, sangat sensitif terhadap perubahan suhu
lungkungan. Bayi dan anak-anak lebih cepat berespon terhadap perubahan suhu udara baik panas
maupun dingin. Menurut Donna (1993) menyatakan bahwa pengaturan suhu tubuh pada usia
toodler sudah mulai stabil dibandingkan dengan infant. Orang berusia lanjut (diatas 75 tahun)
lebih mudah terjadi hipotermi dikarenakan faktor penuaan sehingga kontrol pengaturan suhu
tubuh kurang optimal (Taylor, 1997)
Suhu tubuh secara normal mengalami perubahan setiap hari bervariasi sebesar 2ºC diantara pagi
hari dan siang hari. Suhu tubuh berada pada tingkat paling tinggi diantara pukul 20.00 dan 24.00
WIB dan berada pada tingkat paling rendah diantara pukul 04.00 dan 06.00 (Kozier, 1991).
(3) Exercise
Kerja yang berlebihan dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 38,3-40ºC diukur secara rektal
(Kozier, 1991).
(4) Hormon
Wanita memiliki pengaturan suhu tubuh yang berfluktuatif dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi
karena adanya perubahan hormonal pada waita terutama peningkatan progesteron pada saat
ovulasi. Perubahan hormon meningkatkan suhu tubuh sebesar 0,5-1ºC (Taylor, 1997).
(5) Stress
Tubuh berespon baik terhadap stress fisik dan stress emosional. Adanya stress menyebabkan
rangsangan terhadap epinefrin dan norepinefrin sehingga kecepatan metabolisme akan
meningkat yang pada akhirnya juga akan meningkatkan suhu tubuh (Kozier, 1991).
Suhu tubuh yang ekstrim dapat berpengaruh terhadap sistem pengaturan suhu tubuh seseorang.
Pada dasarnya, ketika tubuh terpapar udara dingin yang ekstrim tanpa baju pelindung yang
adekuat maka terjadi kehilangan panas yang dapat meningkatakan hipotermi, jika tubuh terpapar
pada udara panas yang ekstrim maka akan terjadi hipertermi (Taylor, 1997)
(7) Cairan
Salah satu fungsi cairan dalam pengaturan sirkulasi darah adalah menghantarkan panas yang
merupakan hasil metabolisme tubuh. Yang dimaksud cairan disini adalah darah. Aliran darah
kekulit menentukan kehilangan panas dari tubuh dan dengan cara ini mengatur suhu tubuh.
Kehilangan sejumlah besar cairan dari traktus gastrointestinal, kulit, atau ginjal yang berlangsung
secara abnromal dan dehidrasi dapat menyebabkan menurunnya volume cairan intravaskuler.
Berkurangnya cairan intravaskuler akan menyebabkan menurunnya volume darah. Penurunan
volume darah akan menggangu proses transportasi dari tubuh ke lingkungan. Akibatnya
temperatur tubuh akan meningkat (Guyton&Hall, 1997).
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1………………………………
2. ……………………………
3. ……………………………
4. ……………………………
Tujuan Praktikum : .....................................................................................................
.............................................................................................................................................
Hasil Praktikum :
Gelas I menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .........................
Gelas II menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .............................
Gelas III menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : ............................
Kesimpulan
..............................................................................................................................................
........................................
PRAKTIKUM IV
PENGARUH KADAR GULA SEBELUM DAN SESUDAH MAKAN
(TES TOLERANSI GLUKOSA)
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa darah
sebagai dampak dari asupan karbohidrat sederhana.
Tubuh menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi untuk aktifitas sel. Karbohidrat dapat
ditemukan dalam makanan yang mengandung pati seperti roti, nasi, kentang dan lain-lain.
Karbohidrat terdiri dari:
1. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari 6 karbon monosakarida, dan yang termasuk ke dalam
monosakarida adalah glukosa, galaktosa dan fruktos8.
2. Disakarida, seperti laktosa dan sukrose
3. Polisakarida atau karbohidrat kompleks seperti patL
Pada umumnya jenis karbohidrat yang paling banyak dalam diet seharihari adalah disakarida dan
polisakarida, yang pada akhirnya dihidrolisis oleh enzim seperti sakaridase dalam usus halus menjadi
gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa kemudian diabsorbsi dalam viii-viii usus halus
masuk ke dalam darah dan ditransportasikan melalui vena porta ke dalam hati.
Glukosa sederhana yang sampai di hati dengan bebas masuk ke dalam sel-sel hati dan secara
enzimatis galaktosa dan fruktosa dirubah menjadi glukosa.
Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal di dalam darah.
Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi sumber utama konsentrasi gula di
dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi kadar gula darah akan diseimbangkan oleh glukosa
dari hati yang merupakan pool untuk glukosa di dalam darah.
Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi, mengakibatkan
uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses pembentukan glikogen hati akan meningkat
melalui suatu proses yang disebut glikogenesis.
Jaringan pengguna gluokosa terbesar adalah otot dan otak. Pada otot yang sedang aktif
dimana kebutuhan akan energi sangat tinggi, glukosa akan diambil secara cepat dari glukosa dan
dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan kemudian dengan bantuan enzim-enzim glikolisis dirubah
menjadi piruvat yang pada akhirnya masuk ke sistem respirasi sel atau siklus kreb untuk menghasilkan
energi (pada keadaan cukup oksigen). Tapi sebaliknya apabila otot atau tubuh secara keseluruhan
sedang tidak aktif atau sedang istrirahat, glukosa yang dalam hati akan dirubah menjadi glukosa 6
fosfat, dan dirubah menjadi glikogen hati sebagai cadangan glukosa.
Untuk dapat masuk ke dalam sel otot, glukosa perlu bantuan insulin yang merupakan
pembawa pesan pertama, yang akan berikatan dengan reseptor insulin dalam membran sel. Apabila
ikatan hormon dan insulin terbentuk maka glukosa melalui gerbang protein G dapat menembus
membran sel untuk dipakai selanjutnya.
Sering sekali, karena adanya kegemukan, kurang aktifitas dan konsumsi gula sederhana yang
terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan reseptor insulin sel otot sebagai pemakai
terbesar glukosa menjadi kurang atau bahkan tidak sensitif terhadap insulin, menyebabkan glukosa
yang ada dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan bertumpuk dalam darah, hal ini disebut
hiperglikemia. Kandisi menurunnya sensitifitas reseptor insulin sering menyertai penyakit Diabetes
Melitus tipe II.
Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sulit penangananya karena
berkaitan dengan kekacauan endakrin tubuh, oleh sebab itu deteksi dini diabetes lebih penting dari
pada mengobati. Salah satu prekondisi yang mendahului adalah adanya intoleransi glukosa, yang
senng menyertai orang yang kegemukan atau dengan riwayat ke!uarga dengan diabetes mellitus tipe
2. Pemeriksaan untuk melihat toleransi glukosa adalah tes oral toleransi glukosa. Pemeriksaan ini
dapat bermanfaat untuk deteksi dini Diabetes mellitus tipe 2.
Hasil akan menunjukan ada gangguan toleransi atau ada gangguan uptake glukosa apabila hasil
pemeriksaan : Puasa > 120 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 140 mg/dl
Laporan Praktikum IV
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1………………………………
2. ………………………………
3. ……………………………
4. ………………………………
TujuanPraktikum: .....................................................................................................
.......................................................................................................
Hasil Praktikum :
3. setelah 2 jam)……………………….
Kesimpulan
.....................................................................................................................................................
.........................................
.....................................................................................................................................................
.........................................
.....................................................................................................................................................
........................................
.....................................................................................................................................................
.........................................
.....................................................................................................................................................
.........................................
Praktikum V
PENGARUH KELEBIHAN CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, DAN HIPERTONIS TERHADAP
PEMBENTUKAN URINE
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan jumlah urine dalam
waktu tertentu sebagai dampak dari penambahan cairan hipotonis, isotonis, dan hipertonis.
• Mengatur konsentrasi elektrolit di CES melalui retensi dan ekskresi elektrolit secara selektif. Pada
ginjal terjadi absorpsi elektrolit terutama natrium, chlorida dan bikarbonat, serta ekskresi kalium
dan hidrogen. Banyaknya elektrolit yang diabsorpsi atau diekskresi tergantung konsentrasi
elektrolit tersebut di CES.
• Mengatur pH CES melalui ekskresi hidrogen dan absorpsi bikarbonat.
Saat pH CES menurun tubulus ginjal akan mengekskresikan hidrogen ke lumen tubulus. Pada lumen
tubulus sebagian hidrogen berikatan dengan HCO3 dan membentuk H2CO3, kemudian terurai
menjadi CO2 dan H2O.
CO2 dan H2O berdifusi ke dalam sel epitel tubulus dan kembanli membentuk H2CO3 yang
kemudian terurai menjadi H dan HCO3 . Hakan disekresikan ke lumen tubulus dan HCO3 akan
masuk ke kapiler. Sebaliknya saat pH CES meningkat tubulus akan meretensi hidrogen sehingga
tidak terjadi absorpsi bikarbonat. Dengan demikian pH akan kembali menuju normal.
• Saat volume plasma meningkat, curah jantung juga akan meningkat, dan perfusi ginjal akan
meningkat pula. Keadaan ini akan menyebabkan pembentukan urine lebih banyak dari biasanya.
• Sebaliknya saat volume plasma menurun, tekanan darah turun, dan akan merangsang
baroreseptor di sinus karotikus dan reseptor regang di atrium menyebabkan perangsangan
aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokontriksi arteriole afferent sehingga filtrasi di
glomerulus menurun. Keadaan ini akan merangsang pengeluaran enzim renin kedalam darah dan
merubah angiotensinogen yang dibentuk di hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I dirubah di
paru menjadi angiotensin II. Angiotensin II mempunyai 2 (dua) efek yaitu : 1) menimbulkan
vasokonstriksi sehingga tahanan perifir meningkat yang akhirnya meningkatkan tekanan darah,
dan 2) merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron. Aldosteron meningkatkan
absorpsi natrium dan air, volume plasma meningkat, dan produksi urine menjadi turun.
Paru-paru :
Paru-paru juga termasuk organ vital dalam mempertahankan homeostasis. Melalui ventilasi
alveolar diperkirakan 13.000 mEq ion hidrogen terbuang ( di ginjal hanya sekitar 40 – 80 mEq). Paru-
paru dibawah kendali Medulla akan segera mengatasi asidosis/alkalosis metabolik. Saat asidosis
metabolik ventilasi paru akan meningkat (hiperventilasi) untuk mengeluarkan CO2 sehingga
mengurangi kelebihan asam. Sebaliknya saat alkalosis ventilasi paru akan menurun (hipoventilasi)
untuk meretensi CO2 yang akan meningkatkan keasaman cairan tubuh.
Oleh karena itu gangguan ventilasi paru dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam-basa.
Selain itu paru-paru juga membuang sekitar 300 ml uap air melalui ekspirasi (insensible water loss).
Kelenjar Hipofise :
Kelenjar hipofise posterior menyimpan dan mensekresikan ADH yang diproduksi oleh
hipothalamus. Sekresi ADH akan dirangsang oleh peningkatan osmolalitas CES dan tertahan oleh
penurunan osmolalitas CES. Peranan ADH adalah meningkatkan permiabilitas tubulus distal bagian
akhir, tubulus kolektivus, dan ductus kolektivus terhadap air, karena tanpa adanya ADH area ini
impermiabel terhadap air. Dengan demikian adanya ADH akan meningkatkan absorpsi air di ginjal.
Kelenjar Adrenal :
Hormon utama dari kelenjar adrenal yang mempengaruhi keseimbangan cairan adalah aldosteron
yang disekresi oleh bagian korteks. Hormon ini terutama berperan dalam meningkatkan absorpsi
natrium, dan ekskresi hidrogen dan kalium di tubulus distal ginjal. Sekresi aldosterone dirangsang
oleh Angiotensin II yang dihasilkan dalam mekanisme renin-angiotensin, penurunan konsentrasi
natrium plasma dan peningkatan kalium plasma.
Kelenjar Parathyroid :
Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid. Sekresi hormon ini terangsang oleh
penurunan konsentrasi calsium dalam plasma dengan target organ tulang, saluran cerna, dan ginjal..
Hormon ini mempengaruhi pelepasan calsium dan phosphor dari tulang, meningkatkan absorpsi
calsium, phosphor di saluran pencernaan dan di tubulus ginjal, serta meningkatkan ekskresi phosphor
di ginjal.Aktivitas hormon paratiroid akan meningkat oleh pengaruh vitamin D, yang akan
meningkatkan absorpsi calsium di saluran cerna dan di ginjal.serta memudahkan pemecahan
osteoclast pada tulang
Kelenjar Tiroid :
Kelenjar tiroid mensekresikan hormon calsitonin yang mempunyai peranan dalam penyimpanan
calsium pada tulang. Sekresi calsitonin dirangsang oleh peningkatan calsium dalam plasma.
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1………………………………
2. ……………………………
3. ……………………………
4. ……………………………
I. TujuanPraktikum .................................................................................................
.................................................................................................
II. Hasil Praktikum
III. Kesimpulan
..................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
Praktikum IV
PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. Mengidentifikasi ketajaman pengelihatan subjek. (visus)
2. Memeriksa refraksi (pembiasan cahaya) pada setiap mata
Penglihatan
Mata orang normal atau mata emmetrop mengunoukan sinar yang jalannya sejajar, di satu titik di
retina. Sebaliknya dalam mata yang tidak normal atau ammetrop sinar-sinar sejajar tidak dikumpulkan
pada stu titik di retina.
Sebab-sebab refraksi yang tidak normal munkin:
(a) susunan optik asimetrik (astigmastisme)
(b) berkurangnya kekenyalan dari lensa (presbyopi)
(c) biji mata terlalu panjang atau daya bias susunan optik terlalu kuat sehingga sinar-sinar sejajar
dikumpiulkan di satu titik didepan retina (miopi),atau biji mata terlalu pendek atau daya bias
susunan optik terlalu lemah. Sehimgga sinar-sinar sejajar dikumpulkan disatu titik di belakang
retina (hipermetropi).
Daya bias dari sebuah lensa itu sendiri biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama denagan daya
biaas dari sebuah lensa denga titik api pada jarak 1m. Satuan ini disebut dengan dioptri, biasanya
ditulis dengan huruf D. Jadi sebuah lensa dari 2 dioptri 2D, mempunyai kekuatan duakali dari satuan
tersebut. Jadi titik apinya adalah sama dengan 0,5 m dan mempunyai kekuatan 0,5 D.lensa-lensa
konveks (cembung) adalahpositip dan diberi tanda (+) lensa konkaf (cekung) adalah negatip (-).
Lensa-lensa yang lengkungnya disegala meridian mempunyai lengkung yang sama sepertu suatu
segmen dari sebuah bola adalah lensa sferik. Lensa-lensa ini mungkin positip atau negatip. Lensa-lensa
yang melengkung dalam satu meridian seperti satu segmen dari sebuah selinder adalah lensa silindris
yang mungkin positip atau negatip. Lensa-lensa silindris.
Lensa-lensa silindris oleh karena ini, membias cahaya secara asimetrik dan dapat digunakan untuk
membuat: astigmatisme daam sebuah model atau untuk memperbaikinya.untuk mendapat
pengertian dasar-dasar dari lensa bacalah buku-buku: hal-hal mengenai optik dan mata.
Dari orang emmetrop yang sehat sekurang-kurangnya 80% mempunyai visus paling kurang 6/6.
kerap kali ada visus yang lebih besar terutama pada orang muda dan ank-anak yang pada penyinaran
kuat (pupil lebih kecil kaarena itu kekaburan bayangan-bayangan berkurang dan sudut penglihatan
menjadi lebih kecil).
Ada keberatan –keberatan yang dimajukan terhadap penggunaan huruf-huruf sebagai
ototype, tetapi hal ini tidak akan diperbincangkan disini.
Jika salah satu dalam satu barisan salah terbaca, ini membuktikan huruf-huruf lainnya dari baris itu
juga tidak tidak jelas tergambar dalam selaput jala dan pembaca menggunakan pikirannya untuk
menutup kekurangannya dalam penglihatannya. Oleh karena itu, pada pemeriksaan ketajaman
pengelihatan juga diperiksa sebagian dari intelek dan ketelitian orang percobaan. Oang percobaaan
yang teliti tidak akan menerka-nerka huruf dan idak akan berkata apa-apa, jika huruf kurang baik
dikenalnya. Untuk mereka yang buta huruf dibuatkan gambar-gambar istimewa yang juga didasarkan
atas azas huruf Snellen.
Ketajaman dapat berkurang akibat berbagai hal. Di sini hanya disebutkan kemungkinan mata
itu tidak sesuai dengan jarak huruf-huruf percobaan. Oleh karena ini saja sudah dipandang perlu untuk
memeriksa ketajaman penglihatan bersama0sama dengan refraksi dan akomodasi.
1. Pemeriksaan ketajaman pengelihatan . (visus)
Alat yang diperlukan
Snellens chart
Tata-kerja
1. Ketajaman penglihatan ini diperiksa untuk masing-masing mata tersendiri. Salah satu mata
ditutup dengan pelat yang dipasang pada sebuah gagang (montuur,frame) kaca mata.
Kemudian duduklah pada suatu jarak tertentu (d) dari papan snellen.
2. Periksalah huruf-huruf manakah yang terkecil yang masih dapat dikenali.
3. Hitunglah ketajamn penglihatan (visus) dari mata itu. Ketajaman mata ini dinyatakan dengan
Rumus Snellen:
V=d/D
Pada rumus mana:
V = visus = ketajaman penglihatan
d = jarak (dalam meter) dimanamata yang diperiksa itu berada
D = jarak (m) dimana mata masih bis mengenalihuruf-huruf itu (dicatat pada tiap-tiap jenis
huruf).
Biasanya dipilih jarak d = 6m.sebab jarak 6m untuk mata sama dengan jarak tak terhingga dan
biasanya pada pemeriksaan refraksi padamana akomodasi harus ditiadakan.
Nilai d/D hendaknya tidak disederhanakan, sehingga kelak dari hasilnya kita baca bagai mana
pemeriksaan itu dilaksanakan.
2. Refraksi.
Alat-alat yang digunakan :
a. Gagang kaca mata, penutup hitam yang tak tembus pandang
b. Lensa percobaab berbagai ukuran
Tata kerja
Dalam latihan ini akan kita periksa refraksi (pembiasan cahaya) dari mata. Pada mata emmetrop
yang tidak berakomodasi sinar-sinar sejajar bersatu di selaput jala (E).
Pada mata hipermetrop yang tidak berakomodasi sinar-sinar yang sejajar bersatu di
belakang selaput jala (H).
Pada mata miop yang tidak berakomodasi sinar-sinar yang sejajar bersatu di muka selaput
jala (M).
Nilai H atau M inyatakan dengan jumlah dioptri dari lensa pembantu yang dipasang di muka
mata untuk mengoreksi kekurangan emetropi tersebut.
1. Refraksi diperiksa untuktiap-tiap mata.
Orang percobaandiberi montuur yang tersedia dengan matanya yang sebelah ditutup dengan
penutup hitam yang tidak berlubang. Orang percobaan duduk pada jarak 6m darai ototype.
2. Perbesarlah visusnya yang baru saja ditentukan dengan mempergunakan lensa, dengan
memasangkan lensa di dlam montuur.
3. Jika visusnya tanpa lensa sekurang-kurangya adalah 6/6, maka praktis M tidak mungkin )apa
sebabnya?) dan mata itu adalah E (Tanpa akmomodasi). Oleh karena itu biasanya
pemeriksaan ini kita mulai dengan sebuah lensa +0,250. dengan lensa ini mata E akan menjadi
miop (miop buatan)dan visusnya menjadi lebih kecil.
Tetapi mata hipermetrop akantertolong dengan lensa ini dan akan berkurang berakomodasi
0,25D.
Jika ia dengan lensa +0,25D mempunyai visus yang sama, maka ini menunjukan bahwa
sekurang kurangnya ia adalah H –0,25D
4. Percobaan ini diulang dengan +0, 25D dan selanjutnya berturut-turut dengan lensa yang lebih
kuat (tiap kali naik 0,25D). Lensa terkuat positip, pada mana visus masih tetap samaadalah
ukuran untuk hipermotrapi, yaitu hipermotrapi yang ditentukan dengan lensa yang manifest
(= yang nampak).
5. Jika visus tanpa lensa tadi kurang dari 6/6, maka mata itu biasanya M (jika mata jernih,
lengkung-lengkung bidang teratur dsb). Tetapi pada orang tua kemungkina adanya H dengan
demikian belum dapat disingkirkan sama sekali. Sebab mereka ini daya akomodasinya sudah
berkurang (presbiopi). Oleh karena itu, pada orang tua lebih baik pemeiksaan dimulai dengan
lensa-lensa positip dan melihat apakah visusnya karena itu menjadi lebih baik. Selanjutnya
pemeriksaan dengan lensa-lensa negatip mulai dengan –0,25D dan berturut-turt dengan lensa
yang lebih kuat. Hanya jika dengan sebuah lensa negatip visus itu betul bertambah baik (yang
ternyata dari penetapan d/D dan jangan percaya saja kepada keterangan-keterangan subjektif
orang percobaan), barulah kita dapati miopi.
Nilai miopi ditentukan oleh lensa negatip yang telemah, dengan mana diperoleh visus yang
terbesar.
Laporan Praktikum VI
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..
I. Visus :
1. Sudut penglihatan minimal adalah …………………………………………………………………
3. Untuk mata, jarak 6 meter dapat disamakan dengan tak terhingga oleh karena
.......................................................................................
5.Bila dari percobaab didapatkan visus 6/6, orang percobaan tersebut adalah
…………………………………………………………………………………………………………………………
II. Refraksi
1. Prinsip untuk menentukan refraksi digunakan lensa ........................
dan lensa ................................. dimana visus mencapai 6/6 dengan
alasan ...................................................................................
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran melalui cara:
a. rinne
b. webber
c. schwabach
2. Mengemukakan tujuan pemeriksaan tersebut di atas (nomor 1)
1. Getaran penala (frekuaensi 256) denagn cara memukul salah satu ujung jarinya ke telapak
tangan. Jangan sekali kali memukulkan pada benda yang keras.
2. Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga orang percobaan.
2. Tanyakan kepada orang percobaan apakah dia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian orang percobaan harus segera memberikan tanda bila
dengungan bunyi itu menghilang.
- Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar bunyi dengungan pada tindakan nomor
3?
3. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari proc. Mastoideus orang percobaan
kemudian ujung jari penala didekatkan sedekat-dekatnnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
- Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar bunyi dengungan pada tindakan nomor
4?
b. Cara Webber
4. bila pada orang percobaan tidak terjadi lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.
- terangkan mekanisme lateralisasi.
c. Cara Schwabach
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..
Orang Percobaan Rinne Webber Schwabach Kesimpulan
Kesimpulan:
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
........................................................................................
Praktikum VIII
TEST KESEIMBANGAN
Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia
2. Mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruh percepatan sudut
a. dengan kursi putar terhadap :
- gerakan bola mata (nistagmus)
- test penyimpangan penunjukkan
- test jsatuh
- sensasi
b. dengan berjalan mengelilingi tongkat
Alat yang diperlukan
1. Kursi putar
2. Tongkat atau tongkat yang panjang
3. Bak berisi air
d. Kesan (sensasi)
1. Gunakan orang percobaan yang lain.
Suruhlah orang percobaan duduk di kursi putaar dan tutuplah kedua matanya dengan
sapu tangan.
2. Putarlah kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang beransur-angsur bertambah
dan kemudian kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur pula hingga
berhenti
3. Tanyakan pada orang percobaan arah perasaan berputar
- sewaktu kecepatan putar masih bertambah
- sewaktu kecepatan putar menetap
- sewaktu kecepatan putar dikurangi
- segera setelah kursi dihentikan.
4. Berikan keterangan tentang mekannisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh orang percobaan
Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner 1…………………………………
2. ………………………………
3. ……………………………… .
4. ……………………………
Hasil Praktikum :
1. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan:
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh.................................
2. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang ditutup terhadap keseimbangan badan
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
………………………………………………………………………………………………………………………
3. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal dengan kepala
dimiringkan ke kiri terhadap keseimbangan badan
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh : .................................................
4. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal dengan kepala
dimiringkan ke kanan terhadap keseimbangan badan
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
...............................................................................................
5. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang ditutup dengan kepala dimiringkan ke kiri terhadap
keseimbangan badan :
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
................................................................................................
6. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang ditutup dengan kepala dimiringkan ke
kanan terhadap keseimbangan badan
e. Orang percobaan jalannya :
f. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
g. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
................................................................................................
C. Percobaan dengan kursi putar
1. Posisi mata pada orang percobaan adalah :
a. rotatory nistagmus adalah …………………………………………………………………….
b. postrotatory nistagmus adalah……………………………………………………………..
2. Pada test penunjukkan orang percobaan melakukan :
Orang percobaan tidak mengalami kesalahan dalam penunjukkan setelah
…mnt.
Past pointing terjadi oleh karena ……………………………………………………………..
3. Test Jatuh
Orang percobaan I jatuh ke arah …………………………………………………..
Orang percobaan I merasanya ia akan jatuh ke arah ……………………
Hubungan arah jatuh pada orang percobaan I dengan arah aliran
endolimfe pada kanalis semi silkularis yang terangsang adalah …………
4. Kesan (sensasi)
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah, orang percobaan merasa berputar ke arah
...................................................................
b. Sewaktu kecepatan putar menetap orang percobaan merasa berputar ke arah
.................................................................................
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi, orang percobaan masa berputar ke arah
...............................................................................
d. Segera setelah kursi dihentikan, orang percobaan merasa berputar ke arah
....................................................................................
e. Mekannisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan oleh……