Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN DIABETES MELLITUS DI RUANG ICU RSU Dr. H.


KOESNADI BONDOWOSO

LAPORAN PENDAHULUAN APLIKASI KLINIS

oleh:

Dewi Negeri Atika Yanti

NIM 162310101030

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JEMBER

FAKULTAS KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat, karunia, taufik
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan
Pendahuluan Diabetes Mellitus” dengan baik meskipun banyak kekurangan di
dalamnya. Kami juga berterimakasih pada Ns. Mulia Hakam, M. Kep, Sp. Kep.
MB dan juga Ns. Erti I. Dewi, S. Kep, M. Kep, Sp. Kep. J selaku dosen
pembimbing akademik pada praktik Aplikasi Klinis Keperawatan serta kepada
semua pihak yang secara tidak langsung ikut serta membantu dalam
menyelesaikan tugas ini.

Penulis berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah


wawasan serta pengetahuan mengenai asuhan keperawatan yang dapat diberikan
pada klien dengan Hipertensi Emergensi. Penulis juga menyadari bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang
telah penulis buat dimasa yang akan datang.

Bondowso, 4 Januari 2019

Penulis,

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB 1 LAPORAN PENDAHULUAN ........................................................... 6

1.1 Anatomi dan Fisiologi ................................................................................ 6

1.2 Definisi Diabetes Mellitus.......................................................................... 7

1.3 Epidemiologi .............................................................................................. 8

1.4 Etiologi ....................................................................................................... 9

1.5 Klasifikasi .................................................................................................. 10

1.6 Patologi / Patofisiologi ............................................................................... 12

1.7 Manifestasi Klinis ...................................................................................... 13

1.8 Pemeriksaan Penunjang ............................................................................. 15

1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................. 16

BAB 2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN ............................................. 17

2.1 Pengkajian .................................................................................................. 17

2.2 Pemeriksaan Fisik ...................................................................................... 18

2.3 Diagnosa..................................................................................................... 19

2.4 Intervensi .................................................................................................... 20

2.5 Evaluasi ...................................................................................................... 21

2.6 Discharge Planing ...................................................................................... 22

3
2.7 Pathway ...................................................................................................... 24

Bab 3 PENUTUP ............................................................................................. 25

3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 25

3.2 Saran ........................................................................................................... 25

Daftar Pustaka .................................................................................................. 26

Lampiran ..........................................................................................................

4
BAB 1. LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Anatomi dan Fisiologi Pankreas

Gambar 1. Anatomi dan fisiologi pankreas

Pankreas adalah suatu alat tubuh yang terletak retroperionial dalam


abdomen bagian atas, di depan vertebrate lumbalis I dan II. Kepala pankreas
terletak dekat dengan kepala duodenum, sedangkan ekornya sampai ke lien.
Pankreas menghasilakan dua kelenjar yaitu kelenjar endokrin dan kelenjar
eksokrin (Syaifuddin,2016).

Pankreas adalah suatu organ yang terletak di belakang rongga


abdomen tepatnya dibawah lambung yang berbentuk pipih, terdiri dari
jaringan eksokrin dan endokrin. Pankreas inilah yang enghasilkan hormone
insulin. Pada bagian eksokrin menghasilkan larutan basa encer dan enzim-
enzim yang berguna untuk pencernaan, enzim-enzim ini keluar melalui ductus
pankreatikus. Berikutnya yaitu sel endokrin, jenis sel endokrin yang banyak
ditemui yaitu sel beta, sel beta ini berfungsi untuk tempat sintesis dari hormon
insulin. Selain sel beta, didalam endokrin terdapat sel alfa, sel alfa berfungsi
untuk menghasilkan glucagon. Hormon dalam pancreas yang sering digunakan
untuk mengatur fungsi metabolisme tubuh adalah insulin dan glucagon.
Berikut adalah fungsi insulin (Hurst, 2016):

5
1. Insulin menyediakan glukosa untuk sebagian besar sel tubuh, terutama
untuk otot dan adiposa, melalui peningkatan aliran glukosa yang
melewati membrane sel dalam mekanisme carier.
2. Insulin memperbesar simpanan lemak dan protein dalam tubuh
pertama dengan cara meningkatkan transport asam amino dan asam
lemak dari darah kedalam sel yang kedua meningkatkan sintesis
protein dan lemak, serta menurunkan katabolisme protein dan lemak.
3. Insulin meningkatkan penggunaaan karbohidrat untuk energy.

1.2 Definisi

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang pada umumnya


terjadi pada orang dewas, yang memerlukan perawatan medis yang berkelanjutan
dan perlunya edukasi perawatan mandiri pada klien penderita DM. Penyakit ini
sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu. Dalam dunia kedokteran dikenal
dengan istilah Diabetes Mellitus dalam Bahasa latin Diabetes = penerusan, dan
mellitus = manis(LeMone dkk., 2016).

Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2013, diabetes melitus


adalah suatu penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia yang
terjadi karena pankreas tidak mampu mensekresi insulin, gangguan kerja insulin,
ataupun keduanya. Dapat terjadi kerusakan jangka panjang dan kegagalan pada
berbagai organ seperti mata, ginjal, saraf, jantung, serta pembuluh darah apabila
dalam keadaaan hiperglikemia kronis(Tanto dan Liwang, 2014)

Diabetes Mellitus, penyakit gula, atau penyakit kencing manis diketahui


sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya gangguan menahun terutama
pada system metabolisme karbohidrat, lemak, dan juga protein dalam tubuh.
Gangguan pada metabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi hormon
insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta
sintesis lemak. Hiperglikemia, yaitu meningkatnya kadar gula dalam darah atau
terdapatnya kandungan gula dalam air kencing dan zat-zat keton serta asam (keto-
acidosis) yang berlebihan (Hurst, 2016).

6
Diabetes Mellitus menyebabkan terjadinya rasa haus yang terus menerus,
banyak kencing, terjadinya penurunan berat badan meskipun selera makan tetap
baik, penurunan daya tahan tubuh (tubuh mengalami kelemahan dan mudah
terjadi sakit). Hal tersebut terjadi karena adanya kandungan gula dalam air
kencing, dan adanya zat-zat keton dan adanya asam (Hurst, 2016).

1.3 Epidemiologi

Dari data National Institutes of Health (NIH) tahun 2008, menyebutkan bahwa
ada sekitar 1,6 juta kasus baru diabetes mellitus setiap tahunnya. Penyakit yang
tergolong kronik ini mengenai sekitar 23,6 juta orang, dari jumlah tersebut, 17,9
juta telah didiagnosis terkena diabetes mellitus dan diperkirakan 5,7 juta tidak
terdiagnosis dan belum mendapatkan penanganan secara medis. Prevalensi
diabetes mellitus (khususnya diabetes melitus tipe 2) meningkat pada kalangan
lansia dan populasi minoritas (LeMone dkk., 2016).

Dari data yang diambil dari Center for Disease Control tahun 2009,
menyebutkan bahwa diabetes melitus merupakan penyakit keenam yang
menyebabkan kematian di Amerika Serikat. Hal tersebut terjadi karena
penyebaran efek kardiovaskular yang menyebabkan terjadinya aterosklerosis
(peradangan pada pembuluh darah), penyakit arteri coroner, dan stroke. Selain itu
penderita diabetes melitus juga mengalami dua hingga enam kali kemungkinan
terkena penyakit jantung dan dua sampai tiga kali rawan terhadap penyakit stroke.
Selain itu diabetes melitus juga penyebab utama terjadinya penyakit ginjal
stadium akhir (gagal ginjal). Menurut National Intitutes of Health tahun 2008
yang lebih fatal nya lagi diabetes melitus menjadi penyebab terbanyak amputasi
nontraumatic, dengan jumlah mencapai 71.000 setiap tahunnya (LeMone dkk.,
2016).

Penderita diabetes di Indonesia adalah pasien dengan rentang usia 20-79 tahun
yaitu sekitar 10 juta orang dan 8.884.300 orang diantaranya tidak terdiagnosa.
Jumlah penderita diabetes akan terus bertambah setiap tahunnya, bahkan pada

7
tahun 2040 diperkirakan jumlah penderita diabetes meningkat hingga 16,2% (IDF,
2017).

1.4 Etiologi

Kombinasi antara faktor genetik, faktor lingkungan, resistensi insulin dan


gangguan sekresi insulin merupakan penyebab diabetes mellitus. Faktor
lingkungan yang berpengaruh seperti obesitas, kurangnya aktivitas fisik, stres, dan
pertambahan umur. Faktor risiko juga berpengaruh terhadap terjadinya diabetes
mellitus (Hurst, 2016).

Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa dengan meningkatnya umur


manusia, maka terjadilah intoleransi terhadap glukosa. Sehingga untuk golongan
usia lanjut sangat diperlukan batas glukosa dalam darah. Selain itu obesitas juga
berkaitan dengan terjadinya intoleransi glukosa, aktivitas yang kurang, berkurang
massa otot, penyakit penyerta, penggunaan obat-obatan, dan terjadinya penurunan
fungsi sekresi insulin dan retensi insulin(Hurst, 2016).

Etiologi diabetes mellitus bermacam-macam, ada berbagai lesi dengan jenis


berbeda namun akhirnya tetap mengarah pada insufisiensi insulin. Diabetes
mellitus tipe 1 adalah penyakit auto imun yang ditentukan secara genetic dengan
gejala-gejala yang pada akhirnyamenuju pada proses bertahap perusakan
imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Pada individu yang peka terhadap
infeksi virus akan memberikan respon-respon secara genetik, yaitu dengan
memproduksi autoantibodi terhadap sel-sel beta, yang akan mengakibatkan
berkurangnya sekresi insulin yang dirangsang oleh glukosa. Pada diabetes yang
lebih berat, sel-sel beta dirusak semuanya sehingga terjadi insulinopenia dan
semua kelainan metabolik yang berkaitan dengan defisiensi insulin (Price dan
Wilson, 2012).

Etiologi pada diabetes tipe 2, penyakit ini memiliki pola yang familial yang
sangat kuat. Indeks untuk diabetes tipe 2 pada kembar monozigot hamper 100%.
Risiko berkembangnya diabetes tipe 2 pada saudara kandung sebesar 40%, dan

8
pada anak cucu sekitar 33%. Jika orang tua menderita diabetes tipe 2, rasio
dabetes dan non-diabetes pada anak adalah 1 : 1. Sehingga sekitar 90 % pasti
membawa / carrier diabetes tipe 2. Diabetes tipe 2 ini ditandai dengan terjadinya
kelainan pada sekeresi insulin, serta terjadi kelainan pada system kerja insulin.
Pada awalnya penderita mengalami resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja
insulin. Padaklien penderita diabetes tipe 2 ini mengalami kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat terjadi karena
berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membrane sel yang selnya responsive
terhadap insulin atau akibat terjadinya ketidaknormalan reseptor insulin instrinsik.
Sehingga pada akhirnya terjadi kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah
insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.
Pada klien dengan obesitas, sekitar 80% mengalami diabetes tipe 2. Pada dasarnya
obesitas berkaitan dengan resistensi dengan insulin, sehingga menimbulkan
kegagalan toleransi glukosa. Diet untuk menurunkan berat badan sering kali
berkaitan dengan pemulihan toleransi glukosa dan perbaikan dalam sensitivitas
insulin(Price dan Wilson, 2012).

1.5 Klasifikasi

Klasifikasi dan karakteristik Diabetes Melitus:

a. DM tipe 1
Klasifikasi : Diperantarai imun
Karakteristik : Menyebabkan kekurangan insulin absolut dikarenakan
kerusakan sel beta. Biasanya mencakup autoantibodi sel islet (islet cell
autoantibodies, ICA) dan autoantibodi insulin (insulin autoantibodies,
IIA). Kerusakan ini biasanya terjadi lebih cepat pada bayi dan anak-anak
daripada pada orang dewasa.
Klasifikasi : Idiopatik
Karakteristik : Bukan penyebab etiologik. Sangat besar kemungkinan
untuk diwariskan, banyak terjadi pada keturunan orang Afrika atau Asia.
Membutuhkan insulin intermiten.
b. DM tipe 2

9
Karakteristik : Tidak terjadi kerusakan imun pada sel beta. Dapat terjadi
resistensi insulin mayor dengan kekurangan insulin yang relative maupun
kelainan sekrotorik mayor dengan resitensi insulin. Terkadang penderita
tidak membutuhksn insulin. Dan sebagian besar penderita DM mengalami
kegemukan yang diakibatkan peningkatan jumlah lemak abdomen. Resiko
yang dapat memperparah penyakit ini mencakup pertambahan usia,
kegemukan, dan life style. Lebih banyak diidap oleh wanita yang
mengalami gangguan lipid atau hipertensi dan terdapat predesposisi yang
kuat.
c. Tipe spesifik lain
Klasifikasi : Kelainan genetic pada sel beta
Karakteristik : Pada usia muda sekitar usia 25 tahun terjadi
hiperglikemia. Tipe ini juga biasa disebut DM dengan awitan maturitas
pada anak-anak (maturity-onset DM of the Young, MODY).
Klasifikasi : Kelainan genetic pada kinerja insulin.
Karakteristik : Disfungsi dapat dimulai dari hiperinsulinemia hingga DM
berat. Bersifat genetic.
Klasifikasi : Penyakit pancreas eksokrin
Karakteristik : Menyebabkann DM pankreatitis, trauma, infeksi,
pankreatektomi dan kanker kankreas. Merupakan bentuk parah dari
fibrosis kistik dan hemokromatosis yang juga dapat merusak sel beta dan
sekresi insulin.
Klasifikasi : Gangguan endokrin
Karakteristik : Kelebihan jumlah hormone dan dapat merusak sekresi
insulin, dapat menyebabkan DM pada orang-orang yang mengalami
sindrom Cushing, akromegali dan feokromositoma.
Klasifikasi : Diinduksi obat atau bahan kimia
Karakteristik : Beberapa obat-obatan yang dapat merusak sekresi insulin,
dan dapat memicu DM pada orang-orang dengan predisposisis resisten
insuli. Misalnya adalah asam nikotinat, glukokortikoid, hormon tiroid,
tiazid, dan fenotoin.

10
Klasifikasi : Infeksi
Karakteristik : Beberapa virus dapat menyebabkan kerusakan sel beta,
seperti campak kongenital, sitomegalovirus, adenovirus dan gondong.
d. DM gestasional (GDM)
Karakteristik : Derajat intoleransi glukosa dengan awitan yang diketahui
pertama kali saat hamil.

1.6 Patofisiologi

Diabetes mellitus merupakan sekumpulan penyakit pada metabolik yang


ditandai dengan terjadinya hiperglikemia akibat kerusakan sekresi insulin, kinerja
insulin, atapun keduanya. Ada 4 tipe diabetes mellitus DM tipe 1, DM tipe 2, DM
gestasional, dan DM tipe spesifik lain (LeMone dkk., 2016):

a. Diabetes Mellitus tipe 1


Diabetes mellitus tipe 1 sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
remaja, namun dapat juga ditemukan pada berbagai usia. Bahkan bisa juga
ditemukan pada lansia usia 80 – 90-an tahun. DM tipe ini ditandai dengan
terjadinya hiperglikemia (terjadinya kenaikan kadar glukosa darah),
pembentukan ketosis (penumpukan badan keton yang diproduksi selama
oksidasi asam lemak), dan pemecahan lemak, dan protein tubuh. DM tipe
ini terjadi karena terdapat kerusakan sel beta islet Langerhans di pankreas.
Ketika sel beta ini rusak, insulin tidak lagi diproduksi. Meskipun DM tipe
1 ini dapat diklarifikasikan sebagai penyakit autoimun maupun idiopatik.
DM tipe 1 ini dimulai dengan insulitis, suatu proses inflamatorik kronik
yang terjadi sebagai respon terhadap kerusakan autoimun sel alert. Proses
inilah yang secara perlahan merusak proses produksi insulin, yang ditandai
dengan hiperglikemia hingga 80% hingga 90% fungsi sel beta rusak.
Proses ini biasanya terjadi selama periode praklinik yang lumayan lama.
Tidak hanya sel beta, sel alfa yang tidak normal juga menyebabkan
terjadinya hiperglikemia.
b. Diabetes Mellitus tipe 2

11
Diabetes mellitus tipe 2 adalah suatu kondisi hiperglikemia puasa
yang terjadi meski tersedia insulin endogen. DM tipe ini dapat terjadi pada
semua usia, namun biasanya dijumpai pada usai paruh baya dan lansia.
Hereditas berperan dalam proses transmisi penyakit ini. Kadar insulin
yang dihasilkan pada DM tipe 2 ini berbeda-beda dan meski ada,
fungsinya dirusak oleh resistensi insulin dijaringan perifer. Hati
memproduksi glukosa lebih dari normal, karbohidrat dalam makanan yang
dikonsumsi tidak dimetabolisme dengan baik, dan pakreas mengerluarkan
insulin kurang dari kebutuhan tubuh.
Faktor utama perkembangan DM tipe 2 adalah resistensi selular
terhadap efek insulin. Resisten ini dapat ditingkatkan oleh kegemukan,
penderita yang kurang beraktivitas, penyakit, obat-obatan, dan
pertambahan usia. Pada penderita yang mengalami kegemukan, insulin
mengalami penurunan kemampuan untuk memengaruhi absorbs dan
metabolisme glukosa oleh hati, otot rangka, dan jaringan adiposa.
Hiperglikemia dalam DM tipe 2 berlangsung lama sebelum DM ini
terdiagnosis, sehingga diagnosis baru DM tipe 2 yang baru didiagnosis
ketika sudah mengalami komplikasi.

1.7 Manifestasi Klinis

Manifestasi DM tipe 1 terjadi akibat kekurangan insulin untuk


menghantarkan glukosa menembus membrane sel ke dalam sel. Molekul
glukosa menumpuk dalam peredaran darah, mengakibatkan hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang menarik air dari
ruang intraseluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan volume darah
meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia bertindak sebagai diuretic
osmosis. Deuretik osmosis yang dihasilkan meningkatkan keluaran urine.
Kondisi ini disebut dengan poliuria. Ketika kadar glukosa darah melebihi
ambang batas glukosa yaitu biasanya sekitar 180 mg/dl, glukosa akan
diekskresikan ke dalam urin, dan suatu kondisi tersebut disebut dengan
glukosuria. Penurunan volume intraseluler dan peningkatan haluaran urin

12
menyebabkan dehidrasi. Mulut menjadi kering dan sensor haus diaktifkan.,
yang menyebabkan orang tersebut minum jumlah air yang banyak
(polidipsia)(LeMone dkk., 2016).

Karena glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tanpa insulin, maka
produksi energy akan menurun. Penurunan energy ini, menstimulasi rasa lapar
dan orang makan lebih banyak (polifagia). Meski asupan makanan meningkat,
berat badan orang tersebut turun saat tubuh kehilangan air dan memecah
protein dan lemak sebagai upaya memulihkan sumber energi. Malaise dan
keletihan menyertai penurunan energi. Penglihatan yang buram juga umum
terjadi, akibat pengaruh osmotik yang menyebabkan pembengkakan lensa
mata(LeMone dkk., 2016).

Oleh sebab itu, menifestasi klasik meliputi poliuria, polydipsia, dan


polifagia, disertai dengan penurunan berat bdan, malaise, dan keletihan.
Bergantung pada tingkat kekurangan insulin, manifestasinya bervariasi dari
ringan hingga berat. Orang dengan DM tipe 1 membutuhkan sumber insulin
eksogen (eksternal) untuk mempertahankan hidup(LeMone dkk., 2016).

Penyandang DM tipe 2 mengalami awitan manifestasi yang lambat dan


sering kali tidak menyadari penyakit sampai mencari perawatan kesehatan
untuk beberapa masalah lain. Hiperglikemia pada DM tipe 2 biasanya tidak
seberat pada DM tipe 1, tetapi manifestasi yang muncul sama, khususnya
poliuria dan polydipsia. Polifagia jarang dijumpai dan penurunan berat badan
tidak terjadi. Manifestasi lain juga akibat hiperglikemia: penglihatan buram,
keletihan, parastesia, dan infeksi kulit(LeMone dkk., 2016).

13
1.8 Pemeriksaan Penunjang

American Diabetes Association tahun 2009 merekomendasikan


pemeriksaan diagnostik yang dapat digunakan untuk menunjang diagnose
diabetes melitus. Berikut adalah pemeriksaan penunjang diabetes melitus:

a. Manifestasi hiperglikemia
Mengetahui terjadinya polyuria (sering buang air kecil), polydipsia
(sering merasa haus), dan polifagia (sering meras lapar). Selain itu terjadi
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan meskipun banyak
makan namun berat badan tetap terjadi penurunan. Dan konsentrasi
glukosa plasma (plasma glucose, PG) kasual > 200 mg/dl (11.1 mmol/L).
kasual diartikan sebagai sewaktu-waktu tanpa mempertimbangkan kapan
waktu terakhir maka.
b. Glukosa plasma puasa (fasting plasma glucose, FPG) >126 mg/dl
(7,0mmol/L)
Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori selama 8 jam. Kriteria
kadar FPG:
- Glukosa puasa normal = 100 mg/dl (6,1 mmol/L)
- Glukosa puasa terganggu (impaired fasting glucose, IFG) = >100 (6,1
mmol/L) dan <126 mg/dl (7,0 mmol/L)
- Diagnosis DM = >126 mg/dl (7,0 mmol/L)
c. Plasma Glucose dua jam >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
d. Pemantauan Glukosa Darah
Penderita DM kondisinya perlu dipantu setiap harinya dengan
memeriksa kadar gula darah. Ada dua tipe permeriksaan :
1. Pemeriksaan yang pertama memeriksa glukosa dan keton dengan carat
es urine, cara ini digunakan untuk penderita DM 1 yang mengalami
hiperglikemia dan ketoasidosis. Pemeriksaan yang tidak nyeri, tidak
invasive, tidak mahal dan juga pada pemeriksaan urine ini kurang
direkomondasikan karena pada penderita DM ambang batas ginjal
dapat naik seiring dengan penuaan atau sekunder akibat DM

14
2. Pemeriksaan yang kedua dengan cara pengukuran langsung gula darah
SMBG (self-monitoring of bood glucose) memungkinkan untuk para
penyandang DM mengkontrol metabolic dan juga mengurangi bahaya
hipoglikemi. Waktu SMDG sangat tergantung pada penyakit umum,
diagnose, dan juga keadaan fisik. Pada DM 1 direkomondasikan tiga
kali atau lebih perhari, untuk DM 2 tidak menggunakan insulin hanya
cukup untuk membantu memcapai tujuan glukosa

1.9 Penatalaksanaan Medis

Tujuan utama adalah menormalkan aktivitas insulin dan kadar


glukosa darah guna mengurangi munculnya komplikasi vascular dan
neropatik. Tujuan terapeutikpada setiap tipe diabetes adalah untuk
mencapai kadar glukosa darah normal (euglikemia) tanpa disertai
hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas pasien sehari-hari. Ada lima
komponen penatalaksanaan diabetes : nutrisi, olahraga, pemantauan terapi
farmakologis, dan edukasi(Brunner dan Suddart, 2017) :

a. Terapi primer untuk diabetes tipe 1 adalah insulin.


b. Terapi primer untuk diabetes tipe 2 adalah penurunan berat badan.
c. Olahraga penting untuk meningkatkan keefektifan insulin
d. Penggunaan agens hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga tidak
berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat digunakan
pada kondisi akut.
e. Mengingat terapi bervariasi selama perjalanan penyakit karena adanya
perubahan gaya hidup dan status fisik serta emosional dan juga kemajuan
terapi, terus kaji dan modifikasi rencana serta lakukan penyesuaian terapi
setiap hari. Edukasi perlu untuk pasien dan keluarga.

15
BAB 2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 Pengkajian

Identitas Klien :

Nama :-
Umur : Diabetes tipe 2 lebih sering menyerang pada orang usia 40
tahun keatas
Jenis Kelamin : Baik laki-laki maupun perempuan dapat terkena diabetes
melitus.
Agama :-
Alamat :-
Pekerjaan :-
Status :-
Tgl MRS :-
Pendidikan : Tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan klien
mengenai tata cara menjaga kesehatan tubuh.
1) Riwayat Kesehatan
a. Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus
b. Keluhan Utama : Keluhan yang biasa muncul pada pasien diabetes
mellitus dengan gejala polyuria, polifagia, polydipsia, lemas-lemas, dan
berat badan turun secara drastis.
c. Riwayat Kesehatan Sekarang:
Riwayat pasien dari masuk rumah sakitsaat dilakukan pengkajian
ditemukan gejala-gejala khas diabetes melitus, penyebab bagaimana
terjadinya diabetes melitus, dan upaya yang telah dilakukan klien.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu:
Riwayat penyakit ini apa pernah dialami oleh pasien, pengkajian apakah
terdapat faktor-faktor pencetus diabetes seperti riwayat terjadinya
obesitas, hipertensi, ataupun aterosclerosis.
e. Riwayat penyakit keluarga :

16
Kaji riwayat penyakit keluarga pasien apakah memiliki riwayat penyakit
keturunan atau penyakit kronik seperti diabetus militus, jantung, paru-
paru, TB dan penyakit lainnya. Apakah ada riwayat penyakit keturunan
seperti penyakit jantung, hipertensi, dan DM. Hal ini sangat berhubungan
dengan faktor genetik, dimana penyakit diabetes mellitus ini dapat
diturunkan melalui proses genetik dari orang tua ke anaknya.
f. Riwayat psikososial:
Kaji hubungan psikososial pasien, seperti kecemasan atau ansietas dan
lain-lain.

2.2 Pemeriksaan Fisik

a) Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 110/70 mmHg (Normal)
Nadi : 60-80 x/menit (Normal)
Respirasi : 22 x/menit (Normal)
Suhu : 36,5 0C (Normal)
b) Head to Toe
- Kepala Leher : Pengkaijian bentuk kepala, keadaan rambut,
pembesaran leher, gangguan pendengaran, penglihatan kabu atau
ganda, diplopia dan lensa mata keruh.
- Sistem Kulit (Integumen) : Pengkajian turgor kulit, pada pasien yang
mengalami dehidrasi turgor kuliat kan menurun. Ada luka lebam atau
kehitaman, kelembapan kulit, suhu kulit, dan adanya ulkus dan
gangrene.
- Sistem Pernafasan :Sesak napas akan menandakan pasien terkena
diabetes ketoasidosis. Kaji adanya sputum, nyeri pada dada, pada
pasien diabetes sering terkena infeksi.
- Sistem Perkemihan (Urinary) : Terjadinya poliuri, retensio urin,
inkontinensia urin, rasa sakit saat berkemih karena adanya kandungan
glukosa dalam urin.

17
- Sistem Kardiovaskular : Waspada terhadap adanya komplikasi kronis
pada makrovaskular, perfusi jaringan menurun, nadi perifel melemah
atau berkurang, takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi.
- Sistem Neurologis : Sering terjadi penurunan pada system neurologis
karena komplikasi penyakit diabetes mellitus.
- Sistem Muskuloskeletal : Pasien diabetes akan mengalami cepat Lelah
dan lemah, hal ini karena adanya katabolisme lemak, penyebaran
lemak, dan perubahan masa otot.
c) Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium, dilakukan pemeriksaan :
A. Pemeriksaan Darah
B. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin untuk mengetahui adanya kandungan glukosa
dalam urin. Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan cara
Benedict (reduksi), Hasil yang didapatkan yaitu adanya
perubahan warna pada urin. Hijau (positif +), kuning (positif
++), Merah (positif +++), dan merah bata (psitif ++++).

2.3 Diagnosa

Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


00002
berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
00027
cairan aktif.
Kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan gangguan
00046
metabolisme, gangguan turgor kulit
Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh
0059
akibat penyakit.

18
2.4 Intervensi

a. Ketidak seimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


Perubahan nutrisi dan pola makan dari penderita diabetes sangat
mempengaruhi keseimbangan nutrisi dalam tubuhnya. Selain itu penderita
diabetes yang mengalami polifagi, dan poliuri juga menyebabkan berat
badan yang menurun meskipun banyak makan. Intervensi yang harus
dilakukan (LeMone dkk., 2016):
1. Timbang berat badan setiap hari sesuai dengan indikasi.
Rasional : untuk memantau perubahan yang terjadi pada nutrisi
klien
2. Manajemen program diet dan pola makan pasien
Rasional : untuk mengontrol gula darah dalam tubuh klien melelui
nutrisinya
3. Monitor auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut
kembung, mual dan muntah
Rasional : untk mengetahui apakah terdapat output cairan yang
melebihi intake
4. Observasi tanda-tanda adanya hipoglikemia, seperti tingkat
kesadaran, dingin atau lembab, denyut nadi yang meningkat, lapar
dan pusing.
Rasional : untuk menjaga dan memantau kestabilan gula dalam
darah klien
5. Kolaborasi dalam pemberian insulin.
Rasional : untuk memenuhi kebutuhan gula dalam darah klien
b. Kekurangan volume cairan
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas serum, yang
menarik air dari ruang intraseluler ke dalam sirkulasi umum. Peningkatan
volume darah meningkatkan aliran darah ginjal dan hiperglikemia
bertindak sebagai diuretic osmosis. Deuretik osmosis yang dihasilkan
meningkatkan keluaran urine. Kondisi ini disebut dengan poliuria.
Intervensi yang harus dilakukan (LeMone dkk., 2016):

19
1. Monitor tanda-tanda vital, catat adanya perubahan tekanan
darah ortestastik.
Rasional : untuk menegah terjadinya masalah terkait tanda
tanda vital pada klien
2. Kaji pola napas dan bau napas.
Rasional : untuk mengetahui apakah ada masalah terkait
pernapasan pada pasien
3. Kaji kelembaban kulit, warna kulit, dan suhu tubuh.
Rasional : untuk mengkaji kondisi kulit tubuh pasien apakah
terdapat pembengkakan (oedeme) atau sebaliknya
4. Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membrane
mukosa.
Rasional : untuk mengetahui pakah turgor kulit normal atau
tidak karena turgor kulit mengindikasikan adanya sseorang
kekurangan cairan
c. Risiko kerusakan integritas kulit
Penderita diabetes mellitus memiliki resiko tinggi dalam perubahan
integritas kulit akibat adanya sensasi neuropati, penurunan perfusi jaringan
ini dipengaruhi adanya komplikasi pada kardiovaskular, dan infeksi.
Selain itu penglihatan yang memburuk meningkatkan resiko trauma pada
pasien, dan lesi yang terbuka lebih rentan terhadap infeksi dan integritas
jaringan, yang menyebabkan gangren, khususnya sering terjadi di kaki dan
ekstremitas bawah, intervensi yang harus dilakukan (LeMone dkk., 2016):
1. Pengkajian musculoskeletal yang menacangkup kaki dan rentang
gerak sendi pergelangan kaki, ketidaknormalan tulang, dan pola
berjalan.
Rasional : untuk mengetahui tingkat kemampuan aktifitas yang
dapat dilakukan klien
2. Pengkajian neurologis yang mencangkup sensasi terhadap sentuhan
dan posisi, nyeri, dan suhu.

20
Rasional : untuk mengetahui apakah terdapat masalah terkait
neurologis klien
3. Pemeriksaan vascular yang mencangkup pengkajian denyut nadi
ekstremitas bawah, pengisian kembali kapiler, warna dan suhu
kulit, lesi, atau edema.
Rasional : untuk mengkaji nilai ekstremitas yang dimiliki klien
4. Kaji status hidrasi, termasuk kekeringan atau berkeringat berlebih.
Rasional : untuk mengetahui balance cairan yang dimiliki klien
5. Ajarkan hygiene kaki pada pasien.
Rasional : untuk mencegah terjadinya luka pada penderita diabetes
d. Disfungsi Seksual
Perubahan kemampuan erektil pada pria 50% terjadi pada
penyandang DM, libido biasanya terpengaruh bahkan jika terjadi
impotensi. Wanita yang menyandang DM juga mengalami perubahan
fungsi seksual. Masalah yang sering dilaporkan adalah penurunan gairah
dan juga lubrikasi pada vagina. Resiko juga tinggi pada wanita bisa
mengalami vaginitis dan menghindari senggama supasaya tidak
nyeri(LeMone dkk., 2016):
1. Pengkajian riwayat seksual sebagai pengkajian awal dan
berkelanjutan.
Rasional : untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada
riwayat seksual klien
2. Berikan informasi tentang efek fisik actual dan potensial diabetes
mellitus terhadap fungsi seksual.
Rasional : untuk mengedukasi klien agar paham dan menerima
mengenai kondisi penyakitnya yang mempengaruhi riwayat seksual
klien
3. Berikan konseling atau rujukan bila perlu tentang terjadinya
disfungsi seksual.
Rasional : untuk mencegah terjadinya disfungsi seksual dan
memberikan pengajaran untuk penanganannya.

21
2.5 Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Evaluasi Paraf
perawat
1 Ketidakseimbangan S: pasien mengatakan merasakan Deni
nutrisi : kurang dari tubuhnya lebih membaik dengan
kebutuhan tubuh dilakukan program diet dan pola
berhubungan makan
dengan O: adanya penambahan berat badan
ketidakmampuan pada pasien
mengabsorbsi A: masalah teratasi sebagian
nutrient P: lanjutkan intervensi sampai
terjadi penambahan berat badan
mencapai ketentuan
2 Kekurangan S: klien mengatakan kondisi Deni
volume cairan tubuhnya lemas
berhubungan O: terjadi masalah pada turgor kulit
dengan kehilangan A: masalah belum teratasi
caira aktif P : perlu dilakukan modifikasi
intervensi atau intervensi tambahan
3 Resiko kerusakan S : klien mengatakan tidak ada Deni
integritas kulit keluhan pada kulit
berhubungan O : kulit klien terlihat sehat dan
dengan gangguan lembab
metabolisme dan A: masalah teratasi
ganguan turgor P : hentikan intervensi
kulit.
4 Disfungsi seksual S: Klien mengatakan memiliki Deni
berhubungan riwayat seksual yang normal
dengan gangguan O : klien memahami kondisi terkait
fungsi tubuh akibat penyakit dan mengerti terkait

22
penyakit adanya masalah disfungsi
seksual yang dialami
A: masalah teratasi
P : hentikan intervensi

2.6 Discharge Planning


a. Identitas
Diisi identitas pasien, tanggal MRS dan KRS, nomor RM, alamat, tanggal
lahir, penanggung jawab pasien.
b. Diagnosa utama dan diagnosa sekunder
Diisi dagnosa utama yang ditegakkan (hemaptoe) dan diagnosa sekunder
pada saat MRS
c. Data saat pasien pulang
Diisi data terakhir sebelum pasien KRS
d. Berat badan MRS dan KRS
Diisi berat badan saat MRS dan saat terakhir sebelum KRS
e. Tanda-tanda vital
Diisi tanda-tanda vital pasien sebelum krs
f. Diet saat dirawat
Diet saat dirawat di rumah sakit untuk acuan konsumsi makanan dirumah
g. Obat selama di rumah sakit dan dirumah
Diisi catatan obat yang telah diberikan dan yang akan diberikan kepada
pasien saat krs
h. Hasil laboratorium
Diisi hasil lab saat mrs dan hasil lab terakhir sebelum krs
i. Penyuluhan kesehatan
1) Pelajari penyebab hemaptoe serta pencegahan saat di rumah.
2) Selalu menjaga kebersihan kulit dan pelajari cara yang baik saat
merawatnya

23
3) Jalankan terapi obat dengan teratur dan jangan sampai putus tanpa
instruksi.
4) Rajin mengontrol atau mengecek gula darah pada pasien
5) Olahraga secara teratur, makan makanan yang bergizi dan istirahat cukup.
j. Kontrol
Diisi jadwal kontrol pasien setelah krs

24
Glukosa
2.7 Pathway

Hiperglikemia

Volume darah Energi Sensasi neuropati

Urin Rasa lapar Perfusi jaringan

poliuria Berat badan Infeksi

Kekurangan volume Ketidaksimbangan Resiko kerusakan


cairan nutrisi : kurang dari integritas kulit
kebutuhan tubuh

Kemampuan erekti /
gairah

Disfungsi seksual

25
BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Diabetes tidak hanya disebabkan oleh faktor keturunan, namun pola hidup
juga mempengaruhi munculnya diabetes melitus ini. Diabetes mellitus tidak hanya
menjangkit usia dewasa saja namun semua usia berpotensi terkena, baik pria
maupun wanita juga dapat terkena. Selain itu diabetes melitus juga memiliki
berbagai jenis komplikasi yang dapat membahayakan diri penderitanya.

3.2 Saran

Dengan membaca laporan pendahuluan yang telah saya buat semoga


pembaca mampu memperbaiki kualitas hidup agar terhindar dari penyakit diabetes
mellitus.

26
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart. 2017. Keperawatan Medikal - Bedah. Edisi 12. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Hurst, M. 2016. Belajar Mudah Keperawatan Medikal - Bedah. Edisi 2. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

LeMone, P., K. M. Burke, dan G. Bauldoff. 2016. Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah. Dalam 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price, S. A. dan L. M. Wilson. 2012. PATOFISIOLOGI. Edisi 6. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran EGC.

Syaifuddin. 2016. Anatomi Fisiologi. Edisi 4. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran


EGC

Tanto, C. dan F. Liwang. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta Pusat: Media
Aesculapius.

27

Anda mungkin juga menyukai