Anda di halaman 1dari 54

Kode Mata Kuliah : PWK1502

Mata Kuliah : Studio Perencanan Kota


Tanggal Penyerahan : 17 Oktober 2018
Dosen : Dr. Ir. Firmansyah, MT.
: Ibnu Kusuma Ardi, ST., MT.
Asisten Dosen : Meyliana Lisanti, ST., M.Si
Sri Tusnaeni Ningsih, ST.

PROPOSAL ASPEK KEBIJAKAN, KELEMBAGAAN DAN


PEMBIAYAAN KAWASAN PERKOTAAN CIPANAS
Tugas ini di susun guna memenuhi nilai mata kuliah Studio Perencanaan Kota

Disusun oleh:
Regita Viani Gulo (163060017)
Parlinda Suryaningsih (163060004)

PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI………………………………………………………...…….............i
DAFTAR TABEL…………………………………………………….…............iii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………….................iv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 4
1.3 Tujuan dan Sasaran ..................................................................................... 5
1.3.1 Tujuan ...............................................................................................5
1.3.2 Sasaran ..............................................................................................5
1.4 Ruang Lingkup Studi .................................................................................. 6
1.4.1 Ruang Lingkup Materi .....................................................................6
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah...................................................................6
1.4.2.1 Ruang Lingkup Wilayah Eksternal .................................... 6
1.4.2.2 Ruang Lingkup Wilayah Eksternal .................................... 9
1.5 Sistematika Penulisan ................................................................................ 12
1.6 Kerangka Pikir.......................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................................14
2.1 Definisi Kebijakan ..................................................................................... 14
2.1.1 Teori Kebijakan ..............................................................................14
2.1.2 Proses Pembuatan Kebijakan .........................................................15
2.2 Definisi Kelembagaan ............................................................................... 16
2.2.1 Kelembagaan Pemerintah ...............................................................17
2.2.2 Kelembagaan Daerah......................................................................17
2.2.3 Kelembagaan Masyarakat ..............................................................18
2.2.4 Karakteristik Kelembagaan ............................................................19
2.3 Definisi Pembiayaan ................................................................................. 20
2.3.1 Sumber – Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah ..................20
2.3.1.1 Sumber Pendapatan Pemerintah ....................................... 20
2.3.1.2 Sumber Pembiayaan Sektor Swasta ................................. 24
2.3.1.3 Sumber Pendapatan Pemerintah dan Swasta .................. 26

i
2.3.2 Teori Keuangan Daerah ................................................................28
2.4 Tinjauan Kebijakan ................................................................................... 30
BAB III METODOLOGI ....................................................................................33
3.1 Metode Pendekatan ................................................................................... 33
3.2 Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 33
3.3 Metode Analisis......................................................................................... 34
3.3.1 Metode Analisis Kebijakan ............................................................34
3.3.2 Metode Analisis Kelembagaan .......................................................34
3.3.3 Metode Analisis Pembiayaan .........................................................35
3.4 Matriks Analisis ........................................................................................ 39
3.5 Kerangka Analisis ..................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. I

ii
DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Luas Perkecamatan Kabupaten Cianjur ................................................... 7


Tabel I.2 Luas Desa Kawasan Perkotaan Cipanas .................................................. 9
Tabel II.1 Prosedur Analisis dan Tahap Pembuatan Kebijakan ............................ 16
Tabel III.1 Matriks Analisis Aspek Kebijakan, Kelembagaan dan Pembiayaan
Kawasan Perkotaan Cipanas .............................................................. 39

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Ruang Lingkup Wilayah Internal ........................................................ 8


Gambar 1.2 Presentase Luas Desa Kawasan Perkotaan Cipanas ............................ 9
Gambar 1.3 Peta Administrasi Kawasan Perkotaan Cipanas .................................11

iv
I BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara
termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan
makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya
(UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang). Untuk mewujudkan ruang
yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan dibutuhkan suatu kebijakan.
Secara etimologis kebijakan merupakan terjemahan dari kata policy yang
berasal dari bahasa Inggris. Kata policy diartikan sebagai sebuah rencana
kegiatan atau pernyataan mengenai tujuan-tujuan, yang diajukan atau diadopsi
oleh suatu pemerintahan, dan partai politik. Menurut James E. Anderson yang
dikutip oleh Irfan Islamy memberikan pengertian kebijakan sebagai serangkaian
tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh
seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.
Pengertian ini mengandung arti bahwa yang disebut kebijakan adalah mengenai
suatu rencana, pernyataan tujuan, kontrak penjaminan dan pernyataan tertulis
baik yang dikeluarkan oleh pemerintah, partai politik, dan lain-lain.
Aspek kebijakan menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin
memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan dapat pula merujuk pada proses
pembuatan keputusan-keputusan penting, termasuk identifikasi berbagai alternatif
seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan
dampaknya. Aspek kebijakan pun mencakup aspek yang lainnya atau sebagai induk
serta pedoman dari berbagai aspek yang ada dalam kajian studio proses
perencanaan ini.
Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang beserta
perbaikannya dalam PP No.13 tahun 2017 yang didalamnya menjelaskan tentang
proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan
ruang. Dalam menyusun dan melaksanakan penataan ruang tersebut tentunya kita
harus melakukan proses perizinan dan administrasi. Dalam proses tersebut

1
kelembagaan dan keuangan berperan penting dalam proses penataan ruang.
Perencanaan merupakan segala sesuatu tindakan yang berkaitan dengan usaha
manusia dalam memenuhi kebutuhan secara lebih efisien.
Schotter (1981) mendefinisikan bahwa kelembagaan merupakan regulasi
atau pengaturan atas tingkah laku manusia yang disepakati oleh semua anggota
masyarakat dan merupakan penata interaksi dalam situasi tertentu yang berulang.
Selain itu, banyak ekonomi berkesimpulan bahwa kegagalan pembangunan
ekonomi umumnya karena kegagalan kelembagaan. Oleh karena itu, suatu lembaga
sangat mempengaruhi dalam perencanaan dan pembangunan ekonomi serta
pembangunan fisik pada suatu wilayah.
Kelembagaan ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu lembaga formal
pemerintahan daerah kabupaten dan lembaga fungsional. Lembaga formal
pemerintahan daerah kabupaten adalah unit yang bertanggung jawab dalam
penataan ruang, yang dalam hal ini adalah Bappeda Kabupaten Cianjur sebagai
lembaga formal yang menangani penataan ruang wilayah Kabupaten Cianjur
lembaga lain yang beranggotakan dinas/ badan/ lembaga kabupaten yang terkait
dengan penataan ruang. Tim ini ditetapkan oleh bupati dalam bentuk surat
keputusan.
Ridwan dan Inge (2003) mendefinisikan keuangan merupakan ilmu dan seni
dalam mengelola uang yang mempengaruhi kehidupan setiap orang dan setiap
organisasi. Keuangan adalah suatu kegiatan perencanaan yang berhubungan
dengan pembiayaan daerahnya. Masalah keuangan di dalam penganggaran dan
pemeriksaan keuangan, pengelolaan pengendalian, pencarian dan penyimpanan
dana yang dimiliki oleh suatu badan atau organisasi-organisasi atau perusahaan.
Manajemen pembiayaan harus mengetahui bagaimana mengelola segala unsur
dan segi keuangan. Oleh karena itu, keuangan merupakan salah satu fungsi
penting dalam mencapai tujuan perencanaan dan pembangunan.
Keuangan atau pembiayaan besarnya pendapatan asli daerah (PAD) yang
diterima oleh daerah merupakan salah satu ukuran tingkat kemandirian suatu
daerah, semakin besar PAD yang diterima oleh suatu daerah berarti semakin
mandiri daerah yang bersangkutan.

2
Menurut UU No. 26 tahun 2007 Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Setiap tahunnya kota dan
perkotaan mengalami suatu perkembangan, perkembangan tersebut terjadi
disebabkan oleh adanya perubahan dari kegiatan penduduk kota serta elemen-
elemen didalam kota tersebut, sehingga dapat diartikan bahwa perkembangan suatu
kota tidaklah statis tetapi dinamis, berubah sesuai dengan perubahan dari kegiatan
penduduk serta elemen-elemen kotanya, yang disertai dengan potensi yang
dimilikinya.
Kabupaten Cianjur, diarahkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional
(Bodebekpunjur) sebagai pengembangan kawasan perkotaan di wilayah Jawa
Barat. Pada Pasal 11 ayat (1) huruf (a) yang berbunyi Pembagian WP sebagaimana
dimaksud pada Pasal 10, terdiri atas WP Bodebekpunjur sebagai pengembangan
kawasan perkotaan di wilayah Jawa Barat dengan kesetaraan fungsi dan peran
kawasan di KSN Jabodetabekpunjur serta antisipatif terhadap perkembangan
pembangunan wilayah perbatasan, meliputi Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Kota
Bekasi, Kabupaten Bekasi, Kota Depok dan sebagian wilayah di Kabupaten
Cianjur. Selain termasuk dalam WP Bodebekpunjur, Kabupaten Cianjur juga
termasuk kedalam WP Sukabumi dan sekitarnya sebagai penjabaran dari Kawasan
Andalan Sukabumi yang antisipatif terhadap perkembangan pembangunan wilayah
perbatasan, meliputi Kota Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, dan sebagian wilayah
di Kabupaten Cianjur. Oleh karena itu Kabupaten Cianjur dapat dibilang daerah
yang cukup strategis untung di kembangkan.
Kecamatan Cipanas dalam RTRW Kabupaten Cianjur termasuk kedalam
Pusat Kegiatan Lokal promosi (PKLp) yang memiliki fungsi utama sebagai
pengolahan hasil pertanian, peternakan, pusat jasa pariwisata, perdagangan dan jasa
dan pusat industri kecil menenga dan Kecamatan Pacet termasuk kedalam Pusat
Pelayanan Kawasan (PPK) serta dalam RPJMD Kabupaten Cianjur kedua
Kecamatatan tersebut termasuk kedalam Wilayah Pembangunan (WP) utara.
Kawasan Perkotaan Cipanas juga dilalui jalan nasional dan memiliki letak yang

3
strategis karena berdekatan dengan Ibukota Kabupaten Cianjur dengan jarak
tempuh 24 KM yang dapat menimbulkan multiplier effect terhadap berbagai sector
antara lain permukiman, mobilitas penduduk yang tinggi dan perekonomian.
Namun Kawasan Perkotaan Cipanas mempunyai arahan yang saling bertabrakan
seperti adanya dua fungsi kawasan Puncak yang ditetapkan dalam RTRWN, yaitu
kawasan dengan fungsi konservasi dan sebagai kawasan andalan secara ekonomi,
telah mempersulit penetapan kebijakan pengembangan kawasan Puncak-Cianjur
(Kecamatan Cugenang, Pacet, Cipanas, dan Sukaresmi)
Oleh karena itu dalam kegiatan Studio Perencanaan Kota kali ini diharapkan
dapat mengidentifikasi dan menganalisis kebijakan-kebijakan, kelembagaan serta
pembiayaan perencanaan Kawasan Perkotaan Cipanas berdasarkan tinjauan dari
setiap Aspek Kebijakan, Kelembagaan dan Pembiayaan berdasarkan pada
perkembangan perkotaan untuk mencapai tujuan yakni munculnya konsep
pengembangan kawasan perkotaan.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang berada di Kawasan Perkotaan Cipanas ini
adalah:
 Kebijakan
Berdasarkan RPJMD Kabupaten Cianjur tahun 2016 - 2021 menyatakan
bahwa terdapat dua fungsi kawasan Puncak yang ditetapkan dalam RTRWN, yaitu
kawasan dengan fungsi konservasi dan sebagai kawasan andalan secara ekonomi,
dimana hal tersebut telah mempersulit penetapan kebijakan pengembangan
kawasan Puncak-Cianjur (Kecamatan Cugenang, Pacet, Cipanas, dan Sukaresmi).

 Kelembagaan
Tidak terkoneksinya tupoksi antara lembaga pusat dan lembaga daerah
sehingga menyebabkan proyek agropolitan Cipanas terbengkalai. (Mukminin, Ferri
Amiril. 2018. Proyek Agropolitan Senilai Rp. 3,2 M Terbengkalai, Bangunan Tak
Terurus Mulau Tumbuh Ilalang. http://jabar.tribunnews.com/2017/11/06/proyek-
agropolitan-senilai-rp-32-m-terbengkalai-bangunan-tak-terurus-mulai-tumbuh-
ilalang. Diakses pada 3 Oktober 2018.)

4
1.3 Tujuan dan Sasaran
Adapun tujuan dan sasaran dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam studio perencanaan Kota ini adalah
untuk mengidentifikasi karakteristik, potensi, masalah aspek kebijakan,
kelembagaan, dan pembiayaan di Kawasan Perkotaan Cipanas.

1.3.2 Sasaran
Untuk memudahkan dalam mengidentifikasi karakteristik wilayah maka
dibentuklah sasaran yang akan dicapai dalam studi ini yaitu :
1. Kebijakan
a. Teridentifikasinya kebijakan eksternal yang mempengaruhi perkembangan
Kawasan Perkotaan Cianjur Kabupaten Cianjur.
b. Teridentifikasinya kebijakan internal yang ada di Kawasan Perkotaan
Cipanas Kabupaten Cianjur.
c. Teridentifikasinya kesesuaian arahan kebijakan kondisi dengan eksisting di
Kawasan Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur.
d. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah kebijakaan Kawasan
Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur.

2. Kelembagaan
a. Teridentifikasinya lembaga pemerintahan, swasta maupun masyarakat yang
ada di Kawasan Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur beserta program-
programnya.
b. Teridentifikasinya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas antara
lembaga di Kawasan Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur.
c. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah kelembagaan Kawasan
Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur.

3. Pembiayaan
a. Tengidentifikasinya sumber dan alokasi keuangan baik dari Pemerintah,
Swasta, dan juga Masyarakat.

5
b. Teridentifikasinya Kemandirian, Keamanan dan Kesehatan pembiayaan
di Kawasan Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur.
c. Teridentifikasinya hasil analisis potensi dan masalah pembiayaan Kawasan
Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur.

1.4 Ruang Lingkup Studi


1.4.1 Ruang Lingkup Substansi
Adapun ruang lingkup materi aspek kebijakan, kelembagaan dan
pembiayaan sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi kebijakan eksternal dan internal dari sisi sektoral maupun
spasial yang mempengaruhi perkembangan Kawasan Perkotaan Cipanas
Kabupaten Cianjur, serta mengidentifikasi kesesuaian arahan penataan ruang
berdasarkan kebijakan yang berlaku dengan kondisi eksisting.
b. Mengidentifikasi peranan lembaga yang berkaitan dengan penataan ruang, baik
dari pemerintah, swasta atau pun masyarakat, serta mengidentifikasi penataan
ruang yang dilaksanakan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat seta
melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan jaminan
kepastian hukum dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
c. Mengidentifikasi sumber dan alokasi pembiayaan baik dari pihak pemerintah,
swasta, maupun masyarakat guna membantu keberhasilan pembangunan di
Kabupaten Cianjur.

1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah


1.4.2.1 Ruang Lingkup Wilayah Eksternal
Kabupaten Cianjur secara geografis terletak pada koordinat 106o 42’- 107o
25’ Bujur Timur dan 6o 21’-7o 25’ Lintang Selatan. Secara administrasi Kabupaten
Cianjur memiliki 32 Kecamatan dengan luas wilayah keseluruhan 361.345 Ha.
Dengan batas – batas wilayah daerah meliputi:
 Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta
 Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bandung
Barat, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Garut.

6
 Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Hindia
 Sebelah barat Berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor.
Adapun rincian luas kecamatan di Kabupaten Cianjur dapat dilihat pada
tabel 1.1 dibawah ini.
Tabel I.1 Luas Perkecamatan Kabupaten Cianjur
No. Kecamatan Luas (Ha) %
1. Agrabinta 19.693,29 5,45
2. Bojongpicung 8.801,11 2,44
3. Campaka 14.320,59 3,96
4. Campakamulya 7.399,55 2,05
5. Cianjur 2.605,01 0,72
6. Cibeber 12.426,22 3,44
7. Cibinong 23.439,81 6,49
8. Cidaun 29.815,76 8,25
9. Cijati 4.806,19 1,33
10. Cikadu 18.794,72 5,20
11. Cikalongkulon 14.403,06 3,98
12. Cilaku 5.234,02 1,45
13. Cipanas 6.704,05 1,85
14. Ciranjang 3.470,60 0,96
15. Cugenang 7.585,38 2,10
16. Gekbrong 5.042,84 1,40
17. Haurwangi 4.600,33 1,27
18. Kadupandak 10.424,05 2,88
19. Karangtengah 4.834,83 1,34
20. Leles 11.429,15 3,16
21. Mande 9.839,86 2,72
22. Naringgul 27.985,67 7,74
23. Pacet 4.154,32 1,15
24. Pagelaran 19.876,61 5,50
25. Pasirkuda 11.467,07 3,17
26. Sindangbarang 16.346,75 4,52
27. Sukaluyu 4.784,58 1,32
28. Sukanagara 17.341,01 4,80
29. Sukaresmi 9.181,20 2,54
30. Takokak 14.164,73 3,92
31. Tanggeung 5.958,35 1,65
32. Warungkondang 4.504,31 1,25
Total 36.1435 100
Sumber: RTRW Kabupaten Cianjur dan Analisis GIS 2018

7
Gambar 1.1 Ruang Lingkup Wilayah Internal

8
1.4.2.2 Ruang Lingkup Wilayah Internal
Adapun ruang lingkup kawasan kajian sendiri difokuskan pada Kawasan
Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur. Kawasan tersebut terletak pada Kabupaten
Cianjur bagian utara. Kawasan Perkotaan Cipanas meliputi 8 (delapan) desa yang
tersebar di Kecamatan Cipanas dan Kecamatan Pacet yakni Desa Cipanas, Desa
Palasari, Desa Sindanglaya, Desa Gadog, sebagian Desa Cimacan, sebagian Desa
Sindangjaya, sebagian Desa Ciherang dan sebagian Desa Cipendawa dengan total
luas kawasan sebesar 4.007,47 Ha, dengan batas wilayah sebagai berikut:
 Sebelah Utara: Desa Batulawang Kecamatan Cipanas
 Sebelah Timur: Desa Cibodas dan Desa Sukagalih Kecamatan Pacet
 Sebelah Selatan: Desa Ciputri Kecamatan Pacet
 Sebelah Barat: Kabupaten Bogor
Tabel I.2 Luas Desa Kawasan Perkotaan Cipanas
No. Kecamatan Desa Luas (Ha)
Cipanas 123,60
Palasari 366,98
1. Cipanas Sebagian Cimacan 479,41
Sebagian Sindangjaya 1.127,79
Sindanglaya 230,67
Gadog 185,56
2. Pacet Sebagian Ciherang 686,63
Sebagian Cipendawa 806,83
Total 4.007,47
Sumber: Hasil Analisis GIS 2018

Gambar 1.2 Presentase Luas Desa Kawasan Perkotaan Cipanas


3%
9% Cipanas
20%
Palasari
12% Sebagian Cimacan
Sebagian Sindangjaya
Sindanglaya
17%
Gadog
Sebagian Ciherang
5% 28% Sebagian Cipendawa
6%

Sumber: Hasil Analisis GIS 2018

9
Dari tabel dan grafik diatas dapat dilihat bahwa desa terluas pada Kawasan
Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur adalah sebagian Desa Sindangjaya yang
mempunyai luas 1.127,79 Ha setara dengan 28% dari luas keseluruhan, sedangkan
desa dengan luas terendah adalah Desa Cipanas yang mempunyai luas 123,60 Ha
setara dengan 3% dari total luas keseluruhan.

10
Gambar 1. 3
Peta Administrasi Kawasan Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur

11
1.5 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah memahami studi yang akan dilakukan maka
rencana penulisan studi ini akan disusun dengan sistematika sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan
Berisikan Latar Balakang, Rumusan Permasalahan, Tujuan dan Sasaran, Ruang
Lingkup, Sistematika Penulisan, serta Kerangka Berfikir.
BAB II Tinjauan Teori
Menjelaskan mengenai Teori yang terkait dengan Aspek Kebijakan,
Kelembagaan dan Pembiayaan.
BAB III Metodologi
Menjelaskan mengenai metode pendekatan, metode pengumpulan data, metode
analisis, matriks analisis, dan kerangka analisis.

12
1.6 Kerangka Pikir
Kebijakan :
 UU No 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Latar Belakang : Kecamatan Cipanas dalam RTRW Kabupaten Cianjur termasuk kedalam Pusat Rumusan Masalah :
 PP No.13 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Kegiatan Lokal promosi (PKLp) yang memiliki fungsi utama sebagai pengolahan hasil pertanian, 1. Kebijakan: Terdapat dua fungsi kawasan Puncak yang ditetapkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 peternakan, pusat jasa pariwisata, perdagangan dan jasa dan pusat industri kecil menenga dan RTRWN, yaitu kawasan dengan fungsi konservasi dan sebagai kawasan andalan
Kecamatan Pacet termasuk kedalam Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) serta dalam RPJMD secara ekonomi, telah mempersulit penetapan kebijakan pengembangan
Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Kabupaten CIanjur kedua Kecamatatan tersebut termasuk kedalam Wilayah Pembangunan (WP) kawasan Puncak-Cianjur
 PPRI No.26 Tahun 2008 RTRW Nasional utara. Kawasan Perkotaan Cipanas juga dilalui jalan nasional dan memiliki letak yang strategis 2. Kelembagaan: Tidak terkoneksinya tupoksi antara lembaga pusat dan lembaga
 RTRW Provinisi Jawa Barat 2009 - 2029 karena berdekatan dengan Ibukota Kabupaten Cianjur dengan jarak tempuh 24 KM yang dapat daerah sehingga menyebabkan proyek agropolitan Cipanas terbengkalai
menimbulkan multiplier effect terhadap berbagai sector antara lain permukiman, mobilitas
 RTRW Kabupaten Cianjur 2011 - 2031
penduduk yang tinggi dan perekonomian. Namun Kawasan Perkotaan Cipanas mempunyai arahan
 RPJMD Kabupaten Cianjur 2016 - 2021 yang saling bertabrakan seperti adanya dua fungsi kawasan Puncak yang ditetapkan dalam RTRWN,
 Rencana dan Strategi yaitu kawasan dengan fungsi konservasi dan sebagai kawasan andalan secara ekonomi,
Sasaran :
1. Kebijakan
Tujuan : Mengidentifikasi karakteristik wilayah, a. Teridentifikasinya kebijakan eksternal
potensi dan masalah yang ditinjau dari aspek b. Teridentifikasinya kebijakan internal
kebijakan dan kelembagaan dan pembiayaan. c. Teridentifiksasinyai kesesuaian arahan kebijakan kondisi eksisting
2. Kelembagaan
Data :
a. Teridentifikasinya lembaga pemerintahan, swasta maupun masyarakat
• RTRW Provinisi Jawa Barat 2009 - 2029 b. Teridentifikasinya koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergitas antara lembaga
• RTRW Kabupaten Cianjur 2011 - 2031 3. Pembiayaan
• RPJMD Kabupaten Cianjur 2016 - 2021 a. Tengidentifikasi sumber dan alokasi keuangan baik dari Pemerintah, Swasta, dan
• RENSTRA juga Masyarakat.
b. Teridentifikasinya Keamanan, Kesehatan dan Kemandirian keuangan Kawasan
Input • Cianjur Dalam Angka
Perkotaan Cipanas

Metode Analisis
Proses

Kelembagaan Pembiayaan
Kebijakan

Performance : menunjukkan Analisis Kemandirian suatu Analisis Kesehatan


Structure : mengacu pada pola wujud kegiatan yang sudah daerah dapat dilihat dari proporsi Deskripsi melihat
Deskripsi :
Evaluasi : hubungan funsional antara suatu dikerjakan kelembagaan dan pendapatan asli daerah yang perbandingan antara besar
menyediakan pengetahuan yang
membuahkan pengetahuan yang fenomena dengan fenomena lain melibatkan pertisipasi dihasilkan terhadap pendapatan pendapatan dan pengeluaran
relevan dengan kebijakan tentang
relevan dengan kebijakan tentang dalam satu satuan kegiatan. kelompok dan kualitas hasil. total daerah, Diantaranya:
akibat dari dari kebijakan yang
diambil sebelumnya
ketidaksesuaian antara kinerja • Desentralisasi fiscal
kebijakan yang diharapkan dengan • Kebutuhn fiscal Analisis Keamanan Deskripsi
yang benar-benar dihasilkan • Kapasitas fiscal melihat dari nilai cadangan yang
Conduct : menunjukkan perilaku personal dalam berada di APBD
menjalankan organisasi kelembagaan. • Upaya fiscal

Output Teridentifikasinya Karakteristik, Masalah dan Potensi Kawasan Perkotaan Cipanas


13
II BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Kebijakan


Secara harfiah ilmu kebijakan adalah terjemahan langsung dari kata policy
science (Dror, 1968: 6-8). Beberapa penulis besar dalam ilmu ini, seperti William
Dunn, Charles Jones, Lee Friedman, dan lain-lain, menggunakan istilah public
policy dan public policy analysis dalam pengertian yang tidak berbeda. Istilah
kebijakan atau sebagian orang mengistilahkan kebijaksanaan seringkali disamakan
pengertiannya dengan policy. Hal tersebut barangkali dikarenakan sampai saat ini
belum diketahui terjemahan yang tepat istilah policy ke dalam Bahasa Indonesia.
Menurut Hoogerwerf dalam Sjahrir pada hakekatnya pengertian kebijakan adalah
semacam jawaban terhadap suatu masalah, merupakan upaya untuk memecahkan,
mengurangi, mencegah suatu masalah dengan cara tertentu, yaitu dengan tindakan
yang terarah (Hoogerwerf dalam Sjahrir 1988: 66).
Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana
terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan
(kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam
mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.(Friedrich (1969) dalam
Agustino 2008:7).

2.1.1 Teori Kebijakan


Menurut E.S. Quade (Alm.), mantan kepala Departemen Matematika di
perusahaan Rand, menjelaskan bahwa analisis kebijakan adalah: Suatu bentuk
analisis yang menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga
dapat memberi landasan dari para pembuat kebijakan dalam membuat keputusan.
Analisis kebijakan pada dasarnya merupakan suatu proses kognitif,
sementara pembuatan kebijakan bersifat politis. Banyak faktor selain dari
metodologi yang menentukan cara-cara bagaimana analisis kebijakan digunakan
dalam proses pembuatan kebijakan.

14
2.1.2 Proses Pembuatan Kebijakan
Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum
yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah, yaitu:
 Definisi, Definisi (perumusan masalah) menghasilkan informasi mengenai
kondisi-kondisi yang menimbulkan masalah;
 Prediksi, Prediksi (peramalan) menghasilkan informasi mengenai
konsekuensi di masa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan
(sekarang);
 Preskripsi, Preskripsi (Rekomendasi) menghasilkan informasi mengenai
nilai kegunaan relatif dari konsekuensi di masa depan dari suatu pemecahan
masalah;
 Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif
kebijakan; dan
 Evaluasi, Evalusai menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan
dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.
Dengan kelima prosedur Analisis tersebut, diperoleh lima tipe (macam)
informasi kebijakan, yaitu:
 Masalah Kebijakan, kebutuhan, nilai atau kesempatan yang tidak terealisir
(meskipun teridentifikasi) dapat diatasi melalui tindakan publik;
 Masa Depan Kebijakan; pilihan (alternatif) kebijakan dan prediksi
kosekuensi yang ditimbulkannya;
 Aksi Kebijakan, serangkaian tindakan kompleks yang dituntut oleh
alternatif- alternatif kebijakan yang dirancang untuk mencapai nilai-nilai
tertentu;
 Hasil Kebijakan, konsekuensi yang teramati dari suatu aksi kebijakan;
 Kineja Kebijakan; suatu derajat dimana hasil kebijakan tertentu memberi
kontribusi terhadap pencapaian nilai-nilai.
Kelima Prosedur metodologis Analisis kebijakan tersebut, sejajar
(paralel) dengan tahap-tahap Pembuatan Kebijakan. Dunn membuat kesamaan

15
prosedur analisis kebijakan dengan Tahap Pembuatan Kebijakan sebagaimana
matriks di bawah ini:

Tabel II.1
Prosedur Analisis dan Tahap Pembuatan Kebijakan
Prosedur Analisis Kebijakan Tahap Pembuatan Kebijakan
Definisi (Perumusan Masalah) Penyusunan Agenda
Prediksi (Peramalan) Formulasi Kebijakan
Preskripsi (Rekomendasi) Adopsi Kebijakan
Deskripsi (Pemantauan) Implementasi Kebijakan
Penilaian Penilai Kebijakan
Sumber : William Dunn, 1994

Jadi, menurut Dunn, proses pembuatan kebijakan (Policy Making


Process) pada dasarnya merupakan proses politik yang berlangsung dalam
tahap-tahap tertentu yang saling bergantung, yaitu penyusunan agenda
kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan,
dan penilaian.

2.2 Definisi Kelembagaan


Menurut Ruttan dan Hayami (1984), lembaga adalah aturan di dalam suatu
kelompok masyarakat atau organisasi yang menfasilitasi koordinasi antar
anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan di mana setiap orang dapat
bekerja sama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan
bersama yang diinginkan.
Kelembagaan mengandung dua aspek yakni ”aspek kultural” dan ”aspek
struktural”. Aspek kultural terdiri dari hal-hal yang lebih abstrak yang menentukan
“jiwa” suatu kelembagaan yaitu nilai, norma, dan aturan, kepercayaan, moral, ide,
gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi, dan lain-lain. Sementara, aspek
struktural lebih statis, yang berisi struktur, peran, hubungan antar peran, integrasi
antar bagian, struktur umum, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan
tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, profil, kekuasaan, dan lain-lain.

16
2.2.1 Kelembagaan Pemerintah
Kelembagaan pemerintah merupakan lembaga pemerintahan atau
“Civilizated Organization” dimana lembaga tersebut dibuat oleh negara, dari
negara, dan untuk negara dimana bertujuan untuk membangun negara itu sendiri.
Tugas Umum Lembaga Negara yaitu antara lain :
 Menjaga kestabilan atau stabilitas keamanan, politik, hukum, ham, dan
budaya.
 Menciptakan suatu lingkungan yang kondusif, aman, dan harmonis
 Menjadi badan penghubung antara negara dan rakyatnya
 Menjadi sumbur inspirator dan aspirator rakyat
 Memberantas tindak pidana korupsi, kolusi, maupun nepotisme
 Membantu menjalankan roda pemerintahan negara
Beberapa Contoh Lembaga Pemerintah :
 DPR(Dewan perwakilan rakyat) bertugas membentuk undang-undang untuk
menampung segala usulan dari rakyat.
 MPR(Majelis permusyawaraan rakyat) yang bertugas mengatur keamanan
dan stabilitas negara
 TNI(Tentara nasional Indonesia) bertugas untuk mengatur keamanan dan
stabilitas negara.
 PN(Pengadilan negeri) bertugas untuk menghukum atau mengadili
masalah- masalah yang berkaitan dengan hukum perdata maupun pidana.
 KPK(Komisi pemberantasan korupsi bertugas untuk memberantas para
pelaku yang melakukan tindakan pidana korupsi.
 BPK(Badan pemeriksa keuangan) bertugas untuk memeriksa uang negara.

2.2.2 Kelembagaan Daerah


Kelembagaan Daerah adalah lembaga yang unsur pelaksanaanya oleh
pemerintah daerah dan dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada gubernur melalui sekretaris daerah Kelembagaan daerah
mempunyai tugas melaksanakan tugas tertentu yang karena sifatnya tidak tercakup
oleh sekretariat daerah dan dinas daerah dalam lingkup tugasnya. Tugas tersebut

17
meliputi: bidang penelitian dan pengembangan, perencanaan, pengawasan,
pendidikan dan pelatihan, perpustakaan, kearsipan dan dokumentasi,
kependudukan, dan pelayanan kesehatan. Kelembagaan daerah juga
menyelenggarakan fungsi: perumusan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup
tugasnya, serta penunjang penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Contoh Lembaga Teknis Daerah, yaitu:
 BAPPEDA (Badan perencanaan pembangunan daerah)
 BKD (Badan kepegawaian daerah)
 Badan pelayanan kesehatan rumah sakit daerah
 Kantor satuan polisi pamong praja

2.2.3 Kelembagaan Masyarakat


Kelembagaan Masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra Pemerintah Desa
dalam memberdayakan masyarakat.
Kelembaga kemasyarakatan yang ditetapkan dengan peraturan desa
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, yaitu mengacu pada “Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9
Tahun 2011 Tentang: Lembaga Kemasyarakatan di Desa dan Kelurahan”.
Maksud Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan yaitu untuk memelihara dan
melestarikan nilai-nilai kegotong-royongan, menumbuh kembangkan peran
serta masyarakat secara optimal dan membantu kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan secara lebih
berdaya guna dan berhasil guna serta membantu pemerintah dalam rangka
meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Tujuan Pembentukan Lembaga Kemasyarakatan yaitu untuk
meningkatkan peran serta masyarakat dalam, membantu kelancaran
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan serta
menciptakan kondisi dinamis untuk pemberdayaan masyarakat. Kelembagaan
masyarakat sebagaimana dimaksud atas terdiri dari :
 Rukun Tetangga (RT);

18
 Rukun Warga (RW);
 Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD);
 PKK;
 Karang Taruna;
 Lembaga-lembaga lain sesuai kebutuhan

2.2.4 Karakteristik Kelembagaan


Kelembagaan terdiri dari beberapa lembaga yang saling berkaitan satu
sama lain. Kelembagaan desa dalam keadaan aktif, hal ini terlihat dari
berlangsungnya kegiatan yang dilakukan lembaga. Dari beberapa lembaga,
Lembaga pengurus desa merupakan salah satu lembaga yang paling aktif.
Lembaga pengurus desa berperan untuk penyalur aspirasi masyarakat dan
melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Institusi bersifat dinamis. Keberadaannya dalam sebuah komunitas
selalu berubah, beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi dalam komunitas
tersebut. Berdasarkan atas cepat atau lambatnya perubahan, Oliver Wiliamson
menganalisis perubahan institusi dalam empat tingkatan (Williamson, 2000),
yaitu perubahan kelembagaan yang terjadi pada:
 Level sosial (masyarakat)
 Level kelembagaan formal (formal institutional environment)
 Level tata kelola (governance)
 Perubahan bersifat kontinyu
Yang dimaksud perubahan kelembagaan pada level masyarakat adalah
perubahan yang terjadi pada kelembagaan yang keberadaannya telah menyatu
dalam sebuah masyarakat (social embeddedness) seperti norma, kebiasaan,
tradisi, hukum adat, dll. Perubahan kelembagaan pada level ini berlangsung
sangat lambat sehingga para ahli ekonomi kelembagaan tidak menganggapnya
variabel analisis yang berpengaruh terhadap performa ekonomi. Pada level ini,
perubahan kelembagaan dapat berlangsung dalam waktu yang sangat lama,
antara 100 sampai 1000 tahun.

19
2.3 Definisi Pembiayaan
Secara etimologi pembiayaan berasal dari kata biaya, yaitu membiayai
kebutuhan usaha. Dalam arti sempit, pembiayaan dipakai untuk mendefinisikan
pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan. Pembiayaan secara luas
berarti financing atau pembelanjaan yaitu pendanaan yang dikeluarkan untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun
dikerjakan oleh orang lain.

2.3.1 Sumber – Sumber Pembiayaan Pembangunan Daerah


Secara teoritis, modal bagi pembiayaan pembangunan dapat diperoleh
dari 3 sumber dasar :
 Pemerintah/public
 Swasta/private
 Gabungan antara pemerintah dengan swasta

2.3.1.1 Sumber Pendapatan Pemerintah


Sumber pendapatan Pemerintah dapat digolongkan sebagai berikut:
a. PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Pendapatan asli daerah terdiri atas pajak, retribusi, perusahaan milik
Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah lainnya.
1. Pajak merupakan iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-
undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa
secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma
hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif
untuk mencapai kesejahteraan umum. Pajak juga merupakan instrumen
keuangan konvensional yang sering digunakan di banyak negara.
Penerimaan pajak digunakan untuk membiayai prasarana dan pelayanan
perkotaan yang memberikan manfaat bagi masyarakat umum, yang biasa
disebut juga sebagai "public goods". Penerimaan pajak dapat digunakan
untuk membiayai satu dari 3 pengeluaraan, yaitu: untuk membiayai biaya
investasi total ("pay as you go"), untuk membiayai pembayaran hutang
("pay as you use") dan menambah dana cadangan yang dapat digunakan

20
untuk investasi di masa depan.

2. Retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atau jasa atau


pemberian izin tertentu yang khususnya disediakan dan/ atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk Kepentingan orang Pribadi Atau Badan.
Secara teoritis retribusi mempunyai 2 fungsi, yaitu:
 Sebagai alat untuk mengatur (mengendalikan) pemanfaatan prasarana dan
jasa yang tersedia; dan
 Merupakan pembayaran atas penggunaan prasarana dan jasa.
Untuk wilayah perkotaan jenis retribusi yang umum digunakan misalnya
air bersih, saluran limbah, persampahan dan sebagainya. Pengenaan
retribusi sangat erat kaitannya dengan prinsip pemulihan biaya (cost
recovery), dengan demikian retribusi ini ditujukan untuk menutupi biaya
operasi, pemeliharaan, depresiasi dan pembayaran hutang. Adapun tarif
retribusi umumnya bersifat proporsional, dimana tarif yang sama
diberlakukan untuk seluruh konsumen, terlepas dari besarnya konsumsi
masing-masing konsumen.

3. Lain-lain pendapatan Asli Daerah yang sah


Yang dimaksud dengan lain-lain pendapatan asli daerah adalah merupakan
dana yang didapat dari sumber lainnya Seperti:
 Dana hibah,
 Dana Darurat, berasal dari APBN, Prosedur dan tata cara penyaluran Dana
Darurat sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN,
 Dan penerimaan lainnya

b. Dana Perimbangan
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan
APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah
dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri dari:
1. Bagian Daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan
dan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan dari sumber daya

21
alam, dimana:
 Penerimaan Negara dari Pajak Bumi dan Bangunan dibagi dengan
imbangan 10% Pemerintah Pusat dan 90% untuk Daerah.
 Penerimaaan Negara dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
dibagi dengan imbangan 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk
Daerah. 10% (sepuluh persen) penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
dan 20% (dua puluh persen) penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan yang menjadi bagian dari Pemerintah Pusat dibagikan
kepada seluruh Kabupaten dan Kota.
 Penerimaan negara dari sumber daya alam sektor kehutanan, sector
pertambangan umum, dan sektor perikanan dibagi dengan imbangan
20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Daerah.
 Penerimaan Negara dari sumber daya alam sektor pertambangan
minyak dan gas alam yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang
bersangkutan dibagi dengan imbangan sebagai berikut:
 Penerimaan Negara dari pertambangan minyak bumi yang berasal
dari wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 85%
untuk Pemerintah Pusat dan 15% untuk Daerah.
 Penerimaan Negara dari pertambangan gas alam yang berasal dari
wilayah Daerah setelah dikurangi komponen pajak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dibagi dengan imbangan 70%
untuk Pemerintah Pusat dan 30% untuk Daerah

c. Dana Alokasi Umum


Dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi. Dana Alokasi
Umum untuk Daerah Propinsi dan untuk Daerah Kabupaten/Kota ditetapkan
masing-masing 10% dan 90% dari Dana Alokasi Umum.

22
d. Dana Alokasi Khusus.
DAK adalah dana yang berasal dari APBN, yang dialokasikan kepada
Daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. Dana Alokasi
Khusus termasuk yang berasal dari dana reboisasi. Dana reboisasi dibagi
dengan imbangan: 40% dibagikan kepada Daerah penghasil sebagai Dana
Alokasi Khusus dan sebesar 60% untuk Pemerintah Pusat.

e. Pinjaman Daerah
Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri untuk
membiayai sebagian anggarannya. Apabila akan melakukan pinjaman luar
negeri maka harus melalui pemerintah pusat. Peminjaman yang dilakukan dapat
berupa pinjaman jangka panjang dan jangka pendek dimana :
 Pinjaman jangka panjang guna membiayai pembangunan prasarana yang
merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk
pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan
masyarakat.
 Pinjaman jangka pendek guna pengaturan arus kasdalam rangka
pengelolaan kas Daerah.

Akan tetapi peminjaman yang dilakukan harus melalui persetujuan


DPRD, dengan memperhatikan kemampuan daerahnya untuk memenuhi
kewajiban. Daerah sendiri dilarang melakukan pinjaman yang menyebabkan
terlampauinya batas jumlah Pinjaman Daerah yang ditetapkan, melakukan
perjanjian yang bersifat penjaminan sehingga mengakibatkan beban atas
keuangan Daerah.
Dana yang telah dipinjam menjadi kewajiban daerah, Semua
pembayaran yang menjadi kewajiban Daerah atas Pinjaman Daerah
merupakan salah satu prioritas dalam pengeluaran APBD. Dalam hal Daerah
tidak memenuhi kewajiban pembayaran atas Pinjaman Daerah dari
Pemerintah Pusat, maka Pemerintah Pusat dapat memperhitungkan kewajiban
tersebut dengan Dana Alokasi Umum kepada Daerah.
Pinjaman,merupakan instrumen keuangan yang bersifat konvensional.

23
Secara umum pinjaman mempunyai jangka waktu lebih pendek dan relatif
lebih mahal dibandingkan dengan obligasi. Namun demikian, pemerintah atau
perusahaan daerah bisa melakukan pinjaman tidak hanya dalam bentuk
pinjaman komersial, tetapi dapat juga dalam bentuk pinjaman non komersial,
baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri (melalui
pemerintah pusat).

2.3.1.2 Sumber Pembiayaan Sektor Swasta


a. Corporate Social Responsibility (CSR)
CSR sebagai sumber alternatif pembiayaan non-APBD. Untuk
mencapai tujuan tersebut, maka perlu disusun suatu skema yang dapat diterima
oleh keduabelah pihak. Penyusunan skema tersebut perlu memperhatikan tiga
(3) pilar utama.
 Pilar 1: Pelaksanaan CSR harus didasarkan pada paradigma bahwa
keberadaan dana CSR tidak dipahami sebagai sumber penerimaan bagi
APBD, namun harus lebih diletakkan pada perannya dalam mengurangi
beban pemerintah daerah dalam pembiayaan pembangunan.
 Pilar 2: Pelaksanaan CSR ini merupakan bagian yang terintegrasi dengan
pendekatan perencanaan pembangunan yang bersifat bottom-up (bottom-
up planning), dimana program Kabupaten disusun berdasarkan kehendak
masyarakat.
 Pilar 3: CSR harus mampu mengakomodasi kondisi dan karakteristik
pelaksanaan CSR yang berkembang di masyarakat.

Terdapat dua (2) alternatif skema CSR yang memungkinkan untuk


diimplementasikan, yaitu: Model Partisipatif Pasif dan Model Partisipatif
Aktif. Dikatakan partisipatif karena pelaksanaan kedua model tersebut
dicangkokkan pada mekanisme perencanaan pembangunan daerah yang
bersifat bottom-up.
a. Pada Model Partisipatif Pasif, Desa diharapkan telah membuat
perencanaan pembangunan tahunan yang dilengkapi dengan sumber
pembiayaannya, termasuk yang dibiayai melalui skema/program CSR

24
yang telah dilakukan oleh perusahaan. Pembicaraan dan proses
negosiasi pembiayaan kegiatan melalui CSR diserahkan kepada pihak
Pemerintah Desa dan Perusahaan.
b. Pada Model Partisipatif Aktif, perusahaan bersama pihak-pihak terkait
melakukan proses aktif untuk melakukan proses negosiasi dan
distribusi serta alokasi dana CSR melalui sebuah forum yang dibentuk
untuk tujuan tersebut. Penguatan kelembagaan menjadi syarat penting
bagi suksesnya skema pelaksanaan CSR ini.

Berdasarkan hasil di atas maka dalam rangka mengoptimalkan


alternatif sumber pembiayaan pembangunan daerah diperlukan langkah-
langkah berikut: (i) pemetaan program CSR berdasarkan wilayah untuk
mengetahui hambatan dan potensi daerah dalam mengoptimalkan peran CSR
dalam pembiayan pembangunan daerah (ii) melakukan penguatan
kelembagaan pemerintahan Desa melalui edukasi dan pendampingan dalam
menyusun RKAT (Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan) dengan
memanfaatkan berbagai alternatif sumber pembiayaan secara optimal. Hal ini
sangat relevan diterapkan pada Model Partisipasi Pasif, (iii) membentuk
Forum Pelaksana CSR bagi kawasan atau daerah yang sesuai untuk
diterapkannya model Partisipasi Aktif, (iv) melakukan optimalisasi
Pendapatan Asli Daerah (PAD) diantaranya melalui intensifikasi penerimaan
pajak danretribusi serta pemanfaatan aset daerah dengan skema Public Private
Partnership (PPP) untuk meningkatkan kemandirian fiskal daerah dalam
mendukung pembiayaan pembangunan.

b. Investasi
Sebagaimana yang telah di ketahui investasi sangat berpengaruh besar
terhadap pembangunan ekonomi, Semakin banyak investasi dalam negeri
semakin besar pula kesempatan Negara kita untuk membangun ekonomi dalam
negeri.

25
2.3.1.3 Sumber Pendapatan Pemerintah dan Swasta
a. Public Private Patnership (PPP)
Konsep “Public-Private Patnership” (PPP) sebagai alternatif
penyediaan infrastruktur. Public-Private Partnership dapat digambarkan pada
sebuah spektrum dan kemungkinan hubungan antara public dan private actors
untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang dapat diperoleh
pada hubungan ini adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan
teknologi, kemampuan pada pengaturan efisiensi, semangat enterpreneurship,
yang dikombinasikan dengan tanggung jawab sosial, kepedulian pada
lingkungan, dan pengetahuan budaya lokal. Namun demikian, dengan adanya
proyek PPP tentu akan berdampak terhadap APBN, di sisi pendapatan maupun
belanja. Di sisi pendapatan, pihak investor berupaya agar proyek
kerjasamanyanya bisa memperoleh dukungan pemerintah. Berdasarkan uraian
di atas, maka pembiayaan pembangunan dengan menggunakan skema PPP
perlu pertimbangan yang matang dengan memperhitungkan segala aspek, baik
kondisi kesiapan daerah maupun politik. Hal tersebut diperlukan untuk
menjamin kepastian hukum bagi pihak swasta maupun pemerintah daerah.
Salah satu potensi yang dapat dimanfaatkan adalah dengan
mengoptimalkan partisipasi masyarakat dunia usaha sebagai bagian dari
pemangku kepentingan (stakeholders) di daerah untuk terlibat lebih aktif
dalam mencari solusi atas permasalahan fiskal daerah. Peningkatan kerjasama
antara pemerintah dan swasta diantaranya melalui skema Public Private
Partnership (PPP) atau selanjutnya disebut sebagai Kerjasama Pemerintah
dan Swasta (KPS).

1. Joint Venture (JV)


Perusahaan patungan (joint venture) adalah sebuah kesatuan yang
dibentuk antara 2 pihak atau lebih untuk menjalankan aktivitas ekonomi
bersama. Pihak-pihak itu setuju untuk berkelompok dengan menyumbang
keadilan kepemilikan, dan kemudian saham dalam penerimaan, biaya, dan
kontrol perusahaan. Perusahaan ini hanya dapat untuk proyek khusus saja, atau

26
hubungan bisnis yang berkelanjutan seperti perusahaan patungan Sony
Ericsson. Ini terbalik dengan persekutuan strategi, yang tak melibatkan
taruhan keadilan oleh pesertanya, dan susunannya kurang begitu sulit. Frase
ini umumnya merujuk pada tujuan kelompok dan bukan jenis kelompok.
Kemudian, perusahaan patungan bisa berupa badan hukum, kemitraan, LLC,
atau struktur resmi lainnya, bergantung pada jumlah pertimbangan seperti
pertanggungjawaban pajak dan kerugian.

2. Manajemen Joint Venture :


Ada dua jenis Joint Ventures International: orang tua yang
dominan dan manajemen bersama. Dalam orangtua dominan IJV, semua
proyek yang dikelola oleh salah satu orang tua yang memutuskan pada semua
manajer fungsional untuk usaha. Dewan direksi, yang terdiri dari eksekutif
dari setiap orangtua, juga memainkan peran penting dalam mengelola usaha
dengan membuat semua keputusan operasional dan strategis. Sebuah
perusahaan induk dominan adalah menguntungkan di mana orang tua Venture
International Joint dipilih karena alasan di luar input manajerial. Di sisi lain,
usaha manajemen bersama terdiri dari kedua orang tua mengelola
perusahaan.Setiap orangtua mengatur manajer fungsional dan eksekutif yang
akan berada dalam dewan direksi. Dalam bentuk manajemen, ada juga dua
jenis bersama manajemen usaha.

3. Manfaat Kontrak Joint Venture :


 Pembatasan risiko ; Melaksanakan suatu kegiatan yang penuh risiko dapat
menimbulkan suatu kerja sam. Dengan bersatu, risiko dapat disebar kepada
peserta-peserta
 Pembiayaan ; Dengan kerjasama, usaha mendayagunakan modal dapat
dilakukan dengan sederhana dengan menyatukan modal yang dibutuhkan.
 Menghemat tenaga ; Jika dilihat dari kekuatan tenaga kerja yang
dibutuhkan bahwa dengan penanganan yang disatukan, akan mengurangi
personalia yang dibutuhkan disbanding dengan kegiatan yang dilakukan
sendii oleh setiap perusahaan.

27
 Rentabilitas ; Dapat memperbaiki rentabilitas dari investasi-investasi
 Kemungkinan optimasi know-know ; Mampu menyatukan patner-patner
yang tidak sejenis baik dalam negara atau luar negara Kemungkinan
pembatasan kongkurensi (saling ketergantungan).

2.3.2 Teori Keuangan Daerah


Pengertian keuangan daerah sebagaimana dimuat dalam penjelasan pasal
156 ayat 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
adalah sebagai berikut: “Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah
yang dapat dinilai dengan uang dan segala sesuatu berupa uang dan barang yang
dapat dijadikan milik daerah yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut” (Pusdiklatwas BPKP, 2007). Faktor keuangan merupakan
faktor yang paling dominan dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam
melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan suatu daerah yang menentukan
bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh pemerintah daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari:
 Pajak Daerah
Pajak daerah yang dipungut oleh Kabupaten/Kota meliputi pajak hotel,
pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak
pengambilan bahan galian golongan C, dan pajak parkir.
 Retribusi Daerah
Retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan
daerah untuk memantapkan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi, dan
bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah Tingkat II.
 Bagian laba BUMD
Sisa hasil BUMD tahun Lalu akan di tambahkan kepada sumber pendapatan
Daerah untuk dipergunakan ditahun selanjutnya.
 PAD lainnya yang sah, yang terdiri dari pendapatan hibah, pendapatan dana
darurat, dan lain-lain pendapatan.

28
Pendapatan dari Dana Perimbangan terdiri dari:
 Bagian daerah dari PBB dan BPHTB
 Bagian daerah dari Pajak Penghasilan Wajib Pajak Perseorangan/Pribadi
 Bagian daerah dari Sumber daya alam
 Bagian daerah dari Dana Alokasi Umum
 Bagian daerah dari Dana Alokasi Khusus

Penerimaan Pembiayaan terdiri dari:


 Pinjaman dari Pemerintah Pusat
 Pinjaman dari Pemerintah Daerah Otonom Lainnya
 Pinjaman dari BUMN/BUMD
 Pinjaman dari Bank/Lembaga non Bank
 Pinjaman dari Luar Negeri
 Penjualan Aset Daerah

Metode analisis yang digunakan adalah:


1. Kemandirian
Analisis kemandirian adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya
sendiri yang didapat dari pendapatan asli daerahnya dibandingkan dengan dana
perimbangan yang didapat. Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah
dalam menjalankan otonomi daerah, salah satunya bisa di ukur melalui kinerja/
kemampuan keuangan daerah.
 Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal Yaitu derajat untuk mengukur persentase
penerimaan daerah antara lain: PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah
pusat terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi hasilnya, maka
semakin tinggi pula desentralisasi fiskal. Artinya Apabila jumlah PAD lebih
besar dari bantuan dari pusat maka ketergantungan pemerintah daerah
terhadap pemerintah pusat semakin kecil. Semakin tinggi hasilnya, maka
desentralisasi fiskal semakin tinggi pula.

29
 Kebutuhan Fiskal
Kebutuhan fiskal yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah untuk
melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka
kebutuhan fiskal suatu daerah semakin besar.

 Kapasitas Fiskal
Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan dana
bagi hasil yang diserahkan kepada pemerintah daerah guna membiayai
pendanaan daerah dengan penilaian, apabila kapasitas fiskal (PAD + dana
Bagi hasil) lebih besar dari pengeluaran (kebutuhan fiskal) maka potensi
untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa ada bantuan
dari pemerintah pusat.
 Upaya Fiskal
Posisi fiskal Indikator/rasio yang digunakan adalah dengan mencari
koefisien elastisitas PAD terhadap PDRB Rasio ini bertujuan untuk
melihat sensitivitas atau elastisitas PAD terhadap perkembangan ekonomi
suatu daerah.

2. Kesehatan Keuangan
Analisis kesehatan digunakan atau dapat dipakai untuk melihat kesehatan
dari suatu daerah, maksudnya apabila daerah tersebut antara pendapatan lebih kecil
dari pengeluaran, maka dikatakan tidak sehat. Namun sebaliknya apabila
pendapatan lebih besar dari pengeluaran maka dapat dikatakan sehat.

3. Keamanan Keuangan
Analisis keamanan adalah analisis yang dapat digunakan untuk melihat
aman atau tidaknya suatu daerah. Apabila dari APBD terdapat dana cadangan maka
suatu daerah dapat dikatakan aman, sedangkan apabila daerah tersebut tidak
memiliki dana cadangan maka dapat dikatakan tidak aman.

2.4 Tinjauan Kebijakan


Adapun kebijakan yang di tinjau dalam kegiatan studio kota ini adalah:

30
1. Undang-Undang Republik Indonesia No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang
2. Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional
3. Peraturan Menteri Dalam Negeri No.54 Tahun 2010 Tentang Tahapan, Tata
Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.26 Tahun 2008 tentang
RTRW Nasional
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.38 Tahun 2007 tentang
Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.
6. Undang-Undang Republik Indonesia No.17 Tahun 2007 Tentang RPJPN
Tahun 2005-2025
7. Peraturan Presiden Republik Indonesia No.2 Tahun 2015 Tentang RPJM
Nasional Tahun 2015-2019
8. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.22 Tahun 2010 tentang RTRW
Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2029
9. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.9 Tahun 2008 tentang RPJPD
Provinsi Jawa Barat
10. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No.25 Tahun 2013 tentang RPJMD
Provinsi Jawa Barat
11. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No.17 Tahun 2012 tentang RTRW
Kabupaten Cianjur Tahun 2011-2031
12. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No.9 Tahun 2011 tentang RPJPD
Kabupaten
13. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur No.9 Tahun 2016 tentang RPJMD
Kabupaten Cianjur
14. Permen PU No 16 Tahun 2009 tentang Pedoman Penyusunan RTRW
Kabupaten
15. Rencana Kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur No. 29 tahun 2016

31
16. Peraturan Pemerintah RI No 16 Tahun 2004 Tentang Penatagunaan Lahan
17. UU No 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan Dan Kawasan Pemukiman
18. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 01/PRT/M/2014 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang
19. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah
20. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 16/PRT/M/2008 tentang
kebijakan dan strategi pengembangan sistem pengelolaan air limbah
permukiman
21. Permen PU No. 14 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang
22. Menteri Kesehatan RI No. 1405/Menkes/Sk/XI/2002
23. Permen PU 3/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana Dan Sarana
Persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan sampah sejenis
sampah rumah tangga
24. Perpres No 122 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden No
75 Tahun 2014 Tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
25. Permen PU Nomor : 32/PRT/M/2007 tentang Pedoman Operasi Dan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi
26. Permenkes 416/1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air
27. Permendiknas 24/2007 tentang Standar Sarana Dan Prasarana untuk SD,
SMP/MTs, SMA/MA
28. UU Nomor 18 Tahun 2008 Perencanaan Lingkungan Perumahan Di Perkotaan
29. UU No 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
30. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan
31. UU No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah
32. UU Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan

32
III BAB III
METODOLOGI

3.1 Metode Pendekatan


Metode pendekatan yang di lakukan dalam penyusunan laporan ini
menggunakan metode campuran, yaitu gabungan dari metode kuantitatif dan
metode kualitatif. Pengkombinasian atau penggabungan antara metode kuantitatif
dan kualitatif ini digunakan secara bersama-sama dalam suatu penelitian sehingga
diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable dan objektif. Metode
campuran ini lebih kompleks dari sekedar mengumpulkan dan menganalsis dua
jenis data tetapi juga melibatkan fungsi dari kedua metode pendekatan yaitu
kuantitatif dan kualitatif secara kolektif sehingga memperoleh hasil penelitian yang
secara keseluruhan lebih komprehensif, valid, reliable dan objektif daripada
penelitian yang hanya menggunakan metode kuantitatif atau metode kualitatif.
Aspek kebijakan, kelembagaan dan pembiayaan menggunakan metode
Pendekatan campuran karena, dalam aspek kebijakan dan kelembagaan akan
menggunakan metode kualitatif yang bersifat deskriptif, sedangkan aspek
pembiayaan menggunakan metode kuantitatif yang bersifat statistik. Dimana dalam
penambilan kesimpulan dari keseluruhan aspek tersebut dibutuhkan metode
pendekatan kualitatif dan kuantitatif

3.2 Metode Pengumpulan Data


Dalam pengumpulan data primer data yang di peroleh di dapatkan dari
survey lapangan langsung yang menjadi sasaran penelitian, adapun bentuk survey
data primer yaitu:
1. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan dengan cara mengamati keadaan wilayah yang
dikaji, permasalahan pada wilayah studi, potensi yang ada dalam wilayah studi, dan
lainnya.

33
2. Wawancara/Interview
Wawancara/interview dilakukan kepada responden yang dapat dianggap
mewakili suatu kelompok yang ada di wilayah kajian studi.

3. Kuesioner
Kuesioner dilakukan dengan cara memberikan pernyataan tertulis yang di
berikan kepada responden untuk dijawab.
Dalam mengumpulkan data primer, aspek kebijakan, kelembagaan dan
pembiayaan akan lebih sering meggunakan metode pengumpulan data primer
observasi lapangan. Namun jika data dari observasi lapangan belum memadai atau
dinilai masih belum lengkap, kami akan menggunakan metode pengumpulan data
primer wawancara dan kuisioner untuk memperkuat keakuratan data.

3.3 Metode Analisis


3.3.1 Metode Analisis Kebijakan
Metodologi Analisis Kebijakan menggabungkan lima prosedur umum
yang lazim dipakai dalam pemecahan masalah, yaitu :
 Deskripsi, Deskripsi (Pemantauan) menghasilkan informasi tentang
konsekuensi sekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif
kebijakan; dan
 Evaluasi, Evaluasi menghasilkan informasi mengenai nilai atau kegunaan
dari konsekuensi pemecahan atau pengatasan masalah.

3.3.2 Metode Analisis Kelembagaan


Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis aspek kelembagaan
yakni dengan menggunakan metode:
Pendekatan SCP (Structure, Conduct, Performance) diadaptasi dari Erlinda
Muslim, dkk., (2008); schraven (2008), dan Harris, B (1979). Metode ini
digunakan pertama kali oleh pakar ekonomi dalam menganalisis pasar.
Structure, mengacu pada pola hubungan funsional antara suatu fenomena
dengan fenomena lain dalam satu satuan kegiatan. Pengukuran struktur dalam
kelebagaan didasarkan pada perubahan-perubahan sebagai berikut:

34
 Motivasi munculnya kelembagaan: apa yang mendorong munculnya
kelembagaan?
 Landasan legalisasi eksistensi kelembagaan
 Penetapan posisi personal dalam struktur organisasi kelembagaan, pergantian
pengurus, siklus kepengurusan, dll

Conduct, menunjukkan perilaku personal dalam menjalankan organisasi


kelembagaan. Hal ini ditunjukan oleh berbagai pilihan kegiatan yang
diadaptasikan dalam kelembagaan, akses individu terhadap kebijakan, dll.
Penampilan conduct ini disajikan dalam table frequensi
Performance, menunjukkan wujud kegiatan yang sudah dikerjakan
kelembagaan dan melibatkan pertisipasi kelompok dan kualitas hasil. Tampilan
performance menunjukkan identifikasi kegiatan, actor (pelaku), waktu
penyelesaian, capaian output yang sudah dihasilkan dalam periode waktu terentu
(misalnya satu tahun), manfaat yang diperoleh dan prediksi dampaknya. Analisis
keefektifan kelembagaan dilakukan dengan membandingkan implementasi
kegiaan dengan perencanaan yang dibuat. Secara kuantitatif efektifitas dinyatakan
dalam peersentasi yang mencermikan rasio output terhadap input.

3.3.3 Metode Analisis Pembiayaan


Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis aspek pembiayaan,
yakni dengan menggunakan metode:
a. Kemandirian Keuangan Daerah
Analisis kemandirian adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
seberapa besar kemampuan suatu daerah dalam memenuhi kebutuhan daerahnya
sendiri, yang didapat dari pendapatan asli daerahnya dibandingkan dengan dana
perimbangan yang didapat.
Untuk mengetahui kinerja keuangan pemerintah dalam menjalankan
otonomi daerah, salah satunya bisa di ukur melalui kinerja/ kemampuan
keuangan daerah. Berdasarkan Sukanto Reksohadiprojo (2000) dalam bukunya
“Ekonomi Publik” ada beberapa Analisis kinerja keuangan daerah salah
satunya adalah desentralisasi fiskal. Pengukuran tingkat kemandirian :

35
 Desentralisasi Fiskal
Derajat desentralisasi fiskal yaitu derajat untuk mengukur persentase
penerimaan daerah antara lain: PAD, BHPBP, serta sumbangan pemerintah
pusat, terhadap total penerimaan daerah. Secara matematis, ditulis sebagai
berikut:
𝑃𝑒𝑛𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑎𝑛 𝐴𝑠𝑙𝑖 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
𝐵𝑎𝑔𝑖 𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐷𝑎𝑒𝑟𝑎ℎ
𝑆𝑢𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑚𝑒𝑟𝑖𝑛𝑡𝑎ℎ 𝑃𝑢𝑠𝑎𝑡
𝑅𝑎𝑠𝑖𝑜 𝐷𝑒𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑙𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = × 100%
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑒𝑛𝑒𝑟𝑖𝑚𝑎𝑎𝑛 𝐷𝑒𝑟𝑎ℎ
Dimana :
PAD = Pendapatan Asli Daerah
BHPBP = Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak
SUM = Sumbangan Pemerintah Pusat.
TPD = Total Penerimaan Daerah
TPD = PAD + BHPBP + SUM = DAU + DAK + Pinjaman daerah +
penerimaan lain yang di dapatkan darah tersebut.

 Kebutuhan Fiskal
Kebutuhan fiskal yaitu untuk mengukur kebutuhan pendanaan daerah untuk
melaksanakan fungsi pelayanan dasar umum. Semakin tinggi indeks, maka
kebutuhan fiskal suatu daerah semakin besar. Pengukuran dengan menghitung
rata-rata kebutuhan fiskal standar propinsi.dengan formula :

𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏𝑫𝒂𝒆𝒓𝒂𝒉 /𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝒑𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌
𝑺𝑲𝑭 =
𝑱𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉𝑲𝒆𝒄𝒂𝒎𝒂𝒕𝒂𝒏

Kemudian menghitung Indeks Pelayanan Publik per kapita (IPP) masing


masing pemerintah kota, dengan formula sebagai berikut:

𝑷𝒆𝒏𝒈𝒆𝒍𝒖𝒂𝒓𝒂𝒏𝑨𝒌𝒕𝒖𝒂𝒍𝑷𝒆𝒓𝒌𝒂𝒑𝒊𝒕𝒂𝑼𝒏𝒕𝒖𝒌𝑱𝒂𝒔𝒂𝑷𝒖𝒃𝒍𝒊𝒌
𝑰𝑷𝑷𝑷 =
𝑺𝒕𝒂𝒏𝒅𝒂𝒓𝑲𝒆𝒃𝒖𝒕𝒖𝒉𝒂𝒏𝑭𝒊𝒔𝒌𝒂𝒍 (𝑺𝑲𝑭)

36
Dimana :
PPP = pengeluaran Aktual perkapita untuk jasa publik ( jumlah penegeluran
pembangunan dan pengeluaran rutin).
IPP = Indeks pelayanan publik perkapita
SKF = Standar Kebutuhan Fiskal
Semakin tinggi hasilnya, maka akan berpengaruh pada kebutuhan fiskal suatu
daerah tersebut dan semakin besar.

 Kapasitas Fiskal
Untuk mengetahui kemampuan daerah dalam menghasilkan PAD dan dana
bagi hasil yang diserahkan kepada pemerintah daerah guna membiayai
pendanaan daerah dengan penilaian, apabila kapasitas fiskal (PAD + dana
Bagi hasil) lebih besar dari pengeluaran (kebutuhan fiskal) maka potensi
untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut cukup bagus tanpa ada bantuan
dari pemerintah pusat.
Indikator yang digunakan adalah sebagai berikut :
PDRB perkapita
𝑓𝑐 =
KFs

KFS = ∑PDRB / ∑Penduduk x 100%


∑Kecamatan

KF = PDRB perkapita x 100%


KFS

Apabila kapasitas fiskal (PAD + dana bagi hasil) lebih besar dari pengeluaran
(kebutuhan fiskal) maka potensi untuk mendapatkan PAD didaerah tersebut
cukup bagus tanpa ada bantuan dari pemerintah pusat.

 Upaya Fiskal
Posisi fiskal Indikator/rasio yang digunakan adalah dengan mencari koefisien
elastisitas PAD terhadap PDRB Rasio ini bertujuan untuk melihat sensitivitas
atau elastisitas PAD terhadap perkembangan Ekonomi suatu daerah atau
ditulis secara matematis adalah sebagai berikut:

37
e = ∆PAD x 100%
PDRB

Dimana
e = elastisitas
∆ = Perubahan
Semakin elastis PAD, maka struktur PAD di daerah semakin baik.

b. Kesehatan Keuangan Daerah


Analisa kesehatan keuangan daerah digunakan untuk melihat kesehatan
keuangan dari suatu daerah. Apabila didaerah tersebut jumlah antara pendapatan
daerah lebih kecil dari pada pengeluaran daerah tersebut, maka keuangan dari
daerah tersebut dapat dikatakan tidak sehat. Dan sebaliknya apabila pendapatan
daerah lebih besar dari pada pengeluaran daerah tersebut maka keuangan dari
suatu daerah dapat dikatakan sehat, atau yang dikenal dengan surplus dan devisit.

c. Keamanan Keuangan Dearah


Analisis keamanan adalah analisis yang dapat digunakan untuk melihat
aman atau tidaknya suatu daerah. Apabila dari APBD terdapat dana cadangan maka
suatu daerah dapat dikatakan aman, sedangkan apabila daerah tersebut tidak
memiliki dana cadangan maka dapat dikatakan tidak aman. Hal ini sangat penting
untuk menuntut adanya perlindungan ekstra dari gangguan serta ancaman baik
internal maupun eksternal.

38
3.4 Matriks Analisis
Tabel III.1
Matriks Analisis Aspek Kebijakan, Kelembagaan dan Pembiayaan Kawasan Perkotaan Cipanas
Tabel III.2 Checklist Data Aspek Kebijakan, Kelembagaan, dan Pembiayaan Kawasan Perkotaan Cipanas Kabupaten Cianjur

Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

Arahan Kebijakan  RTRW Nasional


Spasial Provinsi Jawa  RTRW Provinsi Jawa
Barat Barat Rencana
Pembangunan Jangka
Panjang Daerah (RPJPD)
Provinsi Jawa Barat
 Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Badan Perencanaan
Nasional (RPJMN) Pembangunan Daerah
 Rencana Pembangu (Bappeda)
Identifikasi kebijakan
Deskripsi Rencana Pembangunan
Kebijakan eksternal spasial
Arahan Kebijakan Jangka Panjang Nasional Alternatif ke Dinas
Spasial Kab. Cianjur (RPJPN) Pekerjaan Umum dan
 Rencana Pembangunan Penataan Ruang
Jangka Menengah
Daerah (RPJMD)
Provinsi Jawa Barat
 Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Daerah
(RPJPD) Provinsi Jawa
Barat

39
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

 Sekda Kab. Cianjur


 Badan Perencanaan
 Renstra
Pembangunan
Daerah (Bappeda)
Tartranas/Tatrawil
Rncana Induk Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Nasional Dinas Perhubungan
Rncana Induk Jaringan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan
Provinsi
Arahan Kebijakan
RIPPARNAS Dinas Pariwisata
Sektoral provinsi Jawa
Identifikasi kebijakan Deskripsi RIPPARDA Provinsi Jawa Kepemudaan Dan
Barat
eksternal sektoral Barat Olahraga
Arahan Kebijakan
Rencana Umum Jaringan
Sektoral kab. Cianjur Dinas PU Binamarga
Jalan Nasional
Dinas Pengelolaan
Rencana Induk Pengelolaan
Sumber Daya Air dan
Sumber Daya Air
Pertambangan
Rencana Pembangunan dan
Pengembangan Perumahan Dinas Perumahan
dan Kawasan Permukiman Kawasan Permukiman
Daerah Provinsi (RP3KP) dan Pertanahan
Provinsi Jawa BArat
RIPIN, RPIP Renstra Dinas Perdagangan dan
Kemenperin Perindustrian

40
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

Rencana Induk Konservasi


Energi Nasional (RIKEN)
Rencana Induk Diversifikasi
Energi Nasional (RIDEN)
Dinas Pertambangan dan
Rencana Induk
Energi
Pengembangan Energi Baru
dan Terbarukan (RIPEBAT)
Rencana Induk Energi Tak
Terbarukan
Dinas pertanian
Strategi Induk Pembangunan
perkebunan, pangan dan
Pertanian (SIPP)
holtikultura
Rencana Induk
Dinas Pekerjaan Umum
Pengembangan Infrastruktur
dan Penataan Ruang
Nasional
 Rencana Pembangunan
Jangka Menengah
Daerah (RPJMD)  Badan Perencanaan
Kabupaten Cianjur Pembangunan
Identifikasi kebijakan Arahan Kebijakan  Rencana Pembangunan Daerah (Bappeda)
Deskripsi
internal spasial Spasial Kawasan Jangka Panjang Daerah  Dinas Pekerjaan
(RPJPD) Kabupaten Umum dan Penataan
Cianjur Ruang
 RDTR Kawasan
Perkotaan Cipanas
Deskripsi Arahan Kebijakan Renstra  Sekda Kab. Cianjur

41
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

Sektoral Kawasan  Badan Perencanaan


Pembangunan
Daerah (Bappeda)
Tatralok Dinas Perhubungan
Rencana Umum Jaringan
Dinas PU Binamarga
Jalan Nasional
Rencana Induk Pengelolaan
Dinas Pengelolaan
Sumber Daya Air
Sumber Daya Air dan
Rencana Induk Pengelolaan
Pertambangan
Sumber Daya Air
Rencana Pembangunan dan
Identifikasi kebijakan Pengembangan Perumahan Dinas Perumahan
internal sektoral
dan Kawasan Permukiman Kawasan Permukiman
(RP3KP) Daerah Kabupaten dan Pertanahan
Cianjur
Rencana Pembangunan
Dinas Perdagangan dan
Industri Kabupaten/Kota
Perindustrian
(RPIK)
 Rencana Induk
Pengembangan Energi
Baru dan Terbarukan Dinas Pertambangan dan
(RIPEBAT) Energi
 Rencana Induk Energi
Tak Terbarukan

42
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

Dinas pertanian
Strategi Induk Pembangunan
perkebunan, pangan dan
Pertanian (SIPP)
holtikultura
 RTRW Provinsi Jawa
Identifikasi arahan  Pola ruang Barat  Badan Perencanaan
kebijakan dan kondisi Evaluasi  Struktur Ruang  RTRW Kabupaten Pembangunan
eksisting Cianjur Daerah (Bappeda)
 Observasi
 Hasil observasi primer
 Tugas Pokok dan  Rencana Detail Tata  Sekda Kab. Cianjur
Fungsi (TUPOKSI) Ruang (RDTR)  Badan Perencanaan
 Struktur  Rencana Pembangunan Pembangunan
Kelembagaan Jangka Menengah Daerah (Bappeda)
 Program Kerja Daerah (RPJMD)  Dinas Pengelolaan
 Rencana Pembangunan Sumber Daya Air
Jangka Panjang Daerah dan Pertambangan
Identifikasi lembaga
 Deskripsi (RPJPD)  Dinas Perhubungan
pemerintah, Swasta
 Structure  Rencana Strategis  Dinas Pekerjaan
Kelembagaan maupun Masyarakat
 Performance (RENSTRA) Umum dan Penataan
beserta perannya
 Conduct Ruang
 Dinas Pekerjaan
Umum Binamarga
 Dinas Perdagangan
dan Perindustrian
 Dinas pertanian
perkebunan, pangan
dan holtikultura

43
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

 Dinas Pariwisata
Kepemudaan Dan
Olahraga
 Dinas Perumahan
Kawasan
Permukiman dan
Pertanahan
 Dinas Pendapatan
Pengelolaan
Keuangan dan
Kekayaan Aset
Daerah (DPPKAD)
 Dinas Pertambangan
dan Energi
 Lembaga Swasta
 Lembaga
Masyarakat
 Program kerja  Dokumen Kelembagaan Badan Perencanaan
 Tugas Pokok dan (Sekunder) Pembangunan
Identifikasi KISS
Fungsi (TUPOKSI)  Hasil wawancara Daerah (Bappeda)
(Koordinasi,
 Wawancara (observasi primer)  Dinas Perhubungan
Integrasi, Evaluasi
 Dinas Pekerjaan
Singkronisasi, Wawancara  Koordinasi
Umum dan Penataan
Integrisa,  Singkronisasi
Hasil wawancara (observasi Ruang
Sinergitas).  Integitas
primer)  Dinas Perdagangan
 Sinergitas dan Perindustrian

44
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

 Dinas pertanian
perkebunan, pangan
dan holtikultura
 Dinas Perumahan
Kawasan
Permukiman dan
Pertanahan
 Dinas Pendapatan
Pengelolaan
Keuangan dan
Kekayaan Aset
Daerah (DPPKAD)
 Lembaga Swasta
 Masyarakat

45
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

Desentralisasi Fiskal

 Tiap Kecamatan di
 Pendapatan Asli wilayah studi.
Mengetahui tingkat
Daerah (PAD)  Lembaga swasta
kemandirian suatu
 Peneriman Daerah  Dinas Pendapatan
daerah ditinjau dari Anggaran Pendapatan dan
dari Sektor lain Pengelolaan
anggaran pendapatan Belanja Daerah (APBD)
 Pengeluaran Daerah Keuangan dan
Pembiayaan belanja daerah
PAD Kekayaan Aset
Daerah (DPPKAD)

 Pendapatan Asli Dinas Pendapatan


Mengetahui tingkat
Sumber alokasi Daerah (PAD) Anggaran Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
kesehatan suatu daerah
dan Alokasi dana  Peneriman Daerah Belanja Daerah (APBD) dan Kekayaan Aset
ditinjau dari anggaran
dari Sektor lain Daerah (DPPKAD)

46
Aspek Sasaran Metodologi Analisis Jenis Data Sumber Data Instansi

pendapatan belanja  Pengeluaran Daerah


daerah PAD
 Pendapatan Asli
Mengetahui tingkat Dinas Pendapatan
Daerah (PAD)
keamanan suatu daerah Anggaran Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan
Dana cadangan  Peneriman Daerah
ditinjau dari anggaran Belanja Daerah (APBD) dan Kekayaan Aset
dari Sektor lain
pendapatan Daerah (DPPKAD)
 Pengeluaran Daerah

47
3.5 Kerangka Analisis

DATA

Analisis Kebijakan Analisis Kelembagaan Analisis Pembiayaan

Kebijakan Kelembagaan Pembiayaan


1.RTRW Nasional 6. RPJM Provinsi  Tugas Pokok dan Fungsi  APBD
2. RTRW Provinsi 7. RPJP Provinsi  Rencana Strategis  Kabupaten Dalam Angka
3. RTRW Kabupaten 8. RPJMD Kabupaten  Wawancara  Wawancara
4. RPJM Nasional 9. RPJPD Kabupaten
5. RPJP Nasional

Deskripsi Evaluasi Structure Conduct Performance Kemandirian Kesehatan Keamanan


Keuangan Daerah Keuangan Daerah Keuangan Daerah
menghasilkan menghasilkan mengacu pada pola menunjukkan menunjukkan wujud mengetahui
informasi mengenai informasi mengenai hubungan funsional perilaku personal kegiatan yang sudah seberapa besar melihat kesehatan melihat aman atau
konsekuensi nilai atau kegunaan antara suatu dalam menjalankan dikerjakan kemampuan suatu keuangan dari suatu tidaknya keuangan
sekarang dan masa dari konsekuensi fenomena dengan organisasi kelembagaan dan daerah dalam daerah suatu daerah
lalu dari pemecahan atau fenomena lain kelembagaan melibatkan memenuhi
penerapannya pengatasan masalah dalam satu satuan pertisipasi kebutuhan
alternatif kebijakan kegiatan kelompok dan daerahnya
yang di terapkan kualitas hasil

Sektoral Spasial

POTENSI DAN MASALAH

KONSEP DAN STRATEGIS


48
IV DAFTAR PUSTAKA
Gallion, Arthur B. 1994. Pengantar Perancangan Kota: Desain dan Perencanaan
Kota. Jilid Dua. Jakarta: Edisi Kelima, Penerbit Erlangga.

Mukminin, Ferri Amiril. 2018. Proyek Agropolitan Senilai Rp. 3,2 M Terbengkalai,
Bangunan Tak Terurus Mulau Tumbuh Ilalang.
http://jabar.tribunnews.com/2017/11/06/proyek-agropolitan-senilai-rp-32-
m-terbengkalai-bangunan-tak-terurus-mulai-tumbuh-ilalang. (Diakses pada 3
Oktober 2018.)

Ostrom, E. 1985. Formulating the Elements of Institutional Analysis. Paper.


Presented to Conference on Institutional Analysis and Development.
Washington D.C. May 21-22, 1985.

Quade, E.S. 1984. Analysis for Public Decisions. New York: The Rand
Corporation.

Rudayat, Charlie, 2002, Kamus Hukum Indonesia-Internasional. Jakarta: Pustaka


Mahardika.

The World Bank. 1996. Pangan Untuk Indonesia. Jakarta

William N. Dunn. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Gajah Mada


University Press.

____, Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 tahun 2012 Tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur tahun 2011-2031.

____, Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cianjur tahun
2016-2021.

____, Undang - Undang Nomor 26 tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

Anda mungkin juga menyukai