Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan karena masih jauh
tertinggal dibanding negara-negara lain. Di dunia internasional, kualitas
pendidikan Indonesia berada di peringkat ke-64 dari 120 negara di seluruh dunia
berdasarkan laporan tahunan UNESCO Education For All Global Monitoring
Report 2012. Sedangkan berdasarkan Indeks Perkembangan Pendidikan
(Education Development Index, EDI), Indonesia berada pada peringkat ke-69 dari
127 negara pada 2011.1
Memasuki abad ke-21, sistem pendidikan nasional menghadapi tantangan
yang sangat kompleks dalam menyiapkan kualitas sumber daya manusia (SDM)
yang mampu bersaing di era global. Upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM
yang berkualitas dan satu-satunya wadah yang dapat dipandang dan seyogianya
berfungsi sebagai alat untuk membangun SDM yang bermutu tinggi adalah
pendidikan.2
Penyebab utama kegagalan pendidikan sebuah Negara, salah satunya
adalah disebabkan oleh sistem pendidikan yang digunakan, di samping faktor-
faktor lain yang sifatnya lebih kepada masalah-masalah praktis pendidikan, seperti
biaya pendidikan, pemerataan pendidikan, serta kualitas pengajar dan pengelolaan
pendidikan. Abdul Kadir (2012 : 200)
Perubahan-perubahan tersebut tentu akan mempengaruhi nilai-nilai tatanan
kehidupan termasuk masalah kepemimpinan, karena kepemimpinan pada
hakekatnya adalah suatu kehidupan yang mempengaruhi kehidupan lain.
Kepemimpinan sebagai etos kerja yang dilandasi pada pengabdian dan tanggung
jawab, etos kerja yang peduli pada prinsip keadilan dan kebenaran, etos kerja
yang memperhatikan kepentingan yang dipimpinnya. Dalam pada itu
kepemimpinan melibatkan faktor-faktor; pengaruh, legitimasi, kekuasaan,
wewenang, indiosinkratik atau kepercayaan, politik, dan sumber daya.

1
http://www.prestasi-iief.org/index.php/id/feature/68-kilas-balik-dunia- pendidikan-di-indonesia
2
Trianto Ibnu Bada at-taunbany & Hadi Suseno, 2011, Pengembangan kurikulum 2013 di
Madrasah, Hal: 4
Pada awalnya tentang sifat kepemimpinan pada Zaman Yunani Kuno
menyebutkan bahwa kepemimpinan itu dilahirkan, pemimpin bukan dibentuk.
Disamping itu teori genetis yang mendasari great man theory menyatakan bahwa
seorang dilahirkan sebagai pemimpin, karena bakat yang mendukung sifat sebagai
pemimpin, dan mempunyai kemampuan alamiah sebagai pemimpin, meskipun
pada kenyataannya diperlukan pendidikan dan pengalaman. Kemudian
selanjutnya muncul teori sosial yang menyatakan bahwa pemimpin dapat
diciptakan melalui latihan. Dengan demikian setiap orang dapat dialtih atau
dididik menjadi pemimpin, atau dengan perkataan lain setiap orang berpotensi
dapat menjadi pemimpin.
Sementara guru adalah pelaku perubahan. Gagasan ini semestinya manjadi
bagian hakiki kinerja seorang guru. Namun, belajar dari perjumpaan denga para
guru di lapangan, mempromosikan gagasan ini tidak mudah. Salah seorang guru
sekolah yang sangat menghormati mengisahkan perbedaan guru zaman dulu dan
sekarang. Jika ia bercerita guru zaman dulu, itu artinya guru pada kurun waktu
tahun 80-an. Beliau mengatakan, “guru sekarang kalau mengajar anak kebanyakan
duduk di kursi saja, padahal masih mudah,” ucarnya mengomentari guru di
sekolahnya yang sekarang yang telah ditinggalkannya karena ia telah memasuki
masa pensiun.

Guru sangat menentukan mutu pendidikan, berhasil tidaknya proses


pembelajaran, tercapai tidaknya tujuan pendidikan dan pembelajaran,
terorganisasikannya sarana dan prasarana, peserta didik, media, alat dan sumber
belajar. Kepemimpinan guru yang baik dapat menciptakan efektifitas dan
efesiensi pembelajaran serta dapat membentuk disiplin peserta didik dan guru itu
sendiri.

Upaya guru menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif peserta


didik senantiasa menunjukkan ketekunan, antusiasme, serta penuh partisipasi
adalah sesuatu yang sangat urgen dan menentukan keberhasilan pembelajaran.
Selain itu ditunjang pula oleh kemampuan guru dalam mencegah timbulnya
tingkah laku siswa yang mengganggu jalannya kegiatan belajar serta kondisi fisik
tempat belajar dan kemampuan guru dalam mengelolahnya.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMP N 7 Pematangsiantar dengan
ketika peniliti sudah menjalani penelitian yang telah dilihat bahwa kepribadian
siswa yang menyimpang dari kebenaran Firman Tuhan yakni berkata kurang
sopan, memeras uang temannya sendiri, perkelahian antar teman, menyontek saat
ujian. Bahkan peniliti melihat siswa masih banyak yang malas ke gereja, dan
manipulasi tanda tangan bukti mengikuti ibadah, hal ini dapat dilihat dari buku
mengikuti ibadah dan kerinduan bawa alkitab, berdoa dan bernyanyi lagu pujian
(rohani). Gaya kepemimpinan yang digunakan dan guru agama tidak bervariasi,
dimana gaya kepemimpinan guru agama yang sering digunakan gaya
kepemimpinan otokratis yang merupakan tidak banyak memberi peluang terhadap
siswa (biasanya cenderung kesikap tertutup) dan gaya kepemimpinan bebas
(laizzes faire) menyerangkan sepenuhnya pada siswa untuk menentukan materi
pembelajaran di kelas . Jadi siswa cenderung kaku, dan hanya menerima pelajaran
di dalam kelas.

Permasalahan diatas dapat di selesaikan jika guru mampu memahami gaya


kepemimpinan, pendekatan dan model kepemimpinan yang sesuai dengan
kepribadian siswa, sehubungan dengan kesulitan yang sesuai tentu dapat menjadi
solusi bagi peningkatan hasil belajar siswa. Arends (2008:24) menyatakan bahwa
tidak ada satu model pembelajaran yang paling baik diantara yang lainnya, karena
masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah
diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu.

Ada beberapa gaya dan model kepemimpinan yang digunakan untuk


mengubah kepribadian siswa yang bersifat teacher centered menjadi student
centered. Guru dapat membentuk kepribadian anak didiknya melalui
pembelajaran yang didasari dengan pendekatan. Salah satunya adalah gaya
kepemimpinan demokratis memberikan peluang kepada siswa untuk menentukan
materi yang perlu dipelajari siswa. Melalui pendekatan demokratis ini para guru
dapat menggunakan beragam strategi pembelajaran, seperti dialog, simulasi,
bermain peran, observasi, dan penanganan kasus (Abdullah Aly, 2003:70). Alasan
penggunaan gaya kepemimpinan demokratis adalah siswa dapat pemahaman-
pemahaman yang lebih baik mengenai pelajaran dan akan lebih tertarik dan
terbentuknya kepribadian siswa dalam pembelajaran.
Peneliti akan mencoba salah satu gaya pembelajaran yaitu gaya
kepemimpinan demoktaris. Diharapkan dengan menerapkan gaya kepemimpinan
demokratis, rendahnya kepribadian siswa dapat teratasi. Hal ini didasarkan karena
gaya kepemimpinan demokratis ini diarahkan untuk membantu siswa yang
kepribadiannya kurang baik.

Gaya kepemimpinan dimaksudkan sebagai perilaku atau tindakan seorang


pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan manajerial.3 Pemimpin
agama selain harus menguasai pengetahuan agamanya, juga harus menguasai ilmu
agamanya dan ilmu pengetahuan tentang umumnya. Pemimpin agama tidak harus
lebih pintar dari salah satu umat atau seluruhnya, akan tetapi harus memiliki
semua kelebihan dasar atas agamanya dibandingkan umatnya. Pemimpin agama
yang didasarkan hanya menguasai bahasa dan kitab sucinya sementara tidak
menguasai aspek ilmu lainnya yang berhubungan dengan agamanya bukanlah
pemimpin agama, melainkan hanyalah ketua atau bos agama, atau pemuka agama,
atau tokoh agama.

Seorang pemimpin tidak menunjukkan kenyang didepan khalayaknya, tapi


juga tidak menunjukan kalau ia kelaparan. Pemimpin tidak menunjukkan
kesedihannya pada umat atau khalayaknya, akan akan tetapi selalu bersahaja.
Pemimpin tidak pernah menuduh, melainkan menerima dan mempercayai hukum
dan kebenaran sejati. Pemimpin selalu hanya menggunakan kekuasaannya hanya
bila diperlukan mendesak seperti sebagai penjamin kebenaran, penjamin
kejujuran, penajamin kebaikan.4

Baik atau buruknya kepribadian seorang siswa ditentukan oleh faktor


kepemimpinan seorang guru. Menurut Sonang P, Kepemimpinan merupakan
kemampuan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pemimpin untuk
memimpin yang terdiri dari mengarahkan, membimbing dan mempengaruhi
sesuatu perilaku orang yang dipimpin untuk berpikir dan bertindak sedemikian
rupa melalui perilaku yang positif guna mencapai tujuan.5

3
Soekarno & Iskandar Putong, 2015, kepemimpinan, Hal: 8-9
4
Soekarso & iskandar Putong, 2015, kepemimpinan, hal. 2
5
Sonang P. 2010. judul. Hal 20-25
Guru menjadi pelaku utama dan penentu berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran di sekolah. Guru yang merancang dan memilih materi, sumber
belajar dan media pembelajaran. Guru merupakan peran utama juga menjadi
model atau contoh dan teladan bagi peserta didiknya. Olehnya itu seorang guru
harus memiliki pengetahuan pengalaman, keterampilan dan kompetensi mengenai
karakter serta memiliki karakter mulia dalam dirinya sendiri yang menjadi bagian
dari hidupnya, karena apa yang dilakukannya dengan baik menjadi baik pula
pengaruhnya terhadap peserta didik. Pendidikan sulit untuk menghasilkan sesuatu
yang baik tanpa dimulai oleh guru-gurunya yang baik.

Berdasarkan pra penelitian di SMP N 7 Pematang Siantar ini ditandai


bahwa di sekolah tersebut masih sangat minimum dalam kepemimpinan yang
efektif di sekolah, seperti kepercayaan (trust), komitmen dan loyalitas sebagai
sesuatu yang sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil yang diperoleh peserta
didik. Banyak pemimpin yang melihat kepercayaan, komitmen dan loyalitas
sebagai hasil sampingan dalam kesuksesan bukannya penyebab kesuksesan yang
sesungguhnya ini adalah kesalahpahaman yang umum. Sesungguhnya, kualitas
kualitas tersebut dikembangkan di dalam diri para anggota tim sebagai suatu
tanggapan terhadap nilai-nilai tertentu yang sudah ada pada pemimpin mereka,
bukan sebagai hasil dari produktivitas yang bertambah. Hal tersebut menunjukkan
bahwa kepribadian siswa masih rendah. Berdasarkan hal tersebut peneliti akan
melakukan penelitian dan mengetahui lebih jauh tentang ” PENGARUH
KEPEMIMPINAN GURU PAK TERHADAP KEPRIBADIAN SISWA DI SMP
N 7 Pematang Siantar ”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah


sebagai berikut:

1. Kepribadian siswa di SMp N 7 Pematangsiantar maih rendah.


2. Guru belum mengoptimalkan model kepemimpinan yang digunakan dalam
pembelajaran
3. Guru belum menggunakan model yang sesuai dengan tingkat kematangan
siswa dalam pembelajaran.

1.3 Batasan Masalah

Mengingat luasnya permasalahan maka perlu dilakukan pembatasan


masalah dalam penelitian sebagai berikut :
1. Menerapkan Menerapkan pengaruh kepemimpinan guru dikelas dan
kepribadian siswa.
2. Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas VII semester genap SMP N
7
3. Hasi belajar Siswa yang di teliti adalah
4. Materi pelajaran fisika kelas X Semester II di SMAN 9 Medan hanya
pada materi pokok Fluida Statis.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut :

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1 Bagaimana kepemimpinan guru di kelas menggunakan kepemimpinan
otokratis di kelas VII SMP N 7 Pematangsiantar?
2 Bagaimana kepribadian siswa di SMP N 7 Pematang Siantar?
3 Apakah Pengaruh Kepemimpinan Guru PAK Terhadap Kepribadian Siswa
Di Smp N 7 Pematang Siantar?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kepemimpinan guru di SMP N 7 Pematang Siantar.


2. Untuk mengetahui kepribadian siswa di SMP N 7 Pematang Siantar.
3. Untuk mengetahui pengaruh kepemimpinan guru PAK terhadap
kepribadian siswa di SMP N 7 Pematang Siantar.
1.6 Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis sangat berharap bermanfaat untuk meningkatkan
mutu pembelajaran serta bermanfaat untuk berbagai pihak antara lain:

1 Manfaat Teoritis

Memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya


ilmu pendidikan dalam pelaksanaan kepemim

pinan guru terhadap kepribadian siswa.

2 Manfaat Praktis

a. Bagi Kepala Sekolah

Pertimbangan bagi sekolah dalam menentukan langkah dan strategi


peningkatan mutu pendidikan melalui kepemimpinan guru yang baik.

b. Bagi Guru

Pertimbangan dan sumbangan pemikiran guna meningkatkan proses


belajar mengajar dan peningkatan profesionalisme guru.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti


yang tertarik untuk meneliti tentang pengaruh kepemimpinan guru terhadap
kepribadian siswa.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teoritis


2.1.1 PENGERTIAN KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan berasal dari bahasa inggris yaitu leader yang berarti
pemimpin, selankutnya leardership berarti kepemimpinan. Pemimpin adalah
orang yang menempati posisi sebagai pemimpinan sedangkan kepemimpinan
adalah kegiatan atau tugasnya sebagai pemimpin. Menurut accomplish some goals
atau sebagai suatu usaha untuk mempengaruhi individu-individu menyelesaikan
beberapa tujuan.
Kepemimpinan (leadership) tidak lain adalah kegiatan memimpin dengan
proses mempengaruhi bawahan atau orang lain. Menurut Nawawi (2000:9)
kepemimpinan dapat diartikan sebagai kemampuan atau kecerdasan mendorong
sejumlah orang (dua orang atau lebih) agar bekerja sama dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang terarah pada tujuan bersama.6
Kepemimpinan adalah kemampuan mempengaruhi orang lain, sehingga orang
lain itu bersikap dan berlaku sesuai tujuan pemimpin.7 Para peneliti biasanya
mendefinisikan kepemimpinan sesuai dengan perspektif-perspektif individual dan
aspek dari fenomena yang paling menarik perhatian mereka. Setelah suatu
tinjauan kembali yang menyeluruh mengenai kepustakaan tentang kepemimpinan.
Stogdill ( 1974, hlm. 259) menyimpulkan bahwa “terdapat hampir sama
banyaknya definisi tentang kepemimpinan dengan jumlah orang yang telah
mencoba mendefinisikan konsep tersebut.” Kepemimpinan telah di definisikan
dalam kaitannya dengan ciri-ciri individual, perilaku, pengaruh terhadap orang
lain, pola-pola interaksi, hubungan peran, tempatnya pada suatu posisi
adminstratif, serta persepsi oleh orang lain mengenai keabsahan dari pengaruh.
Beberapa definisi yang dianggap cukup mewakili selama seperempat abad adalah
sebagai berikut;

6
Novianty Djafri, 2017, manajemen Kepemimpinan Kepala Sekolah, Hal. 1
7
Pdt. Dr. Ayub Ranoh, 2006, kepemimpinan Kharismatis, Hal. 72
1. Kepemimpinan adalah “perilaku dari seorang individu yang memimpin
aktivitas-aktivitas suatu kelompok kesuatu tujuan yang ingin dicapai
bersama (Shared Goal).
2. Kepemimpinan adalah “pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam
suatu situasi tertentu, serta diarahkan melalui proses komunikasi, ke arah
pencapaian satu atau beberapa tujuan tertentu.”
3. Kepemimpinan adalah “pembentukan awal serta pemeliharaan struktur
dalam harapan dan interaksi.”
4. Kepemimpinan adalah “ peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit
pada, dan berada di atas kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-
pengarahan rutin organisasi.”
5. Kepemimpinan adalah “ proses mempengaruhi
6. Kepemimpinan adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang
berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang di inginkan untuk mencapai sasaran.
7. Para kepemimpinan adalah mereka yang secara konsisten memberi
kontribusi yang efektif terhadap orde sosial, dan yang diharapkan dan
persepsikan melakukannya.

Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan mencerminkan asumsi bahwa


kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh sosial yang dalam hal ini
pengaruh yang disengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain untuk
menstruktur aktivitas-aktivitas serta hubungan-hubungan di dalam sebuah
kelompok atau organisasi.8

2.1.2 EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN


Kebanyakan peneliti mengevaluasi efektivitas kepemimpinan dalam
kaitannya dengan konsekuensi-konsekuensi dari tindakan-tindakan pemimpin
tersebut bagi para pengikut dan para stakeholder organisasi lainnya. Namun,
berbagai jenis hasil (outcome) telah digunakan, termasuk kinerja dan pertumbuhan
dari kelompok atau organisasi dari pemimpin tersebut, kesiapsediannya untuk
menanggapi tantangan-tantangan atau krisis-krisis, kepuasan pengikut dengan
pemimpinnya, komitmen dari para pengikut terhadap sasaran-sasaran kelompok,

8
Gary Yukl : 1998, Hal 2-3
kesejahteraan psikologis dan pengembangan para pengikut, mempertahankan
status tinggi pemimpin, dan kemajuan pemimpin ke posisi kekuasaan yang lebih
tinggi di dalam organisasi.
Ukuran yang biasanya digunakan mengenai efektivitas pemimpin adalah
sejauh mana unit organisasi dari pemimpin tersebut melaksanakan tugasnya secara
berhasil dan mencapai tujuan-tujuannya. sekali-kali efektivitas pemimpin diukur
dalam hubungannya dengan kontribusi pemimpin terhadap kualitas dari proses-
proses kelompok, seperti yang dirasakan oleh para pengikut atau oleh para
pengamat dari luar.9
Sejumlah variabel atau factor-faktor kepribadian dan situasional
mempengaruhi efektivitas kepemimpinan dalam pencapaian tujuan.
1. Anthony G. Athos dan Robert E. Coffey:

Efektivitas kepemimpinan tergantung pada: (1) pemimpin, (2) pengikut, (3)


situasi dan (4) antar hubungan diantara mereka.

 Efektivitas kepemimpinan digambarkan sebagai berikut:

1. pemimpin 2. pengikut

Efektivitas
pemimpin

3. situasi 4. hubungan
interpersonal

2. Gibson dan Stephen Robbins:

Pendekatan ciri dan perilaku menghasilkan studi yang menunjukkan


bahwa kepemimpinan efektif bergantung pada sejumlah variabel, misalnya kultur
organisasi. Sifat dan tugas, aktivitas kerja dan nilai serta pengalaman manajerial.
Tak satupun ciri yang berilaku sama untuk semua pemimpin yang efektif, tidak
satupun gaya yang efektif dalam semua situasi.

Faktor-faktor itu antara lain adalah sebagai berikut:

9
Gary Yukl : 1998 , Hal 4-5
 Kepribadian, pengalaman masa lampu dan harapan pemimpin
 Harpan dan perilaku atasan
 Karakteristik, harapan, dan perilaku bawahan
 Persyaratan tugas
 Kultur dan kebijakan organisasi
 Harapan dan perilaku rekan.10
Efek-efek langsung merujuk pada keputusan-keputusan dan tindakan-
tindakan pemimpin yang mempunyai dampak langsung terhadap apa yang
dilakukan, bagaimana hal itu dilakukan, atau sejauh mana efisiensi melakukannya.
efek-efek langsung dinilai dengan mengukur hasil-hasil yang dihubungkan oleh
beberapa variabel lainnya, itupun jika ada.
Efek-efek tidak langsung merujuk pada keputusan-keputusan dan
tindakan-tindakan pemimpin yang disampaikan melalui variabel-variabel
intervensi yang lebih banyak berada dalam rantai kausal (causal chain). efek-efek
tidak langsung lebih perlahan dirasakannya, namun seringkali lebih bertahan
lama.11

Gambar 1-1 :
Rantai Kausal Efek-Efek Dari Pemimpin

Mengartikulasi Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan


visi yang menarik komitmen upaya pengikut mutu dan
pengikut produktivitas

2.1.3 Gaya Kepemimpinan

Sebagai seorang individu, kita memiliki pola tingkah laku kita sendiri.
Denga gaya kepemimpinan kita artikan cara dan pencapaian arah-arah yang telah
tersedia, tindakan, atau perencanaan, tindakan, motivasi dan menginspirasi orang.

Secara garis besarnya, ada empat gaya kepemimpinan yang dapat dikenali.
Yaitu:

10
Soekarso & Iskandar Putong, 2015, Kepemimpinan, Hal: 60-61
11
Gary Yukl : 1998 , Hal 5-7
1. Gaya kepemimpinan dengan Memerintah atau otokrat

Gaya kepemimpinan dengan memerintahkan digunakan ketika pemimpin


memberitahukan para pekerjanya akan apa yang dia inginkan dan bagaimana hal
itu dilakukan, tanpa harus meminta nasehat terlebih dahulu dari para bawahannya.
Gaya kepemimpinan ini bukan berarti berteriak untuk meyerukan, menggunakan
bahasa yang kasar memimpin dengan tangan besi, memberikan gaya memerintah
atau gaya ultimatum dan menyalahgunakan otokrat atau melampaui kekuasaan
yang telah diberikan.12

2. Gaya kepemimpinan yang Menjual

Gaya kepemimpinan ini adalah gaya ketika pemimpin menggunakan kombinasi


antara metode keras dan lembut.

3. Keikutsertaan atau lingkaran


4. Pedelegasian atau perkuatan

2.1.4 Nilai dasar kepemimpinan

Pemimpin yang sangat efektif akan mendasarkan kepemimpinan mereka


pada sutau fondasi yang terdiri atas tiga nilai inti, yaitu

1. Intregritas

Pemimpin dituntut menjadi individu yang layak mendapatkan kesetiaan


dan respek yang tulus dari orang-orang yang dipimpinnya. Para pemimpin di
setiap tindakan tidak bisa mengharapkan pengikutnya berlaku lebih baik kecuali
kalau para pemimpin itu telah terlebih dulu mengembangkan diri mereka.

Ketika pemimpin termotivasi oleh integritas pribadinya sendiri, maka


pemimpin itu akan:

 Lebih mampu menolong anggota tim untuk melihat berbagai


kemungkinan, mengembangkan jalan kearah kesuksesan, dan
menelusuri jalan menuju pencapaian hasil terbaik.

12
Nielche Patric, 2007, Mengembangkan Potensi Kepemimpinan Sejati, Prestasi pustaka, Hal:82
 Memastikan bahwa kondisi kerja dibangun untuk mengembangkan
dan memelihara sikap dan kebiasaan yang positif dan produktif
bagi para anggota tim.
 Dengan sigap menerima tanggung jawab untuk memotivasi orang
lain agar memanfaatkan lebih banyak lagi potensinya demi
kesuksesan.
 Menerima dan menyerap tanggung jawab untuk memotivasi diri
sendiri.
 Memahami bahwa mereka bertanggung jawab membantu orang
lain untuk berupaya menghadirkan yang terbaik dalam orang itu
sendiri.
2. Hati seorang hamba

Pemimpin yang sangat efektif berhasil karena sangat ingin melayani orang lain. Ia
tidak membutuhkan nilai substitusi atau gagasan lain untuk meraih kesuksesan;
sebaliknya, sikap hati seorang hamba yang dimilikinya telah menjadi sikap dan
nilai utama yang membantu dirinya untuk memiliki fondasi yang sangat kokoh
demi kepemimpinan yang efektif; dan demi kesuksesan serta pencapaian hasil
yang bertahan lama.

Di pihal lain, pemimpin yang memiliki hati seorang hamba:

 Percaya bahwa anggota tim memiliki nilai bawaan melebihi kontribusi


yang kelihatan demi kesuksesan organisasi.
 Mengenai nilai para anggota tim dan pekerjaan yang mereka lakukan.
 Ingin membantu dan mendukung setiap anggota tim
 Melakukan apapun yang dapat dilakukannya untuk mendukung dan
mempermudah pekerjaan anggota lain.
 Sangat berkomitmen terhadap pertumbuhan setiap anggota.

Pemimpin yang memiliki hati seorang hamba adalah pemberi, bukannya


pengambil; ia diarahkan oleh nilai-nilai, tapi berorientasi pada kinerja. Sebaliknya
pemimpin yang berusaha sukses tanpa mengembangkan hati seorang hamba harus
mencari cara untuk mengganti nilai utama ini. Strategi apapun yang diterapkan
seorang pemimpin, upaya-upaya untuk mencapai kesuksesan tanpa disertai
mengembangkan hati seorang hamba hanya akan berhasil sementara saja.

Kitab suci mengatakan kepada kita bahwa pemimpin terlebih dahulu harus
menjadi hamba. Dengan berjuang untuk mengembangkan hati seorang hamba,
berarti pemimpin yang efektif memberikan penghargaan kepada kebenaran lama
yang membawa kesuksesan ini. Apabila telah mengembangkan hati seorang
hamba, pemimpin yang berhasil cenderung:

 Dengan tulus mempedulikan orang lain


 Memiliki hasrat yang kuat untuk melayani
 Percaya pada apa yang ia lakukan
 Menyukai apa yang ia lakukan
 Memperhatikan detai, baik yang kecil maupun yang besar
 Terus menerus belajar
 Memiliki karakter, integritas, dan kejujuran\
 Membuat bekerja sama bersama mereka menyenangkan
 Memperlakukan setiap pelanggan dan anggota tim sebagai orang
yang istimewa.
 Melakukan lebih banyak daripada yang dibayarkan kepadanya
 Menghargai potensi bawaan yang membawa kesuksesan yang ada
di dalam anggota timnya.13
3. Menjadi pengurus

Pemimpin yang menjadi hamba akan mengembangkan suatu perasaan


bertanggung jawab - menjadi pengurus – terhadap sumber daya dan asset
tertentu.penkerjaan mengurus akan jelas terlihat pada sejumlah tingkatan,
tergantung pada tingkat kedewasaan sang pemimpin.

Pemimpin yang terbaik dapat mejadi pengurus potensi manusia dengan


membangun kemitraan bersama anggota tim pada tiga tingkatan yang berbeda:

1. Tingkat sikap

13
Paul J. Meyer, 2008, 5 pilar kepemimpinan, Nafiri Gabriel: hal. 21-25
Dimana seorang pemimpin dapat memberikan dampak positif terhadap kebiasaan
berpikir anggota timnya. “mode sesaat” atau gaya kepemimpinan yang popular
tidak akan berhasil mencapai tingkat ini, karena hanya berfokus pada kemitraan
yang diarahkan untuk melakukan kegiatan atau kemitraan yang hanya
mengembangkan keterampilan. Pemimpin yang efektif akan membangun
‘kemitraan berdasarkan sikap’ dengan memperlihatkan sikap simpati dan peduli
kepada anggota tim.

2. Tingkatan keyakinan

Dimana pemimpin yang efektif akan menggabungkan rasa ingin tahu,


pengetahuan, serta minatnya. Sampai ke dasar hatinya, pemimpin seperti ini
memegang keyakinan yang dalam dan kuat terhadap setiap anggota tim; ia yakin
akan kemampuan mereka untuk melakukan pekerjaan dengan baik; ia yakin
potensi mereka untuk mencapai hasil yang jauh lebih besar lagi.

3. Tingkatan saling menerima

Dimana anggota tim diterima sebagaimana adanya – dengan kekurangan dan


kelemahan manusiawinya. Hal ini sangat esensial untuk mengembangkan potensi
mereka dan membantu mencapai potensi itu. Pemimpin efektif menunjukkan
sikap menerima dengan melibatkan anggota dalam mencapai tujuan-tujuan
organisasi.

2.1.5 Fungsi Kepemimpinan

Menurut Prof. Dr. Sondang P. Siagian, MPA, (1988:46-73) sedikitnya ada


lima fungsi kepemimpinan. Kelima fungsi kepemimpinan tersebut sebagai
berikut:

1. Pemimpin Sebagai Penentu Arah

Sebuah organisasi dibentuk pada adanya untuk mencapai suatu tujuan


tertentu. Tujuan tersebut biasanya dibedakan menjadi tiga yaitu, tujuan jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Ketiga macam tujuantersebut akan
sulit dicapai bila pada anggota organisasinya berjalan sendiri-sendiri tanpa arah
yang jelas dan konkret.
Ibarat sebuah angkutab umum dari semarang menuju Jakarta, diperlukan
seorang sopir yang tahu betul jalan yang akan dilalui agar sampai tujuab.
Demikiaan halnya dalam organisasi, diperlukan seorang pemimpin yang mampu
mengarahkan anggotanya untuk sampai pada tujuan yang diharapkan baik dalam
jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang.

2. Pemimpin sebagai wakil dan juru bicara organisasi

Sebuah organisasi tidak akan berjalan baik dan tidak akan mencapai tujuan
jika tidak menjalin komunikasi atau hubungan baik dengan berbagai pihak di luar
organisasi tersebut. Untuk menjembatani hubungan baik tersebut, maka seorang
pemimpin bertugas untuk menjadi juru bicara bagi organisasi yang dipimpinnya.

Dengan kata lain, pemimpin organisasilah yang menjadi wakil dari juru
bicara resmi organisasi dalam hubungan dengan berbagai pihak di luar organisasi.
Sebagai wakil dan juru bicara, fungsi seorang pemimpin tidak terbatas pada
pemeliharaan hubungan baik saja, tetapi harus memperoleh buah-buah yang baik
bagi tercapainya tujuan organisasi yang dipimpinnya.

3. Pemimpin sebagai komunikator yang efektif

Pemeliharaan hubungan baik secara intern maupun ekstrem dapat terjalin


melalui suatu proses komunikasi, baik secara lisan maupun tertulis. Berbagai
keputusan organisasi disampaikan kepada para pelaksana melaui jalur komunikasi
yang ada dalam organisasi tersebut untuk kemudian dilaksanakan demi
tarcapainya tujuan organisasi. Dalam hal inilah seorang pemimpin berfungsi
sebagai komunikator, baik intern maupun ekstern organisasi.

Ada sebuah pendapat yang mengatakan bahwa timbulnya berbagai


perselisihan, perbedaan paham, dan konflik lebih disebabkan tidak adanya
kemunikasi yang efektif antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Atau,
walaupun terjadi komunikasi dimungkinkan telah terjadi miss communication
yang mengakibatkan tidak terjadi kesepakatan.

Pada hakikatnya berkomunikasi adalah mengalihkan suatu pesan dari satu


pihak kepada pihak yang lain. Suatu komunikasi dapat dikatakan berlangsung
dengan yang lain. Suatu komunikasi dapat dikatakan berlangsung dengan baik
apabila pesan yang ingin disampaikan oleh komunikator dapat diterima dengan
baik oleh komunikan.

Komuniasi yang efektif mungkin berlangsung apabila digunakan saluran


yang tepat. Pemilihan saluran yang tepat menjadi sangat penting karena akan
menentukan apakah pesan yang disampaikan dapat diterima dengan utuh atau
tidak.

4. Pemimpin sebagai mediator

Dalam kamus besar Indonesia (1999:640), yang dimaksud dengan


mediator adalah perantara (penghubung, penengah). Dengan demikian, seorang
pemimpin harus berfungsi sebagai mediator. Artinya menjadi perantara atau
penghubung, atau penengah, baik secara intern maupun secara ekstern organisasi.

Dalam kehidupan berorganisasi sangatlah mungkin muncul konflik yang


haru diatasi. Konflik-konflik tersebut biasanya muncul karena:

a. Persepsi subjektif tentang kemingkinan timbulnya tantangan dari pihak


lain dalam organisasi,
b. Kelangkaan sumber daya dan dana
c. Adanya asumsi bahwa dalam organisasi terdapat berbagai kepentingan
yang diperkirakan tidak dapat atau sulit diserasikan.

Dalam menghadapi berbagai masalah itulah seorang pemimpin berperan


sebagai mediator. Seorang pemimpin harus mampu menjembatani terjalinnya
komunikasi yang efektif sehingga memgurangi, menghentikan, atau bahkan
mencegah terjadinya konflik.

5. Pemimpin sebagai integrator

Pemimpin sebagai integrator adalah pemimpin yang mampu


mengintergrasikan atau menyatukan segala unsur, golongan atau kelompok dalam
organisasi yang dipimpinnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa dalam suatu
organisasi muncul adanya kelompok-kelompok kecil berdasarkan satu kepntingan
tertentu.
Di satu sisi, munculnya kelompok tersebut sejauh bertujuan untuk
mengoptimalkan kerja demi tercapainya tujuan memang dapat menguntungkan.
Namun di sisi lain, munculnya kelompok tersebut nisa menghambat kerja lain
tidak jarang mereka adalah kelompok trauble maker atau pengacau.

Di sinilah peran seorang pemimpin dibutuhkan. Seorang pemimpin harus


dapat menyatukan semua kelompok yang ada dan menyadarkan mereka untuk
bekerja sama demi tercapainya tujuan organisasi.14

2.1.6 TEORI KEPRIBADIAN

Hanya sedikit kata yang begitu memikat khalayak ramai, seperti istilah
kepribadian. Msekipun demikian kata tersebut dipakai dalam berbagai pengertian,
namun sebagian terbesar dari arti-arti popular ini bisa digolongkan ke salah satu di
antara dua golongan. Pemsakaian pertama menyamakan istilah tersebut dengan
ketrampilan atau kecakapan sosial. Kepribadian individu dinilai berdasarkan
kemampuan memperoleh reaksi-reaksi positif dari berbagai keadaan. Dalam
pengertian ini, sekolah-sekolah yang mengkhususkan menyiapkan orang
memasuki dunia glamour mengartikan istilah tersebut ketika menawarkan kursus-
kursus “latihan kepribadian”. Demikian juga, guru yang meyebutkab seorang
siswanya memiliki masalah kepribadian, mungkin bermaksud mengatakan bahwa
ketrampilan-ketrampilan social siswa itu kurang memadai untuk memeliara
hubungan-hubungan yang memuaskan dengan sesame siswa dan guru.15

Kepribadian berhubungan dengan pembawaan seseorang dalam kehidupan


kesehariannya. Oleh karena itu, kepribadian ari seseorang dapat terlihat dari
bagaimana ia menimbulkan kesan bagi orang-orang lainnya. Tinjuan mengenai
kepribadian siswa di sini meliputi beberapa aspek, yaitu:

1. Pengertian kepribadian

Para psikolog mempunyai pandangan yang berbeda di antara mereka


sendiri ketika mengartikan kepribadian. Sebagian besar dari mereka menyetujui
bahwa kata “kepribadian” (personality) berasal dari bahasa latin persona.
Mengacu pada topeng yang dipakai oleh actor romawi dalam pertunjukkan drama

14
F. Rudy dwiwibawa & Theo Riyanto, 2008, Siap Jadi Pemimpin, Kanisius: Hal: 17-21
15
Dr. A. Supratiknya, 2006, teori-teori Psikodinamik, hal 27
Yunani. Para actor romawi kuno memakai topeng (persona) untuk memainkan
peran atau penampilan palsu. Definisi ini, tentu saja, bukan definisi yang bisa
diterima. Ketika psikolog menggunakan istilah “kepribadian”, mereka mengacu
pada sesuatu yang lebih dari sekedar peran yang dimainkan seseorang.

Akan tetapi, para teoretikus kepribadian tidak setuju dengan definisi


tunggal kepribadian. Mereka menyusun teori yang unik dan vital karena mereka
memiliki pandangan yang berbeda mengenai sifat dasar manusia, dan karena
masing-masing diri mereka melihat kepribadian dari sudut pandangan pribadi.
Para teoretikus kepribadian yang dibahas mempunyai latar belakang yang
beragam. Beberapa dari mereka lahir dan tinggal di Eropa dan di Amerika.
Banyak dari mereka yang pemikirannya dipengaruhi oelh pengalaman rekigius
pada awalnya kehidupan mereka dan lainnya tidak. Sebagian besar, tatapi dari
mereka banyak yang sudah berpengalaman sebagai psikoterapis.

Walaupun tidak ada definisi tunggal yang bisa diterima oleh semua
teoretikus kepribadian, kita bisa mengatakan bahwa kepribadian adalah pola sifat
dan karakteristik tertentu, yang relatif permanen dan memberikan, baim
konsistensi maupun individualitas pada seseorang. 16

2. Pengertian kepribadian siswa

Kepribadian diri seorang anak tercermin dari tingkah lakunya sehari-hari,


tingkah laku dari seorang anak masih cenderung alami dan tidak dibuat-buat.
Menurut Hendriati Agustiani (2006: 128), menjelaskan bahwa kepribadian adalah
karakteristik atau cara bertingkah laku yang menentukan penyesuaian dirinya
yang khas terhadap leingkungannya. Berbeda dengan Allport (dalam Abu
Ahmadi & Munawar Sholeh, 2005: 201) menjelaskan kepribadian adalah
organisasi dinamis dalam diri individu yang terdiri dari system-sistem psikofisik
yang menentukan cara penyesuaian diri yang unik (khusus) dari individu tersebut
terhadap lingkungannya, selain itu ia juga menjelaskan bahwa penyesuaian diri
yang dialami oleh masing-masing individu di dalam lingkungannya mempunyau
sifat yang unik khasi serta khusus, yang diartinya mempunyai ciri-ciri tersendiri
dan tidak ada yang menjamimnya, bahkan yang terjadi pada anak kembar

16
Jess Feistv & Gregory J. Feist, 2014, teori kepribadian, Hal:3-4
sekalipun. Atkinson (dalam Sugihartono, 2007: 46) menjelaskan kepribadian
sebagai pola perilaku dan cara berpikir yang khas, yang menentukan penyesuaian
diri seseorang terhadap lingkungan. Agus Sujanto, dkk. (2004: 12)
mengemukakan pengertian pengertian yang hampir sama tentang kepribadian
yaitu sesuatu totalitas psikhopisis yang kompleks dari individu, sehingga Nampak
di dalam tingkah lakunya yang unik.

3. Pengertian teori

Kata teori adalah kata dalam bahasa inggris yang penggunaanya sering
tidak tepat dan disalahartikan. Beberapa orang membandingkan teori dengan
kebenaran atau fakta, tetapi antithesis semacam itu menunjukkan kurangnya
pemahaman mendasar akan tiga itsilah tesebut. Dalam sains, teori merupakan alat
yang digunakan untuk menghasilkan suatu penelitian dan mengatur observasi,
sedangkan “kebenaran” atau “fakta” tidak mempunyai tempat dalam terminology
ilmiah.

Teori ilmiah adalah sekumpulan asumsi yang saling berkaitan yang


memungkinkan ilmuwan menggunakan pemikiran logika deduktif untuk
merumuskan hipotesis yang bisa diuji.

2.1.5.1 Teori Freud

Pemahaman Freud tentang kepribadian manusia dibangun berdasarkan


pengalamannya dengan sejumlah pasien, analisis terhadap mimpinya sendiri, dan
bacaanya yang luas dalam bidang ilmu pengetahuan dab humaniora. Pengalaman-
pengalaman tersebut menjadi data besar untuk mengembangkan teorinya.

Sumbangan terbesar Freud pada teori kepribadian adalah eskplorasinya ke


dalam dunia tidak sadar dan keyakinannya bahwa manusia termotivasi oleh
dorongan-dorongan utama yang belum atau tidak mereka sadari. Bagi Freud,
kehidupan mental terbagi menjadi dua tingkat alam tidak sadar dan alam sadar.
Alam tidak sadar terbagi menjadi dua tingkat, alam tidak sadar dan alam bawa
sadar. Dalam psikologi Freudian, ketiga tingkat kehidupan mental ini dipahami,
baik proses maupun lokasi. Tentu saja, keberadaan lokasi dari tiga tingkat tersebut
bersifat hotesis dan tidak nyata ada di dalam tubuh. Sekalipun demikian, ketika
membahas alam tidak sadar, Freud melihatnya sebagai suatu alam tidak sadar
sekaligus proses terjadi tanpa disadari.

2.1.5.2 Teori Adler : Psikologi Individual

Alfred Adler berpengaruh besar terhadap teoritikus-teoritikus selanjutnya


seperti Harry Stack Sullivan, Karen Horney, Julian Rotter, Abraham H. maslow,
Carl Roger, Albert Ellis, Rollo May, dan lainnya (Mosak & Maniacci, 1999),
namanya kurang dikenal dibandingkan dengan Freud atau Carl Jung. Paling tidak,
ada tiga hal yang meyebabkan hal ini.

Walaupun tulisan-tulisannya mengungkapkan pandangan yang mendalam


terhadap kedalaman dan kompleksitas kepribadian manusia, Alder menyusun teori
yang sederhana dan parsimonious. Menurut Adler, manusia lahir dengan tubuh
yang lemah dan inferior suatu kondisi yang mengarah pada perasaan inferior
sehingga mengakibatkan ketergantungan pada orang lain. Oleh karena itu,
perasaan menyatu dengan cara lain (minat social) sudah menjadi sifat manusia dan
merupakan standar akhir untuk kesehatan psikologis. Lebih spesifik, prinsip
utama dalam teori Alder bisa diuraikan dalam bentuk kerangka (outline). Berikut
ini adalah adaptasi dari daftar yang menggambarkan pernyataan akhir dari
psikologi individual (Adler, 1964).

1. Kekuatan dinamis di balik perilaku manusia adalah berjuang untuk


meraih keberhasilan atau superioritas (striving for success or
superiority)
2. Persepsi subjektif (subjective perception) manusia membentuk
perilaku dan kepribadiannya.
3. Kepribadian itu menyatu (unified) dan konsistensi diri (self-consistent)
4. Nilai dari semua aktivitas manusia harus dilihat dari sudut pandang
minat social (social interest)
5. struktur kepribadian yang self-consistent berkembang menjadi gaya
hidup (style of life) seseorang.
6. Gaya hidup dibentuk oleh daya kreatif (creative power) manusia.17

17
Ibid, Jess feist % Gregory J. Feist, Hal:81
2.1.5.3 Teori Jung : Psikologi Analitis

Rekan kerja Freud, Carl Gustav Jung, mendobrak pskiloanalisis Ortodoks


dan membangun teori kepribadian yang terpisah yang disebut dengan psikologi
analitis. Teori ini berasumsi bahwa fenomena yang berhubungan dengan kekuatan
gaib atau magis (occult) bisa dan memang berpengaruh pada kehidupan semua
manusia. Jung percaya bahwa setiap dari kita termotivasi bukan hanya oleh
pengalaman yang ditekan, melainkan juga oleh pengalaman emosional tertentu
yang dipengaruhi oleh para leluhur. Gambaran-bambaran yang diturunkan
merupakan sesuatu yang disebut Jung sebagai ketidaksadaran Kolektif.
Ketidaksadaran kolektif meliputi elem-elemen yang tidak pernah dialami
seseorang secara individual, tetapi merupakan sesuatu yang diturunkan oleh
leluhur kita.

Beberapa elemen dari ketidaksadaran kolektif menjadi sangat berkembang


kemudian disebut sebagai arketipe-arketipe (archeltypes). Pengertian arketipe
yang paling meluas adalah gagasan mengenai realisasi diri (self-realization), yang
hanya bisa dicapai dengan adanya keseimbangan antara dorongan-dorongan
kepribadian yang berlawanan. Jadi, teoriJung mengungkapkan mengenai
kepribadian berlawanan. Kepribadian setiap orang meliputi introver, rasional dan
irasional, laki-laki dan perempuan, kesadaran dan ketidaksadaran, serta didorong
oleh kejadian-kajadian di masa lalu yang ditarik oleh harapan-harapan.18

2.1.7 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Kepribadian Siswa

manusia sebagai makhluk social tidak dapat hidup sendiri, sehingga dalam
proses interaksinya selalu melibatkan orang lain, sehingga kepribadian yang
terbantuk tidak murni ari dirinya sendiri, melainkan ada factor-faktor yang
memperngaruh.

Menurut hendriati Agustiani (2006: 129), bahwa kepribadian juga


berkaitan dengan cara-cara seseorang menanggapi masalah yang dialaminya
melalui proses belajar yang panjang, oleh karena itu untuk mengetahui pribadi
pengalaman-pengalaman yang diperoleh anak tersebut baik pengalaman-
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan maupun dari keluarganya sendiri.

18
Ibid, Jess feist % Gregory J. Feist, Hal:116-117
Dalam bukunya, Hendriati Agustiani (1006: 129) menjelaskan tentang hal-
hal yang memperoleh keprbadian, yaiyu:

a. Potensi bawaan

Orangtua mewariskan unsur-unsur penting kepada anaknya, yang


diwariskan sejak awal dari kandungan ibunya,ada bayi yang sejak lahir sudah
memperlihatkan daya tahan tubuh yang kuat, tapi ada pula bayi yang lemah. Ada
yang responsive dan aktif ada pula yang relative lebih tenang.proses ini akan
menjadi awal pertumbuhan yang khas dan unik dari masing-masing anak.

b. Pengalaman dana Budaya/lingkungan

Tingkah laku seseorang akan menyesuaikan dengan peran social di


masyarakatnya. Pengaruh nilai-nilai dari masyarakat menjadi bagian dari
kehidupan seseorang. Akan tetapi nilai-nilai yang dianggap baik tersebut belum
tentu dapat diterima oleh orang yang dibesarkandi budayanya yang tidak
menganggap nilai-nilai tersebut baik.

Oleh karena itu, setiap kelompok budaya memiliki keunikan yang berbeda
antara sutu dengan yang lainnya dan semua karakteristik tersebut akan
mempengaruhi kepribadian yang khas.

c. Pengalaman yang unik

Masing-masing orang memiliki perasaan, reaksi emosi, dan daya tahan


yang berbeda-beda dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Sehingga
rangsangan dari lingkungan akan mempengaruhi kepribadiannya, misalnya
orangtua akan menetapkan suatu peraturan sebagi bentuk perhatian kepada
anaknya mengenai hukuman dan imbalan yang akan diterima dari tingkah laku
kesehariannya, maka anak akan memilikisuatu pengalaman yang unik sebagai
akibat dari tingkah lakunya.

Selain beberapa factor di atas, Sjarkawi (2009:19) juga mengemukakan


factor-faktor yang mempengaruhi kepribadiannya, yaitu:

a. Factor internal
Factor internal adalah factor yang berasal dari dalam diri orang itu sendiri,
dapat berupa factor bawaan sejak lahir yang dipengaruihi keturunan dari salah
satu sifat orangtuanya atau keduanya.

b. Factor eksternal

Factor eskternal adalah factor yang berasal dari luar orang tersebut.
Boasanya merupakan pengaruh dari lingkungan baik lingkungan terkecil, seperti
keluarga, teman, tetangga, ataupun dari berbagai media audio visual, seperti
televise, media cetak, dan internet.

Kepribadian seorang siswa dapat dipengaruhi oelh banyak hal,


berdasarkan uraian di atas maka ada dua factor yang memepengaruhi kepribadian
siswa yaitu factor internal yang dipengaruhi oleh potensi bawaan, keturunan,
pengalaman yang unik dan factor eksternal yang dipengaruhi oleh lingkungan
sekitar termasuk pengalaman budaya.

2.1.8

Anda mungkin juga menyukai