Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BAHASA INDONESIA

STRATEGI MEMPERTAHANKAN BUDAYA INDONESIA


DARI ARUS GLOBALISASI DAN HEGEMONI BUDAYA
ASING

DISUSUN OLEH:
SHILLA ESA MAWADDAH 24040117130073

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
TAHUN 2017/2018

2
DAFTAR ISI

Daftar isi............................................................................................................................ 1
Pendahuluan..................................................................................................................... 2
Latar belakang.................................................................................................................. 2
Rumusan masalah ............................................................................................................ 3
Tujuan penulisan.............................................................................................................. 3

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Bekalang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang mencakup lebih dari 17.000 pulau yang
dihuni oleh sekitar 255 juta penduduk, angka ini mengimplikasikan bahwa banyak
keanekaragaman budaya, etnis, agama maupun linguistik yang dapat ditemukan di dalam
negara ini. Indonesia dikenal dengan banyaknya keanekaragaman budaya yang sangat
bervariasi dari setiap pulau maupun etnis, suku dari setiap daerah.

Budaya adalah warisan para leluhur yang harus tetap dijaga dan dilestarikan sebagai
ciri khusus dan identitas suatu negara, sungguh disayangkan ketika budaya yang sebagai ciri
khas dan identitas itu tergeser dan bahkan punah karena pengaruh budaya lain.

Di era modern saat ini dengan arus globalisasi yang datang dari luar yang sangat cepat
mempengaruhi beberapa aspek kebudayaan di Indonesia menyebabkan beberapa budaya
nasional maupun budaya lokal di Indonesia mengalami kemunduran, kemunduran dalam
fenomena sosial budaya yang terjadi di Indonesia sekarang ini disadari atau tidak telah
terhegemoni oleh budaya asing/luar yang masuk di Indonesia melalui, media massa,
Teknologi Informasi dan Komunikasi, barang-barang impor dll.

Hegemoni budaya-budaya asing seperti gaya hidup (lifestyle) yang masuk dan
menjamur di negeri ini sedikit banyaknya telah diadopsi oleh masyarakat Indonesia seperti
produk budaya; musik, mode pakaian, teknologi, dan makanan. Gaya pakaian yang
menghiasi tubuh generasi muda di Indonesia lebih banyak meniru gaya asing/luar, bahkan
yang paling sederhana adalah model makanan juga meniru gaya barat. Model makanan cepat
saji saat ini telah menjamur di negeri ini. Demikian halnya dengan minuman, rokok, dan lain
sebagainya. Budaya hedonis, materialis dan konsumtif telah menjadikan masyarakat bangsa
Indonesia diperbudak oleh negara lain. Kerelaan menggunakan produk asing atau
membanggakan budaya asing sendiri adalah sebuah penjajahan idelogis yang oleh Antonio
Gramsci disebut sebagai hegemoni budaya. Dalam kehidupan kebiasaan masyarakat
Indonesia sadar atau tidak telah terhegomoni sedikit demi sedikit baik secara budaya,

1
ekonomi, ideologi dan juga politik dan dari akibat itu semua menyebabkan Indonesia tidak
berdaya menentukan jati diri bangsanya sendiri.

“Apakah kelemahan kita adalah kurang percaya diri sebagai bangsa, sehingga kita menjadi
bangsa penjiplak luar negeri dan kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini
asalnya adalah rakyat gotong royong” Ir. Soekarno

Dari kutipan pernyataan presiden pertama soekarno menghimbau kepada kita sebagai
bangsa yang bergotong royong agar bangga terhadap kebudayaan sendiri tanpa harus
menjiplak dari negara lain.

B. Rumusan Masalah

1. Pengaruh hegemoni budaya asing di Indonesia

2. Apa penyebab masuknya pengaruh hegemoni budaya asing masuk di Indonesia

3. Pengaruh budaya asing terhadap eksistensi jati diri bangsa Indonesia

4. Bagaimana Strategi mempertahankan kebudayaan Indonesia

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui apa saja hegemoni budaya asing di Indonesia

2. Mengetahui penyebab hegemoni dan fakor-faktor penyebab masuknya budaya asing


di Indonesia

3. Cara mempertahankan Kebudayaan nasional dan lokal dari hegemoni budaya asing di
Indonesia.

1
BAB II

II.1 TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kebudayaan

Kebudayaan berasal dari kata “budaya”. Budaya diserap dari kata bahasa Sanskerta
“buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan dapat
diartikan “segala hal yang bersangkut dengan budi dan akal” Koentjaraningrat
mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi
daya”, artinya dari budi, kekuatan dari akal, Kemudian beliau merumuskan definisi
kebudayaan itu sebagai “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya
dengan belajar . Sedangkan menurut (Taylor, 1897) Kebudayaan atau pun yang disebut
peradaban, mengandung pengertian yang luas, meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa
yang kompleks, meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat
(kebiasaan), dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat dan sedangkan
Menurut Alfian (1979) Kebudayaan adalah salah satu sumber utama dari sistem atau tata nilai
yang dihayati atau dianut seseorang atau masyarakat yang selanjutnya membentuk sikap
mental atau pola berpikirnya, sikap mental itu mempengaruhi dan membentuk pola
tingkahlakunya dalam berbagai aspek kehidupannya yang pada gilirannya melahirkan sistem
politik, sistem ekonomi, sistem sosial, karya-karya seni budaya, buah-buah ilmu pengetahuan
dan teknologi dan sebagainya. Itu semua mencerminkan corak dan mencerminkan kulitas
kebudayaan itu sendiri. Dari uraian diatas jelas terlihat bahwa kebudayaan sebenarnya
memasuki berbagai segi kehidupan manusia dan masyarakat. Sejalan dengan itu ia
sesungguhnya merupakan unsur utama dalam proses pembangunan diri manusia dan
masyarakat yang harus tetap dipertahankan. (Alfian 1979)

B. Pengertian Hegemoni

Hegemoni (bahasa Yunani: hēgemonía Antonio Gramsci : merujuk pada dominasi


suatu kelas sosial terhadap kelas sosial lain dalam masyarakat melalui hegemoni budaya.
Hegemoni adalah proses dominasi, dimana sebuah ide menumbangkan atau membawahi ide

1
lainnya. Hegemoni tercipta karena kemajuan media serta pengalaman populer kita terkait
dengan konsumsi.

Hegemoni terjadi ketika masyarakat yang dikuasai oleh kelas yang dominan
bersepakat dengan ideologi, gaya hidup dan cara berpikir dari kelas dominan sehingga kaum
tertindas tidak merasa ditindas oleh kelas yang berkuasa. Berdasarkan pemikiran Gramsci
tersebut dapat dijelaskan bahwa hegemoni merupakan suatu kekuasaan atau dominasi atas
nilai-nilai kehidupan, norma, maupun kebudayaan sekelompok masyarakat yang akhirnya
berubah menjadi doktrin terhadap kelompok masyarakat lainnya dimana kelompok yang
didominasi tersebut secara sadar mengikutinya.

Dari beberapa pengertian diatas diharapkan agar kebudayaan yang menjadi unsur
utama proses pembangunan diri manusia dan masyarakat yang harus tetap dipertahankan
tanpa menghilangkan eksistensi Kebudayan Indonesia secara menyeluruh dari hegemoni
budaya asing.

dampak positif dan negatif bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif misalnya, kreatifitas,
inovasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hidup disiplin dan profesionalitas
dalan lain-lain. Dampak negatifnya kebudayaan asing atau barat terhadap masyarakat
Indonesia sudah sampai tahap memprihatinkan karena ada kecenderungan sudah melupakan
kebudayaan bangsanya sendiri. Budaya ikut-ikutan atau latah terhadap cara berpakaian
misalnya. tidak ingin ingin dikatakan kuno, kampungan kalau tidak mengikuti cara
berpakaian ala barat karena dinilai modern, tren dan mengikuti perkembangan zaman meski
memperlihatkan auratnya yang dilarangan oleh ajaran agama maupun bertentangan dengan
adat istiadat masyarakat secara turun temurun.

Selain cara berpakaian dan mode, pergaulan bebas dan cara berhura-hura di kalangan
remaja maupun dewasa yang di lihat sebagi prilaku yang menyimpang baik secara agama
maupun sosial juga menjadi masalah bagi kebudayaan di Indonesia. Umumnya kalangan
muda Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di
anut dan adat kebiasaan yang mereka miliki. Para remaja dan kalangan muda di Indonesia
juga merasa bahwa kebudayaan di negerinya sendiri terkesan jauh dari moderenisasi.
Sehingga para remaja merasa gengsi kalau tidak mengikuti perkembangan zaman meskipun
bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama dan budayanya. Sehingga pada akhirnya

1
masyarakat Indonesia lebih menyukai kebudayaan barat, dibandingkan dengan kebudayaan
sendiri.

C. Pengaruh Hegemoni Kebudayaan Asing terhadap Kebudayaan


Indonesia

Indonesia di kenal sebagai negara multi etnis dan agama, dari situlah Indonesia
memiliki ragam Budaya yang berbeda-beda. Di setiap budaya tersebut terdapat nilai-nilai
sosial dan seni yang tinggi. Pada kondisi saat ini kebudayaan Indonesia kini kian memudar
secara perlahan. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya teknologi yang akhirnya dapat
memberikan dampak negatif terhadap kebudayaan asli Indonesia. Dengan banyak
berkembangnya media elektronik, kebudayaan barat dan kebudayaan asing lainnya dapat
dengan mudah masuk ke Indonesia, sehingga mulai mengubah pola pikir dan prilaku
masyarakat Indonesia. Kebudayaan barat yang masuk ke Indonesia sebenarnya memiliki
dampak positif dan negatif bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif misalnya, kreatifitas,
inovasi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, hidup disiplin dan profesionalitas
dalan lain-lain. Dampak negatifnya kebudayaan asing atau barat terhadap masyarakat
Indonesia sudah sampai tahap memprihatinkan karena ada kecenderungan sudah melupakan
kebudayaan bangsanya sendiri. Budaya ikut-ikutan atau latah terhadap cara berpakaian
misalnya. tidak ingin ingin dikatakan kuno, kampungan kalau tidak mengikuti cara
berpakaian ala barat karena dinilai modern, tren dan mengikuti perkembangan zaman meski
memperlihatkan auratnya yang dilarangan oleh ajaran agama maupun bertentangan dengan
adat istiadat masyarakat secara turun temurun.

Selain cara berpakaian dan mode, pergaulan bebas dan cara berhura-hura di kalangan
remaja maupun dewasa yang di lihat sebagi prilaku yang menyimpang baik secara agama
maupun sosial juga menjadi masalah bagi kebudayaan di Indonesia. Umumnya kalangan
muda Indonesia berperilaku ikut-ikutan tanpa selektif sesuai dengan nilai-nilai agama yang di
anut dan adat kebiasaan yang mereka miliki. Para remaja dan kalangan muda di Indonesia
juga merasa bahwa kebudayaan di negerinya sendiri terkesan jauh dari moderenisasi.
Sehingga para remaja merasa gengsi kalau tidak mengikuti perkembangan zaman meskipun
bertentangan dengan nilai-nilai ajaran agama dan budayanya. Sehingga pada akhirnya
masyarakat Indonesia lebih menyukai kebudayaan barat, dibandingkan dengan kebudayaan
sendiri.

1
D. Globalisasi dan Teknologi Informasi dan Komunikasi Penyebab
Hegemoni Budaya Asing di Indonesia

Seiring dengan kian pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,


arus globalisasi juga semakin menyebar ke segenap penjuru dunia. Penyebarannya
berlangsung secara cepat dan meluas, tak terbatas pada negara-negara maju dengan
pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi juga melintasi batas negara-negara berkembang dan miskin
dengan pertumbuhan ekonomi rendah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
dengan derasnya arus globalisasi merupakan dua proses yang saling terkait satu sama lain.
Keduanya saling mendukung. Tak ada globalisasi tanpa kemajuan teknologi informasi dan
komunikasi. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi juga berjalan lambat jika
masyarakat tidak berpikir secara global. Dalam konteks itu, globalisasi menjadi sebuah
fenomena yang tak terelakkan

Semua golongan, suka atau tidak suka, harus menerima kenyataan bahwa globalisasi
merupakan sebuah virus mematikan yang bisa berpengaruh buruk pada pudarnya eksistensi
budaya-budaya lokal atau sebuah obat mujarab yang dapat menyembuhkan penyakit-penyakit
tradisional yang berakar pada kemalasan, kejumudan, dan ketertinggalan. Karena globalisasi
diusung oleh negara-negara maju yang memiliki budaya berbeda dengan negara-negara
berkembang, maka nilai-nilai Barat bisa menjadi ancaman bagi kelestarian nilai-nilai lokal di
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.

Harus diakui, aktor utama dalam proses globalisasi masa kini adalah negara-negara
maju. Mereka berupaya mengekspor nilai-nilai lokal di negaranya untuk disebarkan ke
seluruh dunia sebagai nilai-nilai global. Mereka dapat dengan mudah melakukan itu karena
mereka menguasai arus teknologi informasi dan komunikasi lintas batas negara-bangsa.
Sebaliknya, pada saat yang sama, negara-negara berkembang tak mampu menyebarkan nilai-
nilai lokalnya karena daya kompetitifnya yang rendah. Akibatnya, negara-negara berkembang
hanya menjadi penonton bagi masuk dan berkembangnya nilai-nilai negara maju yang
dianggap nilai-nilai global ke wilayah negaranya. Bagi Indonesia, merasuknya nilai-nilai
Barat yang menumpang arus globalisasi ke kalangan masyarakat Indonesia merupakan

1
ancaman bagi budaya asli yang mencitrakan lokalitas khas daerah-daerah di negeri ini.
Kesenian-kesenian daerah seperti ludruk, ketoprak, wayang, gamelan, tari dan kebudayaan
lainnya dari setiap daerah menghadapi ancaman serius dari berkembangnya budaya pop khas
budaya asing yang semakin diminati masyarakat karena dianggap lebih modern. Budaya
konvensional yang menempatkan toleransi, keramahtamahan, penghormatan pada yang lebih
tua juga digempur oleh pergaulan bebas dan sikap individualistik yang dibawa oleh arus
globalisasi. Dalam situasi demikian, kesalahan dalam merespon globalisasi bisa berakibat
pada lenyapnya budaya nasional dan lokal. Kesalahan dalam merumuskan strategi
mempertahankan eksistensi budaya nasional dan lokal juga bisa mengakibatkan budaya
nasional dan lokal semakin ditinggalkan masyarakat yang kini kian gandrung pada budaya
yang dibawa arus globalisasi.

Inilah masalah terbesar budaya lokal di era kekinian. Ketika gelombang globalisasi
menggulung wilayah Indonesia, kekuatannya ternyata mampu menggilas budaya-budaya
lokal. Menurut Saidi (1998), proses itu sudah berlangsung sejak dimulainya era liberalisasi
Indonesia pada zaman Presiden Soeharto. Sejak masa liberalisasi, budaya-budaya asing
masuk Indonesia sejalan dengan masuknya pengaruh-pengaruh lainnya. Sementara, Wilhelm
(2000) berpendapat bahwa perusakan budaya dimulai sejak masa teknologi informasi seperti
satelit dan internet berkembang. Sejak masa itu, konsumsi informasi menjadi kian tak
terbatas. Masa-masa yang haram untuk mengkonsumsi sesuatu ternyata menjadi halal begitu
saja. Anak-anak kecil dapat begitu saja melihat gambar-gambar porno. Remaja-remaja yang
seharusnya menjadi tonggak kebudayaan bangsa malah mengagung-agungkan hedonisme dan
modernitas.

Karena itu, di era kontemporer sekarang ini, ujian terbesar yang dihadapi budaya lokal
adalah mempertahankan eksistensinya di tengah terpaan globalisasi. Strategi-strategi yang
jitu dalam menguatkan daya tahan budaya lokal perlu dirumuskan.

E. Problematika Budaya Indonesia di Era Globalisasi

Problematika yang dihadapi budaya nasional dan lokal di Indonesia di masa lalu jauh
berbeda dibandingkan masa kini. Di masa lampau, globalisasi telah terjadi dalam model yang
berbeda Sejarah abad ke-5 mencatat, kemapanan budaya lokal yang merupakan akumulasi
dari budaya masyarakat di sekitarnya dimasuki tradisi dan budaya Hindu. Di abad ke-13,

1
tradisi muslim turut memasuki budaya lokal. Hal itu disikapi dengan proses akulturasi yang
wajar tanpa rekayasa

sehingga melahirkan kebudayaan baru yang bernuansa Hindu dan Islam yang khas Indonesia.

Kolonialisme Belanda mulai abad ke-16 mengeser budaya lokal untuk lebih dekat ke
Barat. Tetapi, pergeseran itu tidak membuahkan perubahan berarti. Dalam kebudayaan Jawa
misalnya, strategi budaya ’ngeli tanpa ngeli’ (menghanyut tetapi tidak ikut benar-benar
hanyut dalam menghadapi gelombang perubahan zaman) telah terbukti berhasil menangkal
arus budaya asing (Suryanti 2007).

Namun, situasi masa lalu jelas berbeda dengan masa kini. Modus dan skala globalisasi
telah berubah. Sekarang, dunia mengalami Revolusi 4T (Technology, Telecomunication,
Transportation, Tourism) yang memiliki globalizing force dominan sehingga batas
antarwilayah semakin kabur dan berujung pada terciptanya global village seperti yang pernah
diprediksikan McLuhan (Saptadi 2008).

Kondisi itu memunculkan permasalahan pada melunturnya warisan budaya. Bukti


nyata kelunturan warisan budaya itu antara lain dapat disaksikan pada gaya berpakaian, gaya
bahasa, dan teknologi informasi. Rok mini dipandang lebih indah daripada pakaian rapat.
Bahasa daerah, bahkan bahasa nasional, tergeser oleh bahasa asing. Di berbagai kesempatan
seringkali terlihat masyarakat lebih senang menggunakan bahasa Inggris karena dipandang
lebih modern.

Pola konsumsi masyarakat juga beralih pada makanan-makanan cepat saji (fastfood)
yang bisa didapatkan di restoran. Pizza, spaghetti, hamburger, fried chicken dianggap lebih
menarik daripada makanan lokal. Aneka makanan itu menawarkan kepraktisan. Masyarakat
menilai globalisasi telah mendorong terciptanya kecepatan, efisiensi, efektivitas yang
bermuara pada kepraktisan dalam segala hal. Tidak hanya dalam makanan, budaya asing yang
mengglobal juga menawarkan kepraktisan dalam berpakaian dengan cukup mengenakan
kemeja, kaos, celana dan rok. Sebaliknya, budaya lokal dinilai terlalu rumit. Dalam
kebudayaan asli Jawa, masyarakat dianjurkan memakai beskap dan kebaya yang cara
pemakaiannya memakan waktu lama (Suryanti 2007).

Pola semacam itu menerapkan banyak aturan yang rumit. Persoalannya, aturan yang
terlalu ketat sebagai bagian dari sebuah ritual budaya dinilai membatasi kebebasan

1
masyarakat. Masyarakat yang terbawa arus globalisasi menginginkan adanya kebebasan
dalam berekspresi. Upacara-upacara ritual yang rumit dan mahal dianggap tak sejalan dengan
ekspresifitas yang ingin diungkapkan masyarakat. Keinginan untuk menabrak ritual itu tak
bisa diakomodasi budaya lokal, tetapi dengan sangat mudah difasilitasi budaya asing. Budaya
asing tentu tak mengenal upacara ritual dalam fase kehidupan seperti kelahiran, pernikahan,
kehamilan, hingga meninggal. Keinginan untuk tidak melakukan itu dikategorikan sebagai
pelanggaran.

Di sisi lain, media elektronik selalu kebanjiran film-film Mandarin, Bollywood, dan
Hollywood. Tempat belanja lokal tidak memenuhi kebutuhan, sehingga wisata belanja ke luar
negeri membudaya, walaupun membutuhkan biaya mahal. Itu artinya proses imitasi budaya
asing akan terus berlangsung. Di dalamnya ada upaya untuk menyeragamkan budaya yang
tidak memperhatikan heterogenitas antarbudaya.

II.2 PEMBAHASAN

A. Strategi Menghadapi Globalisasi Hegemoni Budaya Asing

Tidak dapat dibantah, arus globalisasi yang berjalan dengan cepat menjadi ancaman
bagi eksistensi budaya lokal. Penggerusan nilai-nilai budaya nasional dan lokal merupakan
resiko posisi Indonesia sebagai bagian dari komunitas global. Globalisasi adalah keniscayaan
yang tidak dapat dicegah, tetapi efeknya yang mampu mematikan budaya lokal tidak boleh
dibiarkan begitu saja.

Budaya lokal perlu memperkuat daya tahannya dalam menghadapi globalisasi budaya
asing. Ketidakberdayaan dalam menghadapinya sama saja dengan membiarkan pelenyapan
atas sumber identitas lokal yang diawali dengan krisis identitas lokal. Memang, globalisasi
harus disikapi dengan bijaksana sebagai hasil positif dari modenisasi yang mendorong
masyarakat pada kemajuan. Namun, para pelaku budaya lokal tidak boleh lengah dan terlena
karena era keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan
merusak budaya bangsa.

Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, yang dibutuhkan adalah strategi untuk

1
mempertahankan daya tahan budaya nasional dan lokal dalam menghadapinya. Berikut ini
adalah strategi yang bisa dijalankan .

1. Pembangunan Jati Diri Bangsa

Upaya-upaya pembangunan jati diri bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya


penghargaan pada nilai budaya dan bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan dan
rasa cinta tanah air dirasakan semakin memudar. Budaya lokal yang lebih sesuai dengan
karakter bangsa semakin sulit ditemukan, sementara itu budaya global lebih mudah merasuk.
Selama ini yang terjaring oleh masyarakat hanyalah gaya hidup yang mengarah pada
westernisasi, bukan pola hidup modern.

Karena itu, jati diri bangsa sebagai nilai identitas masyarakat harus dibangun secara
kokoh dan diinternalisasikan secara mendalam. Caranya, dengan menanamkan nilai-nilai
kearifan lokal sejak dini kepada generasi muda. Pendidikan memegang peran penting di sini
sehingga pengajaran budaya perlu dimasukkan dalam kurikulum pendidikan nasional dan
diajarkan sejak sekolah dasar.

Harus dipahami, nilai-nilai kearifan lokal bukanlah nilai usang yang ketinggalan
zaman sehingga ditinggalkan, tetapi dapat bersinergi dengan nilai-nilai universal dan nilai-
nilai modern yang dibawa globalisasi.

Globalisasi yang tidak terhindarkan harus diantisipasi dengan pembangunan budaya


yang berkarakter penguatan jati diri dan kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan
dalam penyusunan strategi dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat
jati diri daerah dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya dan kesejarahan
senasib sepenanggungan di antara warga. Karena itu, perlu dilakukan revitalisasi budaya
daerah dan penguatan budaya daerah.

Pembangunan budaya yang berkarakter pada penguatan jati diri mempunyai karakter
dan sifat interdependensi atau memiliki keterkaitan lintas sektoral, spasial, struktural
multidimensi, interdisipliner, bertumpu kepada masyarakat sebagai kekuatan dasar dengan
memanfaatkan potensi sumber daya pemerataan yang tinggi. Karakter pembangunan budaya
tersebut secara efektif merangkul dan menggerakkan seluruh elemen dalam menghadapi era
globalisasi yang membuka proses lintas budaya (transcultural) dan silang budaya (cross

1
cultural) yang secara berkelanjutan akan mempertemukan nilai-nilai budaya satu dengan
lainnya (Saptadi 2008).

2. Kembali Pada Ideologi Bangsa

Mengingat kembali pada apa itu kebudayaan nasional. Undang-Undang Dasar 1945,
penjelasan pasal 32 menerangkan bahwa; Kebudayaan bangsa ialah kebudayaan yang timbul
sebagai buah usaha budi rakyat Indonesia seluruhnya. Kebudayaan lama dan asli yang
terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah-daerah di seluruh Indonesia, terhitung
sebagai kebudayaan bangsa. Usaha kebudayaan harus menuju ke arah kemajuan adab,
budaya, persatuan, dengan tidak menolak bahan-bahan baru dari kebudayaan asing yang
dapat memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa sendiri, serta mempertinggi
derajat kemanusiaan bangsa Indonesia. Itu sebabnya, satu-satunya jalan yang bisa ditempuh
untuk bangkit dari keterpurukan bangsa adalah dengan kembali pada ideologi sendiri.
Pancasila adalah sebuah ideologi negara yang dibuat oleh para Founding Father. Dengan
kembali pada ideologi ini diharapkan agar tercipta sebuah bangsa yang memiliki harga diri
dalam percaturan global. Kekonsistenan pada ideologi pancasila, akan menjadikan Indonesia
sebagai negara yang bermartabat. Dan inilah identitas Bangsa Indonesia. Konsekuensi dari
kembalinya pada ideologi bangsa adalah keberanian pada prinsip hidup. Prinsip hidup bangsa
Indonesia akan; kemandirian, kesopanan, kebersamaan dan kesederhanaan akan sangat
penting bagi pembangunan bangsa ini. Sikap seperti ini akan melepaskan diri dari budaya
hedonis dan materilis yang mengakibatkan kerusakan moral yang merugikan bangsa ini.
Lahirnya budaya korupsi, kolusi dan berbagai kejahatan lainya sebenarnya karena
ketidakmampuan diri untuk mengendalikan emosi terhadap budaya-budaya hedonis dan
materialis ini. kesadaran akan ideologi bangsa sendiri, akan mengembalikan jati diri yang
sesungguhnya. Hanya dengan cara inilah kita akan menjadi bangsa yang bermartabat di
hadapan bangsa lain.

3. Pemahaman Falsafah Budaya

Sebagai tindak lanjut pembangunan jati diri bangsa melalui revitalisasi budaya
daerah, pemahaman atas falsafah budaya lokal harus dilakukan. Langkah ini harus dijalankan

1
sesegera mungkin ke semua golongan dan semua usia berkelanjutan dengan menggunakan
bahasa-bahasa lokal dan nasional yang di dalamnya mengandung nilai-nilai khas lokal yang
memperkuat budaya nasional.

Karena itu, pembenahan dalam pembelajaran bahasa lokal dan bahasa nasional mutlak
dilakukan. Langkah penting untuk melakukannya adalah dengan meningkatkan kualitas
pendidik dan pemangku budaya secara berkelanjutan. Pendidik yang berkompeten dan
pemangku budaya yang menjiwai nilai-nilai budayanya adalah aset penting dalam proses
pemahaman falsafah budaya.

Pemangku budaya tentunya juga harus mengembangkan kesenian tradisional.


Penggalakan pentas-pentas budaya di berbagai wilayah mutlak dilakukan. Penjadwalan rutin
kajian budaya dan sarasehan falsafah budaya juga tidak boleh dilupakan. Tetapi, semua itu
tidak akan menimbulkan efek meluas tanpa adanya penggalangan jejaring antarpengembang
kebudayaan di berbagai daerah. Jejaring itu juga harus diperkuat oleh peningkatan peran
media cetak, elektronik dan visual dalam mempromosikan budaya lokal.

Dalam melakukan itu, semua pihak harus dilibatkan. Pemerintah, lembaga swadaya
masyarakat (LSM), kelompok masyarakat, pemerhati budaya, akademisi, dan pengusaha
harus menyinergikan diri untuk bekerja sama secara konstruktif dalam pengembangan
budaya. Mereka yang berjasa besar harus diberikan apresiasi sebagai penghargaan atas
dedikasinya.

4. Penerbitan Peraturan Daerah

Budaya lokal harus dilindungi oleh hukum yang mengikat semua elemen masyarakat.
Pada dasarnya, budaya adalah sebuah karya. Di dalamnya ada ide, tradisi, nilai-nilai kultural,
dan perilaku yang memperkaya aset kebangsaan. Tidak adanya perlindungan hukum
dikhawatirkan membuat budaya lokal mudah tercerabut dari akarnya karena dianggap telah
ketinggalan zaman.

Karena itu, peraturan daerah (perda) harus diterbitkan. Peraturan itu mengatur tentang
pelestarian budaya yang harus dilakukan oleh semua pihak. Kebudayaan akan tetap lestari

1
jika ada kepedulian tinggi dari masyarakat. Selama ini kepedulian itu belum tampak secara
nyata, padahal ancaman sudah kelihatan dengan jelas.

Berkaitan dengan itu, para pengambil keputusan memegang peran sangat penting.
Eksekutif dan legislatif harus bekerja sama dalam merumuskan sebuah perda yang menjamin
kelestarian budaya.

Dalam perda, perlu diatur hak paten bagi karya-karya budaya leluhur agar tidak
diklaim oleh negara lain. Selain itu, masalah pendanaan juga harus diperhatikan karena untuk
merawat sebuah budaya tentu membutuhkan anggaran meskipun bukan yang terpenting.
Anggaran itulah yang nantinya dimanfaatkan untuk bisa memberi fasilitas secara
berkelanjutan bagi program-program pelestarian budaya. Dalam hal ini, pemerintah
memegang peran paling besar.

Untuk memperkuat daya saing budaya, pemerintah perlu membangun pusat informasi
gabungan untuk pertunjukan seni, pendirian dan pengelolaan promosi pertunjukan seni,
pengembangan tenaga ahli khusus untuk membesarkan anak yang berbakat seni, menggiatkan
sumbangan pengusaha dibidang seni, penghargaan untuk pertunjukan seni budaya,
peningkatan kegiatan promosi tentang produk budaya.

5. Pemanfaatan Teknologi Informasi

Keberhasilan budaya asing masuk ke Indonesia dan memengaruhi perkembangan


budaya lokal disebabkan oleh kemampuannya dalam memanfaatkan kemajuan teknologi
informasi secara maksimal. Di era global, siapa yang menguasai teknologi informasi
memiliki peluang lebih besar dalam menguasai peradaban dibandingkan yang lemah dalam
pemanfaatan teknologi informasi. Karena itu, strategi yang harus dijalankan adalah
memanfaatkan akses kemajuan teknologi informasi dan komunikasi sebagai pelestari dan
pengembang nilai-nilai budaya lokal.

Budaya lokal yang khas dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah
tinggi apabila disesuaikan dengan perkembangan media komunikasi dan informasi. Harus ada
upaya untuk menjadikan media sebagai alat untuk memasarkan budaya lokal ke seluruh
dunia. Jika ini bisa dilakukan, maka daya tarik budaya lokal akan semakin tinggi sehingga

1
dapat berpengaruh pada daya tarik lainnya, termasuk ekonomi dan investasi. Untuk itu,
dibutuhkan media bertaraf nasional dan internasional yang mampu meningkatkan peran
kebudayaan lokal di pentas dunia.

1
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pemaparan pada bagian sebelumnya, dapat ditarik tiga kesimpulan.


Pertama, hegemoni arus globalisasi budaya asing adalah sebuah kondisi tak terelakkan yang
harus disikapi secara strategis oleh semua negara, termasuk Indonesia. Prosesnya yang
menyebar ke segala arah menembus batas wilayah negara bangsa mendorong terciptanya lalu
lintas budaya lokal yang kemudian bermetamorfosis menjadi budaya yang dianut masyarakat
global. Akibatnya, budaya lokal menghadapi ancaman serius dari budaya asing yang mampu
secara cepat masuk ke dinamika kehidupan masyarakat lokal melalui media komunikasi dan
informasi.

Kedua, sebagai negara berkembang, Indonesia menghadapi persoalan terkait


kemampuan budayanya dalam menahan penetrasi budaya asing. Kelemahan penguasaan
teknologi komunikasi dan informasi serta pasar yang luas menjadikan Indonesia sebagai
target potensial bagi budaya negaranegara maju. Problematika yang muncul adalah
melunturnya warisan budaya yang telah puluhan tahun ditradisikan oleh leluhur. Tradisi
budaya asli tergeser oleh tradisi budaya baru yang dipromosikan negara-negara maju.

Ketiga, menyikapi prolematika itu, dibutuhkan strategi yang tepat agar budaya lokal
tidak semakin tergerus oleh budaya asing dan secara perlahan berpotensi melenyapkan.
Strategi yang bisa dijalankan adalah pembangunan jati diri dan kembali pada ideologi bangsa
untuk memperkokoh identitas kebangsaan, pemahaman falsafah budaya kepada seluruh
kalangan masyarakat, penerbitan peraturan daerah yang melindungi budaya lokal, dan
memanfaatkan teknologi informasi untuk mengenalkan budaya lokal ke masyarakat dunia.

1
B. SARAN

Dari penjabaran diatas penulis menuliskan memberikan beberapa saran sebagai


berikut:

1. Sebagai warga negara Indonesia agar tetap menjaga dan melestarikan budaya asli
Indonesia

2. Sebagai warga negara Indonesia agar selalu selektif dan berpikir secara global dalam
menghadapi kebudayaan asing di Indonesia

3. Sebagai Warga negara Indonesia selalu menyebarluaskan kebudayaan Indonesia


khususnya kebudayaan lokal di Indonesia

4. Selalu Menanamkan Ideologi dan jati diri bangsa Indonesia sebagai warga negara
Indonesia

Indonesia adalah negara yang kaya akan aneka ragam variasi warna kebudayaan yang
harus tetap dijaga dan dilestarikan, budaya adalah identitas suatu negara yang membentuk jati
diri suatu negara olehnya itu penulis mengajak kepada para pembaca agar selalu sadar akan
peran dan fungsinya sebagai warga negara Indonesia untuk tetap menjaga dan melestarikan
budaya sendiri, selalu bangga terhadap kebudayaan Indonesia sebagai ciri khas dan identitas
negara.

1
DAFTAR PUSTAKA

Muandar Soelaeman, (2000) Ilmu Budaya Dasar. Bandung: PT Refika Aditama

Ahmad Sihabuddin H. (2001), M.Si Komunikasi Antar Budaya. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Abdulkadir Muhammad. (2004), Ilmu Sosial Budaya Dasar. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

Alfian (1979), Politik, Kebudayaan dan Manusia Indonesia. Jakarta: Lembaga Penelitian,
Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES)

Safril Mubah (2011), Strategi Meningkatkan Daya Tahan Budaya Lokal dalam Menghadapi
Arus Globalisasi. Surabaya: Departemen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas
Airlangga

https://yolagani.wordpress.com/2007/10/22/antonio-gramsci-hegemoni-dan-budaya/

Anda mungkin juga menyukai