Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

Superimposed Preeklamsia + BSC 2x

Pembimbing :

dr. Iskandar Musgamy, Sp.OG

Pendamping :

dr. Siti Hadidjah Hasyim

dr. Djoko Santoso

Penyusun :

dr. Emma Rahmadania

RSUD PANGERAN JAYA SUMITRA KOTABARU


2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : dr. Emma Rahmadania


Dokter Internsip RSUD Pangeran Jaya Sumitra Kota Baru

Judul Laporan Kasus : Superimposed Preeklamsia + BSC 2x.


Telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka Program Internsip Dokter Indonesia
(PIDI) di bagian Obsgyn RSUD Pangeran Jaya Sumitra Kota Baru, Kalimantan Selatan.

Kota Baru, 04 Mei 2019

Mengetahui :

dr. Iskandar Musgamy, Sp.OG

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat

rahmat-Nya, penulis telah berhasil menyelesaikan penulisan laporan kasus yang berjudul

“Superimposed Preeklamsia + BSC 2x”.

Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu tugas dokter Internsip.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam penulisan

ini, sangatlah tidak mudah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada dr.

Iskandar Musgamy, Sp.OG yang selalu membimbing dan memberi saran pada penulisan

ini.

Laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati, penulis

mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran yang

membangun.Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Kotabaru, 04 Mei 2019

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ………………………………………………………………….. i

Kata Pengantar ……………………………………………………………………….. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………………………….. iii

BAB I STATUS PASIEN…………………………………………………………….. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............………………………………………………. 6

KESIMPULAN…….………………………………………………………………….. 29

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 30

3
BAB I

STATUS PASIEN

A. Identitas

Nama pasien : Ny. J

Umur : 35 tahun

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Suku : Banjar

Alamat : Jl. Taman Melati RT 2

No. MR : 058058

Tanggal MRS : 18 Februari 2019

B. Anamnesis

Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 Februari 2019

1. Keluhan Utama : Nyeri kepala

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang sendiri dengan keluhan nyeri kepala belakang sejak 1 hari SMRS. Pusing (+), nyeri ulu hati (+),

pandangan mata kabur (-), sesak (-), mual (-), muntah (-). Pasien tidak mengeluhkan keluar air-air maupun

darah. Pasien juga tidak merasakan nyeri perut tembus ke belakang. Pasien rutin kontrol di poli kandungan

RSUD Kotabaru, terdiagnosis hipertensi dalam kehamilan sejak pertama kali ANC di bulan pertama dan dapat

terapi antihipertensi dari Sp.OG.

PAN : 3x di Poli Kandungan RSUD Kotabaru

Riwayat Penyakit Dahulu:

Hipertensi (+), Asma (-), DM (-), Alergi (-) PEB (+) pada kehamilan ketiga dan keempat.

Riwayat Penyakit Keluarga :

Asma (-), Hipertensi (-), DM (-), Alergi (-) PEB (-)

Riwayat Haid :

Menarche usia 11 tahun, selama 7 hari, siklus 28 hari.

1
HPHT : 30 Agustus 2018

TP : 07 Mei 2019

UK : 22-23 minggu

Riwayat Perkawinan :

Perkawinan 2 kali

Dengan suami sekarang 11 tahun

Riwayat KB :

Tidak memakai KB

Riwayat Obstetri :

Tempat Anak
No. bersalin/ Tahun Kehamilan Jenis Persalinan
penolong Sex Berat Keadaan

1. Bidan 2003 Aterm Spt BK PR 3800 Meninggal

2. Bidan 2004 Post term Spt BK LK 3000 Hidup


RS SC a/i hipertensi
3. Kotabaru/ 2016 Pre term kronis + solusio LK 900 Meninggal
Sp.OG plasenta
RS
SC+Adhesiolisis a/i
4. Kotabaru/Sp. 2017 Pre term LK 1200 Meninggal
PEB+ BSC 1x
OG
5. Hamil ini 2019

C. Status Generalis

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Kompos mentis / GCS 4-5-6

Bentuk badan : Gemuk

Tanda Vital : Tekanan darah : 190/120 mmHg

Nadi : 94 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,8o C

BB : 89 kg

TB : 160 cm

IMT : 34,76 kg/m2 (Obesitas Grade II)

2
Kepala dan leher

- Kepala : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, edema palpebra +/+, pupil isokor,

reflex cahaya +/+

- Telinga : Bentuk normal, tidak ada cairan yang keluar dari telinga, tidak ada gangguan

pendengaran

- Hidung : Bentuk normal, tidak tampak deviasi septum, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis,

tidak ada pernapasan cuping hidung

- Leher : Tidak ada kaku kuduk, tidak tampak pembesaran kelenjar getah bening dan tiroid,

tidak ada peningkatan JVP.

Thorax

- Paru : Inspeksi : bentuk normal, gerak napas simetris dan ICS tidak melebar

Palpasi : fremitus raba simetris, tidak ada nyeri tekan

Perkusi : sonor +/+, tidak ada nyeri ketuk

Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), whezing (-/-)

- Jantung : Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : tidak teraba thrill

Perkusi : sulit dilakukan terhalang payudara

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, bising jantung tidak ada

Abdomen

Status obstetrikus

Ekstremitas atas dan bawah

Atas : Edema (-), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)

Bawah : Edema (+), gerak normal, parese (-), nyeri gerak (-)

Refleks patella : (+)

D. STATUS OBSTETRIK

Inspeksi : Perut tampak massa gestasi

Palpasi : TFU = 20 cm

Presentasi kepala

Auskultasi : DJJ (+) 141x/menit

TBJ : 1240 gr

3
His : -

Pemeriksaan Dalam : Tidak dilakukan

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium (RSUD Kotabaru)


18 Februari 2019
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
DARAH LENGKAP
Hemoglobin 13,1 L (13-16)/W(12-14) g/dL
Hematokrit 39,3 L(40-48)/W(12-14) %
Eritrosit 5,52 L(4.50-5.50)/W(4.0-5.0) jt/Ul
MCV 71,2 82.0-92.0 fL
MCH 23,7 27,0-31,0 pg
MCHC 33,3 31,0-36,0 g/Dl
Lekosit 10,9 4,0-10.0 ribu/ul
Hitung Jenis
- Basofil 0,2 0-1.0 %
- Eosinofil 2,4 1.0-3.0 %
- Neutrofil 64,1 50.0-70.020.0-48.0 %
- Limfosit 26,9 20.0-48.0 %
- Monosit 6,4 2.0-8.0 %
Trombosit 150 150-450 ribu/ul
Asam urat 9,6 L(3,5-7,2)/W(2,6-6,0) mg/dL
Glukosa Sewaktu 108 <140 mg/dL
Ureum 24 15-39 mg/dL
Kreatinin 0,7 L(0,9-1,3)/W(0,6-1,1) mg/dL
SGOT 31 <40 U/L
SGPT 20 <41 U/L

URINALISA LENGKAP FULL AUTOMATIC


Makroskopis
Warna Kuning Kuning muda-tua
Kejernihan Jernih Jernih
Berat jenis 1.015 1.003-1030
Ph 6 4.5-8.0
Protein +++ Negatif
Glukosa Negatif Negatif
Keton Negatif Negatif
Darah/Hb + Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Leukosit esterase Negatif Negatif
Mikroskopis
Sel epitel +
Leukosit 2-3 1-5/LPB
Eritrosit 10-15 1-3/LPB
Silinder Negatif /LPB
Kristal Negatif /LPB
Bakteri Negatif Negatif
Lain-lain Negatif

4
F. Diagnosis

Superimposed Preeklamsia + BSC 2x

G. Penatalaksanaan

• Pasang 02

• Drip MgSO4 sesuai protap

• IVFD D5 500cc/24 jam

• Po. Nifedipin 3x10 mg

• Po. Metildopa 3x250 mg

• Pematangan paru

• R/ terminasi dan rujuk ke RSUD Ulin Banjarmasin

• Cek DL,UL,USG.

• Pasang DC menetap.

• Monitor : Keluhan/VS/His/tanda impending eklampsia

H. Follow Up

Tanggal
Follow up S O A P

18/03/2019 Nyeri kepala TD: 190/120 Superimpossed • Pasang 02


(+) pusing (+) N: 94 Preeklamsia + • Drip MgSO4 sesuai
nyeri ulu hati T: 36,7 BSC 2x protap
(-) pandangan R: 20 • IVFD D5 500cc/24 jam
mata kabur (-) • Po. Nifedipin 3x10 mg
sesak (-) mual St. obstetri: • Po. Metildopa 3x250
(-) muntah (-) TFU 20 cm mg
DJJ (+) 141 • Monitor :
x/m Keluhan/VS/His/tanda
Kontraksi (-) impending eclampsi
19/03/2019 Nyeri kepala TD: 180/100 Superimpossed • Pasang 02
(+) bagian N: 92 Preeklamsia + • Drip MgSO4 sesuai
belakang T: 36,9 BSC 2x protap
pusing (+) R: 22 • IVFD D5 500cc/24 jam
nyeri ulu hati • Po. Nifedipin 3x10 mg
(-) pandangan St. obstetri: • Po. Metildopa 3x250
mata kabur (-) TFU 20 cm mg
sesak (-) mual DJJ (+) 137 • Monitor :
(-) muntah (-) x/m Keluhan/VS/His/tanda
Kontraksi (-) impending eklampsia

• Rujuk ke RSUD Ulin


Banjarmasin

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg sistolik atau 90

mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang

sama.1,2 Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah sekurang-kurangnya 160

mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik. Mat tensimeter sebaiknya menggunakan tensimeter

air raksa, namun apabila tidak tersedia dapat menggunakan tensimeter jarum atau tensimeter

otomatis yang sudah divalidasi.1,2,3 Laporan terbaru menunjukkan pengukuran tekanan darah

menggunakan alat otomatis sering memberikan hasil yang lebih rendah.3 Berdasarkan

American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan duduk tenang dalam 15 menit

sebelum dilakukan pengukuran tekanan darah pemeriksaan. Pengukuran dilakukan pada

posisi duduk posisi manset setingkat dengan jantung, dan tekanan diastolik diukur dengan

mendengar bunyi korotkoff V (hilangnya bunyi). Ukuran manset yang sesuai dan kalibrasi

alat juga senantiasa diperlukan agar tercapai pengukuran tekanan darah yang tepat.1,4

Pemeriksaan tekanan darah pada wanita dengan hipertensi kronik harus dilakukan pada kedua

tangan, dengan menggunakan hasil pemeriksaan yang tertinggi. 1,2

Penyakit hipertensi dalam kehamilan (HDK) termasuk preeklampsia dan eklampsia

sampai saat ini masih merupakan masalah dalam pelayanan obstetri di Indonesia. Walaupun

sudah jauh menurun, angka morbiditas dan mortalitas maternal dan perinatal akibat penyakit

ini masih tinggi (MMR 33,3% dan PMR 50%) dan merupakan salah satu dari ketiga

penyebab utama kematian ibu, di samping perdarahan dan infeksi. Insiden hipertensi dalam

kehamilan umumnya berkisar 7-12%.1,5

Preeklampsia merupakan kondisi spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan

adanya disfungsi plasenta dan respon maternal terhadap adanya inflamasi sistemik dengan

6
aktivasi endotel dan koagulasi. Diagnosis preeklampsia ditegakkan berdasarkan adanya

hipertensi spesifik yang disebabkan kehamilan disertai dengan gangguan sistem organ

lainnya pada usia kehamilan diatas 20 minggu. Preeklampsia, sebelumya selalu didefinisikan

dengan adanya hipertensi dan proteinuri yang baru terjadi pada kehamilan (new onset

hypertension with proteinuria). Meskipun kedua kriteria ini masih menjadi definisi klasik

preeklampsia, beberapa wanita lain menunjukkan adanya hipertensi disertai gangguan

multsistem lain yang menunjukkan adanya kondisi berat dari preeklampsia meskipun pasien

tersebut tidak mengalami proteinuri. Sedangkan, untuk edema tidak lagi dipakai sebagai

kriteria diagnostik karena sangat banyak ditemukan pada wanita dengan kehamilan normal.1

Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC-7 dibandingkan dengan NHBPEP

(National High Blood Pressure Education Program).

B. KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

Klasifikasi hipertensi yang dikemukakan oleh The Committee on Terminology of the

American College of Obstetricians and Gynecologist dan di Indonesia dibakukan oleh Satgas

Gestosis POGI sebagai berikut:1

1. Preeklamsia

7
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan /

diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika hanya

didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan

peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia tersebut.

Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika

protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan

untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu:1

1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan

kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau

adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

4. Edema Paru

5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

6.Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi

uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan

adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

2. Preeklamsia Berat

Beberapa gejala klinis meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada preeklampsia,

dan jika gejala tersebut didapatkan, akan dikategorikan menjadi kondisi pemberatan

preeklampsia atau disebut dengan preeklampsia berat. Kriteria gejala dan kondisi

yang menunjukkan kondisi pemberatan preeklampsia atau preklampsia berat adalah

salah satu dibawah ini :1

8
1. Tekanan darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg

diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang

sama

2. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter

3. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan

kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya

4. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau

adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen

5. Edema Paru

6. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus

7.Gangguan pertumbuhan janin menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta:

Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan absent or

reversed end diastolic velocity (ARDV)

3. Hipertensi kronik

Hipertensi kronik adalah hipertensi pada ibu hamil yang sudah ditemukan sebelum

kehamilan atau yang ditemukan pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu, dan

yang menetap setelah 12 minggu pasca persalinan

4. Preeklampsia/eklampsia pada hipertensi kronik (superimposed)

Superimposed preeclampsia/eclampsia adalah preeklampsia/eklampsia pada penderita

hipertensi kronik.

5. Hipertensi gestasional atau transient hypertension

Hipertensi gestasional adalah timbulnya hipertensi dalam kehamilan pada wanita yang

tekanan darah sebelumnya normal dan tidak mempunyai gejala-gejala hipertensi

kronik atau preeklamsi/eklamsi (tidak disertai proteinuri). Gejala ini akan hilang

dalam waktu < 12 minggu pascasalin.

9
6. Eklamsia

Eklampsia merupakan jenis preeklampsia berat yang ditandai dengan adanya kejang,

terjadi pada 3% dari seluruh kasus preeklampsia. Kerusakan otak pada eklampsia

disebabkan oleh edema serebri. Perubahan substansia alba yang terjadi menyerupai

ensefalopati hipertensi. Komplikasi serebrovaskuler, seperti stroke dan perdarahan

serebri, merupakan penyebab kematian terbesar pada eklampsia.

Preeklampsia merupakan penyakit sistemik yang tidak hanya ditandai oleh hipertensi,

tetapi juga disertai peningkatan resistensi pembuluh darah, disfungsi endotel difus,

proteinuria, dan koagulopati. Pada 20% wanita preeklampsia berat didapatkan sindrom

HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet Count) yang ditandai dengan

hemolisis, peningkatan enzim hepar, trombositopenia akibat kelainan hepar dan sistem

koagulasi. Angka kejadian sindrom HELLP ini sekitar 1 dari 1000 kehamilan. Sekitar 20%

sindrom HELLP mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, yang memper buruk

prognosis baik ibu maupun bayi.

C. FAKTOR RISIKO

Sampai saat ini terdapat berbagai temuan biomarker yang dapat digunakan untuk

meramalkan kejadian preeklampsia, namun belum ada satu tes pun yang memiliki sensitivitas

dan spesifitas yang tinggi. Butuh serangkaian pemeriksaan yang kompleks agar dapat

meramalkan suatu kejadian preeklampsia dengan lebih baik. Praktisi kesehatan diharapkan

dapat mengidentifikasi faktor risiko preeklampsia dan mengkontrolnya, sehingga

memungkinkan dilakukan pencegahan primer. Dari beberapa studi dikumpulkan ada 17

faktor yang terbukti meningkatkan risiko preeklampsia.1

Fakto risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama Anamnesis: 1

10
■ Umur > 40 tahun

■ Nulipara

■ Multipara dengan riwayat preeklampsia sebelumnya

■ Multipara dengan kehamilan oleh pasangan baru

■ Multipara yang jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun atau lebih

■ Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan

■ Kehamilan multipel

■ IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus)

■ Hipertensi kronik

■ Penyakit Ginjal

■ Sindrom antifosfolipid (APS)

■ Kehamilan dengan inseminasi donor sperma, oosit atau embrio

■ Obesitas sebelum hamil

Pemeriksaan fisik:

■ Indeks masa tubuh > 35

■ Tekanan darah diastolik > 80 mmHg

■ Proteinuria (dipstick >+l pada 2 kali pemeriksaan berjarak 6 jam atau secara

kuantitatif 300 mg/24 jam)

Faktor risiko yang dapat dinilai secara dini sebagai prediktor terjadinya preeklampsia

superimposed pada wanita hamil dengan hipertensi kronik yaitu :1

■ Riwayat preeklampsia sebelumnya

■ Penyakit ginjal kronis

■ Merokok

■ Obesitas

■ Diastolik > 80 mmHg

11
■ Sistolik > 130 mmHg

Faktor risiko yang telah diidentifikasi dapat membantu dalam melakukan penilaian

risiko kehamilan pada kunjungan awal antenatal. Berdasarkan hasil penelitian dan panduan

Internasional terbaru kami membagi dua bagian besar faktor risiko yaitu risiko tinggi / mayor

dan risiko tambahan / minor.1

Klasifikasi risiko yang dapat dinilai pada kunjungan antenatal pertama :1

Risiko Tinggi

■ Riwayat preeclampsia

■ Kehamilan multipel

■ Hipertensi kronis

■ Diabetes Mellitus tipe 1 atau 2

■ Penyakit ginjal

■ Penyakit autoimun (contoh: systemic lupus erythematous, antiphospholipid syndrome)

Risiko Sedang

■ Nulipara

■ Obesitas (Indeks masa tubuh > 30 kg/m2 )

■ Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan

■ Usia ≥ 35 tahun

■ Riwayat khusus pasien (interval kehamilan > 10 tahun)

D. PATOFISIOLOGI

Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua tahap, yaitu perubahan perfusi plasenta

dan sindrom maternal. Tahap pertama terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan. Pada

fase ini terjadi perkembangan abnormal remodelling dinding arteri spiralis. Abnormalitas

12
dimulai pada saat perkembangan plasenta, diikuti produksi substansi yang jika mencapai

sirkulasi maternal menyebabkan terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap

kedua atau disebut juga fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis preeklampsia, dengan

elemen pokok respons inflamasi sistemik maternal dan disfungsi endotel.5,6

Gambar 1. Hipotesis tentang peranan soluble fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt1) pada

preeklampsia.

13
Gambar 2. Patofisiologi preeklampsia.5,6

Selain itu, didapatkan perubahan irama sirkadian normal, yaitu tekanan darah sering

kali lebih tinggi pada malam hari disebabkan peningkatan aktivitas vasokonstriktor simpatis,

yang akan kembali normal setelah persalinan. Hal ini mendukung penggunaan metildopa

sebagai antihipertensi. Tirah baring sering dapat memperbaiki hipertensi pada kehamilan,

mungkin karena perbaikan perfusi uteroplasenta.5,6

Pada preeklampsia, fraksi filtrasi renal menurun sekitar 25%, padahal selama

kehamilan normal, fungsi renal biasanya meningkat 35-50%. Klirens asam urat serum

menurun, biasanya sebelum manifestasi klinis. Kadar asam urat >5,5 mg/dL akibat

penurunan klirens renal dan filtrasi glomerulus merupakan penanda penting preeklampsia.5,6

E. DIAGNOSIS

Menurut American College of Obstetrics and Gynecology, diagnosis dibuat jika

tekanan darah >140/90 mmHg pada dua kali pengukuran disertai proteinuria >300 mg/hari.

Edema, yang merupakan gambaran klasik preeklampsia, tidak lagi digunakan sebagai dasar

diagnosis karena sensitivitas maupun spesifisitasnya rendah. Pada 20% kasus tidak

ditemukan proteinuria ataupun hipertensi. Pemeriksaan laboratorium, seperti tes fungsi hepar,

14
pemeriksaan protein urin, dan kreatinin serum dapat membantu mengetahui derajat kerusakan

target organ, tetapi tidak ada yang spesifik untuk diagnosis preeklampsia.1,5,7

Gambar 2.3. Algoritma diagnosis hipertensi pada kehamilan.7

Pemeriksaan Penunjang :8

 Preeklamsi : urin lengkap

 Preeklamsi Berat

Pemeriksaan laboratorium:(bila tersedia sarana & prasarana)

 Pemeriksaan Hb, Ht, Lekosit, Trombosit, urin lengkap.

 Pemeriksaan elektrolit Na, K, Ca, dan Cl; kadar glukosa, Urea N, Kreatinin, SGOT,

SGPT, analisa gas darah, asam urat darah.

 Pemeriksaan KTG

 Pemeriksaan foto rontgen thoraks

 Pemeriksaan USG

15
F. TATALAKSANA

Tatalaksana Preeklamsi Berat :1,8

- Rawat bersama dengan Departemen yang Terkait (Penyakit Dalam, Penyakit Saraf, Mata,

Anestesi, dll).

- Medikamentosa

 Infus larutan ringer laktat

 Pemberian obat:

a.MgSO4

Cara pemberian MgSO4 : Pemberian melalui intravena secara kontinyu (infus dengan

infusion pump):

a. Dosis awal : 4 gram MgSO4 (10 cc MgSO4 40 %) dilarutkan kedalam 100 cc ringer laktat,

diberikan selama 15-20 menit. (Tetesan ± 50 gtt/menit)

b. Dosis pemeliharaan : 10 gram (25cc MgSO4 40%) dalam 500 cc cairan RL, diberikan

dengan kecepatan 1-2 gram/jam (20-30 tetes per menit)

 Syarat-syarat pemberian MgSO4

- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu kalsium glukonas 10% (1 gram dalam 10 cc)

diberikan i.v dalam waktu 3-5 menit.

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernafasan > 16 kali per menit

- Produksi urin > 30 cc dalam 1 jam sebelumnya (0,5 cc/kg bb/jam)

 Sulfas magnesikus dihentikan bila:

- Ada tanda-tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam pascasalin

- Dalam 6 jam pascasalin sudah terjadi perbaikan tekanan darah (normotensif)

16
b. Antihipertensi

Diberikan terutama bila tekanan darah mencapai:

 Sistolik > 160 mmHg

 Diastolik > 110 mmHg

Dapat diberikan : (Gawat Darurat)

Nifedipin: 10 mg per oral dan dapat diulangi setiap 30 menit (maksimal 120 mg/24 jam)

sampai terjadi penurunan MABP 20% . Selanjutnya diberikan dosis rumatan 3x10mg

(pemberian nifedipine tidak diperkenankan diberikan sub lingual)

 Nikardipine diberikan bila tekanan darah ≥ 180/110 mmHg/ hipertensi emergensi dengan

dosis 1 ampul 10 mg dalam larutan 50cc per jam atau 2 ampul 10 mg dalam larutan 100cc

tetes per menit mikro drip. Pelarut yang tidak dapat digunakan adalah ringer laktat dan

bikarbonat natrikus.

B. Pengelolaan konservatif

1. Indikasi : Kehamilan preterm (< 34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda impending eklamsi

dengan keadaan janin baik

2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pengelolaan secara aktif.

Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah mencapai tanda- tanda preeklamsi, selambat

lambatnya dalam waktu 24 jam.

3. Pengelolaan obstetrik :

 Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama seperti perawatan

aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan USG untuk memantau kesejahteraan

janin

17
 Bila setelah 2 kali 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap sebagai

kegagalan perawat konservatif pengobatan medisinal dan sangat dianjurkan untuk dilakukan

diterminasi. Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.

 Penyulit : Sindroma HELLP, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru, kelainan pembekuan

darah.

 Konsultasi : Disiplin ilmu Terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam, ICU, Departemen

Saraf, Departemen Mata)

C. Pengelolaan Aktif

Indikasi : Bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:

Ibu:  Kehamilan > 34 minggu (dengan kortikosteroid selama 2 hari telah diberikan, dan

memberi tahu bagian perinatologi sebelum pengakhiran kehamilan)

 Adanya gejala impending eklamsi

 Gagal perawatan konservatif Janin:

 Adanya tanda-tanda gawat janin

 Adanya tanda-tanda IUGR Laboratorik:

 Adanya sindrom HELLP

D. Pengelolaan Obstetri (Cara terminasi kehamilan)

I. Gravida :

1. Dilakukan induksi persalinan: Bila skor bishop ≥ 6. Bila perlu dilakukan pematangan

serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24

18
jam. Bila tidak tercapai, induksi persalinan dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio

sesarea.

2. Indikasi seksio sesarea :

a. Syarat persalinan pervaginam tidak terpenuhi

b. Terdapat kontraindikasi persalinan pervaginam

c. Induksi persalinan gagal

d. Terjadi gawat janin

e. Kelainan letak

f. Bila umur kehamilan < 34 minggu

II. Inpartu :

1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman.

2. Memperpendek kala II

3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin.

4. Bila skor bishop ≤ 6 direkomendasikan tindakan seksio sesarea

5. Anestesia : disesuaikan dengan kemampuan sarana kesehatan

Terdapat perbedaan manajemen hipertensi pada kehamilan dan di luar kehamilan.

Kebanyakan kasus hipertensi di luar kehamilan merupakan hipertensi esensial yang bersifat

kronis. Terapi hipertensi di luar kehamilan ditujukan untuk mencegah komplikasi jangka

panjang, seperti stroke dan infark miokard, sedangkan hipertensi pada kehamilan biasanya

kembali normal saat post-partum,sehingga terapi tidak ditujukan untuk pencegahan

komplikasi jangka panjang. Preeklampsia berisiko menjadi eklampsia, sehingga diperlukan

penurunan tekanan darah yang cepat pada preeklampsia berat. Selain itu, preeklampsia

19
melibatkan komplikasi multisistem dan disfungsi endotel, meliputi kecenderungan

protrombotik, penurunan volume intravaskuler, dan peningkatan permeabilitas endotel.

Preeklampsia onset dini (<34 minggu) memerlukan penggunaan obat antihipertensi

secara hati-hati; selain itu, diperlukan tirah baring dan monitoring baik terhadap ibu maupun

bayi. Pasien preeklampsia biasanya sudah mengalami deplesi volume intravaskuler, sehingga

lebih rentan terhadap penurunan tekanan darah yang terlalu cepat; hipotensi dan penurunan

aliran uteroplasenta perlu diperhatikan karena iskemi plasenta merupakan hal pokok dalam

patofisiologi preeklampsia. Selain itu, menurunkan tekanan darah tidak mengatasi proses

primernya. Tujuan utama terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi risiko ibu, yang

meliputi abrupsi plasenta, hipertensi urgensi yang memerlukan rawatinap, dan kerusakan

organ target (komplikasi serebrovaskuler dan kardiovaskuler). Risiko kerusakan organ target

meningkat jika kenaikan tekanan darah terjadi tiba-tiba pada wanita yang sebelumnya

normotensi.5,10

Tekanan darah >170/110 mmHg merusak endotel secara langsung. Pada tekanan

darah 180-190/120-130 mmHg terjadi kegagalan autoregulasi serebral yang meningkatkan

risiko perdarahan serebral. Selain itu, risiko abrupsi plasenta dan asfiksia juga meningkat.

Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat dan mendadak dapat menurunkan perfusi

uteroplasenta, sehingga dapat menyebabkan hipoksia janin. Target tekanan darah adalah

sekitar 140/90 mmHg.5,6,10

Obat Antihipertensi

a. Hipertensi ringan-sedang

Keuntungan dan risiko terapi antihipertensi pada hipertensi ringan-sedang (tekanan

darah sistolik 140-169 mmHg dan tekanan darah diastolik 90-109 mmHg) masih

kontroversial. Guideline European Society of Hypertension (ESH) / European Society of

20
Cardiology (ESC) terbaru merekomendasikan pemberian terapi jika tekanan darah sistolik

140 mmHg atau diastolik 90 mmHg pada wanita dengan:

• Hipertensi gestasional (dengan atau tanpa proteinuria)

• Hipertensi kronis superimposed hipertensi gestasional

• Hipertensi dengan kerusakan target organ subklinis atau adanya gejala selama masa

kehamilan.

b. Hipertensi berat

ESC merekomendasikan jika tekanan darah sistolik >170 mmHg atau diastolik >110 mmHg

pada wanita hamil diklasifi kasikan sebagai emergensi dan merupakan indikasi rawat inap.

Terapi farmakologis dengan labetalol intravena, metildopa oral, atau nifedipin sebaiknya

segera diberikan. Obat pilihan untuk preeklampsia dengan edema paru adalah nitrogliserin

(gliseril trinitrat), infus intravena dengan dosis 5 μg/menit dan ditingkatkan bertahap tiap 3-5

menit hingga dosis maksimal 100 μg/menit.

Furosemid intravena dapat digunakan untuk venodilatasi dan diuresis (20-40 mg

bolus intravena selama 2 menit), dapat diulang 40-60 mg setelah 30 menit jika respons

diuresis kurang adekuat. Morfin intravena 2-3 mg dapat diberikan untuk venodilator dan

ansiolitik. Edema paru berat memerlukan ventilasi mekanik.

21
Tabel 2.3. Obat antihipertensi untuk hipertensi kronis atau gestasional selama kehamilan.

Tabel 2.4. Obat untuk kontrol cepat hipertensi berat pada kehamilan.

Magnesium Sulfat

Magnesium sulfat mempunyai efek antikejang dan vasodilator. Magnesium sulfat

merupakan agen pencegahan eklampsia paling efektif, dan obat lini pertama untuk terapi

kejang pada eklampsia. Selain itu, direkomendasikan untuk profilaksis eklampsia pada

wanita dengan preeklampsia berat.

22
Pengobatan Obstetrik

a. Cara Terminasi Kehamilan yang Belum Inpartu:5

1. Induksi persalinan : tetesan oksitosin dengan syarat nilai Bishop 5 atau lebih dan dengan

fetal heart monitoring.

2. Seksio sesaria bila :

a. Fetal assesment jelek

b. Syarat tetesan oksitosin tidak dipenuhi (nilai Bishop kurang dari 5) atau adanya

kontraindikasi tetesan oksitosin.

c. 12 jam setelah dimulainya tetesan oksitosin belum masuk fase aktif. Pada primigravida

lebih diarahkan untuk dilakukan terminasi dengan seksio sesaria.

b. Cara Terminasi Kehamilan yang Sudah Inpartu

Kala I

1. Fase laten : 6 jam belum masuk fase aktif maka dilakukan seksio sesaria.

2. Fase aktif : Amniotomi saja. Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi pembukaan

lengkap maka dilakukan seksio sesaria (bila perlu dilakukan tetesan oksitosin).

Kala II

Pada persalinan per vaginam maka kala II diselesaikan dengan partus buatan.

Amniotomi dan tetesan oksitosin dilakukan sekurang-kurangnya 3 menit setelah pemberian

pengobatan medisinal. Pada kehamilan 32 minggu atau kurang; bila keadaan memungkinkan,

terminasi ditunda 2 kali 24 jam untuk memberikan kortikosteroid.

b. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah pengobatan

medisinal.

a. Indikasi

Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending

eklampsia dengan keadaan janin baik.

23
b. Pengobatan medisinal

Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan aktif. Hanya loading dose

MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong

kiri dan 4 gram pada bokong kanan.

c. Pengobatan obstetri :

1. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya

disini tidak dilakukan terminasi.

2. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia ringan, selambat-

lambatnya dalam 24 jam.

3. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan medisinal gagal dan

harus diterminasi.

4. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu MgSO4 20% 2

gram intravenous

d. Penderita dipulangkan bila:

1. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan telah dirawat

selama 3 hari.

2. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan (diperkirakan lama

perawatan 1-2 minggu).

Terminasi kehamilan dilakukan dengan memperhatikan kondisi ibu dan janin.

Indikasi terminasi bisa oleh karena faktor ibu (misal eklamsi, Hellp syndrome, udema paru)

dan atau faktor janin (misal fetal distress).

Konseling dan Follow Up Pascapersalinan

Hipertensi sering menetap pasca-persalinan pada pasien dengan hipertensi antenatal

atau preeklampsia. Tekanan darah sering tidak stabil pada beberapa hari postpartum. Tujuan

24
terapi adalah untuk mencegah terjadinya hipertensi berat. Obat antihipertensi antenatal

sebaiknya diberikan kembali post-partum dan dapat dihentikan dalam beberapa hari hingga

beberapa minggu setelah tekanan darah normal. Jika tekanan darah sebelum konsepsi normal,

tekanan darah biasanya normal kembali dalam 2-8 minggu. Hipertensi yang menetap setelah

12 minggu postpartum mungkin menunjuk kan hipertensi kronis yang tidak ter diag nosis

atau ada nya hipertensi sekunder.

Evaluasi post-partum perlu dilakukan pada pasien preeklampsia onset dini,

preeklampsia berat atau rekuren, atau pada pasien dengan proteinuria yang menetap; perlu

dipikirkan kemungkinan penyakit ginjal, hipertensi sekunder, dan trombofilia (misalnya

sindrom antibodi antifosfolipid).

Wanita yang mengalami hipertensi gestasional mempunyai risiko lebih tinggi untuk

mengalami hipertensi di kemudian hari. Setelah follow up selama 7 tahun pada 223 wanita

yang mengalami eklampsia, didapatkan bahwa risiko paling tinggi adalah pada wanita yang

mengalami hipertensi pada usia kehamilan sebelum 30 minggu. Wanita dengan hipertensi

gestasional juga mengalami resistensi insulin lebih tinggi.

Wanita preeklampsia memiliki risiko penyakit kardiovaskuler lebih tinggi bahkan

hingga bertahun-tahun pascapersalinan, serta mempunyai risiko lebih besar terjadinya

disfungsi dan hipertrofi ventrikel kiri asimptomatik dalam 1-2 tahun pasca-persalinan.

Risiko kematian karena penyakit kardio-serebrovaskuler juga dua kali lebih besar

pada wanita dengan riwayat preeklampsia. Wanita dengan riwayat preeklampsia onset

sebelum 34 minggu atau preeklampsia yang disertai persalinan preterm mempunyai risiko

kematian karena penyakit kardiovaskuler 4-8 kali lebih besar dibandingkan wanita dengan

kehamilan normal.

Mekanismenya masih belum diketahui pasti, tetapi disfungsi endotel yang berkaitan

erat dengan proses aterosklerosis menetap selama bertahun-tahun setelah kejadian

25
preeklampsia. Tiga bulan hingga paling tidak tiga tahun pasca-persalinan masih di dapat kan

gangguan dilatasi endotel. Wanita dengan riwayat preeklampsia juga dilaporkan lebih sensitif

terhadap angiotensin II dan garam. Penanda aktivasi endotel, meliputi vascular cell adhesion

molecule-1 dan intercellular adhesion molecule-1 kadarnya lebih tinggi hingga >15 tahun

pasca-persalinan. Adanya diabetes melitus, hipertensi kronis, dan penyakit ginjal sebelum

kehamilan dapat meningkatkan risiko preeklampsia.

Obat antihipertensi larut lemak konsentrasinya dapat lebih tinggi di air susu ibu (ASI).

Paparan neonatus pada penggunaan obat metildopa, labetalol, captopril, dan nifedipin

rendah, sehingga obat-obat ini dianggap aman diberikan selama menyusui. Diuretik juga

didapatkan pada konsentrasi rendah, tetapi dapat mengurangi produksi ASI. Metildopa

sebaiknya dihindari pascapersalinan karena dapat menyebabkan depresi pasca-melahirkan.

G. PRETERM

1. Definisi

Persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu.

Organisasi Kesehatan Dunia yaitu WHO membagi persalinan prematur menjadi tiga kategori

berdasarkan umur kehamilan, yaitu:5,10

a. extremely preterm bila kurang dari 28 minggu

b. very preterm bila kurang dari 32 minggu

c. moderate to late preterm antara 32 dan 37 minggu.

Persalinan preterm dapat disebabkan oleh banyak faktor. Penyebab persalinan

prematur dapat dibagi menjadi:

1. Komplikasi medis dan obstetrik Kurang lebih 1/3 dari kejadian persalinan prematur

disebabkan oleh halhal yang berkaitan dengan komplikasi medis atau obstetrik tertentu

misalnya pada kasus-kasus perdarahan antepartum atau hipertensi dalam kehamilan yang

26
sebagian besar memerlukan tindakan terminasi saat kehamilan preterm. Akan tetapi, 2/3 dari

kejadian persalinan prematur tidak diketahui secara jelas penyebabnya karena persalinan

prematur pada kelompok ini terjadi persalinan yang spontan atau idiopatik

2. Faktor gaya hidup Perilaku seperti merokok, gizi buruk, penambahan berat badan yang

kurang baik selama kehamilan, serta penggunaan obat seperti kokain atau alkohol telah

dilaporkan memainkan peranan penting pada kejadian prematur dan hasil akhir bayi dengan

berat lahir rendah. Penyalahgunaan alkohol tidak hanya dikaitkan dengan kelahiran prematur

melainkan dengan peningkatan cedera otak pada bayi yang lahir prematur. Konsumsi alkohol

yang berlebihan selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan fetus dan harapan

hidup neonatus. Wanita yang mengonsumsi alkohol lebih dari satu gelas per hari dapat

meningkatkan risiko persalinan prematur sementara jika mengosumsi akohol kurang dari 4

gelas tiap miggu tidak memberikan efek meningkatkan risiko persalinan premature. Faktor

usia juga diduga berhubungan dengan kejadian persalinan prematur. Wanita usia muda

cenderung mempunyai pasangan seksual yang lebih banyak dan infeksi pada vagina,

sementara wanita usia yang lebih tua cenderung mengalami kontaksi uterus yang irregular,

seperti mioma .

3. Faktor genetik

Kelahiran prematur juga diduga sebagai suatu proses yang terjadi secara familial karena sifat

persalinan prematur yang berulang dan prevalensinya yang berbeda-beda antar ras.

4. Infeksi cairan amnion dan korion Infeksi koriamnion yang disebabkan oleh berbagai

mikroorganisme telah muncul sebagai penyebab kasus pecah ketuban dini dan persalinan

prematur. Proses persalinan aterm diawali dengan aktivasi dari fosfolipase A2 (PLA-2) yang

melepaskan bahan asam arakidonat dari selaput amnion janin sehingga meningkatkan

penyediaan asam arakidonat benas untuk sintesis prostaglandin. Banyak mikroorganisme

yang menghasilkan fosfolipase A2 sehingga mencetuskan persalinan prematur. Endotoksin

27
bakteri (liposakarida) dalam cairan amnion merangsang sel desidua untuk memproduksi

sitokin dan prostaglandin yang memicu persalinan. Drife dan Magowan dalam Prawirohardjo

(2011) menyatakan bahwa proses persalinan prematur yang dikaitkan dengan infeksi

diperkirakan diawali dengan pengeluaran produk sebagai hasil dari aktivasi monosit.

Berbagai sitokin termasuk interleukin-1, tumor nekrosing faktor (TNF), dan interleukin 6

adalah produk sekretorik yang dikaitkan dengan persalinan prematur. Sementara itu, Platelet

Activating Factor (PAF) yang ditemukan dalam air ketuban terlibat secara sinergik pada

aktivasi jalinan sitokin tadi. PAF diduga dihasilkan dari paru dan ginjal janin. Dengan

demikian janin memerankan peran sinergik dalam mengawali proses persalinan prematur

yang disebabkan oleh infeksi. Bakteri sendiri mungkin menyebabkan kerusakan membran

melalui pengaruh langsung dari protease.

Sedangkan Prawirohardjo (2011) menyatakan bahwa kondisi yang terjadi selama

kehamilan dapat berisiko terhadap kejadian persalinan prematur yang dibagi dalam dua

faktor, yaitu: 5

1. Janin dan plasenta

a. perdarahan trimester awal

b. perdarahan antepartum (plasenta previa, solution plasenta, vasa previa)

c. ketuban pecah dini (KPD)

d. pertumbuhan janin terhambat

e. cacat bawaan janin

f. kehamilan ganda/gemeli

g. polihidramnion

2. Ibu

a. penyakit berat pada ibu

b. diabetes mellitus

28
c. preeklamsia/hipertensi

d. infeksi saluran kemih/genital/intrauterin

e. penyakit infeksi dengan demam

f. stress psikologik

g. kelainan bentuk uterus/serviks

h. riwayat persalinan prematur/abortus berulang

i. inkompetensia serviks (panjang serviks kurang dari 1 cm)

j. pemakaian obat narkotik

k. trauma perokok berat

l. kelainan imunologik/kelainan resus

KESIMPULAN
Hipertensi kronik dalam kehamilan adalah hipertensi yang menetap oleh sebab

apapun, ditemukan pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu, atau hipertensi yang

menetap setelah 12 minggu pasca persalinan. Preeklampsia adalah penyakit dengan tanda-

tanda hipertensi dan proteinuria ≥300 mg/24 jam yang timbul karena kehamilan.

Superimposed preeclampsia/eclampsia adalah preeklampsia/eklampsia pada penderita

hipertensi kronik. Hipertensi gestasional (disebut juga transient hypertension) adalah

hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang

setelah 3 bulan pasca persalinan.

29
DAFTAR PUSTAKA
1. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Diagnosis dan Tata Laksana Pre-
Eklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran
Feto Maternal.2016.
2. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of Obstetricians and
Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington: ACOG. 2013
3. Canadian Hypertensive Disorders of Pregnancy Working Group, Diagnosis,
Evaluation, and Management of the Hypertensive Disorders of Pregnancy: Executive
Summary. Journal of Obstetrics Gynecology Canada. 2014: 36(5); 416-438
4.
Tranquilli AL, Dekker G, Magee L, Roberts J, Sibai BM, Steyn W, Zeeman GG,
Brown MA. The classification, diagnosis and management of the hypertensive
disorders of pregnancy: a revised statement from the ISSHP. Pregnancy
Hypertension: An International Journal of Women;s Cardiovascular Health 2014:
4(2):99-104
5. Wiknjosastro H, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi Pertama. Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: 2007.
6. Cunningham FG, MacDonald PC, Gant MF. Hypertensive Disorders In Pregnancy.
In: Ronardy DH, editor. Obstetric Williams,21st Ed. McGraw Hill
7. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam. Physician
2004;70(12):2317-24
8. Panduan Praktik Klinik Hipertensi Dalam Kehamilan. Perkumpulan Obstetri &
Ginekologi Indonesia. 2018
9. Wagner LK. Diagnosis and management of preeclampsia. Am. Fam. Physician
2004;70(12):2317-24
10. Panduan Pengelolaan Persalinan Preterm Nasional. Perkumpulan Obstetri &
Ginekologi Indonesia. 2011

30

Anda mungkin juga menyukai