Anda di halaman 1dari 34

TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Mahasiswa harus hadir 15 menit sebelum praktikum dimulai


2. Mahasiswa harus menggunakan jas lab lengkap dengan name tag, bagi mahasiswa yang tidak
menggunakan jas lab tidak diperkenankan untuk mengikuti praktikum
3. Mahasiswa harus menyiapkan peralatan yang akan digunakan dalam praktikum dengan cara
berkolaborasi dengan staf laboratorium
4. Sebelum melakukan praktikum mahasiswa harus mengikuti tes pendahuluan sesuai dengan
praktikum yang akan dikerjakan. Bagi mahasiswa yang gagal dalam test (nilai < 80%) diberikan
kesempatan untuk mempelajari selama 15 menit, dan jika masih gagal, tidak diperkenankan
untuk mengikuti praktikum. Bagi mahasiswa yang lulus langsung mengerjakan praktikum.
5. Selama praktikum mahasiswa tidak diperkenankan untuk :
a. Makan dan minum
b. Bersenda gurau
c. Mendiskusikan masalah yang tidak berkaitan dengan materi praktikum
d. Mengerjakan hal lain yang tidak berkaitan dengan praktikum
6. Seluruh mahasiswa harus ikut serta secara aktif dalam praktikum.
7. Setelah selesai praktikum mahasiswa harus mengembalikan alat-alat yang digunakan dalam
keadaan utuh, dan bersih kepada penanggung jawab laboratorium. Jika terjadi kerusakan alat
selama praktikum yang disebabkan oleh kelalaian mahasiswa, mahasiswa diwajibkan untuk
mengisi formulir kesediaan mengganti, dan secepatnya mengganti alat tersebut.
8. Setiap mahasiswa harus membuat laporan praktikum diisi langsung di modul ini dengan
mengikuti panduan laporan praktikum yang terdapat dalam buku pedoman praktikum.
Laporan diserahkan maksimal 1 minggu setelah kegiatan praktikum
9. Kehadiran mahasiswa dalam praktikum harus 100%. Apabila mahasiswa tidak dapat mengikuti
praktikum karena sakit, atau alasan lain, diwajibkan untuk mengirimkan surat keterangan
yang sah dan harus diserahkan dalam 1 minggu. Mahasiswa juga harus segera lapor kepada
penanggung jawab praktikum untuk merencanakan praktikum pengganti.
10. Kegiatan pengisian gambar setiap sistem dilakukan secara berkelompok atau dibimbing oleh
tutor sesuai dengan waktu yang telah dijadwalkan
11. Gambar yang telah diisi secara individu dikumpulkan saat kegiatan peer teaching dan akan
diperiksa oleh tutor setelah kegiatan peer teaching untuk mendapatkan feedback dan
penilaian.

PRAKTIKUM LAB ILMU DASAR KEPERAWATAN II

1. Gerak Refleks
2. Pengaruh Perubahan Posisi dan Aktifitas terhadap Tekanan darah , RR dan denyut jantung
3. Pengaruh Berbagai Penutup terhadap Penguapan
4. Perubahan kadar gula darah sebelum dan sesudah makan (tes Glukosa)
5. Pengaruh kelebihan cairan hipotonis, isotonis dan cairan hipertonis terhadap pembentukan
urine
6. Pemeriksaan ketajaman penglihatan
7. Pemeriksaan ketajaman pendengaran
8. Tes Keseimbangan
Praktikum I
Gerakan Refleks

Tujuan Praktikum :
Untuk membukktikan adanya gerakkan – gerakkan refleks urat , dan urat gerakkan pada mata serta
gerakkan refleks muntah pada seseorang

Alat yang diperlukan


• Palu perkusi
• Lampu Senter
• Kapas
• Jarum

Tinjauan Teori
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun ada pula gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu
gerak refleks. Impuls pada gerakan sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori,
dibawa ke otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak, berupa
tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks berjalan sangat cepat dan tanggapan terjadi secara otomatis terhadap
rangsangan, tanpa memerlukan kontrol dari otak. Jadi dapat dikatakan gerakan terjadi tanpa
dipengaruhi kehendak atau tanpa disadari terlebih dahulu. Contoh gerak refleks misalnya berkedip,
bersin, atau batuk.
Pada gerak refleks, impuls melalui jalan pendek atau jalan pintas, yaitu dimulai dari reseptor
penerima rangsang, kemudian diteruskan oleh saraf sensori ke pusat saraf, diterima oleh set saraf
penghubung (asosiasi) tanpa diolah di dalam otak langsung dikirim tanggapan ke saraf motor untuk
disampaikan ke efektor, yaitu otot atau kelenjar. Jalan pintas ini disebut lengkung refleks. Gerak
refleks dapat dibedakan atas refleks otak bila saraf penghubung (asosiasi) berada di dalam otak,
misalnya, gerak mengedip atau mempersempit pupil bila ada sinar dan refleks sumsum tulang
belakang bila set saraf penghubung berada di dalam sumsum tulang belakang misalnya refleks pada
lutut.
Unit dasar setiap kegiatan reflex terpadu adalah lengkung reflex. Lengkung reflex ini terdiri
dari alat indra, serat saraf aferen, satu atau lebih sinaps yang terdapat di susunan saraf pusat atau di
ganglion simpatis, serat saraf eferen, dan efektor. Pada mamalia, hubungan (sinaps) antara neuron
somatil aferen dan eferen biasanya terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk
susunan saraf pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis, sedangkan
badan selnya akan terdapat di ganglion-ganglion homolog nervi kranialis atau melalui nervus cranial
yang sesuai. Kenyataan radiks dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat
motorik dikenal sebagai hokum Bell-Magendie.
Kegiatan pada lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, sebagai potensial reseptor yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor ini akan membangkitkan potensial aksi
yang bersifat gagal atau tuntas, di saraf aferen. Frekuensi potensial aksi yang terbentuk akan
sebanding dengan besarnya potensial generator. Di system saraf pusat (SSP), terjadi lagi respons yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang, berupa potensial eksitasi pascasinaps (Excitatory
Postsynaptic Potential=EPSP) dan potesial inhibisi postsinaps (Inhibitory Postsynaptic Potential=IPSP)
di hubungan-hubungan saraf (sinaps). Respon yang timbul di serat eferen juga berupa repons yang
bersifat gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini sampai di efektor, terjadi lagi respons yang besarnya
sebanding dengan kuat rangsang. Bila efektornya berupa otot polos, akan terjadi sumasi respons
sehingga dapat mencetuskan potensial aksi di otot polos. Akan tetapi, di efektor yang berupa otot
rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu
menghasilkan kontraksi otot. Perlu ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen
biasanya terdapat di system saraf pusat, dan kegiatan di lengkung reflex ini dapat dimodifikasi oleh
berbagai masukan dari neuron lain yang juga bersinaps pada neuron eferen tersebut.
Lengkung reflex. Paling sederhana adalah lengkung reflex yang mempunyai satu sinaps
anatara neuron aferen dan eferen. Lengkung reflex semacam itu dinamakan monosinaptik, dan reflex
yang terjadi disebut reflex monosinaptik. Lengkung reflex yang mempunyai lebih dari satu interneuron
antara neuron afern dan eferen dinamakan polisanptik, dan jumlah sinapsnya antara 2 sampai
beberapa ratus. Pada kedua jenis lengkung reflex, terutama pada lengkung reflex polisinaptik.
Kegiatan refleksnya dapat dimodifikasi oleh adanya fasilitas spasial dan temporal, oklusi, efek
penggiatan bawah ambang (subliminal fringe), dan oleh berbagai efek lain.
Bila suatu otot rangka dengan persarafan yang utuh direnggangkan, akan timbul kontraksi.
Respons ini disebut reflex renggang. Rangsangannya adalah regangan pada otot, dan responnya
berupa kontraksi otot yang direnggangkan. Reseptornya adalah kumparan otot (muscle spindle).
Impuls yang timbul akibat peregangan kumparan otot yang dihantarkan ke SSP melalui sera-serat
sensorik cepat yang langsung bersinaps dengan neuron motorik otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps yang berada di SSP ini adalah glutamate. Reflex-refleks regang merupakan
contoh reflex monosimpatik yang paling dikenal dan paling banyak diteliti.
Jika suatu otot keseluruhan diregangkan secara pasif, serat-serat intrafusal di dalam
gelendong-gelendong otot juga teregang, terjadi peningkatan pembentukan potensial aksi di serat
saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat-serat gelendong yang teregang tersebut.
Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang mempersarafi serat-serat
ekstrafusal otot yang sama, sehingga terjadi kontraksi otot itu. Refleks regang (stretch reflex) ini
berfungsi sebagai mekanisme umpan balik negative untuk menahan setiap perubahan pasif panjang
otot, sehingga panjang optimal dapat dipertahankan.
Contoh klasik reflex regang adalah reflex tendon patella atau knee-jerk reflex. Otot- otot
ekstensor lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk anterior paha dan melekat ke tibia
(tulang kering) tepat di bawah lutut melalui tendon patella. Pengetukan tendon ini dengan sebuah
palu karet akan secara pasif meregangkan otot-otot kuadriseps dan mengaktifkan reseptor-reseptor
gelendongnya. Reflex regang yang terjadi menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini, sehingga lutut
mengalami ekstensi dan mengangkat tungkai bawah dengan cara yang khas. Pemeriksaan ini
dilakukan secara rutin sebagai penilain pendahuluan fungsi system saraf. Reflex patella yang normal
mengindikasikan dokter bahwa sejumlah komponen saraf dan otot-gelendong otot, masukan aferen,
neuron motorik, keluaran eferen taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri-berfungsi normal. Reflex ini
juga mengindikasikan adanya keseimbangan antara masukan eksitorik dan inhibitorik ke neuron
motorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak.
Tujuan utama reflex regang adalah menahan kecenderungan peregangan pasif otot-otot
ekstensor yang ditimbulkan oleh gaya gravitasi ketika seseorang berdiri tegak. Setiap kali sendi lutut
cenderung melengkung akibat gravitasi, otot-otot kuadriseps teregang. Kontraksi yang terjadi pada
otot ekstensor ini akibat reflex regang dengan cepat meluruskan lutut, menahan tungkai tetap
terkstensi, sehingga orang yang bersangkutan tetap berdiri tegak.
Stretch dinamis dan statis Stretch Reflex. Itu refleks regangan dapat dibagi menjadi dua
komponen: refleks peregangan dinamis dan reflex regangan statis. Dinamis adalah menimbulkan
refleks regangan oleh menimbulkan sinyal dinamis ditularkan dari indra utama akhiran dari spindle
otot, yang disebabkan oleh peregangan cepat atau unstretch. Artinya, ketika tiba-tiba otot
diregangkan atau teregang, sinyal kuat ditularkan ke sumsum tulang belakang; ini seketika kuat
menyebabkan refleks kontraksi (atau penurunan kontraksi) dari otot yang sama dari sinyal yang
berasal. Jadi, fungsi refleks untuk menentang perubahan mendadak pada otot panjang. Refleks
regangan yang dinamis berakhir dalam fraksi detik setelah otot telah menggeliat (atau awalnya) untuk
panjang baru, tetapi kemudian yang lebih lemah statis refleks regangan terus untuk waktu yang lama
setelahnya. Refleks ini diperoleh oleh statis terus-menerus sinyal reseptor ditularkan oleh kedua
primer dan endings.The sekunder pentingnya peregangan statis refleks adalah bahwa hal itu
menyebabkan tingkat kontraksi otot cukup konstan, kecuali jika sistem saraf seseorang secara spesifik
kehendak sebaliknya.
Yang sangat penting fungsi dari refleks regangan adalah kemampuannya untuk mencegah
osilasi atau sentakan pada pergerakan mesin tubuh. Ini adalah fungsi meredam dam memperlancar
seperti yang dijelaskan dalam paragraf berikut. Sinyal dari sumsum tulang belakang sering ditularkan
ke otot dalam bentuk unsmooth, meningkatkan intensitas untuk beberapa milidetik, kemudian
menurun intensitas, kemudian mengubah tingkat intensitas lain, dan begitu seterusnya.
Refleks cahaya pada pupil adalah refleks yang mengontrol diameter pupil, sebagai tanggapan
terhadap intensitas (pencahayaan) cahaya yang jatuh pada retina mata. Intensitas cahaya yang lebih
besar menyebabkan pupil menjadi lebih kecil (kurangnya cahaya yang masuk), sedangkan intensitas
cahaya yang lebih rendah menyebabkan pupil menjadi lebih besar ( banyak cahaya yang masuk). Jadi,
refleks cahaya pupil mengatur intensitas cahaya yang memasuki mata.
Refleks kornea, juga dikenal sebagai refleks berkedip, adalah tanpa sadar kelopak mata
berkedip dari yang diperoleh oleh stimulasi (seperti menyentuh atau benda asing) dari kornea, atau
cahaya terang, meskipun bisa akibat dari rangsangan perifer. Harus membangkitkan rangsangan baik
secara langsung dan respons konsensual (tanggapan dari mata sebaliknya). Refleks mengkonsumsi
pesat sebesar 0,1 detik. Tujuan evolusioner refleks ini adalah untuk melindungi mata dari benda asing
dan lampu terang (yang terakhir ini dikenal sebagai refleks optik).
Pemeriksaan refleks kornea merupakan bagian dari beberapa neurologis ujian, khususnya
ketika mengevaluasi koma. Kerusakan pada cabang oftalmik (V1) dari saraf kranial ke-5 hasil di absen
refleks kornea ketika mata terkena dirangsang. Stimulasi dari satu kornea biasanya memiliki respons
konsensual, dengan menutup kedua kelopak mata normal.[4]
Refleks biseps tes refleks yang mempelajari fungsi dari refleks C5 busur dan untuk mengurangi refleks
C6 derajat busur. Tes ini dilakukan dengan menggunakan sebuah tendon palu untuk dengan cepat
menekan tendon biceps brachii saat melewati kubiti fosa. Secara spesifik, tes mengaktifkan reseptor
di dalam peregangan otot bisep brachii yang berkomunikasi terutama dengan C5 dan sebagian saraf
tulang belakang dengan saraf tulang belakang C6 untuk merangsang kontraksi refleks dari otot biseps
dan menyentakkan lengan bawah.

Tata Kerja Praktikum


a. Refleks kulit perut.
Orang coba berbaring telentang dengan kedua lengan terletak lurus di samping badan.
Goreslah kulit daerah abdomen dari lateral kea rah umbilicus. Respon yang terjadi berupa
kontraksi otot dinding perut.
b. Refleks kornea
Sediakanlah kapas yang digulung menjadi bentuk silinder halus. Orang coba menggerakkan
bola mata ke lateral yaitu dengan melihat ke salah satu sisi tanpa menggerakkan kepala.
Sentuhlah dengan hati-hati sisi kontralateral kornea dengan kapas. Respon berupa kedipan
mata secara cepat.
c. Refleks cahaya
Cahaya senter dijatuhkan pada pupil salah satu mata orang coba. Respons berupa konstriksi
pupil holoateral dan kontralateral. Ulangi percobaan pada mata lain.

d. Refleks Periost Radialis


Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan sedikit
dipronasikan. Ketuklah periosteum pada ujung distal os radii. Respons berupa fleksi lengan
bawah pada siku dan supinasi tangan.
e. Refleks Periost Ulnaris
Lengan bawah orang coba setengah difleksikan pada sendi siku dan tangan antara pronasi dan
supinasi. Ketuklah pada periost prosessus stiloideus. Respons berupa pronasi tangan.

f. Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)


1) Knee Pess Reflex (KPR)
Orang coba duduk pada tempat yang agak tinggi sehingga kedua tungkai akan tergantung
bebas atau orang coba berbaring terlentang dengan fleksi tungkai pada sendi lutut.
Ketuklah tendo patella dengan Hammer sehingga terjadi ekstensi tungkai disertai
kontraksi otot kuadrisips.
2) Achilles Pess Reflex (ACR)
Tungkai difleksikan pada sendi lutut dan kaki didorsofleksikan. Ketuklah pada tendo
Achilles, sehingga terjadi plantar fleksi dari kaki dan kontraksi otot gastronemius.
3) Refleks biseps
Lengan orang coba setengah difleksikan pada sendi siku. Ketuklah pada tendo otot
biseps yang akan menyebabkan fleksi lengan pada siku dan tampak kontraksi otot
biseps
4) Refleks triseps
Lengan bawah difleksikan pada sendi siku dan sedikit dipronasikan. Ketuklah pada
tendo otot triseps 5 cm di atas siku akan menyebabkan ekstensi lengan dan kontraksi
otot triseps
5) Withdrawl Reflex
Lengan orang coba diletakkan di atas meja dalam keadaa ekstensi. Tunggulah pada
saat orang coba tidak melihat saudara, tusuklah dengan hati-hati dan cepat kulit
lengan dengan jarum suntik steril, sehalus mungkin agar tidak melukai orang coba.
Respons berupa fleksi lengan tersebut menjauhi stimulus.

PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi seenaknya. Bagian (anggota gerak)
yang akan diperiksa harus terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba untuk
mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini dapat dicapai bila posisi dan letak
anggota gerak orang coba diatur dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada sendi tangan dengan kekuatan
yang sama, yang dapat menimbulkan regangan yang cukup.
Laporan Praktikum I

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….

Tujuan Praktikum :
..................................................................................................................................................................
...........................................

Refleks kulit perut.


.......................................................................................................
Refleks kornea
.......................................................................................................
Refleks cahaya
.......................................................................................................

Refleks Periost Radialis


.......................................................................................................

Refleks Periost Ulnaris


.......................................................................................................

Stretch Reflex (Muscle Spindle Reflex=Myotatic Reflex)


Knee Pess Reflex (KPR)
.......................................................................................................
Achilles Pess Reflex (ACR)
.......................................................................................................
Refleks biseps
.......................................................................................................
Refleks triseps
.......................................................................................................
Withdrawl Reflex
.......................................................................................................

Kesimpulan
…………………………………………………………………..............................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
....
Praktikum II

PENGARUH PERUBAHAN POSISI DAN AKTIVITAS TERHADAP


TEKANAN DARAH , RR DAN DENYUT JANTUNG

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat : menjelaskan pengaruh aktivitas terhadap
denyut jantung dan tekanan darah.

Alat yang diperlukan


1. Sphygmomanometer
2. Stetoskop
3. Bangku kayu

Mekanisme kerja Jantung


Mekanisme kontraksi jantung terjadi karena adanya proses stimulus-respons yang timbul karena
adanya sistem penghantar khusus jantung yang dibentuk oleh otot-otot jantung. Dengan demikian
otot jantung berbeda dengan otot lainnya karena selain berfungsi untuk kontraksi tetapi juga
berfungsi sebagai sistem konduksi ( penghantar khusus). Sistem penghantar khusus ini mempunyai
sifat-sifat sbb.:
a. Otomatisasi : yaitu kemampuan untuk menghasilkan impuls secara spontan
b. Ritmisitas : yaitu kemampuan membentuk impuls secara teratur
c. Daya konduksi : yaitu kemampuan untuk menyalurkan impuls
d. Daya rangsang : yaitu kemampuan untuk menanggapi stimulus.

Sistem penghantar khusus jantung terdiri dari :


a. Sinoatrial (SA) Node yang berperan sebagai pacu jantung (pace maker), terletak pada dinding
atrium kanan dekat muara Vena Cava Superior
b. Atrioventrikular (AV) Node, terletak dibagian bawah septum atrium dekat muara Sinus
Koronarius
c. Bundle of His (Berkas His), sebagai lanjutan dari AV Node dan merupakan penghubung
fungsional antara otot atrium dengan otot ventrikel. Dibagian atas septum venetrikel, berkas
His bercabang 2 (dua) menjadi cabang kanan (Right Bundle Branch) yang menuju ventrikel
kanan, dan cabang kiri (Left Bundle branch0 yang menuju ventrikel kiri. Cabang kiri ini pendek
dan bercabang lagi menjadi fasikulus anterior yang menuju dinding ventrikel kiri bagian depan
atas, dan fasikulus posterior menuju dinding ventrikel kiri bagian belakang bawah.Ujung-ujung
berkas susunan penghantar khusus di ventrikel terdiri dari serat-serta Purkinje yang berada di
sel-sel miokardium.

Kecepatan pembentukan impuls, konduksi, dan kekuatan kontraksi diatur oleh sistem saraf
autonom yaitu sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis melalui N.Vagus.Dalam
mengendalikan aktivitas jantung saraf simpatis dan parasimpatis mempunyai pengaruh yang
berlawanan. Saraf simpatis meningkatkan kecepatan pembentukan impuls, kecepatan konduksi, dan
kekuatan kontraksi, sedangkan saraf parasimpatis dalam hal ini N.Vagus, sebaliknya yaitu menurunkan
kecepatan pembentukan impuls, kecepatan konduksi dan kekuatan kontraksi.
Sistem saraf autonom ini, juga dipengaruhi oleh perubahan tekanan dimana reseptor tekanan
(baroreceptor/pressoreceptor) terletak pada lengkung aorta dan sinus karotikus, serta perubahan
kimia darah yaitu perubahan oksigen, karbondioksida, elektrolit, pH, dan obat-obat tertentu.
Adaptasi terhadap kebutuhan oksigen dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Jika
kebutuhan tubuh akan oksigen meningkat, misalnya saat melakukan latihan atau olah raga,
kegemukan, stress emosi, penyakit metabolisme,perdarahan, anemia, dan penggunaan obat-obat
tertentu, curah jantung (cardiac output) meningkat. Apabila kebutuhan oksigen ini berkurang,
misalnya saat istirahat, hipervolemia, meningkatnya viskositas darah, curah jantung ini akan menurun.
Hubungan timbal balik antara mekanisme pemompaan dan kebutuhan oksigen menjamin
dinamika ekuilibrium dalam pemenuhan kebutuhan oksigen. Darah yang dipompakan ke dalam aorta
pada waktu systole dapat didengarkan berupa denyut nadi (heart rate) dan darah ini menimbulkan
tekanan yang bergelombang sepanjang arteri dan dapat diraba sebagai denyut nadi.

Pengaturan Tekanan Darah


Tekanan darah adalah kekuatan yang ditimbulkan oleh jntung yang berkontraksi saat memompa
darah sehingga darah terus mengalir didalam pembuluh darah. Tekanan ini diperlukan supaya darah
tetap mengalir serta dapat melawan gravitasi dan hambatan dalam dinding arteri. Tanpa tekanan
darah yang terus menerus darah tak akan dapat mengalir ke otak dan keseluruh jaringan tubuh.
Tekanan darah tergantung dari kemampuan jantung sebagai pompa dan hambatan dalam
pembuluh darah arteri. Jumlah darah yang dipompa oleh jantung dalam 1 menit disebut curah jantung
(cardiac output). Cardiac output tergantung dari kecepatan jantung berdenyut (heart rate) dan jumlah
darah yang dipompakan dalam setiap denyutan atau pompaan yang disebut isi sekuncup (stroke
volume).Dalam keadaan normal isi sekuncup ini berjumlah sekitar 70 ml dengan frekuensi denyut
jantung 72 x/menit, sehingga curah jantung diperkirakan sekitar 5 liter. Jumlah ini tidak menetap
tetapi dipengaruhi oleh aktivitas seseorang.

Sepanjang 24 jam tekanan darah selalu berubah-ubah berkisar antara 20 – 30 mmHg, angka ini
tergantung dari kegiatan dan tuntutan kebutuhan tubuh. Tekanan darah paling rendah adalah apabila
sedang istirahat atau pada saat tidur. Saat berdiri dan bergerak tubuh akan mengadakan pengaturan
sehingga tekanan darah menjadi stabil. Curah jantung meningkat pada pada waktu melakukan kerja
otot, stress, peningkatan suhu lingkungan, kehamilan, setelah makan, dan aktivitas lainnya.

Didalam pembuluh darah, darah tidak mengalir secara kontinyu dan merata seperti air di dalam
pipa karet atau plastik, akan tetapi berupa semburan atau dorongan sesuai dengan denyutan jantung
sehingga pembuluh darah berdenyut. Tekanan pada pembuluh darah akibat dorongan tersebut
disebut tekanan sistolik, yaitu berupa tekanan maksimal yang menekan pembuluh darah arteri.
Selanjutnya tekanan pada pembuluh darah arteri akan menurun yaitu selama jantung relaksasiatau
diantara pompaan atau denyutan jantung, tekanan ini dinamakan tekanan diastolic.

Pengukuran Tekanan Darah


a. Cara occilometrik
Prinsip pengukuran ini didasarkan pada pencatatan oscilasi yang tercatat pada tambur.
Tekanan sistolik dibaca saat mulai terjadinya oscilasi sedangkan tekanan diastolik dibaca saat
oscilasi maksimum. Pengukuran ini jarang dilakukan
b. Cara palpatorik
Alat yang digunakan sphygmomanometer. Pada saat tekanan / kompresi yang tinggi pada
n.brakhialis / radialis tidak dapat diraba, pada saat penekanan diturunkan nadi dapat teraba
dan ini disebut tekanan sistolik, sedangkan tekanan diastolik dengan cara ini tak dapat diukur.
c. Cara auskultatorik ( Korotkoff)
Alat yang digunakan terdiri dari sphygmomanometer yang dilengkapi dengan manset,
manometer airraksa, pompa karet, katup pengatur dan stetoskop.Jika pompa karet dipompa
berkali-kali, rongga udara akan mrngembang, dan akan mendorong airraksa sebagai penunjuk
tekanan akan menunjukkan tekanan yang semakin meningkat. Jika penutup katup pengatur
dibuka, tekanan udara dalam rongga manset lengan akan berkurang dan airraksa sebagai
penunjuk tekanan juga akan menurun. Dengan meletakkan stetoskop diatas arteri lengan
(dibawah pemasangan manset).
Phase I : bunyi pembuluh darah yang menyerupai bunyi jantung pertama
Phase II : seperti bunyi phase I tetapi disertai oleh semacam bising
Phase III : bising hilang lagi, kembali seperti phase I
Phase IV : bunyi pembuluh sekonyong-konyong menjadi perlahan
Phase V : bunyi pembuluh hilang
Phase I = tekanan sistolik
Phase V = tekanan diastolik

Tata Kerja Praktikum


1. Mintalah orang percobaan untuk relax
2. Hitunglah denyut nadi orang percobaan
3. Pasang manset pada lengan atas
4. Pompa karet berkali-kali sampai airraksa pada manometer naik mencapai 20 – 40 mmHg
diatas rata-rata tekanan darah normal sambil meletakkan stetoskop diatas arteri dibawah
pemasangan manset
5. Buka klep pengatur perlahan-lahan
6. Dengarkan dengan seksama suara yang terdengar melalui stetoskop
7. Tentukan sistolik dan diastolik
8. Lakukan pemeriksaan tekanan darah pada posisi tidur, duduk, dan berdiri
9. Mintalah orang percobaan untuk naik-turun tangga dengan kecepatan 60 x / menit selama 3
menit tanpa istirahat.
10. Periksa kembali denyut nadi dan tekanan darah orang percobaan segera setelah 1’, 2’, dan 3’
melakukan aktivitas.
Laporan Praktikum II

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..

I. TujuanPraktikum
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
.....................................................................................................................................................
....................
II. Hasil Praktikum
Denyut Nadi saat istirahat ............................................
Tekanan darah pada posisi tiduran ...................................
Tekanan darah pada posisi duduk ..................................
Tekanan darah pada posisi berdiri .....................................
Denyut nadi setelah aktivitas 1’.........2’.........3’........
Tekanan darah setelah aktivitas .1’............2’.........3’........
III. Kesimpulan:
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
................................................................................................................
Praktikum III
PENGARUH BERBAGAI PENUTUP TERHADAP PENGUAPAN

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat mendemonstrasikan pengaruh lemak
terhadap kehilangan panas
Alat yang diperlukan
a. Thermometer air
b. Gelas dengan ukuran 200 ml 3 buah
c. Minyak goreng 100 ml
b. Kain wool untuk penutup gelas
c. Kain tipis dari katun penutup gelas
d. Panci berisi air dan kompor untuk memasak air

Suhu Tubuh Normal


Tidak ada tingkat suhu yang dianggap normal, karena pengukuran pada banyak orang normal suhu
memperlihatkan rentang suhu normal, yaitu mulai dari 36ºC (97ºF) samapai lebih dari 37,5ºC (99ºF).
Bila diukur per rektal nilainya kira-kira 0,6ºC (1ºF) lebih tinggi dari suhu oral (Guyton&Hall,. 1997).
Tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,5ºC
(Scheifele, 1989 yang dikutip oleh iskandar, 2002).
Suhu tubuh sedikit bervariasi pada kerja fisik dan pada lingkungan yang ekstrim, karena pada
pengaturan suhu tidak 100% tepat. Bila bentuk panas yang berlebihan karena kerja fisik yang berat
maka suhu rektal akan meningkat sampai setinggi 34-40ºC. Sebaiknya ketika tubuh terpapar dengan
suhu yang dingin maka suhu rektal dapat turun dibawah 35,6ºC.
Mekanisme Keseimbangan Suhu Tubuh
Menurut Kozier (1991) menyatakan bahwa suhu tubuh merupakan keseimbangan
antara produksi panas yang dihasilkan oleh tubuh dengan kehilangan panas dalam tubuh. Mekanisme
keseimbangan suhu ini sangat berperan penting dalam pengaturan suhu tubuh.
Mekanisme Produksi Panas
Produksi panas adalah produk tambahan metabolisme yang utama. Faktir-faktor yang
berperan penting dalam metabolisme tubuh. Diantaranya yaitu: (1) laju metabolisme basal dari semua
sel tubuh; (2) laju cadangan metabolisme yang disebabkan karena konstruksi otot yang disebabkan
oleh menggigil; (3) metabolisme tambahan yang disebabkan oleh pengaruh trioksin (dan oleh
sebagian kecil hormon pertimbuhan dan testosteron) terhadap sel; (4) metabolisme tambahan yang
disebabkan efekepnefrin dan norepinefrin; (5)metabolisme tambahan yang disebabkan oleh
meningkatnya aktifitas kimiawi dalam sel.
Mekanisme Kehilangan Panas
Sebagian besar produksi panas dala mtubuh dihasilkan pada organ dalam terutama hati, otak,
jantung, dan otot rangka terutama selama kerja. Kemudian panas ini dari jaringan dalam tubuh ke
kulit melalui sistem penghubung arteriovenosus (arteriovenous shunt). Penghubung dapat terbuka
untuk menghantarkan panas dari kulit ke lingkungan sekitarnya atau tertutup untuk menhambat
panas keluar dari tubuh. Membuka atau mentupnya arteriovenosus ini diatur oleh sistem saraf
simpatis yang berespon terhadap perubahan lingkungan. Berbagai cara panas hilang dari kulit ke
lingkungan yaitu:
(1) Radiasi
Radiasi adalah perpindahan panas dari area permukaan benda yang satu denga permukaan yang
lain tanpa adanya kontak langsung antara dua buah benda (Kozier, 1991). Orang yang telanjang
pada suhu kamar normal kehilangan panas kira kira 60% dari kehilangan panas total (sekitar 15%)
melalui radiasi (Guyton, 1997). Kehilangan panas melalui radiasi berarti kehilangan dalam bentuk
gelombang panas ira merah, suatu jenis gelombang elektromagnetik.
(2) Konduksi
Konduksia dalah perpindahan panas dari suatu molekul ke molekul lain yang disertai kontak
langsung antara dua buah benda (Taylor, 1997). Darah membawa atau mengkondiksikan panas
dari inti tubuh ke permukaan kulit. Normalnya, hanya sedikit jumlah panas yang dilepaskan
melalui proses konduksi ke permukaan kulit. Selimut pendingin atau kasur pendingin dapat
digunakan untuk menurunkan demam melalui konduksi panas dari kulit ke kasur/selimut
pendingin. Perindahan panas juga dapat terjadi melalui pemaparan dengan air. Air memiliki panas
khusus beberapa ribu kali lebih besra daripada udara, sehingga setiap unitbagian air yang
berdekatan ke kulit dapat mengabsorbsi jumlah kuantitas panas yang lebih besar dari pada udara.
Juga konduktifitas air terhadap panas berbeda dengan konduktifitas udara. Oleh karena itu,
kecepatan kehilangan panas ke air pada suhu yang cukup rendah jauh lebih besar dari pada
kecepatan kehilangan panas ke udara pada suhu yang sama.
(3) Konveksi
Konveksi adal perpindahan panas melalui pergerakan idara diantara dua area yang berbeda
kepadatannya (Taylor, 1997). Ada dua macam konveksi yaitu konveksi alamiah dan konveksi
paksa. Konveksi alamiah adalah kehilangan panas akibat suhu udara sekitar lebih dingin
dibandingkan dengan suhu tubuh, sedangkan konveksi paksa terjadi dari pendingin ruangan
seperti AC dan kipas angin.
(4) Evaporasi
Kehilangan panas melalui penguapan yang terjadi terus menerus dari traktus respiratorius,
mukosa mulut dan dari kulit (Kozier, 1991). Evaporasi dapat terjadi melalui kulit dan paru-paru
(insensible waterloss). Evaporasi air yang tidak kelihatan ini tidak dapat dikendalikan untuk tujuan
pengaturan suhu karena evaporasi tersebut dihasilkan dari difusi molekul air terus menerus
melalui kulit dan permukaan sistem pernafasan. Akan tetapi kehilangan panas melalui evaporasi
keringat dapat diatur dengan pengaturan kecepatan berkeringat. Berkeringat terjadi melalui
kelenjar keringat yang diatur oleh sistim saraf simpatis

Pengaturan Suhu Tubuh


Konsep Set-Point Dalam pengaturan Suhu Tubuh
Pada tingkat yang hampir tepat 37,1ºC terjadi perubahan drastis pada kecepatan kehilangan
panasdan kecepatan pembentukan panas. Pada suhu diatas tingkat ini, kecepatan kehilangan panas
lebih besar dari pada kecepatan pembentukan panassehingga suhu tubuh turun dan mencapai
kembali tingkat 37,1ºC. Sebaliknya pada suhu dibawah tingkat ini, kecepatan pembentukan
panaslebih besar dari pada kecepatan kehilangan suhu panas sehingga suhu tubuh meningkat dan
kembali mencapai suhu 37,1ºC. Tingkat temperatur kritis ini disebut set-pointdari mekanisme
pengaturan suhu tubuh, yaitu semua mekanisme pengaturan temperatur yang terus menerus
berupaya untuk mengembalikan suhu tubuh ke tingkat set-point (Guyton&Hall, 1997)

Mekanisme pengaturan Suhu Tubuh


Sistem yang mengatur suhu tubuh terdiri dari tiga bagian, yaitu: deteksi suhu kulit dan suhu inti
tubuh, penggabungan di hippotalamus, dan sistem efektor yang mengatur produksi panas dan
kehilangan panas.
Sistem deteksi suhu tubuh terdiri dari dua bagian yaitu deteksi suhu tubuh di kulit dan deteksi
suhu tubuh di jaringan dalam (inti tubuh). Kulit memiliki reseptor dingin dan pana. Reseptor dingin
jauh lebih banyak dari pada reseptor panas, tepatnya terdapat sepuluh kali lebih banyak di seluruh
kulit. Oleh karena itu, deteksi suhu bagian perifer terutama menyangkut deteksi suhu sejuk dan dingin
dari pada suhu hangat (Guyton&Hall, 1997).

Reseptor suhu tubuh bagian dalam ditemukan pada baian tertentu dalam tubuh. Terutama di
medulla spinalis, di organ dalam abdomen, atau disekitar vena-vena besar. Reseptor dalam ini
berbeda fungsinya dengan reseptor kulit karena reseptor tersebut lebih banyak terpapar dengan suhu
inti dari peda suhu permukaan tubuh, reseptor inti tubuh lebih banyak mendeteksi dingin dari pada
hangat. Hal ini dimungkinkan karena reseptor kulit dan reseptor bagian dalam tubuh berperan
mencegah hipotermi, yaitu mencegah suhu tubuh yang rendah.

Integrator hipotalamus merupakan pust yang mengatur suhu inti tubuh, terletak di area pre-optik
dari hipotalamus bagian anterior (Kozier, 1991). Pusat ini berfungsi untuk meng integrasikan antara
input yang bearasal dari berbagai macam reseptor suhu yang terletak di tubuh dengan output
yangmerespon terjadinya merespon terjadinya peningkatan pembentukan panas tubuh atau
peningkatan kehilangan panas tubuh (Porth, 1990). Area-pre-optik ini mengundang sejumlah neuron-
neuron yang sensitif terhadap panas kira-kira sepertiga dari jumlah neuron yang sensitif terhadap
dingin. Neuron-neuron ini berfungsi mjengantarkan sinyal dan reseptor suhu kulit dan meresponnya
kembali melalui mekanisme umpan balik.

Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi panas (set-point berada di atas tingkat
temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim singyal untuk menurunkan set-point dengan
cara menghambat produksi panas tubuh dan meningkatkan pelepasan panas tubuh ke lingkungan.
Akibatnya suhu tubuh menurun dan mencapai tingkat temperatur kritis (Guyton&Hall, 1997). Respon
fisiologis yang timbul dari stimulus suhu panas adalah berupa vasodilatasi pembuluh darah di seluruh
tubuh, berkeringat, dan penghambatan termogenesisi kimia seperti hormon epinefrin dan tiroksi oleh
sistim saraf pusat (Kozier, 1991).

Ketika sistem sensoris dalam hipotalamus mendeteksi dingin (set-point berada di bawah tingkat
temperatur kritis)maka sistem efektor segera mengirim sinyal untuk menaikanproduksi panas tubuh
dan menghambat pelepasan pelepasan panas tubuh ke lingkungan. Akibatnya suhu tubuh meningkat
dan mencapai kembali tingkat temperatur kritis (Guyton&Hall, 1997). Respon fisiologis yang timbul
dari adanya stimulus suhu dingin adalah terjadinya vasokontriksi pembuluh darah perifer sehingga
kulit telihat pucat, piloereksi (rambut berdiri pada akarnya), menggigil, pelepasan epinefrin dan
norepinefrin, pelepasan trioksin oleh hormon tiroid yang dapat meningkatkan metabolisme tubuh
(Kozier, 1991).

Selain mekanisme bawah sadar untuk pengaturan suhu tubuh, tubuh memiliki mekanisme
pengaturan temperatur lain berupa perilaku pengaturan suhu tubuh. Perilaku ini meliputi emilihan
jenis pakaian, pengaturan suhu lingkungan dengan menggunakan mesin penghangat atau AC, minim
minuman hangat disaat tubuh kedinginan, posisi tubuh “meringkuk” yang bertujuan untuk
menghambat pelepasan panas disaat udara dingin dan sebagainya (Porth, 1990).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh

(1) Usia

baik usia yang lebih muda maupun yang lebih tua, sangat sensitif terhadap perubahan suhu
lungkungan. Bayi dan anak-anak lebih cepat berespon terhadap perubahan suhu udara baik panas
maupun dingin. Menurut Donna (1993) menyatakan bahwa pengaturan suhu tubuh pada usia
toodler sudah mulai stabil dibandingkan dengan infant. Orang berusia lanjut (diatas 75 tahun)
lebih mudah terjadi hipotermi dikarenakan faktor penuaan sehingga kontrol pengaturan suhu
tubuh kurang optimal (Taylor, 1997)

(2) Variasi diurnal

Suhu tubuh secara normal mengalami perubahan setiap hari bervariasi sebesar 2ºC diantara pagi
hari dan siang hari. Suhu tubuh berada pada tingkat paling tinggi diantara pukul 20.00 dan 24.00
WIB dan berada pada tingkat paling rendah diantara pukul 04.00 dan 06.00 (Kozier, 1991).

(3) Exercise

Kerja yang berlebihan dapat meningkatkan suhu tubuh sampai 38,3-40ºC diukur secara rektal
(Kozier, 1991).

(4) Hormon

Wanita memiliki pengaturan suhu tubuh yang berfluktuatif dibandingkan laki-laki. Hal ini terjadi
karena adanya perubahan hormonal pada waita terutama peningkatan progesteron pada saat
ovulasi. Perubahan hormon meningkatkan suhu tubuh sebesar 0,5-1ºC (Taylor, 1997).

(5) Stress

Tubuh berespon baik terhadap stress fisik dan stress emosional. Adanya stress menyebabkan
rangsangan terhadap epinefrin dan norepinefrin sehingga kecepatan metabolisme akan
meningkat yang pada akhirnya juga akan meningkatkan suhu tubuh (Kozier, 1991).

(6) Suhu Lingkungan

Suhu tubuh yang ekstrim dapat berpengaruh terhadap sistem pengaturan suhu tubuh seseorang.
Pada dasarnya, ketika tubuh terpapar udara dingin yang ekstrim tanpa baju pelindung yang
adekuat maka terjadi kehilangan panas yang dapat meningkatakan hipotermi, jika tubuh terpapar
pada udara panas yang ekstrim maka akan terjadi hipertermi (Taylor, 1997)

(7) Cairan

Salah satu fungsi cairan dalam pengaturan sirkulasi darah adalah menghantarkan panas yang
merupakan hasil metabolisme tubuh. Yang dimaksud cairan disini adalah darah. Aliran darah
kekulit menentukan kehilangan panas dari tubuh dan dengan cara ini mengatur suhu tubuh.
Kehilangan sejumlah besar cairan dari traktus gastrointestinal, kulit, atau ginjal yang berlangsung
secara abnromal dan dehidrasi dapat menyebabkan menurunnya volume cairan intravaskuler.
Berkurangnya cairan intravaskuler akan menyebabkan menurunnya volume darah. Penurunan
volume darah akan menggangu proses transportasi dari tubuh ke lingkungan. Akibatnya
temperatur tubuh akan meningkat (Guyton&Hall, 1997).

Tata Kerja Praktikum


1. Panaskan 500 ml air hingga mendidih
2. Masukkan kedalam ketiga 3 gelas masing-masing sampai berisi 2/3 bagian
3. Gelas I ditutup dengan kain tipis dari katun
Gelas II ditutup dengan kain wool
Pada Gelas III ditambahkan minyak goreng 50 ml
4. Ukur suhu masing-masing gelas setiap 15 menit selama 2 jam dan catatlah hasilnya.
Laporan Praktikum III

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1………………………………
2. ……………………………
3. ……………………………
4. ……………………………
Tujuan Praktikum : .....................................................................................................
.............................................................................................................................................
Hasil Praktikum :
Gelas I menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .........................
Gelas II menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : .............................
Gelas III menghasilkan :
¼ jam I : ………………………………
¼ jam II : ………………………………
¼ jam III : ……………………………
¼ jam IV : ............................
Kesimpulan
..............................................................................................................................................
........................................
PRAKTIKUM IV
PENGARUH KADAR GULA SEBELUM DAN SESUDAH MAKAN
(TES TOLERANSI GLUKOSA)

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan kadar glukosa darah
sebagai dampak dari asupan karbohidrat sederhana.

Alat yang diperlukan


1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air minum
3. Alat pemeriksaan kadar gula darah
4. Kertas dan ballpoint untuk mencatat

Tubuh menggunakan karbohidrat sebagai sumber energi untuk aktifitas sel. Karbohidrat dapat
ditemukan dalam makanan yang mengandung pati seperti roti, nasi, kentang dan lain-lain.
Karbohidrat terdiri dari:
1. Karbohidrat sederhana yang terdiri dari 6 karbon monosakarida, dan yang termasuk ke dalam
monosakarida adalah glukosa, galaktosa dan fruktos8.
2. Disakarida, seperti laktosa dan sukrose
3. Polisakarida atau karbohidrat kompleks seperti patL

Pada umumnya jenis karbohidrat yang paling banyak dalam diet seharihari adalah disakarida dan
polisakarida, yang pada akhirnya dihidrolisis oleh enzim seperti sakaridase dalam usus halus menjadi
gula sederhana yaitu glukosa, galaktosa dan fruktosa kemudian diabsorbsi dalam viii-viii usus halus
masuk ke dalam darah dan ditransportasikan melalui vena porta ke dalam hati.
Glukosa sederhana yang sampai di hati dengan bebas masuk ke dalam sel-sel hati dan secara
enzimatis galaktosa dan fruktosa dirubah menjadi glukosa.
Kadar guia dalam darah harus terus dipertahankan dalam jumlah yang normal di dalam darah.
Pada masa pasca absortif, glukosa dalam intestine dapat menjadi sumber utama konsentrasi gula di
dalam darah, akan tetapi waktu setelah absorbsi kadar gula darah akan diseimbangkan oleh glukosa
dari hati yang merupakan pool untuk glukosa di dalam darah.
Setelah makan makanan yang tinggi karbohidrat, gula darah akan tinggi, mengakibatkan
uptake glukosa oleh hati menjadi meningkat, dan proses pembentukan glikogen hati akan meningkat
melalui suatu proses yang disebut glikogenesis.
Jaringan pengguna gluokosa terbesar adalah otot dan otak. Pada otot yang sedang aktif
dimana kebutuhan akan energi sangat tinggi, glukosa akan diambil secara cepat dari glukosa dan
dirubah menjadi glukosa 6 fosfat, dan kemudian dengan bantuan enzim-enzim glikolisis dirubah
menjadi piruvat yang pada akhirnya masuk ke sistem respirasi sel atau siklus kreb untuk menghasilkan
energi (pada keadaan cukup oksigen). Tapi sebaliknya apabila otot atau tubuh secara keseluruhan
sedang tidak aktif atau sedang istrirahat, glukosa yang dalam hati akan dirubah menjadi glukosa 6
fosfat, dan dirubah menjadi glikogen hati sebagai cadangan glukosa.
Untuk dapat masuk ke dalam sel otot, glukosa perlu bantuan insulin yang merupakan
pembawa pesan pertama, yang akan berikatan dengan reseptor insulin dalam membran sel. Apabila
ikatan hormon dan insulin terbentuk maka glukosa melalui gerbang protein G dapat menembus
membran sel untuk dipakai selanjutnya.

Sering sekali, karena adanya kegemukan, kurang aktifitas dan konsumsi gula sederhana yang
terlalu banyak dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan reseptor insulin sel otot sebagai pemakai
terbesar glukosa menjadi kurang atau bahkan tidak sensitif terhadap insulin, menyebabkan glukosa
yang ada dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dan bertumpuk dalam darah, hal ini disebut
hiperglikemia. Kandisi menurunnya sensitifitas reseptor insulin sering menyertai penyakit Diabetes
Melitus tipe II.

Penyakit Diabetes Mellitus merupakan penyakit kronis yang sulit penangananya karena
berkaitan dengan kekacauan endakrin tubuh, oleh sebab itu deteksi dini diabetes lebih penting dari
pada mengobati. Salah satu prekondisi yang mendahului adalah adanya intoleransi glukosa, yang
senng menyertai orang yang kegemukan atau dengan riwayat ke!uarga dengan diabetes mellitus tipe
2. Pemeriksaan untuk melihat toleransi glukosa adalah tes oral toleransi glukosa. Pemeriksaan ini
dapat bermanfaat untuk deteksi dini Diabetes mellitus tipe 2.

Tata Kerja Praktikum:


1. Diet 3 hari cukup karbohidrat
2. Puasa 12-14 jam kemudian diperiksa gula darah puasanya
3. Minum air gula (75 gram gula dilarutkan dalam 300 ml air minum) selama 5 menit
Gula darah diperiksa kembali setelah 30 menit, 1 jam dan setelah 2 jam)

Hasil akan menunjukan ada gangguan toleransi atau ada gangguan uptake glukosa apabila hasil
pemeriksaan : Puasa > 120 mg/dL dan 2 jam setelah makan < 140 mg/dl
Laporan Praktikum IV

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1………………………………
2. ………………………………
3. ……………………………
4. ………………………………
TujuanPraktikum: .....................................................................................................
.......................................................................................................

Hasil Praktikum :

Hasil pemeriksaan Gula darah :

1. setelah 30 menit …………………..

2. setelah 1 jam dan ………………….

3. setelah 2 jam)……………………….

Kesimpulan
.....................................................................................................................................................
.........................................
.....................................................................................................................................................
.........................................
.....................................................................................................................................................
........................................
.....................................................................................................................................................
.........................................
.....................................................................................................................................................
.........................................
Praktikum V
PENGARUH KELEBIHAN CAIRAN HIPOTONIS, ISOTONIS, DAN HIPERTONIS TERHADAP
PEMBENTUKAN URINE

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat menjelaskan perubahan jumlah urine dalam
waktu tertentu sebagai dampak dari penambahan cairan hipotonis, isotonis, dan hipertonis.

Alat yang diperlukan


1. Gelas ukuran
2. Cairan untuk diminum :
Aqua 1 liter
NaCl 0. 9% 1 liter
Dextrose 10% 1 liter
3. Kertas dan ballpoint untuk mencatat

Mekanisme Pengaturan Cairan dan Elektrolit


Perubahan volume cairan dan konsentrasi elektrolit didalamnya dapat menimbulkan masalah
kesehatan yang serius, oleh karena itu tubuh mempunyai mekanisme homeostatis yang akan
mempertahankan keadaan cairan dan lektrolit dalam batas-batas normal. Organ yang terlibat dalam
pengaturan cairan dan elektrolit adalah ginjal, paru-paru, jantung, pembuluh darah, kelenjar adrenal,
kelenjar parathyroid, dan kelejar hipofise.
Ginjal :
Ginjal merupakan organ vital dalam pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengaturan ini
dilakukan bersama-sama dengan hormon aldosteron dan ADH dengan cara sbb. :
• Mengatur volume cairan ekstrasel (CES) dan osmolalitas cairan melalui retensi dan ekskresi
cairan dan elektrolit secara selektif.
Saat CES mengalami peningkatan dan osmolalitas plasma menurun (berhubungan dengan
penurunan kadar Na), maka ginjal akan mengatur konsentrasi urine menjadi lebih encer dengan
mengurangi absorpsi air di tubulus. Hal ini terjadi karena penurunan osmolalitas plasma akan
merepresi hipofise posterior untuk tidak mensekresikan ADH yang mengakibatkan penurunan
absorpsi air di tubulus ginjal.
Begitu pula saat cairan tubuh menurun. Penurunan volume cairan menyebabkan perfusi ginjal
menurun yang merangsang mekanisme renin-angiotensin yang akan menstimulasi sekresi
aldosteron dari korteks adrenal. Peningkatan aldosteron akan menimbulkan perasaan haus
sehingga intake cairan meningkat, dan meningkatkan absorpsi natrium dan air di ginjal..
Peningkatan Na plasma yang menyebabkan peningkatan osmolalitas CES menyebabkan
perangsangan hipofise posterior untuk meningkatkan sekresi ADH. ADH akan merubah
permiabilitas tubulus dan duktus contortus terhadap air sehingga absorpsi air meningkat.

• Mengatur konsentrasi elektrolit di CES melalui retensi dan ekskresi elektrolit secara selektif. Pada
ginjal terjadi absorpsi elektrolit terutama natrium, chlorida dan bikarbonat, serta ekskresi kalium
dan hidrogen. Banyaknya elektrolit yang diabsorpsi atau diekskresi tergantung konsentrasi
elektrolit tersebut di CES.
• Mengatur pH CES melalui ekskresi hidrogen dan absorpsi bikarbonat.
Saat pH CES menurun tubulus ginjal akan mengekskresikan hidrogen ke lumen tubulus. Pada lumen
tubulus sebagian hidrogen berikatan dengan HCO3 dan membentuk H2CO3, kemudian terurai
menjadi CO2 dan H2O.
CO2 dan H2O berdifusi ke dalam sel epitel tubulus dan kembanli membentuk H2CO3 yang
kemudian terurai menjadi H dan HCO3 . Hakan disekresikan ke lumen tubulus dan HCO3 akan
masuk ke kapiler. Sebaliknya saat pH CES meningkat tubulus akan meretensi hidrogen sehingga
tidak terjadi absorpsi bikarbonat. Dengan demikian pH akan kembali menuju normal.

Jantung dan Pembuluh Darah :


Jantung berfungsi memompakan darah untuk bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui pembuluh
darah, dan sekitar 20% dari curah jantung bersirkulasi ke ginjal untuk membentuk urine.

• Saat volume plasma meningkat, curah jantung juga akan meningkat, dan perfusi ginjal akan
meningkat pula. Keadaan ini akan menyebabkan pembentukan urine lebih banyak dari biasanya.
• Sebaliknya saat volume plasma menurun, tekanan darah turun, dan akan merangsang
baroreseptor di sinus karotikus dan reseptor regang di atrium menyebabkan perangsangan
aktivitas simpatis yang menyebabkan vasokontriksi arteriole afferent sehingga filtrasi di
glomerulus menurun. Keadaan ini akan merangsang pengeluaran enzim renin kedalam darah dan
merubah angiotensinogen yang dibentuk di hati menjadi angiotensin I. Angiotensin I dirubah di
paru menjadi angiotensin II. Angiotensin II mempunyai 2 (dua) efek yaitu : 1) menimbulkan
vasokonstriksi sehingga tahanan perifir meningkat yang akhirnya meningkatkan tekanan darah,
dan 2) merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan aldosteron. Aldosteron meningkatkan
absorpsi natrium dan air, volume plasma meningkat, dan produksi urine menjadi turun.

Paru-paru :
Paru-paru juga termasuk organ vital dalam mempertahankan homeostasis. Melalui ventilasi
alveolar diperkirakan 13.000 mEq ion hidrogen terbuang ( di ginjal hanya sekitar 40 – 80 mEq). Paru-
paru dibawah kendali Medulla akan segera mengatasi asidosis/alkalosis metabolik. Saat asidosis
metabolik ventilasi paru akan meningkat (hiperventilasi) untuk mengeluarkan CO2 sehingga
mengurangi kelebihan asam. Sebaliknya saat alkalosis ventilasi paru akan menurun (hipoventilasi)
untuk meretensi CO2 yang akan meningkatkan keasaman cairan tubuh.
Oleh karena itu gangguan ventilasi paru dapat menimbulkan gangguan keseimbangan asam-basa.
Selain itu paru-paru juga membuang sekitar 300 ml uap air melalui ekspirasi (insensible water loss).
Kelenjar Hipofise :
Kelenjar hipofise posterior menyimpan dan mensekresikan ADH yang diproduksi oleh
hipothalamus. Sekresi ADH akan dirangsang oleh peningkatan osmolalitas CES dan tertahan oleh
penurunan osmolalitas CES. Peranan ADH adalah meningkatkan permiabilitas tubulus distal bagian
akhir, tubulus kolektivus, dan ductus kolektivus terhadap air, karena tanpa adanya ADH area ini
impermiabel terhadap air. Dengan demikian adanya ADH akan meningkatkan absorpsi air di ginjal.
Kelenjar Adrenal :
Hormon utama dari kelenjar adrenal yang mempengaruhi keseimbangan cairan adalah aldosteron
yang disekresi oleh bagian korteks. Hormon ini terutama berperan dalam meningkatkan absorpsi
natrium, dan ekskresi hidrogen dan kalium di tubulus distal ginjal. Sekresi aldosterone dirangsang
oleh Angiotensin II yang dihasilkan dalam mekanisme renin-angiotensin, penurunan konsentrasi
natrium plasma dan peningkatan kalium plasma.
Kelenjar Parathyroid :
Kelenjar paratiroid mensekresikan hormon paratiroid. Sekresi hormon ini terangsang oleh
penurunan konsentrasi calsium dalam plasma dengan target organ tulang, saluran cerna, dan ginjal..
Hormon ini mempengaruhi pelepasan calsium dan phosphor dari tulang, meningkatkan absorpsi
calsium, phosphor di saluran pencernaan dan di tubulus ginjal, serta meningkatkan ekskresi phosphor
di ginjal.Aktivitas hormon paratiroid akan meningkat oleh pengaruh vitamin D, yang akan
meningkatkan absorpsi calsium di saluran cerna dan di ginjal.serta memudahkan pemecahan
osteoclast pada tulang
Kelenjar Tiroid :
Kelenjar tiroid mensekresikan hormon calsitonin yang mempunyai peranan dalam penyimpanan
calsium pada tulang. Sekresi calsitonin dirangsang oleh peningkatan calsium dalam plasma.

Tata Kerja Praktikum


1. Mintalah 3 orang mahasiswa untuk menjadi orang percobaan
2. Berikan kesempatan kepada ketiga orang percobaan untuk mengosongkan kandung kemihnya
3. Orang percobaan I diminta untuk minum Aqua 1000 ml, orang percobaan II minum NaCl 0.9%,
dan orang percobaan III minum Dextrose 10%
4. Tunggulah ½ jam., 1 jam, dan 2 jam kemudian untuk mengosongkan kembali kandung
kemihnya
5. Catatlah jumlah masing-masing urine yang di keluarkan oleh ketiga orang percobaan
6. Adakah perbedaan jumlah dan berat jenis urine pada ketiga orang percobaan tersebut ?
mengapa demikian, jelaskan mekanismenya !
Laporan Praktikum V

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1………………………………
2. ……………………………
3. ……………………………
4. ……………………………

I. TujuanPraktikum .................................................................................................
.................................................................................................
II. Hasil Praktikum

Orang Percobaan I minum Aqua 1 liter menghasilkan :


1/2 jam kemudian : …………… ml dg BJ :……………………………………
1 jam kemudian : ………………ml dg BJ :………………………………………
2 jam kemudian : ………………ml dg BJ :……………………………………….

Orang Percobaan II minum NaCl 0.9 % 1 liter menghasilkan :


½ jam kemudian : ………………ml dg BJ :…………………………………
1 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :………………………………………
2 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :……………………………………….

Orang Percobaan III minum Dextrosa 10% 1 liter menghasilkan :


½ jam kemudian : ……………… ml dg BJ :…………………………………
1 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :………………………………………
2 jam kemudian : ……………… ml dg BJ :………………………………………

III. Kesimpulan
..................................................................................................................................................................
...................................................................................................................................................
Praktikum IV
PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENGLIHATAN

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. Mengidentifikasi ketajaman pengelihatan subjek. (visus)
2. Memeriksa refraksi (pembiasan cahaya) pada setiap mata

Penglihatan
Mata orang normal atau mata emmetrop mengunoukan sinar yang jalannya sejajar, di satu titik di
retina. Sebaliknya dalam mata yang tidak normal atau ammetrop sinar-sinar sejajar tidak dikumpulkan
pada stu titik di retina.
Sebab-sebab refraksi yang tidak normal munkin:
(a) susunan optik asimetrik (astigmastisme)
(b) berkurangnya kekenyalan dari lensa (presbyopi)
(c) biji mata terlalu panjang atau daya bias susunan optik terlalu kuat sehingga sinar-sinar sejajar
dikumpiulkan di satu titik didepan retina (miopi),atau biji mata terlalu pendek atau daya bias
susunan optik terlalu lemah. Sehimgga sinar-sinar sejajar dikumpulkan disatu titik di belakang
retina (hipermetropi).
Daya bias dari sebuah lensa itu sendiri biasanya dinyatakan dalam satuan yang sama denagan daya
biaas dari sebuah lensa denga titik api pada jarak 1m. Satuan ini disebut dengan dioptri, biasanya
ditulis dengan huruf D. Jadi sebuah lensa dari 2 dioptri 2D, mempunyai kekuatan duakali dari satuan
tersebut. Jadi titik apinya adalah sama dengan 0,5 m dan mempunyai kekuatan 0,5 D.lensa-lensa
konveks (cembung) adalahpositip dan diberi tanda (+) lensa konkaf (cekung) adalah negatip (-).
Lensa-lensa yang lengkungnya disegala meridian mempunyai lengkung yang sama sepertu suatu
segmen dari sebuah bola adalah lensa sferik. Lensa-lensa ini mungkin positip atau negatip. Lensa-lensa
yang melengkung dalam satu meridian seperti satu segmen dari sebuah selinder adalah lensa silindris
yang mungkin positip atau negatip. Lensa-lensa silindris.
Lensa-lensa silindris oleh karena ini, membias cahaya secara asimetrik dan dapat digunakan untuk
membuat: astigmatisme daam sebuah model atau untuk memperbaikinya.untuk mendapat
pengertian dasar-dasar dari lensa bacalah buku-buku: hal-hal mengenai optik dan mata.
Dari orang emmetrop yang sehat sekurang-kurangnya 80% mempunyai visus paling kurang 6/6.
kerap kali ada visus yang lebih besar terutama pada orang muda dan ank-anak yang pada penyinaran
kuat (pupil lebih kecil kaarena itu kekaburan bayangan-bayangan berkurang dan sudut penglihatan
menjadi lebih kecil).
Ada keberatan –keberatan yang dimajukan terhadap penggunaan huruf-huruf sebagai
ototype, tetapi hal ini tidak akan diperbincangkan disini.
Jika salah satu dalam satu barisan salah terbaca, ini membuktikan huruf-huruf lainnya dari baris itu
juga tidak tidak jelas tergambar dalam selaput jala dan pembaca menggunakan pikirannya untuk
menutup kekurangannya dalam penglihatannya. Oleh karena itu, pada pemeriksaan ketajaman
pengelihatan juga diperiksa sebagian dari intelek dan ketelitian orang percobaan. Oang percobaaan
yang teliti tidak akan menerka-nerka huruf dan idak akan berkata apa-apa, jika huruf kurang baik
dikenalnya. Untuk mereka yang buta huruf dibuatkan gambar-gambar istimewa yang juga didasarkan
atas azas huruf Snellen.
Ketajaman dapat berkurang akibat berbagai hal. Di sini hanya disebutkan kemungkinan mata
itu tidak sesuai dengan jarak huruf-huruf percobaan. Oleh karena ini saja sudah dipandang perlu untuk
memeriksa ketajaman penglihatan bersama0sama dengan refraksi dan akomodasi.
1. Pemeriksaan ketajaman pengelihatan . (visus)
Alat yang diperlukan
Snellens chart
Tata-kerja
1. Ketajaman penglihatan ini diperiksa untuk masing-masing mata tersendiri. Salah satu mata
ditutup dengan pelat yang dipasang pada sebuah gagang (montuur,frame) kaca mata.
Kemudian duduklah pada suatu jarak tertentu (d) dari papan snellen.
2. Periksalah huruf-huruf manakah yang terkecil yang masih dapat dikenali.
3. Hitunglah ketajamn penglihatan (visus) dari mata itu. Ketajaman mata ini dinyatakan dengan
Rumus Snellen:
V=d/D
Pada rumus mana:
V = visus = ketajaman penglihatan
d = jarak (dalam meter) dimanamata yang diperiksa itu berada
D = jarak (m) dimana mata masih bis mengenalihuruf-huruf itu (dicatat pada tiap-tiap jenis
huruf).
Biasanya dipilih jarak d = 6m.sebab jarak 6m untuk mata sama dengan jarak tak terhingga dan
biasanya pada pemeriksaan refraksi padamana akomodasi harus ditiadakan.
Nilai d/D hendaknya tidak disederhanakan, sehingga kelak dari hasilnya kita baca bagai mana
pemeriksaan itu dilaksanakan.

2. Refraksi.
Alat-alat yang digunakan :
a. Gagang kaca mata, penutup hitam yang tak tembus pandang
b. Lensa percobaab berbagai ukuran
Tata kerja
Dalam latihan ini akan kita periksa refraksi (pembiasan cahaya) dari mata. Pada mata emmetrop
yang tidak berakomodasi sinar-sinar sejajar bersatu di selaput jala (E).
Pada mata hipermetrop yang tidak berakomodasi sinar-sinar yang sejajar bersatu di
belakang selaput jala (H).
Pada mata miop yang tidak berakomodasi sinar-sinar yang sejajar bersatu di muka selaput
jala (M).

Nilai H atau M inyatakan dengan jumlah dioptri dari lensa pembantu yang dipasang di muka
mata untuk mengoreksi kekurangan emetropi tersebut.
1. Refraksi diperiksa untuktiap-tiap mata.
Orang percobaandiberi montuur yang tersedia dengan matanya yang sebelah ditutup dengan
penutup hitam yang tidak berlubang. Orang percobaan duduk pada jarak 6m darai ototype.
2. Perbesarlah visusnya yang baru saja ditentukan dengan mempergunakan lensa, dengan
memasangkan lensa di dlam montuur.
3. Jika visusnya tanpa lensa sekurang-kurangya adalah 6/6, maka praktis M tidak mungkin )apa
sebabnya?) dan mata itu adalah E (Tanpa akmomodasi). Oleh karena itu biasanya
pemeriksaan ini kita mulai dengan sebuah lensa +0,250. dengan lensa ini mata E akan menjadi
miop (miop buatan)dan visusnya menjadi lebih kecil.
Tetapi mata hipermetrop akantertolong dengan lensa ini dan akan berkurang berakomodasi
0,25D.
Jika ia dengan lensa +0,25D mempunyai visus yang sama, maka ini menunjukan bahwa
sekurang kurangnya ia adalah H –0,25D
4. Percobaan ini diulang dengan +0, 25D dan selanjutnya berturut-turut dengan lensa yang lebih
kuat (tiap kali naik 0,25D). Lensa terkuat positip, pada mana visus masih tetap samaadalah
ukuran untuk hipermotrapi, yaitu hipermotrapi yang ditentukan dengan lensa yang manifest
(= yang nampak).
5. Jika visus tanpa lensa tadi kurang dari 6/6, maka mata itu biasanya M (jika mata jernih,
lengkung-lengkung bidang teratur dsb). Tetapi pada orang tua kemungkina adanya H dengan
demikian belum dapat disingkirkan sama sekali. Sebab mereka ini daya akomodasinya sudah
berkurang (presbiopi). Oleh karena itu, pada orang tua lebih baik pemeiksaan dimulai dengan
lensa-lensa positip dan melihat apakah visusnya karena itu menjadi lebih baik. Selanjutnya
pemeriksaan dengan lensa-lensa negatip mulai dengan –0,25D dan berturut-turt dengan lensa
yang lebih kuat. Hanya jika dengan sebuah lensa negatip visus itu betul bertambah baik (yang
ternyata dari penetapan d/D dan jangan percaya saja kepada keterangan-keterangan subjektif
orang percobaan), barulah kita dapati miopi.
Nilai miopi ditentukan oleh lensa negatip yang telemah, dengan mana diperoleh visus yang
terbesar.

Laporan Praktikum VI

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..
I. Visus :
1. Sudut penglihatan minimal adalah …………………………………………………………………

2. Huruf Snellen dibuat berdasarkan …………………………………………………………………

3. Untuk mata, jarak 6 meter dapat disamakan dengan tak terhingga oleh karena
.......................................................................................

4. Hasil visus orang percobaan pada jarak 6 meter

Orang percobaan Umur V.O.D V.O.S. Kesimpulan


I
II

5.Bila dari percobaab didapatkan visus 6/6, orang percobaan tersebut adalah
…………………………………………………………………………………………………………………………

II. Refraksi
1. Prinsip untuk menentukan refraksi digunakan lensa ........................
dan lensa ................................. dimana visus mencapai 6/6 dengan
alasan ...................................................................................

2, Pada orang percobaan didapatkan :


a. Emmetrop : .............................................
b. Myopia: OD...............................;OS ..................................
c. Hypermetrop:OD ....................; OS. ...................................
Praktikum VII
PEMERIKSAAN KETAJAMAN PENDENGARAN :
TEST RINNE, WEBER, DAN SCHWABACH

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran melalui cara:
a. rinne
b. webber
c. schwabach
2. Mengemukakan tujuan pemeriksaan tersebut di atas (nomor 1)

3. Menyimpulkan hasil pemeriksaan tersebut di atas

Alat yang diperlukan


1. Garpu tala
2. Kapas untuk menyumbat telinga
Tata Kerja Praktikum
a. Cara Rinne

1. Getaran penala (frekuaensi 256) denagn cara memukul salah satu ujung jarinya ke telapak
tangan. Jangan sekali kali memukulkan pada benda yang keras.
2. Tekan ujung tangkai penala pada processus mastoideus salah satu telinga orang percobaan.
2. Tanyakan kepada orang percobaan apakah dia mendengar bunyi penala mendengung di
telinga yang diperiksa, bila demikian orang percobaan harus segera memberikan tanda bila
dengungan bunyi itu menghilang.
- Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar bunyi dengungan pada tindakan nomor
3?

3. Pada saat itu pemeriksa mengangkat penala dari proc. Mastoideus orang percobaan
kemudian ujung jari penala didekatkan sedekat-dekatnnya di depan liang telinga yang
sedang diperiksa itu.
- Dengan jenis hantaran apakah orang mendengar bunyi dengungan pada tindakan nomor
4?

4. Catat hasil pemeriksaan rinne sebagai berikut:


- Positip: bila orang percobaan masih mendengar dengungan secara hantaran
aerotimpanal.
- Negatip: bila orang percobaan tidak lagi mendengar dengungan secara
hantaran aerotimpanal.

b. Cara Webber

1. Getarkan penala (Frekuensi 256.) dengan cara seperti nomor a.1


2. Tekanlah ujung tangkai penala pada dahi orang percobaan di garis median
3. tanyakan kepada orang percobaan apakah ia mendengar dengungan penala sama kuat di
kedua telinganya atau terjadi lateraliasi.
-apa yang dimaksud lateralisasi?

4. bila pada orang percobaan tidak terjadi lateralisasi, maka untuk menimbulkan lateralisasi
secara buatan, tutuplah salah satu telinganya dengan kapas dan ulangi pemeriksaan.
- terangkan mekanisme lateralisasi.
c. Cara Schwabach

1. Getarkan penala (Frekuensi 256.) dengan cara seperti nomor A.1


2. tekanlah ujung tangkai penala pada proc. Mastoideus salah satu orang percobaan.
3. suruh orang percobaan mengacungkan tangannya pada saat bunyi dengungan menghilang.
4. pada saat itudengan segera pemeriksa memindahkan penala dari proc. Mastoideus orang
percobaan proc. Mastoideusnya sendiri. Pada pemeriksaan ini telinga si pemeriksa
dianggap normal. Bila dengungan penala setelah dinyatakn berhenti oleh orang percobaan
masih dapat didengar oleh si pemeriksa maka hasil pemeriksaan adalah SCHWABACH
MEMENDEK.
5. apabila dengungan penala setelah dinyatakan berhenti oleh orang percobaan juga tidak
dapat didengar oleh sipemeriksa maka hasil pemeriksaan mungkin SCHWABACH NORMAL.
SCHWABACH MEMANJANG. Untuk memastikan hal ini maka dilakukan pemeriksaan
sebagai berikut:

Penala digetarkan, ujung tangkai penala mula-mula ditanamkan ke processus mastoideus si


pemeriksa sampai tidak terdengar lagi, kemudian ujung tangkai penala segera ditekankan ke
processus mastoideus orang percobaan. Bila dengungan (setelah dinyatakan berhenti oleh si
pemeriksa) masih dapat didengar oleh orang percobaan maka hasil permerksaan ini ialah
SCHWABACH MEMANJANG. Bila dengungan setelah dinyatak berhenti oleh pemeriksa juga tidak
dapat didengar oleh orang percobaan maka hasil pemeriksaan adalah SCHWABACH NORMAL.
- apa tujuan pemeriksaan pendengaran dengan penala di klinik? Dan bagi mana interpretasi
masing-masing pemeriksaan?
Laporan Praktikum VII

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner : 1…………………………………………..
2. ………………………………………….
3. ………………………………………….
4. …………………………………………..
Orang Percobaan Rinne Webber Schwabach Kesimpulan

1. Rinne positif berarti ..............................................................................................

2. Rinne negatif berarti


……………………………………………………………………………………………………………………………

3. Weber lateralisasi kekiri berarti


…………………………………………………………………………………………………………………….
4. Schwabah hantaran tulang orang perc. memanjang berarti
...............................................................................................

Kesimpulan:
..................................................................................................................................................................
..................................................................................................................................................................
........................................................................................
Praktikum VIII
TEST KESEIMBANGAN

Tujuan Praktikum :
Setelah mengikuti praktikum ini mahasiswa akan dapat :
1. Mendemonstrasikan kepentingan kedudukan kepala dan mata dalam mempertahankan
keseimbangan badan pada manusia
2. Mendemonstrasikan dan menjelaskan pengaruh percepatan sudut
a. dengan kursi putar terhadap :
- gerakan bola mata (nistagmus)
- test penyimpangan penunjukkan
- test jsatuh
- sensasi
b. dengan berjalan mengelilingi tongkat
Alat yang diperlukan
1. Kursi putar
2. Tongkat atau tongkat yang panjang
3. Bak berisi air

Tata Kerja Praktikum


A. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan
badan:
1. Suruhlah orang percobaan berjalan mengikuti suatu garis lurus di lantai dengan mata terbuka
dan kepala serta badan dalam sikap yang biasa. Perhatikan jalannya dan tanyakan padanya
apakah ia mengalami kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus tersebut.
2. Ulangi percobaan di atas (no 1) dengan mata tertutup.
3. Ulangi percobaan di atas (no 1 dan 2) dengan:
a. kepala dimiringkan dengan kuat ke kiri
b. kepala dimiringkan dengan kuat ke kanan
- bagaimana pengaruh sikap kepala dan mata terhadap keseimbangan badan?

B. Percobaan dengan kursi putar


a. Nistagmus:
1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi putar dengan tangannya memegang
erat tangan kursi
2. Tutup kedua matanya dengan sapu tangan dan tundukan kepalanya 30º ke depan.
3. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detik secara teratur dan tanpa sentakan.
4. Hentikanlah pemutaran kursi secara tiba-tiba
5. Bukalah sapu tangan dan suruh orang percobaan melihat jauh ke depan.
6. Perhatikan adanya nistagmus.
- apa yang dimaksud dengan rotatory nistagmus dan postrotatory nistagmus?

b. Tes penyimpangan penunjukan


1. Suruhlah orang percobaan duduk tegak di kursi putar dan tutuplah kedua matanya
dengan saputangan.
2. Pemeriksa berdiri tepat di muka kursi putar sambil mengulurkan tangan kirinya ke
arah orang percobaan.
3. Suruhlah orang percobaan meluruskan lengan kanannya ke depan sehingga dapat
menyentuh jari pemeriksa yang telah diulurkan sebelumnya.
4. Suruhlah orang percobaan mengangkat lengan kanannya ke atas kemudian dengan
cepat menurunkannya kembali sehingga dapat menyentuh jari pemeriksa lagi.
Tindakan no 1 s/d no 4 merupakan persiapan untuk tes sesungguhnya sebagai berikut.
5. Suruhlah sekarang orang percobaan dengan kedua tangannya memegang erat tangan
kursi, menundukan kepalanya 30º ke depan
6. Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 20 detiksecara teratur tanpa sentakan.
7. Segera setelah pemutaran, kursi dihentikan dengan tiba-tiba, suruhlah orang
percobaan menegakan kepalanya dan mellakukan tes penyimpangan penunjukan
seperti diatas.
8. Perhatikan apakah terjadi penyimpangan penunjukan oleh orang percobaan. Bila
terjadi penyimpangan, tetapkanlah arah penyimpangannya. Teruskanlah tes tersebut
sampai orang percobaan tersebut tidak salah lagi menyentuh jari tangan pemeriksa.
- bagai mana terjadinya past pointing?
c. Tes Jatuh
4. Suruhlah orang percobaan duduk di kursi putar dengan kedua tangannya memegang
erat tangan kursi.
Tutuplah kedua matanya dengan saputangan dan bungkukan kepala dan badannya
sehingga posisi kepala membentuk sudut 120º dari posisi normal
Putarlah kursi ke kanan 10 kali dalam 10 detik secara teratur tanpa sentakan
5. Segera setelah pemutaran kursi dihentikan dengan tiba-tiba, suruhlah orang
percobaan menegakan kembali kepala dan badannya.
6. Perhatikan kemana dia akan jatuh dan tanyakan kepada orang percobaan kemana
rasanya ia akan jatuh.
7. Ulangi tes jatuh ini, tiap kali pada orang percobaan yang lain dengan :
a. Memiringkan kepala ke arah bahu kanan sehingga kepala miring 90º terhadap
posisi normal
b. Menengadahkan kepala ke belakang sehingga membuat sudut 60º.
8. Hubungkan arah jatuh pada setiap percobaan dengan arah aliran endolinfe pada
kanalis semi silkularis yang terangsang

d. Kesan (sensasi)
1. Gunakan orang percobaan yang lain.
Suruhlah orang percobaan duduk di kursi putaar dan tutuplah kedua matanya dengan
sapu tangan.
2. Putarlah kursi tersebut ke kanan dengan kecepatan yang beransur-angsur bertambah
dan kemudian kurangilah kecepatan putarannya secara berangsur-angsur pula hingga
berhenti
3. Tanyakan pada orang percobaan arah perasaan berputar
- sewaktu kecepatan putar masih bertambah
- sewaktu kecepatan putar menetap
- sewaktu kecepatan putar dikurangi
- segera setelah kursi dihentikan.
4. Berikan keterangan tentang mekannisme terjadinya arah perasaan berputar yang
dirasakan oleh orang percobaan

e. Percobaan sederhana untuk kanalis semisirkularis horisontalis


1. Suruhlah orang percobaan dengan mata tertutup dan kepala ditundukan 30º berputar
sambil berpegangan pada tongkat atau statif, menurut arah jarum jam, sebanyak 10X
dalam 30 detik.
2. Suruhlah orang percobaan berhenti, kemudian membuka matanya dan berjalan lurus
ke muka
3. Perhatikan apa yang terjadi
4. Ulangi percobaan ini dengan berputar menurut arah yang berlawanan dengan arah
jarum jam
a. apa yang saudara harapkan terjadinya pada orang percobaan ketika berjalan
lurus ke muka setelah berputar 10X searah dengan jarum jam?
Laporan Praktikum VIII

Nama : …………………………….
NPM : …………………………….
Tanggal Praktikum : …………………………….
Partner 1…………………………………
2. ………………………………
3. ……………………………… .
4. ……………………………
Hasil Praktikum :
1. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal terhadap keseimbangan badan:
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh.................................

2. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang ditutup terhadap keseimbangan badan
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
………………………………………………………………………………………………………………………
3. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal dengan kepala
dimiringkan ke kiri terhadap keseimbangan badan
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh : .................................................
4. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang normal dengan kepala
dimiringkan ke kanan terhadap keseimbangan badan
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
...............................................................................................

5. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang ditutup dengan kepala dimiringkan ke kiri terhadap
keseimbangan badan :
a. Orang percobaan jalannya :
b. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
c. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
................................................................................................
6. Pengaruh kedudukan kepala dan mata yang ditutup dengan kepala dimiringkan ke
kanan terhadap keseimbangan badan
e. Orang percobaan jalannya :
f. Kesukaran melewati dalam mengikuti garis lurus :
g. Jika ada kesukaran, keadaan ini disebabkan oleh :
................................................................................................
C. Percobaan dengan kursi putar
1. Posisi mata pada orang percobaan adalah :
a. rotatory nistagmus adalah …………………………………………………………………….
b. postrotatory nistagmus adalah……………………………………………………………..
2. Pada test penunjukkan orang percobaan melakukan :
Orang percobaan tidak mengalami kesalahan dalam penunjukkan setelah
…mnt.
Past pointing terjadi oleh karena ……………………………………………………………..
3. Test Jatuh
Orang percobaan I jatuh ke arah …………………………………………………..
Orang percobaan I merasanya ia akan jatuh ke arah ……………………
Hubungan arah jatuh pada orang percobaan I dengan arah aliran
endolimfe pada kanalis semi silkularis yang terangsang adalah …………

Orang percobaan II jatuh ke arah …………………………………………………


Orang percobaan II merasanya ia akan jatuh ke arah ………………………
Hubungan arah jatuh pada orang percobaan II dengan arah aliran
endolimfe pada kanalis semi silkularis yang terangsang adalah ………..
Orang percobaan III jatuh ke arah ……………………………………………………
Orang percobaan III merasanya ia akan jatuh ke arah ……………………
Hubungan arah jatuh pada orang percobaan III dengan arah aliran
endolinfe pada kanalis semi silkularis yang terangsang adalah…………

4. Kesan (sensasi)
a. Sewaktu kecepatan putar masih bertambah, orang percobaan merasa berputar ke arah
...................................................................
b. Sewaktu kecepatan putar menetap orang percobaan merasa berputar ke arah
.................................................................................
c. Sewaktu kecepatan putar dikurangi, orang percobaan masa berputar ke arah
...............................................................................
d. Segera setelah kursi dihentikan, orang percobaan merasa berputar ke arah
....................................................................................
e. Mekannisme terjadinya arah perasaan berputar yang dirasakan oleh……

Anda mungkin juga menyukai