Cedera Kepala
Cedera Kepala
DI SUSUN OLEH :
ANDRIE SETIAWAN
5018031010
B. Etiologi
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi deselerasi,
coup-countre coup, dan cedera rotasional.
1. Cedera Akselerasi: terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak
(mis, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakan kekepala)
2. Cedera Deselerasi: terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti
pada kasus jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan
3. Cedera akselerasi-deselerasi: sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor
dan episode kekerasan fisik
4. Cedera coup-countre coup: terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak
bergerak dalam ruang kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertama kali terbentur. Sebagai contoh pasien dipukuli
dibagian belakang kepala.
5. Cedera cedera rotasional: terjadi jika pukulan atau benturan menyebabkan otak berputar
dalam rongga tengkorak,yang mengakibatkan peregangan atau robenya neuron dalam
subtansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan bagian
dalam rongga tengkorak.
D. Patofisiologi
Patofisiologis dari cedera kepala traumatic dibagi dalam proses primer dan proses
sekunder. Kerusakan yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu
trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian besar daerah otak.
Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada permukaan otak, terutama pada kutub
temporal dan permukaan orbital dari lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi
selama lebih dari 30 tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex
adalah penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon motorik dan
pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda pasien yang menderita cedera kepala
traumatik berat.
1. Proses Primer
Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi. Cedera primer biasanya fokal
(perdarahan, konusi) dan difus (jejas akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap
awal yang diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan tergantung
pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak diam, percepatan dan
perlambatan gerak kepala. Proses primer menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan
segera intrakranial, robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah
yang terkena.
2. Proses Sekunder
Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma menyusul kerusakan primer.
Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik dari intrakranial. Dari berbagai gangguan
sistemik, hipoksia dan hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi
menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya iskemi dan infark
otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder disebabkan berbagai faktor seperti
kerusakan sawar darah otak, gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan
hormonal, pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma saraf
proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala neurologis yang tergantung
lokasi kerusakan.
F. Komplikasi
1. Kebocoran cairan cerebrospinal akibat fraktur
2. kejang-kejang paska trauma
3. DM insipidus disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis penyakit
(anonym, 2011)
G. Pemeriksaan penunjang
a. CT Scan dan Rontgen mengidentifikasi adanya hemoragik, menentukan ukuran
ventrikuler, pergeseran jaringan otak
b. Angiografi serebral menjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pergeseran jaringan
otak akibat edema, perdarahan, trauma
c. X-Ray mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan/edema), fragmen tulang
d. Analisa gas darah mendeteksi ventilasi atau masalah pernapasan (oksigenasi) jika
peningkatan tekanan intracranial.
e. Elektrolit untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat peningkatan
tekanan intracranial
H. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Menjamin kelancaran jalan nafas dan control vertebra cervicalis
b. Menjaga saluran nafas tetap bersih, bebas dari secret
c. Mempertahankan sirkulasi stabil
d. Melakukan observasi tingkat kesadaran dan tanda tanda vital
e. Menjaga intake cairan elektrolit dan nutrisi jangan sampai terjadi hiperhidrasi
f. Menjaga kebersihan kulit untuk mencegah terjadinya decubitus
g. Mengelola pemberian obat sesuai program
2. Penatalaksanaan Medis
a. Oksigenasi dan IVFD
b. Terapi untuk mengurangi edema serebri (anti edema)
Dexamethasone 10 mg untuk dosis awal, selanjutnya:
1) 5 mg/6 jam untuk hari I dan II
2) 5 mg/8 jam untuk hari III
3) 5 mg/12 jam untuk hari IV
4) 5 mg/24 jam untuk hari V
c. Terapi neurotropik: citicoline, piroxicam
d. Terapi anti perdarahan bila perlu
e. Terapi antibiotik untuk profilaksis
f. Terapi antipeuretik bila demam
g. Terapi anti konvulsi bila klien kejang
h. Terapi diazepam 5-10 mg atau CPZ bila klien gelisah
i. Intake cairan tidak boleh > 800 cc/24 jam selama 3-4 hari
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan cidera kepalah adalah
sebagai berikut :
1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral) b/d aliran arteri dan atau vena terputus
2. Nyeri akut b/d agen injury fisik
3. Pola nafas tak efektif b/d hipoventilasi
4. Kerusakan integritas kulit b/d imobilitas yg lama
5. Defisit perawatan diri : makan/mandi, toileting b/d kelemahan fisik dan nyeri
6. Resiko tinggi infeksi b/d trauma/laserasi kulit kepala
7. PK: peningkatan TIK dengan proses desak ruang akibat penumpukan cairan /darahdi
dalam otak
C. Rencana Keperawatan
Monitoring Neurologis
1. Monitor ukuran,
kesimetrisan, reaksi dan
bentuk pupil
2. Monitoring tingkat
kesadaran klien
3. Monitoring tanda-tanda
vital
4. Monitoring keluhan
nyeri kepala, mual, dan
muntah
5. Monitoring respon
klien terhadap pengobatan
6. Hindari aktivitas jika
TIK meningkat
7. Observasi kondisi fisik
klien
Terapi Oksigen
1. Bersihkan jalan nafas
dari secret
2. Pertahankan jalan nafas
tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruksi
4. Monitor aliran oksigen,
kanul oksigen dan
humidifiler
5. Beri penjelasan kepada
klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda
hipoventilasi
7. Monitor respon klien
terhadap pemberian
oksigen
8. Anjurkan klien untuk
tetap memakai oksigen
selama aktivitas dan tidur.
2 Nyeri akut b/d agen injury NOC Manajemen nyeri
1. Nyeri terkontrol 1. Kaji keluhan nyeri,
fisik,
2. Tingkat nyeri
lokasi, karekteristik,
Dengan batasan karakteristik: 3. Tingkat kenyamanan
onset/durasi, frekuensi,
Laporan nyeri kepala setelah dilakukan asuhan
kualitas dan beratnya
secara verbal atau non verbal keperawatan selama 3 × 24
Respon autonomy nyeri
jam, klien dapat:
(perubahan vital sign, dilatasi 2. Observasi respon
1. Mengontrol nyeri dengan
pupil) ketidaknyaman secara
Tingkahlaku ekspresif indikator
Mengenal faktor-faktor verbal dan non verbal
(gelisah, menangis, merintih) 3. Pastikan klien
Fakta dari observasi penyebab
menerima perawatan
Gangguan tidur (mata Mengenal onset nyeri
Tindakan pertolongan non analgetik dng tepat
sayu,menyeringai, dll)
farmakologi 4. Gunakan strategi
Menggunakan analgetik komunikasi yang efektif u/
Melaporkan gejala-gejala
mengetahui respon
nyeri kpd tim kes
Nyeri terkontrol penerimaan klien terhadap
2. Menunjukan tingkat nyeri nyeri
Dengan indikator : 5. Evaluasi keefetifan
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri penggunaan control nyeri
Lamanya episode nyeri 6. Monitoring perubahan
Ekspresi nyeri; wajah nyeri baik actual maupun
Perubahan respirasi rate
Perubahan tekanan darah potensial
Kehilangan nafsu makan 7. Sediakan lingkungan
3. Tingkat kenyaman, yang nyaman
Dengan indicator : 8. Kurangi faktor-faktor
Klien melaporkan
yang dapat menamba
kebutuhan tidur dan istrahat
ungkapan nyeri
tercukupi 9. Ajarkan penggunaan
teknik relaksasi sebelum
atau sesudah nyeri
berlangsung
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
memilih tindakan selain
obat untuk meringankan
nyeri
11. Tingkatkan istrahat
yang adekuat untuk
meringankan nyeri
Manajemen pengobatan
1. Tentukan obat yg
dibutuhkan klien dan cara
mengelola sesuai dengan
anjuran/dosis
2. Monitor efek
teraupetik dan pengobatan
3. Monitor tanda, gejala
dan efek samping obat
4. Monitor interaksi obat
5. Ajarkan pada
klien/keluarga cara
mengatasi efek samping
pengobatan
6. Jelaskan manfaat
pengobatan yang dapat
mempengaruhi gayahidup
klien.
Pengelolaan analgetik
1. Periksa perintah medis
tentang obat, dosis &
frekuensi obat analgetik
2. Periksa riwayat alergi
klien
3. Pilih obat berdasarkan
tipe dan beratnya nyeri
4. Pilih cara pemberian IV
atau IM u/ pengobatan,
jika mungkin
5. Monitor vital sign
sebelum dan sesuda
pemberian analgetik
6. Kelolah jadwal
pemberian analgetik yang
sesuai
7. Evaluasi efektifitas
dosis analgetik observasi
tanda gejala efek samping,
missal depresi pernapasan,
mual, muntah, mulut
kering, & konstipasi
8. Kolaborasi dng dokter
untuk obat dosis & cara
pemberian yang di
indikasikan
9. Tentukan lokasi nyeri,
karakteristik, kualitas, dan
keparahan sebelum
pengobatan
10. Berikan obat dengan
prinsip 5 benar
11. Dokumentasikan
respon dari analgetik dan
efek yang tidak diinginkan
3 Pola nafas tak efektif b/d NOC Outcome NIC : manajemen jalan
Status respirasi : pertukaran
hipoventilasi nafas
gas 1. Monitor status respirasi
Status respirasi : kepatenan
dan oksigenasi
jalan nafas 2. Bersihkan jalan napas
Status respirasi : ventilasi 3. Auskultasi suara
Control aspirasi
pernapasan
Clien Outcome : 4. Berikan oksigen sesuai
Jalan napas paten program
Secret dapat di keluarkan NIC : suctioning air way
Suara nafas bersih 1. Observasi secret yg keluar
2. Auskultasi sebelum dan
sesudah melakukan
suction
3. Gunakan peralatan steril
pada saat melakukan
suction
4. Informasikan pada klien
dan keluarga tentang
tindakan suction
4 Kerusakan integritas kulit b/d NOC Outcome : NIC : perawatan luka dan
Integritas kulit
imobilitas yg lama pertahanan kulit
Clien Outcome : 1. Observasi lokasi
Integritas kulit utuh terjadinya kerusakan
integritas kulit
2. Kaji faktor resiko
kerusakan integritas kulit
3. Lakukan perawatan
luka
4. Monitor status nutrisi
5. Atur posisi klien tiap 1
jam sekali
6. Pertahankan kebersihan
alat tenun
5 Defisit perawatan diri b/d NOC : NIC:membantu perawatan
Perawatan diri: (mandi,
kelemahan fisik dan nyeri diri klien mandi dan
makan, toileting, berpakaian)
toileting
setelah dilakukan asuhan
Aktifitas :
keperawatan selama 1 × 24 1. Tempatkan alat-alat
jam, klien mengerti cara mandi di tempat yang
memenuhi ADL secara mudah dikenali dan
bertahap sesuai kemampuan mudah dijangkau klien
2. Libatkan klien dan
dengan kriteria:
Mengerti secara sederhana damping
3. Berikan bantuan selama
cara mandi, makan, toileting,
klien masih mampu
dan berpakaian serta mau
mengerjakan sendiri
mencoba secara aman tanpa
cemas
Klien mau berpartipasi NIC: ADL berpakaian
dengan senang hati tanpa Aktifitas:
keluhan dalam memenuhi 1. Informasikan pada
ADL klien dalam memilih
pakaian selama perawatan
2. Sediakan pakaian di
tempat yang mudah di
jangkau
3. Bantu berpakaian yg
sesuai
4. Jaga privacy klien
5. Berikan pakaian pribadi
yg digemari dan sesuai