Anda di halaman 1dari 8

JEJAK KESULTANAN PALEMBANG DARUSSALAM DI KABUPATEN BANYUASIN

Oleh: Jeki Sepriady*, Muhamad Idris**


*Mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas PGRI Palembang
**Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas PGRI Palembang

ABSTRAK

Orang asli Banyuasin adalah suku Melayu kelompok manusia yang pertama menetap di Banyuasin.
Mereka selalu bermusyawarah dan mufakat setiap ada sesuatu yang penting. Falsafah hidupnya beragam
Islam dan menggunakan bahasa Melayu. Semuanya ini ada dalam perkembangan sejarah kehidupan
masyarakat Banyuasin. Rumusan masalah: bagaimanakah jejak Kesultanan Palembang Darussalam di
kabupaten Banyuasin?. Tujuan penelitian: untuk mengetahui jejak Kesultanan Palembang Darussalam di
kabupaten Banyuasin. Metode dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Teknik
pengumpulan data melalui dokumentasi, observasi, dan wawancara. Teknik analisis data yaitu reduksi
data, penyajian data dan penerikan kesimpulan. Bayuasin sebagai wilayah kekuasaan kesultanan
Palembang Darussalam termasuk kategori daerah sikep. Sama dengan sistem pemerintahan marga
daerah di daerah Uluan, wilayah Banyuasun zaman marga kesultanan Palembang Darussalam tidak
mempunyai pemerintahan sendiri, tetapi diperintah langsung oleh jenang atau pegawai yang ditunjuk raja
Palembang.

Kata Kunci: Kesultanan Palembang Darussalam, Kabupaten Banyuasin

A. PENDAHULUAN penyelenggaraan pemerintahan,


Wilayah Sumatera Selatan dikenal pelaksanaan pembangunan dan pelayanan
juga sebagai daerah Batanghari Sembilan guna menjamin kesejahteraan masyarakat
karena di wilayah ini terdapat sembilan (Tasmalinda, 2013:63).
sungai besar yang dapat dilayari sampai ke Secara administratif kabupaten
hulu, yaitu sungai Musi, Ogan, Komering, Banyuasin terdiri dari 19 kecamatan, yaitu:
Lematang, Kelingi, Rawas, Batanghari Leko, Air Salek, Banyuasin I, Banyuasin II,
Banyuasin dan Lalan. Sungai-sungai besar Banyuasin III, Betung, Makarti Jaya, Muara
ini merupakan urat nadi kehidupan Padang, Muara Sugihan, Muara Telang,
masyarakat sejak masa lampau Pulau Rimau, Rambutan, Rantau Bayur,
berdasarkan bukti-bukti arkeologis yang Sembawa, Suak Tapeh, Talang Kelapa,
tersebar di daerah aliran sungai (Rangkuti, Tanjung Lago, Tungkal Ilir, Kumbang
2007:1). Padang, Marga Telang (Badan Pusat
Kabupaten Banyuasin adalah salah Statistik, 2012:17).
satu kabupaten di provinsi Sumatera Pada umumnya kedatangan Islam
Selatan. Kabupaten ini merupakan dan cara menyebarkannya kepada golongan
pemekaran dari kabupaten Musi Banyuasin bangsawan dan rakyat umumnya, adalah
yang terbentuk berdasarkan UU No. 6 dengan cara damai, melalui perdagangan
Tahun 2002. Kabupaten Banyuasin dibentuk dan dakwah oleh mubalig-mubalig atau
berdasarkan pertimbangan pesatnya orang-orang alim. Kemudian apabila situasi
perkembangan dan kemajuan politik di kerajaan-kerajaan itu mengalami
pembangunan di provinsi Sumatera Selatan kekacauan, dan kelemahan disebabkan
umumnya dan khususnya di kabupaten Musi perebutan kekuasaan di kalangan keluarga
Banyuasin diperkuat oleh aspirasi raja-raja, agama Islam dijadikan alat politik
masyarakat untuk meningkatkan bagi golongan bangsawan atau raja-raja

56
yang menghendaki kekuasaan itu. Mereka penelitian di kabupaten Banyuasin. Teknik
berhubugan dengan pedagang-pedagang Pengumpulan Data: Wawancara Mendalam,
muslim yang posisi ekonominya kuat karena Kajian Dokumen, Observasi Langsung di
penguasaan pelayaran di lautan dan desa Ulak Beriang.
perdagangan. Apabila telah terwujud Teknik Cuplikan. Peneliti dalam
kerajaan Islam, barulah mereka melakukan kegiatan penelitian ini
melancarkan perang terhadap kerajaan menggunakan teknik cuplikan purposive
bukan Islam. Hal ini bukan semata-mata sampling pada warga masyarakat yang
karena masalah agamanya, melainkan menyimpan sastra tutur. Validitas Data.
karena dorongan politik untuk menguasai Validitas data sangat penting dalam proses
kerajaan-kerajaan disekitarnya, misalnya pemaparan hasil penelitian, pembahasan
Gowa terhadap kerajaan-kerajaan lainnya di dan penarikan simpulan. Dengan adanya
Sulawesi Selatan, Demak, dan Banten validitas data triangulasi yang digunakan:
terhadap kerajaan Jawa-Hindu triangulasi data, triangulasi metode.
(Poesponegoro, 2011:1).
Sejarah kerajaan/kesultanan C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Palembang terjadi dalam abad ke 17 Masehi 1. Sejarah Kesultanan Palembang
dan ke-18 Masehi sampai dengan Darussalam
permulaan abad ke-19 Masehi. Tempatnya Kesultanan Palembang Darussalam
adalah di kota Palembang dan sekitarnya, adalah suatu kerajaan Islam di Indonesia
baik di sebelah Ilir sungai Musi termasuk yang berlokasi di sekitar kota Palembang,
pulau Bangka dan pulau Belitung maupun di Sumatera Selatan sekarang. Kesultanan ini
sebelah Ulu sungai Musi dan anak-anak diproklamirkan menjadi kerajaan Islam oleh
sungainya, yang dikenal dengan nama Sri Susuhunan Abdurrahman, dan
Batanghari Sembilan. Kota Palembang dihapuskan keberadaannya oleh pemerintah
merupakan Bandar yang keadaannya kolonial Belanda pada 7 Oktober 1823.
sangat strategis, karena terletak di kedua Menurut riwayat, berdirinya Kesultanan
tepi sungai Musi yang lebar dan dalam, Palembang Darussalam diawali dengan
sehingga dapat dilayari oleh kapal-kapal eksistensi Kerajaan Palembang pada abad
sampai jauh ke hulu sungai-sungai ke-15. Berdirinya Kerajaan Palembang
(Gadjahnata, 1986:67). merupakan dampak atas penaklukan
Rumusan Masalah: Bagaimanakah Kerajaan Sriwijaya oleh Majapahit pada
jejak Kesultanan Palembang Darussalam di tahun 1375 Masehi.
kabupaten Banyuasin?. Tujuan Penelitian: Selepas penaklukan, ternyata
Untuk mengetahui jejak Kesultanan Majapahit tidak dapat mengontrol wilayah
Palembang Darussalam di kabupaten Sriwijaya dengan baik yang berakibat
Banyuasin. terjadinya dominasi oleh para saudagar dari
Tiongkok di wilayah yang sekarang dikenal
B. METODE PENELITIAN dengan nama Palembang itu. Sejarah
Berdasarkan rumusan masalah, mengenai Kesultanan Palembang dapat
penelitian ini mendeskripsikan secara rinci dimulai pada pertengahan abad ke-15 pada
tentang jejak Kesultanan Palembang masa hidupnya seorang tokoh bernama Ario
Darussalam di kabupaten Banyuasin. Untuk Dillah atau Ario Damar. Beliau adalah
memahami hal tersebut, dilakukan penelitian seorang putera dari raja Majapahit yang
secara mendalam dengan menggunakan terakhir, yang mewakili kerajaan Majapahit
pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber bergelar Adipati Ario Damar yang berkuasa
Data. Sumber data dalam penelitian ini antara tahun 1455-1486 di Palembang
adalah: Informan, Dokumen, Tempat

57
Lamo, yang sekarang ini letaknya di oleh anaknya bernama Kiai Gede Ing Sura
kawasan 1 Ilir. Tua yang datang dari Demak. Palembang
Pada saat kedatangan Ario Damar ke waku itu masih dibawah pengaruh
Palembang, penduduk dan rakyat Kesultanan Demak (Hanafiah, 1995:122).
Palembang sudah banyak yang memeluk Awal Palembang merdeka dan
agama Islam dan Adipati Ario Damar pun berdaulat masa Kesultanan Ki Mas Hindi
mungkin kemudian memeluk agama Islam, (Endi) karena memproklamasikan putusnya
konon namanya berubah menjadi Ario huubngan dengan Mataram pada 1659 M.
Abdillah atau Ario Dillah. Ario Dillah Islam di Palembang baru berkembang
mendapat hadiah dari Raja Majapahit secara medalam pada masa pemerintahan
terakhir Prabu Kertabumi Brawijaya V salah Kyai Mas Endi yang juga dikenal dengan
seorang isterinya keturunan Cina yang telah Pangeran Ario Kusuma Abdurrahim.
memeluk Islam dan dibuatkan istana untuk Kesultanan Palembang Darussalam secara
Puteri. Pada saat putri ini diboyong ke resmi diproklamirkan oleh Pangeran Ratu
Palembang ia sedang mengandung, Kimas Hindi Sri Susuhunan Abdurrahman
kemudian lahir anaknya yang bernama Candiwalang Khalifatul Mukminin Sayidul
Raden Fatah. Raden Fatah ini lahir di istana Imam (lebih dikenal Kimas Hindi/Kimas
Ario Dillah di kawasan Palembang lama (1 Cinde) sebagai penguasa yang pertama kali
ilir), tempat itu dahulu dinamakan Candi ing menggunakan gelar sultan/sultan pertama
Laras, yaitu sekarang terletak di antara (1643-1651 M)/abad 16. Corak
PUSRI I dan PUSRI II. Raden Fatah pemerintahannya dirubah condong ke arah
dipelihara dan dididik oleh Ario Dillah Melayu dan lebih disesuaikan dengan ajaran
menurut agama Islam dan menjadi seorang Islam (Hanafiah, 1995:175).
ulama Islam. Sementara itu hasil
perkawinan Ario Dillah dengan putri Cina 2. Hubungan Iliran dan Uluan
tersebut, lahir Raden Kusen yaitu adik Konsep Iliran dan Uluan secara
Raden Fatah namun bapaknya berbeda. geografis dapat dibedakan secara
Setelah kerajaan Majapahit bubar karena keruangan, sehingga keruangan wilayah
desakan kerajaan-kerajaan Islam, Sunan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua, iliran
Ngampel, sebagai wakil Walisongo, untuk kawasan pusat kota Palembang lama.
mengangkat Raden Fatah menjadi Uluan adalah seluruh kawasan yang berada
penguasa seluruh Jawa, menggantikan di luar kawasan Palembang Lama. Kota
ayahnya. Palembang lama meliputi wilayah yang
Pusat kerajaan Jawa dipindahkan ke mencakup sebelah Barat adalah kawasan
Demak atas bantuan dari daerah-daerah Kuto Gawang (Pusri sekarang) sampai di
lainnya yang sudah lepas dari Majapahit Timur di kawasan Sri Kecetra/Gandus
seperti Jepara, Tuban, Gresik, Raden Fatah (Talang Kelapa sekarang). Kawasan Iliran
mendirikan kerajaan Islam dengan Demak sebagai pusat kota identik dengan majunya
sebagai pusatnya (kira-kira tahun 1481). peradaban, sedangkan kawasan Uluan
Raden Fatah memperoleh gelar Senapati identik sebagai kawasan penunjang
Jimbun Ngabdu’r-Rahman Panembahan peradaban (Santun, 2010:40-43).
Palembang Sayidin Panata’Gama. Setelah Di dalam sejarah politik Sumatera
Ario Dillah wafat pada tahun 1528 M Selatan pernah berkuasa sebuah kerajaan
Kerajaan Demak mengirim anak Pati Unus Buddha yang bernama Sriwijaya, kerajaan
yaitu Pangeran Sido Ing Lautan sebagai Sriwijaya memiliki ruang pengaruh
wakil kesultanan Demak, untuk kebudayaan di Thailand, Philipina, Brunai,
menggantikan Ariodillah. Setelah Pangeran Semenanjung Melayu dan Indonesia Barat.
Sido Ing Lautan wafat, ia kemudian diganti Palembang menjadi pusat mandala dalam

58
lingkar konsentris sejak abad 7 sampai Masyarakat Melayu Sumatera
dengan abad 11 M. status Palembang Selatan mendiami kawasan pegunungan,
sebagai pusat kekuasaan politik diperkuat perbukitan, dataran, rawa/lebak dan
dengan ditempatkannya prasasti-prasasti sepanjang garis pantai Timur Sumatera
penting kerajaan Sriwijaya pada kawasan Selatan. Kesatuan pemukiman berawal dari
pusat kota, antara lain Kedukan Bukit, Boom sistem pemukiman puak/kampung/dusun
Baru, dan Talang Tuo. Keberadaan prasasti marga dengan ikatan adat dan budaya
tersebut menunjukkan batas-batas wilayah berdasarkan ikatan kepuyangan (Andaya,
Palembang tua (Hanafiah, 1995:2-5). 2016:27). Kesatuan permukiman Melayu
Di luar wilayah inti Palembang Sumatera Selatan dibuat di sepanjang
terdapat wilayah Uluan yang berada di bantaran sungai. Penelitian arkeologi yang
dalam atau di luar kesatuan politik, seperti dilakukan Balai Arkeologi Sumatera Selatan
marga, sindang, kepungutan, sikap. mengungkap sisa-sisa pemukiman kuno
Kesatuan-kesatuan ruang politik ini turut masa pra-Sriwijaya ditemukan di kabupaten
memainkan peran politik sampai pada masa Musi Banyuasin (Amin, 2016:245).
Kolonial (Hanafiah, 1995:4-5). Sungai/air sangat akrab dengan
kebudayaan Melayu. Sejarah Sriwijaya
3. Uluan Sebagai Penyangga seperti yang tertulis dalam prasasti Kedukan
Kesultanan Palembang Bukit menerangkan tentang pendirian
Darussalam sebuah wanua di tepi sungai Musi pada
Dunia Sumatera Selatan memiliki tahun 682 Masehi (Wolters, 2011:2). Pada
bentuk bentang alam yang sangat variatif, prasasti Telaga Batu dijelaskan tentang
bentangan hutan berlumpur tebal atau rawa- upacara meminum air yang telah diberi
rawa yang lebarnya ratusan kilometer mantera oleh pendeta suci, sehingga akan
hingga ke pedalaman. di hutan rawa gambut membuat peminumnya akan terkena
mengalir sungai-sungai kecil. Vegetasi kutukan. Upacara ini berfungsi untuk
bakau dan palem mulai berubah seiring menjamin kepatuhan bawahan kepada
meningkatnya ketinggian tanah berganti atasan (Wolters, 2011:3).
dengan tanaman hutan khas tropis. Dataran
pesisiran yang berawa biasanya tidak cocok 4. Jejak Kesultanan Palembang
untuk dijadikan kawasan pertanian dan Darussalam Di Banyuasin
karenanya tidak dapat menjadi sumber Masyarakat umumnya menyebutkan
penghidupan bagi penduduk. mata penduduk asli Banyuasin hampir sama
pencaharian masyarakat dataran rendah dengan warga Sumatera lainnya. Mereka
adalah menangkap ikan, mengumpulkan menjelaskan bahwa orang asli Banyuasin
hasil rawa dan laut, serta pemeliharaan adalah suku Melayu kelompok manusia
pusat-pusat perdagangan daerah yang yang pertama menetap di Banyuasin. Warga
terdapat di dataran yang lebih tinggi mempertegas yang menjadi ciri utama orang
(Andaya, 2016:37-38). Melayu Banyuasin adalah patuh dan setia.
Di daerah pedalaman, sungai Mereka selalu bermusyawarah dan mufakat
memberikan kesuburan bagi tanah. Oleh setiap ada sesuatu yang penting. Falsafah
karena itu daerah Ulu menjadi lebih kondusif hidupnya beragam Islam dan menggunakan
sebagai tempat tinggal manusia. Pertanian bahasa Melayu. Semuanya ini ada dalam
dengan pola perladangan berpindah dapat perkembangan sejarah kehidupan
dilakukan pada kawasan hutan. Pola masyarakat Banyuasin. Sejalan dengan
pertanian sawah kering lebih dominan pendapat itu di kawasan Sumatera memang
dibandingkan sawah basah di pedalaman dikenal adanya etnis Melayu. Mereka
Sumatera Selatan (Andaya, 2016:39). apabila ditanya selalu menyataka dirinya

59
sebagai keturunan Melayu, orang Melayu, tanam hingga terus berkembang sejak
adat Melayu, sopan santun Melayu. ratusan tahun silam (Rokian, 2014:10).
Ditegaskan bahwa daerah hunian orang Pemerintah kesultanan Palembang
Melayu itu ialah Pesisir Timur Sumatera Darussalam dalam mengatur daerah yang
sampai ke Pesisir Timur Palembang dutaklukkannya itu kemudian menggunakan
(Rokian, 2014:9). aturan dengan sebutan istilah di bawah ini:
Sama halnya dengan orang Melayu di Kepungutan adalah wilayah yang
Pekan Baru Riau, orang asli Melayu awalnya dikunjungi raja atau sultan ketika ke
Banyuasin menjunjung tinggi nilai-nilai hulu-hulu sungai daerah huluan pada saat
hukum Islam. Meraka masuk Banyuasin dan untuk pergi pesiar, berburu atau menangkap
menetap melalui sungai Musi di Sungsang ikan. Pada saat raja melakukan perundingan
menelusuri masuk sebagai pedagang sambil bersama tokoh setempat dan dicapai
menyebarkan agama Islam dan sepakat untuk mengadakan persahabatan
mengajarkan bahasa Melayu sebagai dimana daerah tersebut bebas
sarana komunikasi. Sedangkan sungai- memperdagangkan hasil buminya ke
sungai tersebut adalah sungai Air Banyusin, Palembang. Sebagai imbalannya mereka
Air Lalan, Air Upang, Air Tebing, san Air diwajibkan membawa pajak dan sewaktu-
Padang. Disini kehidupan mereka sebagai waktu diminta siap menyediakan tenaga
nelayan kemudian berevolusi jadi petani dan kerja.
berkebun tanaman tahunan seperti karet. Sindang merupakan daerah
Menurut tokoh masyarakat Banyuasin perbatasan setiap wilayah Kepungutan yang
asal Pangkalan Balai kelahiran 1934, merupakan wilayah paling ujung atau
Muhammad Basri bin Muhammad Amin wilayah pinggir. Penduduknya bertugas
alias Bas M. Amin, yang pada tahun 1960- menjaga batas-batas kerajaan, mereka
an menjadi agen terbesar pengadaan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak
sembako dan konveksi di Pangkalan Balai, kepada kerajaan. Mereka ini adalah orang-
penduduk Melayu Banyuasin menetap orang merdeka wajib melakukan kebiasaan
disepanjang pinggiran sungai membuat adat seba bagi penduduk asli untuk
rumah-rumah yang bertiang pohon-pohon berkunjung kepada raja setidaknya tiga
nipah. Asal-usul mereka ini terdiri atas tiga tahun sekali ke Palembang (keraton)
jenis. Pertama, pelarian pasukan kerajaan dengan membawa buah tangan.
Sriwijaya (orang Palembang) pasca Sikep adalah sebuah atau
runtuhnya kejayaan Sriwijaya. Kedua, sekumpulan dusun yan terletak di daerah
mereka yang langsung datang dari Malaka pertemuan-pertemuan sungai yang strategis
pasca jatuh ke Portugis. Ketiga, penduduk diantara wilayah kepungutan dan sindang.
asli Banyuasin yang berada disebelah Utara Sikep dianggap sebagai sistem pertahanan
sampai ke Jambi yaitu penduduk asli wilayah yang alamiah yang menjadi
Banjouasin en Koeboe Strekken (warga pertahanan rakyat semesta dalam istilah
Kubu sudah maju) untuk sebutan penduduk modern sekarang. Penduduknya terdiri dari
asli di zaman kolonial Belanda yang berbagai etnis, mereka ini dibebaskan dari
diperkirakan datang melalui daratan berbagai macam pungutan pajak karenanya
sebelum wilayah mereka masuk ke sikep dilepaskan dari sisem marga. Sikep ini
kabupaten Musi Banyuasin. Mereka dari tiga di bawah pengawasan dan diperintah
asal-usul penduduk Banyuasin ini hidup langsung oleh pejabat atau pamong dari raja
beradaptasi dengan lingkungan sungai atau sultan yang disebut jenang dan raban.
sebagai bagian penting dari sumber Jenang dan raban orang-orang
kehidupannya dengan mata pencaharian kepercayaan raja atau sultan dianggap
sebagai nelayan, bertani dan bercocok sebagai pejabat atau pamong yang

60
mempunyai tugas-tugas sesuai dengan seperti pangeran Zainal Abidin di Pangkalan
keahliannya misalnya sebagai tukang kayuh Balai. Pengangkatan pesirah Zainal Abidin
perahu raja atau sultan, tukang kayu, oleh residen Belanda yang berkedudukan di
pembawa air atau sebagai prajurit. Tugas Palembang.
yang mereka lakukan disebut dengan gawe Pada zaman pesirah memimpin di
rajo (Utomo, 2012:198). Banyuasin, Undang-Undang Simbur Cahaya
Bayuasin sebagai wilayah kekuasaan juga digunakan dalam kehidupan sehari-
kesultanan Palembang Darussalam hari, demikian pula pasal-pasal dari
termasuk kategori daerah sikep. Sama Undang-Undang ini yang di revisi Belanda
dengan sistem pemerintahan marga daerah juga dirasakan penduduk Banyuasin.
di daerah Uluan, wilayah Banyuasun zaman Seperti halnya daerah lain, pesirah
marga kesultanan Palembang Darussalam Banyuasin, saat itu bertanggung jawab
tidak mempunyai pemerintahan sendiri, kepada kountler, sedangkan kedudukan
tetapi diperintah langsung oleh jenang atau kountler Banyuasin berada di Talang Betutu
pegawai yang ditunjuk raja Palembang. Palembang. Saat itu belum ada istilah camat
Jenang dibebaskan dari kewajiban dan belum ada pula sebutan asisten
membayar pajak pada umumnya karena wedena. Ini artinya kehidupan Banyuasin
mereka adalah kepercayaan raja, tetapi diatur dalam jalur hubungan dengan residen
sebagai gantinya wajib bekerja untuk raja Palembang.
(gawe rajo) dengan suatu tujuan tertentu Adanya keterkaitan antara penduduk
dalam banyak hal kerja seperti berkayuh Banyuasin Lama dan orang-orang kerajaan
(mengayuh perahu) atau menjadi penunjuk Sriwijaya pasca dikuasai Majapahit dan
jalan (perpat). kesultanan Palembang Darussalam
Contoh wilayah Banyuasin sebagai tertanam di dalam ingatan masyarakat,
sikep sejak dahulu adalah dusun Sungsang. terdapat cerita rakyat yang berkembang di
Kesultanan mewakilkan Sungsang agar desa Sako kecamatan Rambutan kabupaten
memelihara jalur pelayaran antara Banyuasin. Awal kisah, setelah kerajaan
Palembang dan Sungsang bebas dari Majapahit runtuh yang ditaklukan oleh
segala rintangan dan halangan pelayaran kerajaan Demak pada abad 15 Masehi.
perahu atau kapal. Dusun lain yang juga Banyak pembesar-pembesar kerajaan
sebagai wilayah sikep di Banyuasin adalang Majapahit tersebut beserta keturunnya
Betung yang wajib memelihara sarang- mengungsi ke pelosok-pelosok tanah air
sarang burung di muara sungai Abab dan salah satu tempat pengungsian
(Rokian, 2014:16). pembesar Majapahit tersebut adalah bekas
Pemerintahan marga di Banyuasin kerajaan Sriwijaya yang juga sebelumnya
sudah terbentuk sejak zaman kesultanan merupakan daerah kekuasaan kerajaan
Palembang Darussalam (1455-1825). Majapahit, pada saat itu kadipaten
Pejabat marga waktu itu disebut oleh sultan Palembang, pengungsi pembesar Majapahit
Palembang dengan sebutan Rie atau Rijo tersebut sudah berada di bumi Palembang
(bukan kerio). Jabatan Rie ini terus menerus (sekarang). Mereka menyusuri sungai Musi
berganti-ganti menurut garis keturunan. diantaranya adalah nenek moyang Sako
Anak Rie yang dianggap cakap, dialah yang yaitu Raden Fatahilah (Lazim disebut raden
menjadi Rie pengganti. Akhirnya sekitar Ariodilla). Dari sekian lama perjalanan
tahun 1850 pada zaman kolonial Belanda, menyusuri sungai Musi akhirnya mereka
jabatan Rie berganti menjadi Pesirah Kepala menghulu ke arah Selatan memasuki sungai
Marga. Jika dua periode menjabat kepala Komering (sekarang batanghari Sungai
marga dengan keberhasilannya, pesirah Dua) dan mereka pun memasuki anak
bisa diangkat Belanda menjadi pangeran sungai Komering yaitu sungai Parung

61
(sungai pebatasan Marga Parung Priyayi Tradisi kuno di desa ini menceritakan
dan OKI), menghilir kearah Timur dan di bahwa para leluhur melakukan upacara
ujung sungai Parung inilah nenek moyang rajah dilengkapi dengan sesajian hewan,
Sako bertempat tinggal (7 bersaudara). Di tumbuh-tumbuhan, dan makanan tradisional
sinilah mereka membuka lahan (ladang sepanjang 500 meter. Fungsi dari pada
untuk bercocok tanaman) dan membuat upacara rajah adalah untuk menangkal
tempat pemukiman serta menjadi tempat mara bahaya, musibah, dan pralaya berupa
mereka mencari hidup, tempat ini sekarang serangan binatang buas dan hewan melata,
Tanjung Medu atau Leban Kuning (Kanang, serangan dari musuh berupa peperangan
2010:1-2). antar suku dan antar desa, kebakaran,
Bertahun-tahun mereka bertempat banjir, pertengkaran, pembunuhan, dan
tinggal, berladang dengan berpola ladang tindak kejahatan lainnya. Tradisi ini masih
berpindah-pindah, lama kelamaan hampir bertahan walaupun dalam bentuk
seluruh dataran tinggi diusahakannya disederhanakan dan di Islamkan yang
sehingga menjauhi tempat pemukiman asal sekarang dikenal dengan nama sedekah
dan begitulah cara mereka dan akhirnya dusun desa Sako. Pada zaman sekarang
pindah lagi tempat pemukimannya yaitu sedekah dusun dilaksanakan satu tahun
sekarang dinamakan Semuruk (Rumah sekali yaitu pada saat hari raya.
Buruk). Konon ceritanya Raden Ariodilla
tidak mempunyai keturunan kecuali para D. SIMPULAN
pengikutnya. Demikianlah keseharian hidup Sistem marga sudah sejak lama
nenek moyang kita dari hasil ladangnya berkembang saat kerajaan Sriwijaya atau
mereka jual ke Palembang (masih melalui sebelum kesultanan Palembang
jalur sungai yaitu berperahu) dan dari Darussalam ada. Selain itu daerah Uluan
hubungan perdagangan inilah nenek tidak ditundukkan dengan kekerasan karena
moyang Sako banyak menjalin raja Palembang tidak mempunyai tentara
persahabatan dengan orang-orang yang teratur saat itu.
Kesultanan Palembang, dan ada juga dari Bayuasin sebagai wilayah kekuasaan
anak cucu nenek moyang kita yang menikah kesultanan Palembang Darussalam
dengan keturunan Kesultanan Palembang. termasuk kategori daerah sikep. Sama
Jadi bercampurlah keturunan nenek moyang dengan sistem pemerintahan marga daerah
kita dengan darah Palembang itulah di daerah Uluan, wilayah Banyuasun zaman
dikatakan keturunan nenek moyang Sako marga kesultanan Palembang Darussalam
Japal (Jawa-Palembang). Itulah dari segi tidak mempunyai pemerintahan sendiri,
bahasa terdapat campuran bahasa antara tetapi diperintah langsung oleh jenang atau
bahasa Jawa dan bahasa Palembang. pegawai yang ditunjuk raja Palembang.
Bahasa Jawa diantaranya ending pundit,
kulo nuhun, buri (belakang) dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA
Bahasa Palembang yaitu seperti panggilan
kepada anak laki-laki nak Agus. Agama Amin, Jusna. J. A, dkk. 2016. Mengenal
yang dianut nenek moyang Sako pertama Arsitektur Lanskap Nusantara.
yaitu agama Hindu sesuai dengan pada Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
masa itu kerajaan Majapahit menganut Andaya, Barbara Watson. 2016. Hidup
agama Hindu setelah bergaul dengan Bersaudara. Sumatera Tenggara
orang-orang Kesultanan Palembang Pada Abad XVII dan XVIII.
Darusalam maka berubalah agama yang Yogyakarta: Ombak.
dianut yaitu menjadi Islam (Kanang, 2010:1- Badan Pusat Statistik dan BAPPEDA
2). Kabupaten Banyuasin. 2012.

62
Banyuasin dalam Angka: Banyuasin
in Figures 2012. Banyuasin: Badan
Pusat Statistik dan BAPPEDA
Kabupaten Banyuasin.
Gadjahnata dan Sri Edi Swasono. 1986.
Masuk dan Berkembangnya Islam di
Sumatera Selatan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Hanafiah, Djohan. 1995. Melayu-Jawa: Citra
Budaya dan Sejarah Palembang.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Kanang, Suadi, 2015. Profil Desa Sako
Kecamatan Rambutan Kabupaten
Banyuasin. Banyuasin. Pemerintah
Desa Sako Kecamatan Rambutan
Kabupaten Banyuasin.
Poesponegoro, Marwati Djoened dan
Nugroho Notosusanto. 2011. Sejarah
Nasional Indonesia IV. Jakarta: Balai
Pustaka.
Rangkuti, Nurhadi. 2007. Tabir Pedaban
Sungai Lematang. Palembang: Balai
Arkeologi Palembang.
Rokian, Ajmal. 2014. Sejarah, Khasanah
Budaya dan Profil Potensi Kabupaten
Banyuasin. Banyuasin: Dinas
Pariwisata, Seni, Budaya, Pemuda
dan Olahraga Kabupaten Banyuasin,
Sumatera Selatan.
Santun, Dedi Irwanto Muhammad, dkk.
2016. Iliran dan Uluan Dikotomi dan
Dinamika dalam Sejarah Kultural
Palembang. Yogyakarta: Eja
Publisher.
Tasmalinda dan Parliza Hendrawan. 2013.
Jejak Langkah Amirudin Inoed: 10
Tahun Memimpin Banyuasin.
Lampung: Indepth Publishing.
Utomo, Bambang Budi, dkk. 2012. Kota
Palembang, dari Wanua Sriwijaya
Menuju Palembang Modern.
Palembang: Raja Grafindo Persada.
Wolters, O.W. 2011. Kemaharajaan Maritim
Sriwijaya dan Perniagaan Dunia Abad
III-Abad VII. Depok: Komunitas
Bambu.

63

Anda mungkin juga menyukai