Anda di halaman 1dari 12

Sick Building Syndrome

Fina Otta Apelia


102012086 / F7
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana 2012
Jalan Arjuna Utara Nomor 6 Kebon Jeruk-Jakarta Barat 15510
Email: fina.otta@ymail.com

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Sick building syndrome (SBS) atau sindrom gedung sakit dikenal sejak tahun 1970.
Kedokteran okupasi tahun 1980 memperkenalkan konsep SBS sebagai masalah kesehatan
akibat lingkungan kerja berhubungan dengan polusi udara, indoor air quality (IAQ) dan
buruknya ventilasi gedung perkantoran. Sindrom gedung sakit adalah kumpulan gejala akibat
adanya gedung yang "sakit", artinya terdapat gangguan pada sirkulasi udara di dalam gedung
itu. Adanya gangguan itulah yang menyebabkan gedung tersebut dikatakan "sakit", sehingga
timbul sindrom ini yang memang terjadi karena para penderitanya menggunakan suatu
gedung yang sedang "sakit". Hal tersebut menyebabkan buruknya kualitas udara dalam
ruangan (indoor air quality atau IAQ) dan terdapat banyak radikal bebas bersumber dari asap
rokok, ozon dari mesin fotokopi dan printer, perabotan, cat serta bahan pembersih.1
Gejala-gejala yang timbul memang berhubungan dengan tidak sehatnya udara di
dalam gedung. Keluhan yang ditemui pada sindrom ini antara lain dapat berupa batuk-batuk
kering, sakit kepala, iritasi di mata, hidung dan tenggorok, kulit yang kering dan gatal, badan
lemah dan lain-lain. Keluhan-keluhan tersebut biasanya menetap setidaknya dua minggu.
Keluhan-keluhan yang ada biasanya tidak terlalu hebat, tetapi cukup terasa mengganggu dan
yang penting amat berpengaruh terhadap produktifitas kerja seseorang. Gejala tersebut akan
berkurang atau hilang bila pekerja tidak berada di dalam gedung, hal tersebut dapat terjadi
pada satu atau dapat tersebar di seluruh lokasi gedung. Sindrom gedung sakit baru dapat
dipertimbangkan bila lebih dari 20%, atau bahkan sampai 50% pengguna suatu gedung
mempunyai keluhan-keluhan seperti di atas. Kalau hanya dua atau tiga orang maka mereka
mungkin sedang kena flu biasa. Gejala ini biasanya hilang segera setelah meninggalkan
gedung tetapi mungkin tetap untuk penyakit kulit, gejala dan kekeringan pada kulit yang
bertahan beberapa hari untuk disembuhkan.1

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 1


1.2 Skenario

Seorang perempuan usia 30 tahun, datang ke klinik anda dengan keluhan utama
batuk pilek berulang sejak 3 minggu yang lalu.

II. Pembahasan

Pembahasan akan dilakukan secara 7 langkah diagnosis okupasi, meliputi :

2.1 Diagnosis klinis

a. Rhinitis alergi

Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
dilepaskannya suatu mediator kimia ketika ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen
spesifik tersebut. Rhinitis alergi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on
Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa
gatal, dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantai oleh Ig E.

Gejala pada rhinitis alergi yang khas adalah terdapatnya serangan bersin
berulang. Gejala lainnya adalah keluar ingus yang encer dan banyak, hidung tersumbat,
hidung dan mata gatal, kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar ( lakrimasi).

Pemeriksaan fisik pada rhinitis alergi adalah pada rinoskopi anterior tampak
mukosa edema, basah, berwarna pucat disertai adanya sekret encer yang banyak.2

Pemeriksaan penunjang pada rhinitis alergi ada 2 secara in vitro dan in vivo.

In vitro : - hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat.

- Pemeriksaan ig E total sering menunjukkan normal, kecuali bila tanda alergi


pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya rinitis alergi yang juga
menderita asma bronkial.

In vivo : - Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cubit kulit, uji
intrakutan atau intra dermal yang tunggal atau berseri (Skin end-point
titration/SET). Set dapat mengetahui alergen penyebab juga derajat alergi.2

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 2


b. ISPA ( Infeksi Saluran Pernafasan Akut )

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi yang terutama mengenai
saluran pernafasan atas maupun bawah yang disebabkan oleh virus, bakteri, atipikal (
mikroplasma ). Gejalanya antara lain demam, pusing, lemas, tidak nafsu makan, muntah,
batuk, , stridor ( suara napas ), dyspnea ( kesulitan bernapas ), hipoksia ( kurang oksigen )dan
dapat berlanjut pada gagal napas apabila tidak mendapat pertolongan dan dapat
mengakibatkan kematian.

Diagnosis okupasi

a. Pajanan yang dialami

 Pajanan fisik

Pendingin udara (kaitannya dengan suhu dan kelembaban ruangan). Secara umum,
pengkondisian udara (air conditioning) dilakukan dengan mengkondisikan udara dari luar
bisa dipanaskan (untuk heatingmode) atau didinginkan (untuk cooling mode) sehingga udara
yang didalam ruangan mencapai kondisi set-point (temperature dan kelembaban) yang
diinginkan. Pendingin udara diklasifikasikan menjadi pendingin udara local dan central.
Pendingin udara local yaitu pendingin udara yang umum dipakai di rumah-rumah atau
beberapa ruangan kantor (biasanya ruang pejabat structural, namun sekarang hamper seluruh
ruang baik ruang staf maupun umum sudah dipasang pendingin udara/AC), sedangkan
pendingin udara sentral adalah pendingin udara yang dikendalikan di satu tempat tersendiri
oleh operator khusus, biasanya hotel-hotel, tempat perbelanjaan, dan gedung perkantoran
yang berskala besar. Kedua pendingin udara ini berpotensi dalam menyebarkan berbagai
virus dan bakteri. Idealnya, filter mesin AC dibersihkan dan dibubuhi disinfektan setidaknya
3-4 kali dalam setahun. Jika tidak AC menjadi lokasi ideal bagi perkembangbiakan
rombongan bakteri. Kawanan Chlamidia sp, Escherichia sp, Legionella sp, akan bersarang
dengan nyaman di sela filter AC yang berair dan lembab. Ketika udara AC menyembur ke
seluruh sudut ruangan, saat itu pula koloni kuman menyusup ke saluran pernapasan, terhirup
melalui mulut, hidung atau masuk lewat lubang kuping. Bagi orang sehat dengan stamina
prima, masuknya kuman tak mendatangkan masalah. Lain soal jika korban yang dijambangi
kuman adalah mereka yang daya tahan tubuhnya sedang buruk. Dhermatopagoides
pteronnyssinus dan Dhermatopagoides farina adalah tungau debu rumah yang sering
ditemukan pada gedung lemaba yang menyebabkan sensitisasi alergi.1

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 3


Debu di dalam ruang kerja merupakan partikel-partikel zat padat, disebabkan oleh
kekuatan-kekuatan mekanis atau alami yang terbawa oleh angin. Oleh karena itu, debu bisa
terdapat dimana saja, misalnya untuk indoor, penumpukan barang-barang bekas yang
menimbulkan debu. Karena ukurannya yang kecil, debu dapat terhirup dan tersangkut di
dalam paru sehingga dapat mengganggu aktivitas pernapasan manusia.1

Karpet yang tidak dirawat. Partikel debu yang dibawa oleh manusia dari luar
ruangan, pestisida yang disemprotkan ke ruangan akan menempel pada karpet. Selain itu ada
juga kutu debu yang biasanya tinggal diantara sela-sela karpet, mengkonsumsi partikel-
partikel kulit mati yang diproduksi oleh manusia setiap harinya Juga alas karpet serta perekat
yang digunakan untuk merekatkan karpet tersebut acap kali mengeluarkan senyawa-senyawa
organik yang mudah menguap. Sebagian besar orang pernah merasakan bau kuat yang
menyengat dari karpet yang baru dipasang. Bila karpet tidak terawat, jarang dibersihkan dan
dijemur, maka pertikel debu, dan pencemar lain yang menempel di karpet akan ikut masuk ke
dalam sistem pernafasan manusia sehingga dapat mengganggu kesehatan.1

 Pajanan Kimia

Penggunaan pewangi ruangan merupakan salah satu penyebab polusi dalam ruang
karena pewangi ruangan tersebut akan memaparkan bermacam bahan yang serba kimiawi.
Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual. Dilaporkan bahwa 95% bahan
kimia dalam pewangi adalah senyawa sintesis yang berasal dari petrokimia, termasuk turunan
benzene, aldehida dan banyak toksin serta agen pembuat peka lain. Pajanan yang berulang-
ulang akan memicu peningkatan sensitivitas dan reaksi yang semakin kuat. Sensitivitas ke
beragam bahan lain. Bahan-bahan ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan,
termasuk reaksi alergi, masalah pernapasan dan sensitivitas.pada pajanan berulang, bahan-
bahan tersebut dapat meyebabkan keadaan yang lebih serius. Selain itu, juga penyemprot
nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang mengeluarkan ozon, penggunaan berbagai desinfektan,
hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari ruangan. Tanaman yang jarang
dikeluarkan dari ruangan juga kurang baik karena pada malam hari tanaman mengeluarkan
karbondioksida dan mengkonsumsi oksigen. Terlebih jika tanaman tersebut berada di dalam
ruangan kantor yang jarang dibuka ventilasi udara segarnya. 1,3

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 4


 Pajanan biologis
Polusi biologi disebabkan oleh kutu debu, jamur, bakteri, serbuk sari tanaman, dan
organisme lain. Terutama, perkantoran modern yang biasanya menggunakan pendingin tanpa
ventilasi alami. Pekerja dapat berisiko mengidap penyakit, diantaranya:
Legionnaire disease penyakit ini juga berhubungan dengan system pendingin dalam
ruang namun disebabkan oleh spesifik bakteri terutama bakteri legionella pneumophila.
Penyakit ini terutama akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut. Reaksi legionella
memang sering tidak disertai gejala yang mencolok bahkan seperti flu biasa. Paling-paling
hanya demam, menggigil, pusing, batuk berdahak, badan lemas, tulang ngilu dan selera
makan lenyap dan Humidifier fever yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme
yang menyebabkan sakit pada saluran pernafasan dan alergi. Organisme ini biasanya terdapat
dan hidup pada air yang terdapat di sistem pendingin.3

 Ergonomi
Pajanan ergonomis yang berhubungan dengan SBS adalah bentuk meja dan kursi
kerja, posisi saat bekerja, serta desain tangga kantor. Dengan posisi kerja yang tidak nyaman
atau posisi yang salah dapat mengakibatkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yaitu low
back pain. Sikap bungkuk yang menghadap ke depan komputer, kemudian leher menunduk,
gerakan berulang pada jari-jari tangan bisa menyebabkan orang itu mudah lelah, kemudian
bisa juga mengalami low back pain atau karena gerakan tangan yang terus menerus
menimbulkan Carpal Tunnel Syndrome yang merupakan kondisi medis dimana saraf median
dikompresi di pergelangan tangan, menyebabkan parastesia, mati rasa, parastesia dan
kelemahan otot di tangan.3

 Psikososial
Penyebab pajanan psikologis adalah faktor psikososial (upah yang kecil, beban kerja
yang berat, tidak ada prospek dalam jejaring karir, kurang penghargaan) dan faktor individu
(tidak ada kesempatan untuk belajar, bekerja terlalu lama, jam istirahat kurang, jam kerja
lama, kondisi lingkungan kerja yang tidak baik), stress psikis, kerja monoton, tuntutan
pekerjaan, hubungan sesama sejawat dan lain-lain. Pasien merasa lelah, monoton sehingga
kurang oksigen terhadap hal pekerjannya dan kemudia sakit kepala akibatnya pekerjannya
tidak dapat terselesaikan dengan baik. Bekerja pada usia muda yang mempunyai beban
tersendiri. Jam kerja berlebihan dari jam 8 pagi sampai jam 4 sore. Pekerjaan yang monoton

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 5


yakni bagian membuat laporan keuangan, memfotokopi berkas, print berkas dimana waktu
dihabiskan di depan komputer dan menyebabkan kelelahan dan kejenuhan pada pekerja.3

b. Hubungan pajanan dengan penyakit

 Pendingin udara (air conditioning)  AC yang jarang dibersihkan serta ventilasi


udara yang kurang menjadi lokasi ideal bagi perkembangbiakan rombongan bakteri.
Kawanan Chlamidia sp, Escherichia sp, Legionella sp, akan bersarang dengan
nyaman di sela filter AC yang berair dan lembab. Ketika udara AC menyembur ke
seluruh sudut ruangan, saat itu pula koloni kuman menyusup ke saluran pernapasan
menyebabkan infeksi saluran pernafasan
 Debu di dalam ruang kerja  Sumber alamiah partikulat atmosfir adalah debu yang
memasuk atmosfir karena terbawa oleh angin. misalnya untuk indoor, penumpukan
barang-barang bekas yang menimbulkan debu. Karena ukurannya yang kecil, debu
dapat terhirup dan tersangkut di dalam paru sehingga dapat mengganggu aktivitas
pernapasan manusia
 Karpet yang tidak dirawat  Bila karpet tidak terawat, jarang dibersihkan dan
dijemur, partikel debu yang dibawa oleh manusia dari luar ruangan, pestisida yang
disemprotkan ke ruangan akan menempel pada karpet. Selain itu ada juga kutu debu
yang biasanya tinggal diantara sela-sela karpet, mengkonsumsi partikel-partikel kulit
mati yang diproduksi oleh manusia setiap harinya. Sebagian iritasi pada Sick Building
Syndrome disebabkan oleh alergen yang terdapat pada karpet, seperti tungau atau
kapang. Juga alas karpet serta perekat yang digunakan untuk merekatkan karpet yang
ikut masuk ke dalam sistem pernafasan manusia sehingga dapat mengganggu
kesehatan.
 Pajanan biologi seperti kutu debu, jamur, bakteri, serbuk sari tanaman, dan organisme
lain Humidifier fever yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh organisme yang
menyebabkan sakit pada saluran pernafasan dan alergi. Organisme ini biasanya
terdapat dan hidup pada air yang terdapat di sistem pendingin. Legionnaire disease
penyakit ini juga berhubungan dengan system pendingin dalam ruang namun
disebabkan oleh spesifik bakteri terutama bakteri legionella pneumophila. Penyakit
ini terutama akan lebih berbahaya pada pekerja dengan usia lanjut. Reaksi legionella
memang sering tidak disertai gejala mencolok bahkan seperti flu biasa. Paling-paling

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 6


hanya demam, menggigil, pusing, batuk berdahak, badan lemas, tulang ngilu dan
selera makan lenyap.
 Pajanan kimia. Penggunaan pewangi ruangan merupakan salah satu penyebab polusi
dalam ruang karena pewangi ruangan tersebut akan memaparkan bermacam bahan
yang serba kimiawi. Ada yang bisa menyebabkan alergi, pusing, hingga mual.
Dilaporkan bahwa 95% bahan kimia dalam pewangi adalah senyawa sintesis yang
berasal dari petrokimia, termasuk turunan benzene, aldehida. Pajanan yang berulang-
ulang akan memicu peningkatan sensitivitas dan reaksi yang semakin kuat. Bahan-
bahan ini dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan, termasuk reaksi alergi,
masalah pernapasan dan sensitivitas.pada pajanan berulang, Selain itu, juga
penyemprot nyamuk, rokok, mesin fotokopi yang mengeluarkan ozon, penggunaan
berbagai desinfektan, hingga tanaman hidup yang tidak pernah dikeluarkan dari
ruangan. Tanaman yang jarang dikeluarkan dari ruangan juga kurang baik karena
pada malam hari tanaman mengeluarkan karbondioksida dan mengkonsumsi oksigen.
Terlebih jika tanaman tersebut berada di dalam ruangan kantor yang jarang dibuka
ventilasi udara segarnya. Selain itu juga banyak materi bangunan modern, seperti cat
diding yang masih baru diaplikasikan, papan partikel (particle board), papan fiber
(fiber board), dan berbagai macam perabotan plastik yang mengeluarkan gas organik
dalam jangka tahunan.
 Pajanan Ergonomi. Posisi tubuh yang membungkuk dan jongkok saat bekerja dan
leher menoleh menekuk.
 Pajanan Psikososial. Stress psikis, monoton kerja, tuntutan pekerjaan, dan lain-lain.3,4

c. Jumlah pajanan
Untuk mengetahui pajanan kita bisa menanyakan berapa jam sehari untuk bekerja.
Semakin banyak atau lama waktu dalam bekerja di gedung yang “sakit” semakin banyak
terkena pajanan.
d. Faktor individu
Perhatikan kesehatan fisik pasien. Tanyakan riwayat alergi, tanyakan juga ada
riwayat pajanan serupa sebelumnya sehingga resiko tnya meningkat atau tudak, dan riwayat
penyakit keluarga (penyakit keturunan dan apakah anggota keluarga lain juga menderita hal
yang sama). Kebersihan perorangan juga penting karena kemungkinan saja keluhannya itu
disebabkan karena dia tidak bersih , jarang membersihkan ruangan tempat ia bekerja
sehingga banyak debu.4

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 7


e. Faktor lain diluar pekerjaan

Selain faktor dari individu pasien itu sendiri. Kita juga perlu menanyakan faktor-faktor
lain, seperti:

 Hobi: karena ada kemungkinan keluhannya ini karena hobinya misalnya menonton
TV berjam-jam.
 Kebiasaan (merokok, minum alkohol).
 Pajanan rumah: ini penting untuk mencari penyebab spesifik dari keluhannya
(rumah/daerah sekitar rumah sedang dalam tahap renovasi, sirkulasi udara dirumah
berhubungan dengan ventilasi dan kebersihan pendingin udara, kebersihan rumah,
adakah di rumah yang merokok)
 Aktifitas di luar rumah: sepulang dari kantor apakah pasien ada pekerjaan sambilan
juga misalnya menjadi penjaga toko tua, tukang cat.4

f. Diagnosis okupasi
Dari 6 langkah diagnosis diatas, maka diagnosis penyakit diatas adalah penyakit
akibat hubungan kerja atau lebih spesifik penyakit Sick Building Syndrome.

Sick building syndrome

Sick Building Syndrome (SBS) merupakan kumpulan gejala yang dialami oleh
pegawai atau pekerja dalam gedung perkantoran berhubungan dengan lamanya berada dalam
gedung serta kualiatas udara yang buruk yang dihubungkan dengan waktu yang dihabiskan di
dalamgedung tersebut tetapi tidak terdapat penyakit atau penyebab khusus yang dapat
diidentifikasi. Diagnosa SBS iniakan diperkuat lagi jika terdapat beberapa karyawan lain
yang bekerja di bangunan yang sama mengalami keluhan yang sama seperti pasien tersebut.
Orang dinyatakan menderita SBS apabila memiliki keluhan minimal 2 atau lebih dari
sekumpulan gejala tersebut, dalam kurun waktu bersamaan selama berada dalam ruangan dan
perlahanlahan menghilang saat meninggalkan ruangan atau gedung tersebut. Masa kerja
dengan keluhan Sick Building Syndrome Semakin lama pegawai bekerja disuatu tempat,
semakin besar kemungkinan mereka terpapar oleh faktor-faktor lingkungan kerja baik fisik
maupun kimia yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit akibat kerja
khususnya SBS yang pada akhirnya dapat mengakibatkan menurunnya produktifitas kerja

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 8


seorang pegawai atau pekerja. Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena
tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan muskuler.
Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya 20% saja yang dipergunakan dan
sisanya akan dibuang ke lingkungan. Suhu yang terlalu tinggi ataupun terlalu rendah bisa
memepengaruhi konsentrasi dan kemampuan kerja seseorang .Temperatur yang terlalu tinggi
menyebabkan seseorang kehilangan cairan lebih cepat dan pada kondisi ekstrim bisa
menyebabkan heat stroke. Sebaliknya pada temperatur yang rendah memaksa seseorang
untuk bekerja lebih keras mempertahankan suhu tubuhnya tetap pada kondisi normal. Pada
kondisi ekstrim temperatur yang terlalu dingin bisa menyebabkan frost bite. Pada kedua
kondisi diatas baik temperatur terlalu tinggi ataupun rendah tubuh bisa merasakan kelelahan
lebih cepat daripada normal dan mengalami berbagai gejala seperti iritasi mata, iritasi
tenggorokan dan batuk-batuk yang termasuk gejala-gejala SBS. 4

Pemeriksaan fisik

 Tanda-tanda vital: suhu, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi nafas


 Keadaan umum
 Pemeriksaan fisik
 Inspeksi: melihat warna mata, melihat ada atau tidak lesi-lesi alergik pada kulit,
 Palpasi: melakukan palpasi umum untuk mengetahui lokasi nyeri.
 Auskultasi: suara paru 1

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaaan darah : Hb,Ht, leukosit, trombosit,dll. ( biasanya hasilnya


normal)
 Pemeriksaan rontgen toraks ( biasanya hasilnya normal )
 Pemeriksaan dahak dengan pewarnaan DFA (direct fluorescent antibody)
biasanya menunjukkan adanya Legionella.

2.2Gejala Sick Building Syndrome


Simptom dan gejala yang biasa ditimbulkan oleh SBS ialah sakit kepala, mual,
iritasimukosa membran, kulit gatal-gatal, nyeri badan, batuk pilek dan mata terasa panas atau
gatal.Gejala-gejala ini disebabkan oleh udara yang sangat kering, pergerakan udara yang
sedikit atau ventilasi yang buruk.5

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 9


2.3 Penatalaksanaan

a. Non-medika mentosa

Menghilangkan sumber kontaminasi penyebab SBS, misalnya dengan pembersihan AC


secara berkala
Jangan merokok, karena dapat memperberat penyakit
Menghilangkan sumber polutan. Jika suatu gedung telah dinyatakan telah terkena SBS,
maka perlu dilakukan pemeriksaan menyeluruh untuk mencari sumber polutan yang
dominan. Setelah sumber tersebut ditemukan, maka langkah selanjutnya adalah
menghilangkan sumber polutan tersebut.
Meningkatkan laju pertukaran udara. Ini dapat dilakukan dengan melakukan modifikasi
terhadap sistem ventilasi yang telah ada disesuaikan dengan standar baku yang telah
ada.
Membersihakan udara yang disirkulasikan di dalam gedung. Hal ini dapat dilakukan
dengan menggunakan filter yang dapat menyaring udara, meskipun sangat terbatas.
Menjaga temperature dan kelembapan ruangan dalam rentang dimana kontaminasi
biologis susah bertahan hidup. Biasanya dalam temperature 70oF dan kelembapan 40-
60%.
Jendela sedapat mungkin dibuka untuk membantu proses pertukaran udara dalam dan
udara luar.6

b. Medika mentosa

Pengobatan dilakukan berdasarkan simptom:

Decongstan: membantu melancarkan pernafasan dan pengeluaran mucus atau lendir


dari hidung.
Dextromethorpan atau ambroxol: membantu mengeluarkan dahak atau mengencerkan
dahak.
Paracetamol, ibuprofen, aspirin: demam, sakit kepala dan nyeri seluruh badan.
Antibiotik erythromycin: untuk penyakit seperti Legionnaire.

2.4 Pencegahan

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 10


 Edukasi tentang penyakit SBS
 Upaya agar udara luar yang segar dapat masuk ke dalam gedung secara baik dan
terdistribusi secara merata ke semua bagian didalam suatu gedung. Dalam hal ini
perlu diperhatikan agar lubang tempat masuknya udara luar tidak berdekatan dengan
sumber-sumber pencemar di luar gedung agar bahan pencemar tidak terhisap masuk
ke dalam gedung. Ventilasi dan sirkulasinya udara dalam gedung diatur sedemikian
rupa agar semua orang yang bekerja merasa segar, nyaman dan sehat, jumlah supply
udara segar sesuai dengan kebutuhan jumlah orang didalam ruangan, demikian pula
harus diperhatikan jumlah supply udara segar yang cukup apabila ada penambahan-
penambahan karyawan baru dalam jumlah yang signifikan.
 Perlu pula diperhatikan pemilihan bahan-bahan bangunan dan bahan pembersih
ruangan yang tidak akan mencemari lingkungan udara di dalam gedung dan lebih
ramah lingkungan (green washing,non toxic, natural, ecological friendly).
 Penambahan batas-batas ruangan dan penambahan jumlah orang yang bekerja
dalam satu ruangan hendaknya dilakukan setelah memperhitungkan agar setiap
bagian ruangan dan setiap individu mendapat ventilasi udara yang memadai.
 Keluar gedung saat istirahat untuk menghirup udara segar.
 Alokasikan ruangan khas untuk merokok dan buat jalur ventilasi untuk asap
buangannya demikian sehingga tidak bercampur dengan sirkulasi udara segar
menuju ruangan lainnya.
 Segera laporkan apabila terlihat gejala-gejala sick building syndrome.4,6

2.5 Prognosis

Prognosis untuk kasus ini baik bila penyebab dapat diatasi dengan segera. Sehingga
kualitas kerja para pekerja baik, dan akhirnya produktivitas perusahaan baik.

III. Penutup
Kesimpulan

Berdasarkan skenario kasus, wanita 30 tahun dengan keluhan batuk pilek berulang
menderita sick building syndrome (SBS) yang merupakan penyakit akibat kerja. Penyakit
sick building syndrome (SBS) biasanya timbul pada lokasi atau tempat kerja sehari-hari yang
kurang sehat. Kehidupan masyarakat yang modern dan dikelilingi dengan perangkat
teknologi bisa berdampak buruk bagi tubuh, salah satunya adalah penyakitnya SBS. SBS

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 11


adalah istilah yang menyatakan bahwa gedung-gedung industri, perkantoran, perdagangan,
dan rumah tinggal yang menimbulkan dampak penyakit.
SBS sangat mungkin menurunkan produktivitas. Berbagai penyakit itu muncul
disebabkan polutan dari berbagai perangkat dan peralatan di dalam ruangan gedung, kantor,
dan rumah. Polutan yang mencemari ruangan kerja itu seperti asap rokok, ozon yang berasal
dari mesin fotokopi dan printer, kuman dan bakteri yang berasal dari karpet. Memang
penyakit yang ditimbulkan lewat oleh SBS tersebut tidak seketika terjadi. Namun, jika terus-
menerus terkena dampak tersebut bisa memicu munculnya berbagai penyakit dalam tubuh.
Yang perlu diperbaiki adalah rumah atau lingkungan tempat kerja. Caranya adalah dengan
memberikan ruang sanitasi udara yang cukup, begitu juga untuk pancaran sinar matahari.

Daftar Pustaka

1. Utami ET. Hubungan antara kualitas udara pada ruangan ber-AC sentral dan sick
building sindrome. Jateng-DIY. Tesis DIY:UNNES:2005.
2. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku ajar ilmu kesehatan telinga
hidung tenggorok kepala dan leher. Edisi 7.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2012.h.106-13.
3. Jaakkola K, Jaakkola MS. Sick building syndrome. In: Hendrik DJ, Burge PS, Beckett
WS, Churg A, editors. Occupational disorder of the lung: recognation management and
prevention. 5th ed. London: WB Saunders;2007. h. 241-55.
4. Aditama TY, Andarini SL. Sick building syndrome. Jakarta: Med J Indones; 2002. Page
124-31.
5. Hodgson M. Indoor environmental exposure and symptoms. Environ Health Perspect
2007. Page 663-7.
6. Ladou J, Fischman ML. Current occupational and environmental medicine. Edisi 4.
New York: McGraw Hill companies;2007.h.719-24.

Pbl blok 28- Fina Otta Apelia Page 12

Anda mungkin juga menyukai