PENDAHULUAN
1
BAB II
2.1 EMBRIOLOGI
A. Laring
2
menyebabkan atresia atau stenosis laring. Plika vokalis sejati dan plika vokalis
1
palsu terbentuk antara minggu ke 8 – 9.
Otot-otot laring pada mulanya muncul sebagai suatu sfingter intrinsik yang
terletak dalam tunas kartilago tiroid dan krikoid. Selama perkembangan
selanjutnya, sfingter ini terpisah menjadi massa otot-otot tersendiri (mudigah 13
– 16 mm). Otot-otot laring pertama yang dikenal adalah interaritenoid,
ariepiglotika, krikoaritenoid posterior dan krikotiroid. Otot-otot laring intrinsik
berasal dari mesoderm lengkung brakial ke 6 dan dipersarafi oleh N. Rekuren
Laringeus. M. Krikotiroid berasal dari mesoderm lengkung brakial ke 4 dan
dipersarafi oleh N. Laringeus Superior. Kumpulan otot ekstrinsik berasal dari
2
eminensia epikardial dan dipersarafi oleh N. Hipoglosus.
Tulang hyoid akan mengalami penulangan pada enam tempat, dimulai pada
saat lahir dan lengkap setelah 2 tahun. Katilago tiroid akan mulai mengalami
penulangan pada usia 20 sampai 23 tahun, mulai pada tepi inferior. Kartilago
3
krikoid mulai usia 25 sampai 30 tahun inkomplit, begitu pula dengan aritenoid.
B. ANATOMI
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang merupakan
suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong dan terletak setinggi
vertebra cervicalis IV – VI, dimana pada anak-anak dan wanita letaknya relatif
lebih tinggi. Laring pada umumnya selalu terbuka, hanya kadang-kadang saja
4
tertutup bila sedang menelan makanan.
Lokasi laring dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi dimana
didapatkannya kartilago tiroid yang pada pria dewasa lebih menonjol kedepan
4
dan disebut Prominensia Laring atau disebut juga Adam’s apple atau jakun.
Batas-batas laring berupa sebelah kranial terdapat Aditus Laringeus yang
berhubungan dengan Hipofaring, di sebelah kaudal dibentuk oleh sisi inferior
3
kartilago krikoid dan berhubungan dengan trakea, di sebelah posterior dipisahkan
dari vertebra cervicalis oleh otot-otot prevertebral, dinding dan cavum
laringofaring serta disebelah anterior ditutupi oleh fascia, jaringan lemak, dan
kulit. Sedangkan di sebelah lateral ditutupi oleh otot-otot
4
sternokleidomastoideus, infrahyoid dan lobus kelenjar tiroid.
Laring berbentuk piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago
tiroidea di sebelah atas dan kartilago krikoidea di sebelah bawahnya. Os Hyoid
dihubungkan dengan laring oleh membrana tiroidea. Tulang ini merupakan
tempat melekatnya otot-otot dan ligamenta serta akan mengalami osifikasi
4
sempurna pada usia 2 tahun.
Secara keseluruhan laring dibentuk oleh sejumlah kartilago, ligamentum dan
4
otot-otot.
4
Rima Vestibuli.
2
Merupakan celah antara pita suara palsu.
Rima glottis
Di depan merupakan celah antara pita suara sejati, di belakang antara prosesus
4
vokalis dan basis kartilago aritenoidea.
Vallecula
Terdapat diantara permukaan anterior epiglotis dengan basis lidah, dibentuk
4
oleh plika glossoepiglotika medial dan lateral.
Plika Ariepiglotika
Dibentuk oleh tepi atas ligamentum kuadringulare yang berjalan dari kartilago
4
epiglotika ke kartilago aritenoidea dan kartilago kornikulata.
Sinus Pyriformis (Hipofaring)
4
Terletak antara plika ariepiglotika dan permukaan dalam kartilago tiroidea.
Incisura Interaritenoidea
4
Suatu lekukan atau takik diantara tuberkulum kornikulatum kanan dan kiri.
Vestibulum Laring
Ruangan yang dibatasi oleh epiglotis, membrana kuadringularis, kartilago
aritenoid, permukaan atas proc. vokalis kartilago aritenoidea dan
4
m.interaritenoidea.
Plika Ventrikularis (pita suara palsu)
Yaitu pita suara palsu yang bergerak bersama-sama dengan kartilago
aritenoidea untuk menutup glottis dalam keadaan terpaksa, merupakan dua
4
lipatan tebal dari selaput lendir dengan jaringan ikat tipis di tengahnya.
Ventrikel Laring Morgagni (sinus laringeus)
Yaitu ruangan antara pita suara palsu dan sejati. Dekat ujung anterior dari
ventrikel terdapat suatu divertikulum yang meluas ke atas diantara pita suara
5
palsu dan permukaan dalam kartilago tiroidea, dilapisi epitel berlapis semu
bersilia dengan beberapa kelenjar seromukosa yang fungsinya untuk melicinkan
4
pita suara sejati, disebut appendiks atau sakulus ventrikel laring.
Plika Vokalis (pita suara sejati)
Terdapat di bagian bawah laring. Tiga per lima bagian dibentuk oleh
ligamentum vokalis dan celahnya disebut intermembranous portion, dan dua per
lima belakang dibentuk oleh prosesus vokalis dari kartilago aritenoidea dan
4
disebut intercartilagenous portion.
C. Fisiologi
2.2 Laring
Laring mempunyai 3 (tiga) fungsi dasar yaitu fonasi, respirasi dan proteksi
disamping beberapa fungsi lainnya seperti terlihat pada uraian berikut : 6,7
6
- Fungsi Fonasi.
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Suara
dibentuk karena adanya aliran udara respirasi yang konstan dan adanya
interaksi antara udara dan pita suara. Nada suara dari laring diperkuat oleh
adanya tekanan udara pernafasan subglotik dan vibrasi laring serta adanya
ruangan resonansi seperti rongga mulut, udara dalam paru-paru, trakea, faring,
dan hidung. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai
cara. Otot intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada
dengan mengubah bentuk dan massa ujung-ujung bebas dan tegangan pita
suara sejati. Ada 2 teori yang mengemukakan bagaimana suara terbentuk :
7
Teori Neuromuskular.
Teori ini sampai sekarang belum terbukti, diperkirakan bahwa awal dari
getaran plika vokalis adalah saat adanya impuls dari sistem saraf pusat melalui
N. Vagus, untuk mengaktifkan otot-otot laring. Menurut teori ini jumlah
impuls yang dikirimkan ke laring mencerminkan banyaknya / frekuensi
getaran plika vokalis. Analisis secara fisiologi dan audiometri menunjukkan
bahwa teori ini tidaklah benar (suara masih bisa diproduksi pada pasien
dengan paralisis plika vokalis bilateral).
- Fungsi Proteksi.
Benda asing tidak dapat masuk ke dalam laring dengan adanya reflek otot-
otot yang bersifat adduksi, sehingga rima glotis tertutup. Pada waktu menelan,
pernafasan berhenti sejenak akibat adanya rangsangan terhadap reseptor yang
ada pada epiglotis, plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan daerah
interaritenoid melalui serabut afferen N. Laringeus Superior. Sebagai
jawabannya, sfingter dan epiglotis menutup. Gerakan laring ke atas dan ke
depan menyebabkan celah proksimal laring tertutup oleh dasar lidah. Struktur
ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus dan masuk ke sinus
piriformis lalu ke introitus esofagus.
- Fungsi Respirasi.
Pada waktu inspirasi diafragma bergerak ke bawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. Krikoaritenoideus Posterior terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotis terbuka. Proses ini dipengaruhi oleh
tekanan parsial CO2 dan O2 arteri serta pH darah. Bila pO2 tinggi akan
menghambat pembukaan rima glotis, sedangkan bila pCO2 tinggi akan
merangsang pembukaan rima glotis. Hiperkapnia dan obstruksi laring
8
mengakibatkan pembukaan laring secara reflektoris, sedangkan peningkatan
pO2 arterial dan hiperventilasi akan menghambat pembukaan laring. Tekanan
parsial CO2 darah dan pH darah berperan dalam mengontrol posisi pita suara.
- Fungsi Sirkulasi.
Pembukaan dan penutupan laring menyebabkan penurunan dan peninggian
tekanan intratorakal yang berpengaruh pada venous return. Perangsangan
dinding laring terutama pada bayi dapat menyebabkan bradikardi, kadang-
kadang henti jantung. Hal ini dapat karena adanya reflek kardiovaskuler dari
laring. Reseptor dari reflek ini adalah baroreseptor yang terdapat di aorta.
Impuls dikirim melalui N. Laringeus Rekurens dan Ramus Komunikans N.
Laringeus Superior. Bila serabut ini terangsang terutama bila laring dilatasi,
maka terjadi penurunan denyut jantung.
- Fungsi Fiksasi.
Berhubungan dengan mempertahankan tekanan intratorakal agar tetap
tinggi, misalnya batuk, bersin dan mengedan.
- Fungsi Menelan.
Terdapat 3 (tiga) kejadian yang berhubungan dengan laring pada saat
berlangsungnya proses menelan, yaitu :
9
Laring menutup untuk mencegah makanan atau minuman masuk ke saluran
pernafasan dengan jalan menkontraksikan orifisium dan penutupan laring oleh
epiglotis.
D. Histologi
Mukosa laring dibentuk oleh epitel berlapis silindris semu bersilia kecuali
pada daerah pita suara yang terdiri dari epitel berlapis gepeng tak bertanduk.
10
Kartilago kornikulata, kuneiforme dan epiglotis merupakan kartilago
hialin. Plika vokalis sendiri tidak mengandung kelenjar. Mukosa laring
2.3.2 Epidemiologi
Pseudo Croup biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai 3 tahun
dengan puncaknya pada usia 1-2 tahun. Akan tetapi croup dapat juga terjadi
pada anak berusia 3 bulan dan di atas 15 tahun. Penyakit ini lebih sering
terjadi pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan rasio 3:2. Angka
kejadian meningkat di musim dingin dan musim gugur, tetapi penyakit ini
tetap dapat terjadi sepanjang tahun. Pasien croup merupakan 15% dari seluruh
pasien dengan infeksi respiratori yang berkunjung ke dokter. Kekambuhan
sering terjadi pada usia 3-6 tahun dan berkurang sejalan dengan pematangan
struktur anatomi saluran respiratori atas. Hampir 15% pasien memiliki riwayat
keluarga dengan penyakit yang sama.6
11
2.3.3 Etiologi
Virus adalah penyebab tersering pseudo croup (sekitar 60% kasus) adalah
Human Parainfluenza virus type 1 (HPIV-1), HPIV- 2,3, dan 4, virus
influenza A dan B, Adenovirus, Respiratory Synctial virus (RSV), dan virus
campak. Meskipun jarang, pernah juga ditemukanMycoplasma pneumonia.2
2.5.5 Patogenesis
12
Penyebaran penyakit dari trakea ke bronkus dan alveoli sehingga
menyebabkan laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis.
Bagaimanapun, obstruksi yang progresif pada tahap ini akan menyebabkan
infeksi bakteri sekunder. 5
Pergerakan dinding dada dan juga dinding abdomen yang tidak teratur
menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan hiperkapnea.
Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan juga terjadi henti
napas. 5
Pada spasmodic croup, gambaran histologi dari jaringan subglotis
menunjukkan edema non inflamasi. Ini menunjukkan tidak ada infeksi viral
secara langsung pada epitel trakeal, dan obstruksi yang terjadi disebabkan
karena terjadinya edema non inflamasi pada sub mukosa di trakea subglottic.
Walaupun dikatakan terdapat hubungan dengan virus yang sama
menyebabkan laringotrakeitis, tetapi penyebab terjadi edema secara tiba-tiba
masih belum diketahui. Dikatakan penyebab terjadinya spasmodic croup
adalah karena reaksi alergi pada antigen virus.
Seperti infeksi respiratori pada umumnya, infeksi virus pada laring dimulai
dari nasofaring dan menyebar ke epitel laring. Peradangan difus, eritema dan
edema yang terjadi pada daerah infeksi menyebabkan terganggunya mobilitas
pita suara serta area subglotis mengalami iritasi. Hal ini menyebabkan suara
pasien menjadi serak (parau). Aliran udara yang melewati saluran respiratori
atas mengalami turbulensi sehingga menimbulkan stridor, diikuti dengan
retraksi dinding dada (selama inspirasi).5,6,7 Stridor inspirasi menunjukkan
adanya obstruksi pada laring.5 Pergerakan dinding dada dan abdomen yang
tidak teratur menyebabkan pasien kelelahan serta mengalami hipoksia dan
hiperkapnea. Pada keadaan ini dapat terjadi gagal napas atau bahkan henti
napas. 5,6,8
13
2.5.6. Manifestasi Klinis
2.5.7. Diagnosis
1. Anamnesis
14
terjadi sesak napas, stridor inspiratorik yang berat, retraksi, dan anak tampak
gelisah, dan akan bertambah berat pada malam hari. Gejala puncak terjadi
pada 24 jam pertama hingga 48 jam. Biasanya perbaikan akan tampak dalam
waktu satu minggu. Anak akan sering menangis, rewel, dan akan merasa
nyaman jika duduk di tempat tidur atau digendong..5
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
15
Bila ditemukan peningkatan leukosit >20.000/mm3 yang didominasi PMN,
kemungkinan telah terjadi superinfeksi, misalnya epiglotitis. 6
2.5.8. Tatalaksana
a. Konservatif
- Non Medikamentosa
Pasien dianjurkan untuk menjaga kelembaban jalan napas dengan
istirahat total penggunaan suara.5,10 Jika harus berbicara maka dianjurkan
menggunakan suara dengan fonasi yang lembut atau bersuara biasa, namun
16
tidak berbisik. Hal ini disebabkan jika berbisik dapat meningkatkan kerja dari
laring.5 Saat berbisik pita suara akan meregang maksimal dan membutuhkan
lebih banyak kerja dari otot-otot laring sehingga dapat memperpanjang waktu
pemulihan.3
- Medikamentosa
17
- Anak berusia di bawah 6 bulan
- Terdengar stridor progresif
- Stridor terdengar ketika sedang beristirahat
- Terdapat gejala gawat napas
- Hipoksemia
- Gelisah
- Sianosis
- Gangguan kesadaran
- Demam tinggi
- Anak tampak toksik
- Tidak ada respon terhadap terapi.6
Epinefrin
Terapi farmakologi juga kadang diperlukan. Salah satunya nebulisasi
epinefrin. Nebulasi epinefrin akan menurunkan permeabilitas vascular epitel
bronkus dan trakea, memperbaiki edema mukosa laring dan meningkatkan
laju udara pernapasan.6
18
Selain itu, nebulisasi epinefrin ini timbul dalam waktu 30 menit dan
bertahan selama dua jam, Epinefrin yang dapat digunakan antara lain sebagai
berikut:6,13
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid dapat mengurangi edema pada mukosa laring
melalui mekanisme anti radang. Uji klinis menunjukkan adanya perbaikan
pada pasien laringitis ringan sedang yang diobati dengan steroid oral atau
parenteral dibandingkan dengan placebo. Kortikosteroid yang dapat diberikan
yaitu deksametason dengan dosis 0,6 mg/kgBB per oral/ intramuskular
sebanyak 1 kali dan dapat diulang dalam 6-24 jam. Efek klinis akan tampak
dalam 2-3 jam setelah pengobatan. Selain deksametason, dapat juga diberikan
prednison atau prednisolone dengan dosis 1-2mg/kgBB6 atau metilprednisolon
11
1-2mg/kbBB kemudian diikuti 0,5mg/kgBB setiap 6-8 jam. Selain itu,
nebulasi budesonid juga dipakai sejak tahun 1990. Larutan 2-4mg budesonid
(2 ml) diberikan melalui nebulizer dan dapat diulang pada 12 sampai 48 jam
pertama. Efek terapi nebulisasi budesonid terjadi dalam 30 menit sedangkan
kortikosteroid sistemik terjadi dalam satu jam. Pemberian terapi ini mungkin
19
akan lebih bermanfaat pada pasien dengan gejala muntah dan gawat napas
yang hebat. Namun pada sebagian besar kasus pemakaian budesonid tidak
lebih baik daripada deksametason oral. Budesonid dan epinefrin dapat
digunakan secara bersamaan.6,13
Antibiotik
Pemberian antibiotik tidak diperlukan kecuali pada pasien dengan
laringitis yang disertai infeksi bakteri. Pasien diberi terapi empiris sambil
menunggu hasil kultur. Terapi awal dapat menggunakan sefalosporin generasi
ke-2 atau ke-3.6
20
b. Operatif
- Trakeostomi dan Intubasi endotrakeal
Jika terdapat tanda tarikan dinding dada bagian bawah kedalam yang
berat dan gelisah merupakan indikasi dilakukan trakeostomi dari pada
oksigen. Intubasi endotrakeal dilakukan pada kasus yang berat yang tidak
responsif terhadap terapi yang lain. Intubasi endotrakeal merupakan terapi
alternatif selain trakeostomi untuk mengatasi obstruksi jalan napas. Indikasi
melakukan endotrakeal adalah adanya hiperkarbia dan adanya ancaman gagal
napas. Selain itu, peningkatan stridor, peningkatan frekuensi napas,
peningkatan frekuensi nadi, retraksi dinding dada, sianosis, letargi atau
penurunan kesadaran. Intubasi hanya diperlukan untuk jangka waktu yang
singkat yaitu hingga edema laring hilang atau teratasi.6,13
- Diphtheria
- Trakeitis bakteri
2.5.10. Prognosis
21
2.5.11. Pencegahan 10,12
22
DAFTAR PUSTAKA
23
11. Badan penerbit ikatan dokter anak Indonesia. Formularium spesialistik ilmu
kesehatan anak.2013;142
12. Feierabend RH, Shahram MN. Hoarseness in adults. Am Fam Physician. 2009
Aug 15;80(4):363-70. Dalam Shah RK. Laryngitis [serial online] 8 September
2012 [cited 5 November 2014]. Didapat dari
http://www.emedicinehealth.com/script/main/art.asp?articlekey=58797&pf=3
&page=11
13. Croup. Buku saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
DEPKES dan IDAI. 2009; 104-105
24