Anda di halaman 1dari 3

Menyongsong Era Kepunahan Karyawan Bank

Gurihnya bisnis keuangan yang dilakoni oleh perbankan kini dibayang-


bayangi ancaman yang mengintai. Semua bermula dari revolusi digital. Sektor
keuangan termasuk yang diprediksi bakal terguncang oleh terobosan teknologi
digital yang kini merambah industri keuangan. Selain peran bank yang mulai
disusupi oleh perusahaan berbasis teknologi yang familiar kita sebut fintech,
ancaman juga menghampiri karyawan bank.

Dalam lima tahun ke depan, 30% pekerjaan di bank bisa menghilang.


Demikian prediksi Vikram Pandit, bekas bos Citi Group. Otoritas Jasa Keuangan
mengamini prediksi itu. OJK mulai mengumpulkan data pegawai perbankan untuk
kajian sertifikasi yang diperlukan di masa mendatang. Sertifikasi ditempuh untuk
memetakan kebutuhan tenaga keuangan di era digital.

Lain lagi dengan PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk (BTPN). Bank
swasta yang menyasar para pensiunan ini malah mempersilahkan karyawannya
pensiun dini secara sukarela. BTPN bahkan mengaku bakal memfasilitasi mereka
yang akan pensiun dengan diberikan pelatihan untuk menghadapi kehidupan
pascapensiun. Bisa ditebak, alasan BTPN mempersilahkan karyawan pensiun
karena bank ini akan fokus mengembangkan digital banking dan memangkas
jumlah karyawan secara besar-besaran.
Fakta mengejutkan juga datang dari Bank Mandiri dan Bank BCA. Elektronifikasi
dan digitalisasi di kedua bank tersebut sukses menciptakan operationalcost
efficiencyhingga angka 46%.Bank Mandiri mengakui, saat ini transaksi nasabah
yang langsung ke kantor cabang tinggal hanya 6%, sebesar 94% bertransaksi di e-
channel. Demikian pula pengakuan Santoso, Direktur BCA, mengatakan bahwa
transaksi langsung bahkan hanya tersisa 3% saja.Selebihnya, nasabah mereka
beralih ke elektronik dan digital banking.

Ini semua artinya apa? Pekerjaan karyawan bank akan semakin terkikis, diakuisi
oleh aplikasi. Elektronifikasi dan digitalisasi tak terbendung lagi. Sebab selain
bermanfaat bagi efisiensi industri, juga jadi opsi primer nasabah yang tidak mau
ribet menguras waktu dan energi ke kantor-kantor cabang, antre berjam-jam.

Bank DBS merupakan bank lain yang juga serius menyelami digitalisasi. Tidak
seekstrem BTPN, Bank yang berpusat di Singapura ini tak mewacanakan pensiun
dini. Sebaliknya, DBS mengarahkan karyawan untuk melek teknologi dan menjadi
bagian dari karyawan yang mendatangi nasabah digital DBS.

Seperti diberitakan, belum lama ini DBS meluncurkan Digibank. Yaitu layanan
digitalisasi perbankan yang mengusung slogan "Paperlessdan signature
less".Dalam layanannya ini, DBS meniadakan penggunaan kertas dan tanda tangan
yang lazim kita jumpai ketika bertransaksi di bank. Inovasi ini betul-betul berbasis
aplikasi di Android dan iOS yang bernama Digibank.

Digibank membenamkan banyak fitur menarik di dalam aplikasi tersebut.


Termasuk mengadopsi teknologi artificial intelligence (AI). Digibank
berkolaborasi dengan fintech rintisan Amerika Serikat, Kasisto, dalam
mengembangkan teknologi AI untuk layanan Virtual Assistant. AI sebagai
customer service membantu dan menjawab pertanyaan pelanggan sepanjang 24
jam dalam Bahasa Indonesia. Asisten virtual ini juga akan mampu bertugas dalam
membantu setiap transaksi.

Untuk keperluan tertentu yang mengharuskan tatap muka dengan pegawai bank,
seperti membuka rekening, Digibank menyediakan fitur bernama otentifikasi
bimetrik. Nasabah dapat meminta untuk bertemu agen digibank di lokasi yang
nyaman untuk menyelesaikan otentikasi biometric tersebut demi jaminan
keamanan dan kepraktisan. Digibank mengklaim, ini sebagai upaya memberikan
kenyamanan sehingga nasabah tidak perlu datang antre di bank.

Bagi industri perbankan, adopsi teknologi sudah pasti menguntungkan secara


bisnis. Sementara nasabah, dimudahkan dengan layanan digital. Urusan perbankan
lebih praktis, aman dan efektif serta juga efisien. Tak pernah terbayangkan
sebelumnya, kita berurusan bank dengan tanpa harus datang ke bank. Semua
selesai dalam genggaman.

Maka kekhawatiran para futuris ihwal bakal semakin tersingkirnya peran manusia
oleh digitalisasi, memang bukan isapan jempol lagi. Ancaman itu sudah di depan
mata. Profesi karyawan bank bakal punah digantikan oleh aplikasi dan kecerdasan
buatan yang dibenamkan di dalamnya.

Tapi sebetulnya masih ada peluang di balik digitalisasi tersebut. Yaitu menjadi ahli
AI hingga praktisi IT yang memegang kendali kerja dari sebuah aplikasi.
Meskipun kebutuhannya tak sebanyak karyawan back office.Digitalisasi memang
bertabur kenyamanan, tapi ada konsekuensi yang harus dibayar untuk itu. Dan kini,
giliran para karyawan bank yang siap-siap membayar dampak digitalisasi di sektor
perbankan.

www.kompasiana.com

Anda mungkin juga menyukai