Anda di halaman 1dari 34

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Stroke

1. Definisi Stroke

Cerebrovasaular Disease (CVD) atau stroke adalah istilah yang digunakan

untuk menggambarkan terjadinya penurunan sitem syaraf secara tiba-tiba selama

24 jam. Stroke disebabkan oleh gangguan pada aliran darah ke otak baik karena

penyumbatan pembuluh darah (stroke iskemik) atau pecahnya pem buluh darah

yang menyebabkan perdarahan pada otak dan daerah di sekitarnya (stroke

hemoragik). Sekitar 87% dari semua jenis stroke adalah stroke iskemik. Dan

13% adalah stroke hemmoragik 8

2. Klasifikasi Stroke

Berdasarkan proses yang mendasari terjadinya gangguan peredaran darah otak,

stroke dibedakan menjadi dua kategori yaitu :

1. Stroke Non Hemoragik

Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh kasus

stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan

aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :

A. TIA (Transient Ischemic Attack)

Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.

Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


trombosis.

B. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)

Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang

dari 21 hari.

C. Stroke in Evolution

Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.

D. Completed Stroke

Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.

Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan yaitu:12

A. Stroke Non Hemoragik Embolik

Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di

tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi

kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang

menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit

jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup

mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena

pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah jantung berkurang dan

serangan biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivitas fisik seperti

berolahraga.

B. Stroke Non Hemoragik Trombus

Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi

menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan

70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah

kecil te rjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi

dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.13

2. Stroke Hemoragik

Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah arteri ke dalam ruang

interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut dan

mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila

susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di

dalam jaringan otak atau di dalam ruang subarakhnoid.14

3 Etiologi dan Faktor Resiko Stroke

Stroke Iskemik

- Penyebab Umum :

 Trombosis : Stroke lacunar, Trombosis pembuluh darah besar, Dehidrasi

 Emboli : Bifurkasio karotis, Diseksi aorta, Fibrilasi atrial, Trombus mural,

Infark miokard, Kardiomiopati, Stenosis mitral, Endokarditis bakteri, Defek

katup atrium

- Penyebab lainnya: Penyakit hiperkoagulasi, Trombositosis, Polisitemia,

Leukositosis, Sickle Cell Disease, Thalasemia B, SLE, Sindrom Nefrotik,

Vaskulitis, Penyakit Moyamoya, Eklampsia [8,9]

Stroke Perdarahan

- Penyebab umum:

 Kelainan anatomi : Malformasi arteriovenosa, Mikroanuerisma, Angioma

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


vena atau kavernosa, Vaskulitis, Amiloidosis, Neoplasma intracranial

 Kelainan hemodinamik dan hemostatik, Hipertensi, Koagulopati, Terapi

antikoagulan

Stroke merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor risiko

atau disebut multikausal. Faktor risiko stroke dibagi menjadi dua kelompok yaitu

nonmodifiable risk factors (faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi) dan

modifiable risk factors (faktor risiko yang dapat dimodifikasi).27

a. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah faktor risiko yang tidak

dapat dilakukan intervensi, karena sudah merupakan karakteristik dari seseorang

dari awal mula kehidupannya..27

1) Usia

Kejadian stroke umumnya terjadi pada orang dewasa tua dan risiko

timbulnya stroke semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia.

Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan umur berhubungan dengan

proses penuaan, dikarenakan semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi

termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama

bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada

penurunan aliran darah otak 28,29

2) Jenis kelamin

Hubungan antara jenis kelamin dengan tingginya angka kejadian stroke

tidak terlalu signifikan karena stroke merupakan penyakit yang multifaktor.

Namun, jenis kelamin laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena stroke

karena, faktor risiko stroke yang lain seperti kebiasaan merokok dan riwayat

mengkonsumsi alkohol ditemukan lebih dominan pada laki-laki dibandingkan dengan

perempuan.30,31

3) Riwayat keluarga

Riwayat pada keluarga yang pernah mengalami serangan stroke atau penyakit

yang berhubungan dengan kejadian stroke dapat menjadi faktor risiko untuk

terserang stroke.32

b. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi

Faktor risiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor risiko yang dapat

dilakukan intervensi untuk mencegah terjadinya suatu penyakit. Faktor risiko ini

bukan merupakan suatu karakteristik mutlak dari seseorang, yang biasanya

dipengaruhi oleh banyak hal, terutama perilaku.27

1) Tekanan darah

Hipertensi memicu proses aterosklerosis dan meningkatkan risiko

kekambuhan serta kematian dikarenakan edema otak, sedangkan hipotensi

meningkatkan risiko terjadinya coronary heart disease.18

2) Diabetes melitus

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Diabetes melitus dapat menyebabkan kerusakan dinding arteri sehingga

membentuk bekuan darah yang disebut trombus. Pada proses ini akan terjadi

penurunan aliran darah lebih lanjut. Pada beberapa kasus trombus akan membesar

dan menutup lumen arteri, sedangkan trombus dapat terlepas dan membentuk

emboli.18

3) Kolesterol

Pasien dengan rasio kadar kolesterol total terhadap HDL yang tinggi

mempunyai risiko terkena stroke iskemik 2,676 kali lipat lebih besar

dibandingkan dengan pasien yang memiliki rasio kadar kolesterol total terhadap

HDL yang normal.33

4) Obesitas

Dari hasil penelitian Kathryn et al. menemukan bahwa adanya hubungan

yang kuat antara Body Mass Index (BMI) dengan peningkatan risiko terhadap

stroke (iskemik dan hemoragik).34,35

5) Merokok

Risiko terkena stroke semakin meningkat jika rokok yang dikonsumsi

semakin banyak. Keadaan ini terlihat dengan adanya peningkatan faktor risiko

yang tidak terlalu signifikan pada perokok dewasa muda, namun meningkat secara

drastis pada perokok dewasa tua. Gas CO pada rokok mengikat Hb lebih kuat

dibandingkan dengan O2. Sel tubuh yang menderita kekurangan O2 akan berusaha

meningkatkan melalui kompensasi pembuluh darah yang spasme dan

mengakibatkan meningkatnya tekanan darah dan terjadinya proses

aterosklerosis.36

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


6) Alkohol

Konsumsi alkohol 12 gr/hari secara tidak signifikan berpengaruh terhadap

risiko munculnya stroke. Sedangkan konsumsi alkohol 60 gr/hari secara signifikan

berpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinya penyakit stroke, sehingga

semakin banyak mengkonsumsi alkohol maka munculnya kejadian stroke juga

akan meningkat.37

4. Epidemiologi

Survey yang dilakukan oleh American Stroke Association pada tahun 2007,

didapatkan sekitar 795.000 jiwa di Amerika mengalami infark serebral, dimana

610.000 merupakan serangan pertama dan 185.000 adalah serangan berulang.

Setiap 40 detik, penderita srtoke bertambah. Tingkat kematian yang disebabkan

oleh stroke adalah 251 per 100.000 penduduk, dimana sekitar 2200 penderita

meninggal setiap harinya, dan 1 orang meninggal setiap 39 detik. Dari tahun

1997 hingga 2007, angka kematian ini meningkat sebesar 27,8%. Penyakit

serebrovaskular adalah penyebab ketiga yang paling umum menyebabkan

kematian pada orang dewasa dan merupakan satu dari banyak penyebab disfungsi

neurologik, dan hipertensi merupakan faktor resiko yang paling banyak

menyumbang terhadap kejadian stroke.10,16

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Di Eropa, diperkirakan terdapat 100-200 kasus stroke baru per 10.000

penduduk per tahun. Penelitian lain yang dilakukan di Eropa pada tahun 2009,

didapatkan inisden stroke pada laki-laki adalah 239 per 100.000 penduduk dan 63

per 100.000 penduduk pada wanita, dimana 76%-nya adalah penderita hipertensi

pada laki-laki dan 67% pada wanita. Penelitian yang dilakukan di Pakistan pada

tahun 2007, didapatkan kesimpulan bahwa stroke didapatkan paling banyak pada

penderita hipertensi dan hipertensi merupakan faktor risiko yang paling

berperan pada stroke1

Menurut Yayasan Stroke, di indonesia diperkirakan setiap tahun terjadi

500.000 orang terkena serangan stroke. Sekitar 2,5% atau 125.000 orang

meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat. Jumlah penderita stroke

cenderung terus meningkat setiap tahun, bukan hanya menyerang penduduk usia

tua, tetapi juga dialami oleh mereka yang berusia muda dan produktif9

Survei Departemen Kesehatan RI pada 987.205 subjek dari 258.366 rumah

tangga di 33 propinsi mendapatkan bahwa stroke merupakan penyebab kematian

utama pada usia > 45 tahun (15,4% dari seluruh kematian). Prevalensi stroke

rata-rata adalah 0,8%, tertinggi 1,66% di Nangroe Aceh Darussalam dan terendah

0,38% di Papua (RISKESDAS, 2007).

Berdasarkan Info Datin yang diambil dari data Riskesdas tahun 2013, jumlah

penderita penyakit stroke di Indonesia dari diagnosis tenaga kesehatan

diperkirakan sebanyak 1.236.825 orang (7,0‰) dan dari gejalanya diperkirakan

sebanyak 2.137.941 orang (12,1‰).5 Sedangkan prevalensi stroke menurut

provinsi, Kalimantan Selatan berada diurutan sembilan dengan prevalensi sebesar

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


14,5‰.24 Dari seluruh penderita stroke di Indonesia, stroke iskemik merupakan

jenis yang paling banyak diderita yaitu sebesar 52,9%

5. Patofisiologi Stroke

1. Endotel

Endotel adalah lapisan sel epitelial yang berasal dari mesoderm yang

membatasi dinding pembuluh darah dan dinding pembuluh limfe. Endotel terletak

di antara sirkulasi darah dan pembuluh darah. Fungsi utama endotel adalah : 1.

mengatur tonus pembuluhdarah, 2. mengatur adesi lekosit dan inflamasi, dan

3.mempertahankan keseimbangan antara trombosis dan fibrinolisis. Fungsi endotel

ini dilakukan oleh substansi-substansi khusus yang dikelompokkan dalam 2

golongan besar yaitu Endothelium Derived Relaxing Factors (EDRFs) dan

Endothelium Derived Contrcting Factors (EDCFs)

EDRFs

Substansi yang tergolong EDRFs adalah : nitric oxide (NO), prostasiklin, dan

faktor relaksasi hiperpolarisasi (Endothelium Derived Hyperpolarizing Factor,

EDHF). NO merupakan EDRFs terpenting yang terbentuk dari transformasi asam

amino L-arginin menjadi sitrulin melalui jalur L-arginine-nitric oxide dengan

bantuan enzim NO sintetase (NOS).

Pada pembuluh darah, sintesis NO mempengaruhi tonus pembuluh darah

sehingga berperan pada pengaturan tekanan darah, selain itu pada sistem saraf pusat

NO merupakan neurotransmiter yang menjalankan beberapa fungsi termasuk

pembentukan ingatan. Prostasiklin dihasilkan endotel sebagai respons adanya shear

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


stress dan hipoksia. Prostasiklin meningkatkan cAMP pada otot polos dan

trombosit. NO dan prostasiklin secara sinergistik menghambat agregasi trombosit

sehingga dengan adanya kedua zat ini terjadilah penghambatan aktivasi trombosit

secara maksimal

EDCFs

Endotel juga menghasilkan faktor kontraksi yang disebut EDCFs seperti ET-1

(endotelin-1), tromboksan A2 (TXA2), prostaglandin H2 (PGH2) , dan angiotensin

II. Pembuluh darah intramiokard lebih sensitif terhadap efek vasokontriksi ET-1

daripada arteri koronaria, sehingga endotel berperan penting dalam pengaturan

aliran darah koroner. Hingga kini terdapat 3 isoform endotelin, yaitu : endotelin-1,

endotelin-2, dan endotelin-3. Telah ditemukan dua reseptor endotelin, yaitu

reseptor ETA dan ETB. Reseptor ETB berperan dalam pembentukan NO dan

prostasiklin, hal ini menjelaskan mengapa endotelin memiliki efek vasodilatasi

sesaat.

Radikal bebas dapat menghambat fungsi endotel dengan menyebabkan

rusaknya NO. Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi

pada endotel inilah yang disebut disfungsi endotel. Sumber lain menyebutkan

disfungsi endotel merupakan perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada

kegagalan availabilitas NO, sehingga disfungsi endotel harus dibedakan dari

kerusakan endotel yang berarti terjadinya kerusakan anatomi endotel.

2. Hipertensi dan disfungsi endotel

Apabila ditinjau secara sederhana maka tekanan darah ditentukan oleh 2 faktor

penting yaitu :

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


a. Curah jantung

b. Tahanan perifer.

Saat seseorang mengalami stress psikologis, maka akan merangasang saraf

simpatis untuk mengeluarkan NE (norepinefrin). Pelepasan NE ini sendiri akan

menyebabkan terjadinya reaksi ligand-reseptor, yang mana NE sebagai ligand

dapat melekat pada reseptor di pembuluh darah (α1), ginjal(β1), jantung(β1). Pada

pembuluh darah (α1) akan terjadi reaksi vasokonstriksi sehingga endotel-endotel di

pembuluh darah merapat dan menyebabkan resistensi perifer meningkat &

otomatis tekanan darah juga ikut meningkat. Hal tersebut menyebabkan hipertensi,

jika sel endotel ini terus terpapar oleh tekanan darah yang tinggi terus menerus

maka akan menyebabkan sel endotel menjadi disfungsi, NO ( nitrit oxite) yang

biasa diproduksi oleh sel endotel menjadi berkurang sehingga sel endotel tidak

dapat relaksasi dan akan terjadi terus vasokonstriksi, dan permeabelitasnya menjadi

berkurang sehingga lama kelamaan dapat menimbulkan terjadinya arterosklerosis.2

Hasil penelitian menunjukkan bahwa disfungsi endotel pada hipertensi esensial

disebabkan oleh penurunan availabilitas NO. Pendapat lain menyatakan bahwa

hipertensi esensial berhubungan dengan perubahan fungsi dan morfologi endotel

menyebabkan peningkatan volume sel sehingga endotel mencembung ke dalam

lumen. Pada pembuluh darah yang hipertensi, interaksi antara endotel dengan

trombosit dan monosit meningkat. Pendapat lain tentang mekanisme terjadinya

kerusakan NO adalah produksi stres oksidatif. Stres oksidatif yang berupa ROS

(Reactive Oxygen Species) terutama anion superoksida ini dapat bergabung dan

menghancurkan peroksinitrat yang menghasilkan NO, sehingga terjadi efek negatif

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


terhadap struktur dan fungsi pembuluh darah.2

3. Disfungsi endothel dan arteriosclerosis

Arteriosklerosis adalah sekelompok kelainan pembuluh darah yang ditandai

oleh penebalan dan hilangnya elastisitas arteri. Lesi awal dari atherosklerosis

Peninggian permeabilitas endotelium merupakan kelainan pertama akibat

terjadinya jejas arteri yang merupakan suatu respons non-spesifik yang disebabkan

oleh virus, toksin, kompleks imun, produk-produk yang dilepaskan oleh sel-sel

darah putih atau platelet-platelet yang teraktivasi, dan stress fisik yang tidak lazim.

Hal ini juga dapat disebabkan oleh adanya peninggian konsentrasi lipoprotein

dalam darah. Bila lipoprotein memasuki intima akibat peninggian permeabilitas

kapiler, maka senyawa protein utama dari LDL dan VLDL (apolipoprotein B)

berikatan dengan glikosoaminoglikan, terutama dermatan sulfat sehingga

lipoprotein menumpuk di dalam intima.11

Kemudian, LDL tersebut diubah oleh sel-sel sekitarnya (teroksidasi) dan

ditangkap oleh reseptor yang ada pada makrofag (scavenger cells). Selanjutnya,

terjadi perubahan-perubahan kimia dari LDL dan menghasilkan monocyte

chemotactic factor yang merupakan sitotoksik terhadap sel-sel endotelium. monosit

akan masuk sampai ke dasar tunika intima dan kemudian berubah jadi makrofag.

Makrofag bermigrasi sambil memfagosit LDL yang tertimbun dan

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


terbentuklah sel foam / sel sabun yang berisi droplet-droplet lipid dan

menyebabkan permukaan endothelium menjadi tidak rata. Selanjutnya, terjadi

peninggian permeabilitas endotel terhadap lipid. Limfosit T juga terlibat

(kemotaksis monosit dan penetrasi intima juga merupakan awal dari abnormalitas).

Kerusakan endotel juga merangsang platelet-platelet untuk bertumpuk,

degranulasi, dan menghasilkan adenosin difosfat serta tromboksan A2. Adenosin

difosfat dan tromboksan A2 selanjutnya menyebabkan penumpukan platelet.

Platelet-platelet, sel endotelium, makrofag, dan limfosit T menghasilkan cytokines

like colony stimulating factors, insulin like growth factor-1, TGF-ß, interleukin-1,

and tumor nekrosis factor. Semua ini bekerja menghasilkan suatu faktor yang

diketahui sebagai platelet derived growth factor (PDGF) yang menyebabkan sel-sel

otot polos terpisah, masuk ke dalam intima dan mengambil lipoprotein untuk

membentuk sel busa, menghasilkan elastin dan kolagen, kemudian membentuk

plak fibrosa. . Selain migrasi makrofag, terjadi migrasi SMCs (Smooth Muscle

Cells) dari tunica media vasa menuju tunica intima yang menimbulkan akumulasi

matriks. Adanya akumulasi matriks ekstra selular misalnya serabut serabut hialin,

kolagen, elastin, dan fibrosa yang diproduksi oleh SMCs akan menimbulkan

kalsifikasi dan fibrosis plak ateroma sehingga elastisitas dan diameter pembuluh

darah berkurang.1

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


6. Diagnosis Stroke

Diagnosis yang dapat dilakukan yaitu anamnesis,pemeriksaan fisik termasuk

pemeriksaan neurologis untuk mengevaluasi tingkat kesadaran, sensasi, fungsi

(visual, motor, bahasa) dan menentukan penyebab, lokasi, dan luasnya stroke.

1.Tanda dan Gejala Stroke12

Serangan stroke jenis apa pun akan menimbulkan defisit neurologis yang bersifat

akut, tergantung dari area otak yang terkena, yaitu:

- Hemidefisit motorik

- Hemidefisit sensorik

- Penurunan kesadaran

- Kelumpuhan nervus fasialis (VII) dan hipoglossus (XII) yang bersifat sentral

- Gangguan fungsi luhur seperti kesulitan berbahasa (afasia) dan gangguan fungsi

intelektual (demensia)

- Buta separuh lapang pandang (hemianopsia)

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Gejala Hemoragik Iskemik

Permulaan serangan Akut Sub akut

Waktu serangan Aktif Bangun pagi

Lokasi Kortikal Kortikal, sub kortikal

Onset Menit/jam Pelan (jam/hari)

Defisit fokal Berat Ringan-berat

Nyeri kepala ++ +, -

Muntah + -

Penurunan kesadaran + -

Kejang + -

Afasia ++ +, -

Hemiparesis ++ +,-

Rangsangan meningeal + -

2.Pemeriksaan laboratorium6

Tes darah (misalnya, hitung darah lengkap). Untuk sebagian besar, tes darah

membantu mencari penyakit yang diketahui meningkatkan risiko stroke :

a.Hiperkolestrol

b.Diabetes

c.Gangguan pembekuan darah

3.Prosedur imaging3,4

a. Computed Tomography Scan (CT Scan)

Teknik ini biasanya merupakan tes pertama yang dilakukan ketika pasien datang

ke gawat darurat rumah sakit dengan gejala stroke, bukan hanya karena dapat

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


dengan mudah mendeteksi perdarahan di dalam otak, tetapi juga karena dapat

dilakukan dengan cepat. Tes menggunakan dosis rendah sinar-X untuk

menampilkan gambar x-ray otak dan dapat menentukan apakah suatu stroke

disebabkan oleh penyumbatan (iskemia) atau pendarahan (hemoragik), ukuran

dan lokasi infark. CT scan biasanya tidak dapat menghasilkan gambar yang

menunjukkan tanda-tanda stroke iskemik sampai 6-12 jam setelah onset, jadi

pengulangan scan dapat dilakukan.

b. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI dapat mendeteksi stroke dalam beberapa menit setelah onset. Gambaran otak

juga lebih bagus dibandingkan dengan gambar CT. Karena inilah, MRI adalah

uji preferensi dalam diagnosis stroke. Suatu jenis khusus yang disebut MRI

angiography resonansi magnetik, atau MRA, memungkinkan dokter tepat

memvisualisasikan penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah di otak.

Magnetic Resonance Imaging (MRI) - Perangkat ini menggunakan medan magnet

untuk mendeteksi perubahan halus dalam jaringan otak. MRI berguna ketika

stroke melibatkan pembuluh darah kecil.

c. Cerebral Angiography

Penggunakan tes ini dilakukan untuk memvisualisasikan pembuluh darah di leher

dan otak. Selama pengujian ini pewarna khusus yang dapat dilihat menggunakan

sinar-X disuntikkan ke dalam arteri karotis, yang membawa darah ke otak. Pada

seseorang yang memiliki sebagian atau obstruksi total salah satu pembuluh darah,

atau dalam pembuluh darah lainnya di dalam otak, sedikit atau tidak ada pewarna

dapat dilihat mengalir melewatinya.

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Penyebab umum dari stroke adalah penyempitan arteri karotid, stenosis

karotis, yang biasanya merupakan hasil dari deposito kolesterol di sepanjang

dinding pembuluh darah. Kondisi ini juga dapat didiagnosis dengan tes yang

disebut Duplex Carotid, dimana gelombang suara digunakan untuk mengevaluasi

aliran darah melalui pembuluh darah. Tergantung dari tingkat penyempitan dan

pada gejala dirasakan oleh seseorang, pembedahan mungkin diperlukan untuk

menghilangkan plak dari arteri yang terkena. Cerebral angiography juga dapat

membantu mendiagnosa aneurisma maupun aterio-venous malformation yang

terkait dengan stroke hemoragik

d. Electrocardiogram

Uji ini, untuk membantu dokter mengidentifikasi masalah dengan konduksi

listrik jantung.. Normalnya, jantung berdetak dalam pola, teratur berirama yang

mempromosikan aliran darah lancar ke otak dan organ tubuh lainnya. Tetapi

ketika hati telah cacat dalam konduksi listrik, pemukulan berhenti berirama dan

dikatakan menderita aritmia, atau detak jantung yang tidak teratur. Beberapa

aritmia, seperti fibrilasi atrium, menyebabkan pembentukan bekuan darah di

dalam bilik jantung. bekuan darah ini kadang-kadang bermigrasi ke otak dan

menyebabkan stroke.

7. Tata Laksana Stroke

A. Penanganan pertama pasien stroke akut

 Menilai ABC (airway, breathing, circulation) dan tanda-tanda vital (pasang

monitor jika tersedia).

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


 Menjaga patensi jalan napas.

 Berikan oksigen jika saturasi O2 kurang dari 94%.

 Pasang akses intravena dan lakukan pemeriksaan darah.

 Posisikan badan dan kepala lebih tinggi (head-and-trunk up) 30O.

 Cek gula darah acak, jika rendah tangani dengan pemberian Dekstrose 50%

25gram intravena.

 Pasang elektrokardiografi 12 lead. Lihat irama dan kelainan jantung lainnya.

 Persiapkan pasien untuk pemeriksaan CT-scan tanpa kontras segera.

 Jika Anda adalah dokter pada fasilitas kesehatan primer, monitor kondisi

pasien dan segera rujuk ke rumah sakit layanan sekunder yang memiliki

dokter spesialis saraf dan fasilitas yang lebih lengkap. [18,19]

B. Kriteria dan persiapan rujukan ke rumah sakit

Semua pasien stroke yang sudah dilakukan penanganan pertama harus segera

dirujuk ke rumah sakit layanan sekunder yang memiliki dokter spesialis saraf dan

fasilitas yang lebih lengkap. Hal ini tentu untuk mencegah terjadinya disabilitas

lebih lanjut dan mencegah terjadinya kematian demi tercapainya prognosis pasien

yang lebih baik.[19]

C. Terapi farmakologis

- Stroke Iskemik

Antitrombus:

Agen trombolitik

rtPA (recombinant tissue plasminogen activator) memberikan keuntungan

yang bermakna melalui efek reperfusi jaringannya. Syarat pemberian rt-PA adalah

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


diberikan pada 3 jam pertama sejak gejala muncul, memenuhi kriteria inklusi dan

tidak ada kriteria eksklusi. Dosis rTPA adalah 0,9 mg/KgBB (maksimum 90 mg)

melalui intravena, 10% dari dosis total diberikan secara bolus, dan sisanya

diberikan melalui infus yang habis dalam waktu 60 menit.

Penggunaan rtPA sebagai agen trombolitik menjadi target yang harus dicapai

berdasarkan Algoritma Stroke ACLS (Advance Cardiac Life Support) 2015.

Berdasarkan National Institute of Neurological Disorders and Stroke (NINDS).

Manfaat utama trombolisis adalah memperbaiki hasil fungsional akhir melalui

penyelamatan reperfusi jaringan. Risiko utamanya adalah perdarahan intraserebral

yaitu sekitar 6%. Sehingga untuk mencegah hal itu terjadi perlu dilakukan

skrining kriteria inklusi pemakaian rtPA sesuai pedoman American Heart

Association/American Stroke Association (AHA/ASA).

Antiplatelet

Aspirin dengan dosis awal 325mg pada saat 24-48 jam setelah gejala muncul.

Aspirin tidak bisa menggantikan pemberian rtPA dan aspirin tidak bisa diberikan

jika direncanakan akan dilakukan pemberian agen trombolitik. Pemberian

antiplatelet lain seperti klopidogrel, baik sendiri atau terkombinasi dengan aspirin,

tidak direkomendasikan.

Neuroprotektor

Pemberian neuroprotektor sampai saat ini belum menjadi rekomendasi yang

kuat pada tatalaksana stroke iskemik. Namun hal ini tetap dilakukan karena

terbukti memberi hasil yang positif pada pasien. Sitikolin dapat diberikan dengan

dosis 2x1000mg intravena selama 3 hari dan dilanjutkan 2x1000mg peroral

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


selama 3 minggu. [8,19]

- Stroke Perdarahan

Agen osmotik

Agen osmotik mampu menurunkan tekanan intracranial, salah satu jenisnya

adalah manitol. Dosis pemberian manitol adalah 1,5-2g/kgBB intravena selama

30-60 menit. Penggunaan mannitol memiliki indikasi jika ditemukan peningkatan

TIK. Idealnya, penggunaan manitol diberikan ketika TIK bisa dipantau dengan

monitor untuk menjaga referfusi otak tetap baik serta pemantauan serum elektrolit

dan balans cairan juga diperlukan. Sehingga saat ini pemakaian manitol di fasilitas

layanan primer masih kontroversi mengingat alat pemantauan yang minimal.

Agen vasospasme

Pemberian profilaksis vasospasme bisa melalui administrasi nimodipin

4x60mg oral selama 21 hari.[20]

Terapi suportif

Agen antihipertensi diberikan untuk menurunkan tekanan darah sistolik

(TDS), tekanan darah diastolic (TDS) dan Mean Arterial Pressure (MAP) sesuai

target.

Kondisi Target tekanan darah

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Alternatif lain bisa berupa pemberian Labetalol dengan dosis 10mg intravena

selama 1-2 menit dan dapat diulang setiap 10-20 menit dengan dosis maksimum

300 mg atau bisa dengan memberikan dosis labetalol awal, kemudian mulai

labetalol drip 2-8mg/menit. [8, 21, 22]

Pemberian antihipertensi yang sering digunakan adalah Nikardipin dengan

dosis 5mg/jam infus sebagai dosis awal dan titrasi untuk efek yang diinginkan

dengan menaikan sebanyak 2,5mg/jam setiap 5 menit dengan dosis maksimum

15mg/jam. Nikardipin memiliki keunggulan onset cepat (1-5 menit) dan tidak

terjadi rebound yang bermakna jika dihentikan.

Anti-stress ulcer

Pemberian penghambat pompa proton seperti omeprazole atau pantoprazole

dengan dosis 80 mg bolus intravena, kemudian diikuti pemberian infus 8 mg/jam

selama 72 jam berikutnya.

Anti hipertermi (suhu >37,5OC)

Parasetamol dapat diberikan dengan dosis 3 kali 1g baik peroral atau

intravena setiap hari.

Kontrol gula darah

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Hiperglikemia

Jika gula darah tak menurun maka dipertimbangkan diberikan drip insulin.

Standart drip insulin 100 U/100 ml 0,9% NaCl via infus (IU/1ml) dengan target

glukosa darah = 80-180 mg/dl (90-110 untuk intensive care unit/ICU). Periksa

gula darah kapiler tiap 1 jam sampai mencapai target. Bila gula darah tetap stabil

dan perlahan menurun, drip insulin dapat diturunkan perlahan tiap 4 jam dan terus

dipantau tiap jam walaupun gula darah telah stabil.

Hipoglikemia

Berikan dekstrose 50% dalam secara intravena. Bila penderita sadar berikan

sebanyak 25 ml (1/2 amp) dan bila pasien tak sadar berikan 50 ml (1 amp).

Evaluasi gula darah gula darah tiap 20 menit dan beri ulang 25 ml D50W

intravena bila gula darah tetap berada <60mg/dl.

B. Tekanan Darah

1. Definisi

Tekanan darah adalah kekuatan tekanan yang diberikan terhadap dinding

pembuluh darah yang menampungnya. Terdiri atas satu periode relaksasi yang

disebut diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh

satu periode kontraksi yang disebut sistolik.42,43

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


2. Klasifikasi tekanan darah

Tekanan darah normalnya berkisar 120/80 mmHg namun dapat mengalami

penurunan dan peningkatan. Hipotensi adalah ketika tekanan darah berkisar 90/60

mmHg atau lebih rendah. Hipertensi adalah ketika tekanan darah lebih dari 140/90

mmHg. Hipotensi maupun hipertensi dapat menyebabkan gejala ringan sampai

sedang seperti pusing, mudah lelah, bahkan pingsan, namun tidak sedikit juga

orang yang tidak menimbulkan gejala-gejala tersebut.44,45

Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on

Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC

VII), klasifikasi hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok

normal, prehipertensi, hipertensi derajat I, dan hipertensi derajat II.46,47

Tabel 2.2 Klasifikasi Tekanan Darah Menurut JNC VII46

Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

3. Fisiologi dan regulasi tekanan darah

Tekanan darah merupakan faktor yang penting dalam sistem sirkulasi tubuh,

oleh karena itu peningkatan atau penurunan tekanan darah dapat mempengaruhi

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


homeostasis di dalam tubuh. Tekanan darah diperlukan sebagai daya dorong agar

darah dapat mengalir di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena, sehingga

terbentuklah suatu aliran darah yang menetap. Tekanan darah dipengaruhi oleh

curah jantung dan resistensi pembuluh darah perifer.42,48

Aliran darah pada sirkulasi total orang dewasa mencapai 5.000 ml/menit

dalam keadaan istirahat. Aliran darah ini disebut juga curah jantung karena

merupakan jumlah darah yang dipompa ke aorta oleh jantung setiap menitnya.

Sehingga, adanya hubungan antara aliran darah, tekanan darah, dan tahanan aliran

darah, yang dikenal melalui hemodinamika sirkulasi melalui hukum ohm. Tekanan

arteri rata-rata merupakan gaya utama yang mendorong aliran darah ke jaringan

yang normalnya berkisar 120/80 mmHg.49

4. Regulasi aliran darah serebral

Aliran darah otak disuplai oleh empat arteri besar, yang terdiri dari 2 arteri

karotis interna dan 2 arteri vertebralis yang keduanya akan membentuk sirkulus

willisi di dasar otak. Arteri-arteri hasil percabangan dari sirkulus willisi akan

berjalan di sepanjang permukaan otak dan membentuk arteri pial yang bercabang

lagi menjadi percabangan yang lebih kecil disebut arteri-arteri dan

arteriola-arteriola penembus. Arteri-arteriola penembus masuk ke dalam jaringan

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


otak, mempercabangkan arteriola-arteriola intraserebralis yang akhir

percabangannya menjadi kapiler-kapiler tempat terjadinya pertukaran oksigen,

nutrien, karbon dioksida, dan metabolit-metabolit.49

Aliran darah normal yang melalui otak rata-rata sekitar 50 sampai 65 ml/100

gr jaringan otak/menit. Untuk keseluruhan otak berjumlah 750 sampai 900

ml/menit. Jadi, otak yang terdiri hanya 2 persen dari berat badan tubuh tetapi

menerima hampir 15 persen curah jantung pada fase istirahat.49

Kelancaran suplai darah ke otak sangat penting agar dapat menjamin

stabilitas fungsi otak. Tidak seperti jaringan tubuh lain yang dapat bertahan pada

keadaan tanpa oksigen sampai 30 menit karena adanya metabolisme anaerob, otak

tidak mampu banyak melakukan metabolisme tersebut dikarenakan tingginya laju

metabolisme neuron, sehingga sebagian besar aktivitas di otak bergantung kepada

oksigen dalam darah. Terhentinya sirkulasi darah atau kehilangan oksigen yang

tiba-tiba dalam darah hingga 5-10 detik bisa menghilangkan kesadaran. Bahkan

gangguan aliran darah yang berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan jaringan

yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali seperti semula) dalam beberapa

menit.49

Dalam kondisi normal, aliran darah otak (cerebral blood flow/ CBF)

ditentukan oleh tekanan perfusi serebral (cerebral perfusion pressure/ CPP) dan

resistensi serebrovaskular (cerebralvascular resistance/ CVR). CVR ditentukan

oleh diameter arteri intrakranial dan viskositas darah. CPP dapat dihitung dari

perbedaan antara tekanan arteri sistemik dan tekanan balik vena. Dalam kondisi

CPP yang konstan, setiap perubahan CBF berasal dari perubahan CVR, hasil

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


perubahannya dapat melalui diameter arteri kecil intrakranial yang merupakan

pembuluh resisten dominan. Demikian dalam keadaan normal ada korelasi

langsung antara CBF dan volume darah otak (cerebral blood volume/ CBV), yang

akan meningkat dengan dilatasi pembuluh darah dan menurun dengan konstriksi

pembuluh darah. Hubungan ini dapat terganggu pada keadaan patologis seperti

iskemia serebral.12,13

Perubahan pada tekanan perfusi dikompensasi melalui mekanisme

autoregulasi serebral yang menunjukan bahwa adanya kemampuan untuk

mempertahankan suatu aliran darah otak yang relatif konstan walaupun terjadi

variasi tekanan darah. Respons fisiologis ini berfungsi untuk melindungi otak dari

efek yang merugikan seperti iskemia atau hiperemi, karena perbedaan tekanan

perfusi yang besar. Autoregulasi serebral akan terganggu pada berbagai kondisi

seperti cedera kepala, stroke iskemik, dan subarachnoid hemoragik sehingga

mengakibatkan otak yang sudah rusak menjadi lebih sensitif yang mengakibatkan

fluktuasi pada tekanan perfusi otak.11,13

Dalam pengertiannya, autoregulasi hanya digunakan untuk respons

serebrovaskular terhadap perubahan CPP, sehingga CBF relatif konstan meskipun

terdapat variasi moderat dalam tekanan perfusi. Autoregulasi serebral berperan

penting dalam perlindungan terhadap bahaya hipoksia pada tekanan perfusi

rendah dan risiko edema otak pada tekanan arteri yang tinggi.12,13

Otak manusia mampu untuk mempertahankan aliran darah yang konstan

walaupun terdapat fluktuasi pada mean arterial pressure (MAP) antara 60-150

mmHg. Diluar kedua nilai ambang batas ini, aliran darah otak akan disesuaikan

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


dengan perubahan MAP. Dibawah nilai ambang batas, pembuluh darah otak

berdilatasi maksimal dan aliran secara pasif mengikuti MAP. Diatas nilai ambang

batas, pembuluh darah otak akan berkontriksi dan aliran darah menjadi konstan

kembali.46,49 Terdapat 3 mekanisme berbeda yang bertanggung jawab pada

respons serebrovakular terhadap perubahan tekanan perfusi, antara lain:13

a. Teori miogenik, yaitu terjadi perubahan tekanan intravaskuler yang

mengubah regangan pada sel otot halus vaskuler dan sel ini secara intrinsik

berkontraksi dan membesar atau sebaliknya sebagai respons terhadap

berbagai tingkatan regangan pada pembuluh darah.

b. Teori metabolik yaitu teori yang mengusulkan bahwa hasil metabolisme

otak mengatur autoregulasi serebral.

c. Teori neurogenik yaitu teori yang menyatakan bahwa pusat otak yang

spesifik mempunyai hubungan arteri langsung dan tidak langsung dan

respons vaskuler dimediasi melalui hubungan ini.

5. Proses Terganggunya Autoregulasi Serebral

Autoregulasi serebral berfungsi untuk menjaga CBF agar tetap stabil

walaupun terjadi perubahan pada CPP dan regulasi ini terganggu seiring dengan

perjalanan patofisiologi stroke. Pada stroke iskemik, terjadi penyempitan

pembuluh darah akibat emboli maupun trombotik. Akibat dari keadaan ini CPP

akan menurun, sehingga pembuluh resisten intrakranial melebar untuk

mempertahankan CBF agar tetap stabil dan akan meningkatkan CBV. Ketika

terjadi peningkatan CBV, pengiriman oksigen pun akan berlebih ke otak dan

aktivitas metabolik dipertahankan dengan meningkatkan pengiriman O2 dari darah

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


sampai pada tingkat maksimal. Ketika vasodilatasi mencapai maksimal,

autoregulasi serebral sudah berada pada titik puncak ambang batas dari

regulasinya yang akan mengakibatkan penurunan CPP yang lebih ekstrim dan

akan menyebabkan penurunan dari CBF. Pada keadaan ini, aliran darah tidak

adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolik, sehingga metabolisme seluler

terganggu, dan metabolisme oksigen serebral mulai turun.12

Markus menyebutkan, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa aktivitas

neuron berhenti saat CBF di bawah 16-18 ml/100 gr/menit yang akan

menimbulkan iskemia. Tingkat iskemia ini merupakan ambang batas hilangnya

fungsi listrik neuronal (kegagalan listrik). Pada penelitian juga didapatkan

hilangnya homeostasis ion seluler (kegagalan membran) pada ambang batas yang

lebih rendah (10-12 ml/100 gr/menit) yang akan menimbulkan infark.12 Ketika

terjadi iskemia maupun infark, maka autoregulasi terganggu terutama pada fase

stroke yang akut.11

6. Hubungan hipertensi dan stroke

Aliran darah otak (ADO) adalah jumlah darah yang menuju ke otak. Otak

orang dewasa menggunakan 20% darah yang di pompa oleh jantung pada saat

keadaan istirahat, dan darah dalam keadaan normal mengisi 10% dari ruang

intracranial. ADO secara ketat meregulasi kebutuhan dari metabolik otak, rata-rata

aliran ADO dipertahankan 50 ml per 100 gram jaringan otak per menit pada

manusia dewasa.2

Sangat penting untuk mempertahankan ADO dalam batas yang normal

karena terlalu banyak ADO dapat meningkatkan tekanan intrakranial sehingga

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


dapat menekan dan merusak jaringan otak, sedangkan terlalu sedikit ADO akan

menyebabkan suplai darah yang tidak adekuat. Iskemik akan terjadi jika aliran

darah ke otak di bawah 18-20 ml per 100 gram otak permenit dan kematian

jaringan otak terjadi bila ADO turun di bawah 8-10 ml per 100 gram jaringan otak

per menit. Di dalam jaringan otak terdapat biochemical cascade atau yang disebut

sebagai iskemik cascade yang menyebabkan jaringan otak menjadi iskemik, yang

lebih lanjut menyebabkan kerusakan dan kematian dari sel-sel otak.2

ADO ditentukan oleh beberapa faktor seperti viskositas darah, kemampuan

pembuluh darah dalam berdilatasi, tekanan perfusi serebral yang ditentukan oleh

tekanan darah dan tekanan intrakranial. Pembuluh darah serebral mempunyai

kemampuan untuk mengubah aliran darah dengan cara mengubah diameter lumen

pembuluh darah, proses ini disebut dengan autoregulasi. Konstriksi pembuluh

darah akan terjadi bila tekanan darah meningkat dan akan berdilatasi bila tekanan

darah menurun.11

Hipertensi dapat menimbulkan perubahan patologik yang berbeda pada

pembuluh darah sedang dan pembuluh darah kecil otak. Berdasarkan ini stroke

yang timbul akibat hipertensi dapat dibedakan atas dua golongan yang gambaran

patologi dan kliniknya berbeda13. Pada pembuluh darah sedang, seperti a. karotis,

a vertebrobasilaris atau arteri di basal otak, perubahan patologiknya adalah berupa

aterosklerosis, dan manifestasi kliniknya adalah stroke iskemik. Di sini peranan

hipertensi hanyalah sebagai salah satu faktor risiko di samping faktor-faktor lain

seperti diabetes mellitus, hiperlipidemia, merokok dan lain-lain. Pembuluh darah

kecil otak, ialah cabang-cabang penetrans arteri yang menembus ke dalam

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


jaringan otak, berukuran diameter 50–200 mikron. Dasar kelainan pada pembuluh

darah jenis ini adalah spasme dan lipohialinosis; spasme terjadi pada hipertensi

akut seperti hipertensi maligna, dan manifestasi kliniknya adalah Infark lakunar.

Lipohialinosis juga terjadi pada hipertensi kronik, pembuluh darah dengan

lipohialinosis ini dapat mengalami mikro aneurisma yang dapat pecah dan terjadi

Perdarahan Intraserebral. Berbeda dengan aterosklerosis, pada lipohialinosis

hipertensi dapat dikatakan merupakan faktor penyebab satu-satunya.15

7. Variabilitas Tekanan Darah

Tekanan darah bukanlah variabel yang konstan. Hal ini menunjukkan

bahwa terdapat variasi pada tekanan darah yang bisa dilihat dalam periode jangka

pendek (hitungan menit dan jam) dan periode jangka panjang (hitungan hari dan

bulan).9,10 Variabilitas tekanan darah dapat diartikan sebagai variasi tekanan darah

dalam periode waktu dengan atau tanpa penyesuaian terhadap tekanan darah

rata-rata atau perbedaan rata-rata antara pengukuran berturut-turut.21

Variabilitas tekanan darah jangka panjang dapat dilihat melalui

pengukuran yang berulang setiap hari, setiap minggu, atau setiap bulan.

Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan oleh dokter, perawat, atau melalui

Ambulatory Blood Pressure Monitoring (ABPM).50 Variasi tekanan darah secara

periodik antara pengukuran tekanan darah jangka panjang telah menjadi subjek di

berbagai penelitian. Awalnya variasi ini secara klinis tidak relevan, namun Munter

et al. menjadi yang pertama menunjukkan bahwa variabilitas tekanan darah

jangka panjang atau variabilitas tiap kunjungan medis (variabilitas tekanan darah

tiap kunjungan) relevan secara klinis.51

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Pasien muda yang mengalami variasi tekanan darah dapat dijelaskan

melalui faktor genetik pada 50% kasusnya dan pada orang tua yang mengalami

variasi tekanan darah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan sebanyak 80%

dari seluruh kasus. Jerzy menyebutkan, banyak penelitian yang menunjukkan

bahwa variabilitas tekanan darah lebih besar pada usia tua dan lebih banyak pada

wanita daripada pria.52

Hubungan antara kejadian stroke dan variasi tekanan darah ditunjukkan

oleh Shimbo et al. yang menganalisis variabilitas tekanan darah pada 58.228

wanita yang berpartisipasi dalam studi Women’s Health Inittiative, nilai tekanan

darah diukur setiap tahun dengan periode rata-rata 5,4 tahun. Setelah diamati, saat

ini ditemukan sebanyak 997 wanita yang diperiksa mengalami stroke. Variabilitas

tekanan darah sistolik (diukur dengan standar deviasi) secara signifikan lebih

tinggi pada pasien stroke. Hubungan ini terutama lebih jelas pada wanita dengan

tekanan darah rendah (< 120 mmHg).53

Variabilitas tekanan darah jangka panjang juga menunjukkan

keterkaitannya dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Menurut Parati

et al. perubahan perilaku atau aktifitas sehari-hari dapat memainkan peran sentral

dalam variasi tekanan darah sehari-hari.54 Shimbo et al. menyatakan bahwa

mekanisme patologis dari penurunan elastisitas arteri merupakan faktor yang

berkontribusi terhadap terjadinya VTD jangka panjang. The Multiethnic Study of

Atherosclerosis (MESA) juga menunjukkan adanya penurunan distensibilitas

aorta dan elastisitas arteri pada pasien dengan hipertensi yang mengalami

peningkatan VTD pada tiap kunjungan pemeriksaan tekanan darah.55

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


Peningkatan VTD juga terjadi pada pasien yang mengalami stroke

khususnya stroke pada fase akut. Menurut Adam et al. peningkatan VTD

berhubungan dengan buruknya outcome neurologis pada pasien stroke iskemik

maupun hemoragik, terutama pada pasien stroke dengan jumlah kerusakan lesi

yang luas, pasien dengan hipoperfusi otak yang luas, dan oklusi pada pembuluh

darah proksimal. VTD pada stroke iskemik terjadi karena autoregulasi serebral

yang terganggu setelah stroke.56

Menurut penelitian Shi et al. variabilitas tekanan darah sistolik pada 24

jam pertama setelah serangan stroke secara tidak langsung dapat menjadi

prediktor terhadap fungsional outcome yang buruk pada 12 bulan setelah

serangan.57 Penelitian yang serupa oleh Fukuda et al. juga mendapatkan hasil yang

sama namun dievaluasi pada 3 bulan setelah serangan.58 Bahkan, fluktuasi tekanan

darah yang luas dalam 3 jam pertama pada pasien stroke iskemik akut terkait

dengan peningkatan risiko kematian pada 90 hari.59

8. VTD dalam Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Stroke Iskemik Akut

1. Penatalaksaan hipertensi pada stroke iskemik

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan

tekanan darah sistolik >140 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian

hipertensi pada pasien stroke akut sekitar 73,9%. Sebesar 22,5- 27,6% diantaranya

mengalami peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg.16

Banyak studi menunjukkan adanya hubungan berbentuk kurva U (U-shaped

relationship) antara hipertensi pada stroke akut dengan kematian dan kecacatan.

Hubungan tersebut menunjukkan bahwa tingginya tekanan darah pada level

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


tertentu berkaitan dengan tingginya kematian dan kecacatan. Penurunan tekanan

darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin juga tidak dianjurkan,

karena kemungkinan dapat memperburuk outcome neurologis. Sehingga,

kenaikan maupun penurunan dari tekanan darah dapat mengakibatkan outcome

yang buruk pada pasien stroke iskemik.16

Penurunan tekanan darah yang terlalu cepat hingga normotensi pada fase

stroke akut harus dihindarkan karena dapat menurunkan perfusi ke otak.63

Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220

mmHg, diastolik ≥120 mmHg, mean arterial blood pressure (MAP) ≥130 mmHg

(pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark

miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.23 Pedoman stroke iskemik

akut saat ini menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik hingga 220 mmHg dan

diastolik BP hingga 120 mmHg masih ditoleransi, kecuali ada indikasi untuk

dilakukan pemberian trombolitik.17 Penurunan tekanan darah maksimal adalah

20%, dan obat yang direkomendasikan seperti: natrium nitroprusid, penyekat

reseptor alfa-beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium.23

Berbagai guideline (AHA/ASA 2007 dan ESO 2009) merekomendasikan

penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke iskemik akut agar dilakukan

secara hati-hati. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar

15% (sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila

tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah diastolik (TDD)

>120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik

(rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185 mmHg dan TDD <110 mmHg

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin


(AHA/ASA, Class I, Level of evidence B). Selanjutnya, tekanan darah harus

dipantau hingga TDS <180 mmHg dan TDD <105 mmH g selama 24 jam setelah

pemberian rtPA. Obat antihipertensi yang digunakan adalah labetalol, nitropaste,

nitroprusid, nikardipin, atau diltiazem intravena.16

2. Penatalaksanaan hipotensi pada stroke akut

Hipotensi arterial pada stroke akut berhubungan dengan buruknya outcome

neurologis, terutama bila TDS <100 mmHg atau TDD <70 mmHg. Oleh karena

itu, hipotensi pada stroke akut harus diatasi dan dicari penyebabnya, terutama

diseksi aorta, hipovolemia, perdarahan, dan penurunan cardiac output karena

iskemia miokardial atau aritmia. Penggunaan obat vasopresor dapat diberikan

dalam bentuk infus dan disesuaikan dengan efek samping yang akan ditimbulkan

seperti takikardia. Obat-obat vasopressor yang dapat digunakan antara lain:

fenilephrin, dopamine, dan norepinefrin. Pemberian obat-obat tersebut diawali

dengan dosis kecil dan dipertahankan pada tekanan darah optimal, yaitu TDS

berkisar 140 mmHg pada kondisi akut stroke.16

Bagian SMF Saraf RSUD Ulin – FK ULM Banjarmasin

Anda mungkin juga menyukai