Pembimbing :
Pendamping :
Penyusun :
Mengetahui :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat
rahmat-Nya, penulis telah berhasil menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul
Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas dokter Internsip.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penulisan
ini, sangatlah tidak mudah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.
Iskandar Musgamy, Sp.OG yang selalu membimbing dan memberi saran pada penulisan
ini.
Laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati, penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran yang
2
DAFTAR ISI
KESIMPULAN…….………………………………………………………………….. 29
3
BAB I
STATUS PASIEN
A. Identitas
Umur : 35 tahun
Pendidikan : SMA
Agama : Islam
Suku : Banjar
No. MR : 058058
B. Anamnesis
Pasien datang sendiri dengan keluhan nyeri kepala belakang sejak 1 hari SMRS. Pusing (+), nyeri ulu hati (+),
pandangan mata kabur (-), sesak (-), mual (-), muntah (-). Pasien tidak mengeluhkan keluar air-air maupun
darah. Pasien juga tidak merasakan nyeri perut tembus ke belakang. Pasien rutin kontrol di poli kandungan
RSUD Kotabaru, terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan sejak pertama kali ANC di bulan pertama dan dapat
Hipertensi (+), Asma (-), DM (-), Alergi (-) PEB (+) pada kehamilan ketiga dan keempat.
Riwayat Haid :
1
HPHT : 30 Agustus 2018
TP : 07 Mei 2019
UK : 22-23 minggu
Riwayat Perkawinan :
Perkawinan 2 kali
Riwayat KB :
Tidak memakai KB
Riwayat Obstetri :
Tempat Anak
No. bersalin/ Tahun Kehamilan Jenis Persalinan
penolong Sex Berat Keadaan
C. Status Generalis
Nadi : 94 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,8o C
BB : 89 kg
TB : 160 cm
2
Kepala dan leher
- Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra +/+, pupil isokor,
- Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak ada gangguan
pendengaran
- Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis,
- Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid,
Thorax
- Paru : Inspeksi : bentuk normal, gerak napas simetris dan ICS tidak melebar
Abdomen
Status obstetrikus
Atas : Edema (-), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)
Bawah : Edema (+), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)
D. STATUS OBSTETRIK
Palpasi : TFU = 20 cm
Presentasi kepala
TBJ : 1240 gr
3
His : -
E. Pemeriksaan Penunjang
4
F. Diagnosis
G. Penatalaksanaan
• Pasang 02
• Pematangan paru
• Cek DL,UL,USG.
• Pasang DC menetap.
H. Follow Up
Tanggal
Follow up S O A P
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama.1,2 Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160
mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter
air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter
otomatis yang sudah divalidasi.1,2,3 Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah
menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.3 Berdasarkan
American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit
posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan
mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi
alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.1,4
Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua
sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia. Walaupun
sudah jauh menurun, angka morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal akibat penyakit
ini masih tinggi (MMR 33,3% dan PMR 50%) dan merupakan salah satu dari ketiga
penyebab utama kematian ibu, di samping perdarahan dan infeksi. Insiden hipertensi dalam
adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan
6
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya
hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ
lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan
dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset
hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik
multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien
tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai
kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.1
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC-7 dibandingkan dengan NHBPEP
American College of Obstetricians and Gynecologist dan di Indonesia dibakukan oleh Satgas
1. Preeklamsia
7
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /
diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya
Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika
protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
4. Edema Paru
2. Preeklamsia Berat
dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan
preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi
8
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg
diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang
sama
kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya
5. Edema Paru
3. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum
kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan
hipertensi kronik.
Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang
kronik atau preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan hilang
9
6. Eklamsia
Eklampsia merupakan jenis preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang,
terjadi pada 3% dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia
disebabkan oleh edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi menyerupai
Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai oleh hipertensi,
tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah, disfungsi endotel difus,
proteinuria, dan koagulopati. Pada 20% wanita preeklampsia berat didapatkan sindrom
HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan
hemolisis, peningkatan enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem
koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar 20%
C. FAKTOR RISIKO
Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk
meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki sensitivitas
dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan yang kompleks agar dapat
meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi kesehatan diharapkan
Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama Anamnesis: 1
10
■ Umur > 40 tahun
■ Nulipara
■ Kehamilan multipel
■ Hipertensi kronik
■ Penyakit Ginjal
Pemeriksaan fisik:
■ Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara
Faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya preeklampsia
■ Merokok
■ Obesitas
11
■ Sistolik > 130 mmHg
Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan penilaian
risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan hasil penelitian dan panduan
Internasional terbaru kami membagi dua bagian besar faktor risiko yaitu risiko tinggi / mayor
Risiko Tinggi
■ Riwayat preeclampsia
■ Kehamilan multipel
■ Hipertensi kronis
■ Penyakit ginjal
Risiko Sedang
■ Nulipara
■ Usia ≥ 35 tahun
D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan perfusi plasenta
dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan. Pada
fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling dinding arteri spiralis. Abnormalitas
12
dimulai pada saat perkembangan plasenta, diikuti produksi substansi yang jika mencapai
sirkulasi maternal menyebabkan terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap
kedua atau disebut juga fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan
Gambar 1. Hipotesis tentang peranan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) pada
preeklampsia.
13
Gambar 2. Patofisiologi preeklampsia.5,6
Selain itu, didapatkan perubahan irama sirkadian normal, yaitu tekanan darah sering
kali lebih tinggi pada malam hari disebabkan peningkatan aktivitas vasokonstriktor simpatis,
yang akan kembali normal setelah persalinan. Hal ini mendukung penggunaan metildopa
sebagai antihipertensi. Tirah baring sering dapat memperbaiki hipertensi pada kehamilan,
Pada preeklampsia, fraksi filtrasi renal menurun sekitar 25%, padahal selama
kehamilan normal, fungsi renal biasanya meningkat 35-50%. Klirens asam urat serum
menurun, biasanya sebelum manifestasi klinis. Kadar asam urat >5,5 mg/dL akibat
penurunan klirens renal dan filtrasi glomerulus merupakan penanda penting preeklampsia.5,6
E. DIAGNOSIS
tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran disertai proteinuria >300 mg/hari.
Edema, yang merupakan gambaran klasik preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar
diagnosis karena sensitivitas maupun spesifisitasnya rendah. Pada 20% kasus tidak
ditemukan proteinuria ataupun hipertensi. Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar,
14
pemeriksaan protein urin, dan kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan
target organ, tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.1,5,7
Pemeriksaan Penunjang :8
Preeklamsi Berat
Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT,
Pemeriksaan KTG
Pemeriksaan USG
15
F. TATALAKSANA
- Rawat bersama dengan Departemen yang Terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,
Anestesi, dll).
- Medikamentosa
Pemberian obat:
a.MgSO4
Cara pemberian MgSO4 : Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan
infusion pump):
a. Dosis awal : 4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer laktat,
b. Dosis pemeliharaan : 10 gram (25cc MgSO4 40%) dalam 500 cc cairan RL, diberikan
- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc)
16
b. Antihipertensi
Nifedipin: 10 mg per oral dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam)
sampai terjadi penurunan MABP 20% . Selanjutnya diberikan dosis rumatan 3x10mg
Nikardipine diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg/ hipertensi emergensi dengan
dosis 1 ampul 10 mg dalam larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg dalam larutan 100cc
tetes per menit mikro drip. Pelarut yang tidak dapat digunakan adalah ringer laktat dan
bikarbonat natrikus.
B. Pengelolaan konservatif
1. Indikasi : Kehamilan preterm (< 34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi
Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda- tanda preeklamsi, selambat
3. Pengelolaan obstetrik :
Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti perawatan
aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau kesejahteraan
janin
17
Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan perawat konservatif pengobatan medisinal dan sangat dianjurkan untuk dilakukan
Penyulit : Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan
darah.
Konsultasi : Disiplin ilmu Terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, ICU, Departemen
C. Pengelolaan Aktif
Ibu: Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid selama 2 hari telah diberikan, dan
I. Gravida :
1. Dilakukan induksi persalinan: Bila skor bishop ≥ 6. Bila perlu dilakukan pematangan
serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24
18
jam. Bila tidak tercapai, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio
sesarea.
e. Kelainan letak
II. Inpartu :
2. Memperpendek kala II
3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin.
Kebanyakan kasus hipertensi di luar kehamilan merupakan hipertensi esensial yang bersifat
kronis. Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk mencegah komplikasi jangka
panjang, seperti stroke dan infark miokard, sedangkan hipertensi pada kehamilan biasanya
penurunan tekanan darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu, preeklampsia
19
melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi kecenderungan
secara hati-hati; selain itu, diperlukan tirah baring dan monitoring baik terhadap ibu maupun
bayi. Pasien preeklampsia biasanya sudah mengalami deplesi volume intravaskuler, sehingga
lebih rentan terhadap penurunan tekanan darah yang terlalu cepat; hipotensi dan penurunan
aliran uteroplasenta perlu diperhatikan karena iskemi plasenta merupakan hal pokok dalam
patofisiologi preeklampsia. Selain itu, menurunkan tekanan darah tidak mengatasi proses
primernya. Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko ibu, yang
meliputi abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang memerlukan rawatinap, dan kerusakan
organ target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan organ target
meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita yang sebelumnya
normotensi.5,10
Tekanan darah >170/110 mmHg merusak endotel secara langsung. Pada tekanan
risiko perdarahan serebral. Selain itu, risiko abrupsi plasenta dan asfiksia juga meningkat.
Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dan mendadak dapat menurunkan perfusi
uteroplasenta, sehingga dapat menyebabkan hipoksia janin. Target tekanan darah adalah
Obat Antihipertensi
a. Hipertensi ringan-sedang
darah sistolik 140-169 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-109 mmHg) masih
20
Cardiology (ESC) terbaru merekomendasikan pemberian terapi jika tekanan darah sistolik
• Hipertensi dengan kerusakan target organ subklinis atau adanya gejala selama masa
kehamilan.
b. Hipertensi berat
ESC merekomendasikan jika tekanan darah sistolik >170 mmHg atau diastolik >110 mmHg
pada wanita hamil diklasifi kasikan sebagai emergensi dan merupakan indikasi rawat inap.
Terapi farmakologis dengan labetalol intravena, metildopa oral, atau nifedipin sebaiknya
segera diberikan. Obat pilihan untuk preeklampsia dengan edema paru adalah nitrogliserin
(gliseril trinitrat), infus intravena dengan dosis 5 μg/menit dan ditingkatkan bertahap tiap 3-5
bolus intravena selama 2 menit), dapat diulang 40-60 mg setelah 30 menit jika respons
diuresis kurang adekuat. Morfin intravena 2-3 mg dapat diberikan untuk venodilator dan
21
Tabel 2.3. Obat antihipertensi untuk hipertensi kronis atau gestasional selama kehamilan.
Tabel 2.4. Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat pada kehamilan.
Magnesium Sulfat
merupakan agen pencegahan eklampsia paling efektif, dan obat lini pertama untuk terapi
kejang pada eklampsia. Selain itu, direkomendasikan untuk profilaksis eklampsia pada
22
Pengobatan Obstetrik
1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan
b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya
c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida
Kala I
1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.
2. Fase aktif : Amniotomi saja. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan
lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).
Kala II
Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.
pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan,
medisinal.
a. Indikasi
23
b. Pengobatan medisinal
Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose
MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong
c. Pengobatan obstetri :
1. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya
2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-
3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan
harus diterminasi.
4. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2
gram intravenous
1. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat
selama 3 hari.
2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :
penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama
Indikasi terminasi bisa oleh karena faktor ibu (misal eklamsi, Hellp syndrome, udema paru)
atau preeklampsia. Tekanan darah sering tidak stabil pada beberapa hari postpartum. Tujuan
24
terapi adalah untuk mencegah terjadinya hipertensi berat. Obat antihipertensi antenatal
sebaiknya diberikan kembali post-partum dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu setelah tekanan darah normal. Jika tekanan darah sebelum konsepsi normal,
tekanan darah biasanya normal kembali dalam 2-8 minggu. Hipertensi yang menetap setelah
12 minggu postpartum mungkin menunjuk kan hipertensi kronis yang tidak ter diag nosis
preeklampsia berat atau rekuren, atau pada pasien dengan proteinuria yang menetap; perlu
Wanita yang mengalami hipertensi gestasional mempunyai risiko lebih tinggi untuk
mengalami hipertensi di kemudian hari. Setelah follow up selama 7 tahun pada 223 wanita
yang mengalami eklampsia, didapatkan bahwa risiko paling tinggi adalah pada wanita yang
mengalami hipertensi pada usia kehamilan sebelum 30 minggu. Wanita dengan hipertensi
disfungsi dan hipertrofi ventrikel kiri asimptomatik dalam 1-2 tahun pasca-persalinan.
Risiko kematian karena penyakit kardio-serebrovaskuler juga dua kali lebih besar
pada wanita dengan riwayat preeklampsia. Wanita dengan riwayat preeklampsia onset
sebelum 34 minggu atau preeklampsia yang disertai persalinan preterm mempunyai risiko
kematian karena penyakit kardiovaskuler 4-8 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan
kehamilan normal.
Mekanismenya masih belum diketahui pasti, tetapi disfungsi endotel yang berkaitan
25
preeklampsia. Tiga bulan hingga paling tidak tiga tahun pasca-persalinan masih di dapat kan
gangguan dilatasi endotel. Wanita dengan riwayat preeklampsia juga dilaporkan lebih sensitif
terhadap angiotensin II dan garam. Penanda aktivasi endotel, meliputi vascular cell adhesion
molecule-1 dan intercellular adhesion molecule-1 kadarnya lebih tinggi hingga >15 tahun
pasca-persalinan. Adanya diabetes melitus, hipertensi kronis, dan penyakit ginjal sebelum
Obat antihipertensi larut lemak konsentrasinya dapat lebih tinggi di air susu ibu (ASI).
Paparan neonatus pada penggunaan obat metildopa, labetalol, captopril, dan nifedipin
rendah, sehingga obat-obat ini dianggap aman diberikan selama menyusui. Diuretik juga
didapatkan pada konsentrasi rendah, tetapi dapat mengurangi produksi ASI. Metildopa
G. PRETERM
1. Definisi
Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.
Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO membagi persalinan prematur menjadi tiga kategori
1. Komplikasi medis dan obstetrik Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur
disebabkan oleh halhal yang berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik tertentu
misalnya pada kasus-kasus perdarahan antepartum atau hipertensi dalam kehamilan yang
26
sebagian besar memerlukan tindakan terminasi saat kehamilan preterm. Akan tetapi, 2/3 dari
kejadian persalinan prematur tidak diketahui secara jelas penyebabnya karena persalinan
prematur pada kelompok ini terjadi persalinan yang spontan atau idiopatik
2. Faktor gaya hidup Perilaku seperti merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang
kurang baik selama kehamilan, serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah
dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian prematur dan hasil akhir bayi dengan
berat lahir rendah. Penyalahgunaan alkohol tidak hanya dikaitkan dengan kelahiran prematur
melainkan dengan peningkatan cedera otak pada bayi yang lahir prematur. Konsumsi alkohol
yang berlebihan selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan fetus dan harapan
hidup neonatus. Wanita yang mengonsumsi alkohol lebih dari satu gelas per hari dapat
meningkatkan risiko persalinan prematur sementara jika mengosumsi akohol kurang dari 4
gelas tiap miggu tidak memberikan efek meningkatkan risiko persalinan premature. Faktor
usia juga diduga berhubungan dengan kejadian persalinan prematur. Wanita usia muda
cenderung mempunyai pasangan seksual yang lebih banyak dan infeksi pada vagina,
sementara wanita usia yang lebih tua cenderung mengalami kontaksi uterus yang irregular,
seperti mioma .
3. Faktor genetik
Kelahiran prematur juga diduga sebagai suatu proses yang terjadi secara familial karena sifat
persalinan prematur yang berulang dan prevalensinya yang berbeda-beda antar ras.
4. Infeksi cairan amnion dan korion Infeksi koriamnion yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme telah muncul sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan persalinan
prematur. Proses persalinan aterm diawali dengan aktivasi dari fosfolipase A2 (PLA-2) yang
melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin sehingga meningkatkan
27
bakteri (liposakarida) dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk memproduksi
sitokin dan prostaglandin yang memicu persalinan. Drife dan Magowan dalam Prawirohardjo
(2011) menyatakan bahwa proses persalinan prematur yang dikaitkan dengan infeksi
diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit.
Berbagai sitokin termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin 6
adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, Platelet
Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada
aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan
demikian janin memerankan peran sinergik dalam mengawali proses persalinan prematur
yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membran
kehamilan dapat berisiko terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua
faktor, yaitu: 5
f. kehamilan ganda/gemeli
g. polihidramnion
2. Ibu
b. diabetes mellitus
28
c. preeklamsia/hipertensi
f. stress psikologik
KESIMPULAN
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang menetap oleh sebab
apapun, ditemukan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang
menetap setelah 12 minggu pasca persalinan. Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-
tanda hipertensi dan proteinuria ≥300 mg/24 jam yang timbul karena kehamilan.
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Diagnosis dan Tata Laksana Pre-
Eklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal.2016.
2. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians and
Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013
3. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis,
Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive
Summary. Journal of Obstetrics Gynecology Canada. 2014: 36(5); 416-438
4.
Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman GG,
Brown MA. The classification, diagnosis and management of the hypertensive
disorders of pregnancy: a revised statement from the ISSHP. Pregnancy
Hypertension: An International Journal of Women;s Cardiovascular Health 2014:
4(2):99-104
5. Wiknjosastro H, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2007.
6. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant MF. Hypertensive Disorders In Pregnancy.
In: Ronardy DH, editor. Obstetric Williams,21st Ed. McGraw Hill
7. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam. Physician
2004;70(12):2317-24
8. Panduan Praktik Klinik Hipertensi Dalam Kehamilan. Perkumpulan Obstetri &
Ginekologi Indonesia. 2018
9. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam. Physician
2004;70(12):2317-24
10. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. Perkumpulan Obstetri &
Ginekologi Indonesia. 2011
30