Anda di halaman 1dari 3

BAB 1

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Indonesia merupakan negara yang mempunyai bermacam-macam etnis, suku,
budaya, dan agama. Hal ini menjadikan Indonesia mempunyai keindahan tersendiri.
Bernegara satu, namun Indonesia memiliki kepercayaan masing-masing. Jika
perbedaan agama ini tidak digunakan dengan sebaik-baiknya dan tidak dijaga dengan
baik, maka perbedaan agama tersebut akan menimbulkan konflik. Agama memiliki
peran dalam kehidupan penganutnya. Agama dapat melahirkan sebuah energi positif
dan negatif. Agama dapat melahirkan energi positif, apabila penganutnya menjadikan
agama sebagai kekuatan moral dan spiritual, sumber inspirasi dan motivasi hidup,
sebagai petunjuk, kabar gembira, serta peringatan yang mampu menciptakan akhlak
manusia, selain itu agama juga melahirkan energi negatif apabila penganutnya
menjadikan agama sebagai sumber konflik, kemiskinan, kesedihan, dan tidak
memberikan energi kemanusiaan untuk orang-orang sekitarnya.
Konflik agama mungkin bukan bahasanyang asinglagi bagi telinga kita, karena
memang konflik agama menjadi permasalahan yang sampai sekarang masih belum
dapat diselesaikan dengan baik. Konflik agama bukan hanya menjadi permasalahan di
Indonesia saja tetapi juga di seluruh dunia.Ini disebabkan karena Indonesia memiliki
bermacam-macam etnis dan agama. Banyak kerusuhan-kerusuhandi Indonesia yang
berlatar belakang konflik agama. Ini wajar, karena masalah agama memiliki sensitivitas
yang sangat tinggi, menyangkut keyakinan yang amat dalam dan bersifat transendental
dalam diri seseorang. Seperti halnya konflik di Papua ini yang terjadi Konflik Tolikara
yang terjadi beberapa tahun silam. Konflik agama memang sudah menjadi realita sosial
di masyarakat kita yang sampai sekarang belum dapat diselesaikan secara baik.Namun
dengan seiring perkembangan arus globalisasi diharapkan pemerintah dan lingkungan
harus saling mempererat hubungan agar terjaganya suatu perpecahan yang mungkin
ada dan terjadi.
2. Rumusan Masalah
Apa usaha pemerintah untuk menyatukan perpecahan perbedaan agama di konflik
Papua?
3. Tujuan
Mengetahui apa usaha pemerintah untuk menyatukan perpecahan perbedaan agama di
konflik Papua
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Usaha pemerintah untuk menyatukan perpecahan perbedaan agama di konflik Papua

Dalam konflik ini, memulai pernyataannya dengan menyesalkan peristiwa yang


telah menodai kekhusukan dan kegembiraan umat Muslim dalam merayakan Idul Fitri,
serta mengecam dengan keras pembubaran Sholat Ied dan pembakaran mesjid.
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua “Menyerukan kepada
umat Islam di seluruh Indonesia untuk tidak menjadikan peristiwa kekerasan Tolikara
ini sebagai alasan untuk melahirkan kekerasan-kekerasan baru. Dengan terjadinya
sebuah peristiwa yang tak di sangka-sangka ini menjadikan manusia yang lebih
menghargai sesama.

Oleh karena itu, saya berpendapat bahwa konflik di Tolikara pemicu utamanya
bukan faktor agama tetapi faktor separatisme, yang ingin memisahkan Papua dari
negara kesatuan republik Indonesia dengan mengobarkan konflik agama sebagai
strategi untuk menarik dukungan internasional jika umat Islam yang diserang di
Tolikara mendapat simpati dan bantuan dari saudara-saudara mereka di daerah lain dan
melakukan balas dendam terhadap umat Nasrani di Papua dan daerah lain di Indonesia.

Usaha yang dapat dilakukan pemerintah pada saat itu pada Konflik Tolikara

Adapun usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengakhiri secara permanen konflik
Tolikara dan konflik lainnya di Papua.
Pertama, meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan anak-anak Tolikara dan
anak-anak Papua, tidak hanya memberikan kognitif (kecerdasan) kepada anak didik,
tetapi sangat penting menanamkan dan menumbuhkan afektif kepada anak didik supaya
cinta Indonesia, cinta tanah air, cinta persatuan dan kesatuan, disiplin dan
bertanggungjawab. Untuk mewujudkan hal itu, sangat diperlukan pengiriman tenaga
guru sukarela untuk ditugaskan di Tolikara dan Papua serta daerah-daerah lain
diperbatasan Indonesia.

Kedua, dialog, silaturrahim dan social welfare. Untuk menyelesaikan konflik Tolikara
dan Papua, tidak boleh hanya mengedepankan pendekatan hukum, tetapi amat
diperlukan dialog, silaturrahim dan pendekatan social welfare (kesejahteraan sosial)
yang memberdayakan dan memajukan serta memberi martabat kepada penduduk asli
dengan pendatang yang difasilitasi pemerintah setempat. Dialog dan rembukan dalam
berbagai persoalan dibutuhkan untuk menciptakan understanding (saling pengertian)
dan kerjasama untuk sama-sama maju dan sejahtera bersama.

Ketiga, mewujudkan keadilan ekonomi. Kesenjangan sosial ekonomi tidak mungkin


bisa diwujudkan jika tidak ada special treatment dan affirmative action terhadap
penduduk asli. Mereka harus diberi perlakuan istimewa dan aksi pemihakan terhadap
penduduk asli dalam upaya membangun keadilan ekonomi.
Keempat, penjajahan ekonomi harus diakhiri dengan mewujudkan persatuan yang
sekuat-kuatnya di kalangan bangsa Indonesia agar tidak mudah dipecah belah oleh
penjajah ekonomi, menumbuhkan kesadaran dikalangan bangsa Indonesia,
menegakkan Tri Sakti Bung Karno, dan hukum di bidang ekonomi.

Kelima, melakukan perundingan dengan kelompok-kelompok separatis di Tolikara dan


Papua untuk menemukan solusi permanen terhadap Tolikara dan Papua untuk
memastikan bahwa Papua selamanya berada dalam pangkuan NKRI.

Anda mungkin juga menyukai