Anda di halaman 1dari 7

PENETAPAN KADAR MALONALDEHID PADA MINYAK

JELANTAH

Dosen :

Anna Muawanah, M.Si

Tarso Rudiana, M.Si

Kelompok 4 :
Mus’ab Izzudin 11140960000011
Putri Lusiana 11150960000043
Rifki Surya Nugraha 11150960000059
Rizkiyah Hasanah 11150960000071
Violita Sadhillah 11150960000075

Program Studi Kimia


Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2018 M/1439 H
BAB I
PENDAHULUAN

Aterosklerosis merupakan penyakit vaskuler yang ditandai dengan


pembentukan ateroma yang mempersempit lumen arteri. Salah satu manifestasi
utama aterosklerosis adalah penyakit jantung koroner (PJK). Penyakit jantung
koroner menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. World
Health Organization (WHO) melaporkan pada tahun 2008 bahwa 7,3 juta
kematian di dunia diakibatkan oleh PJK. Laporan rumah sakit tahun 2004
menggambarkan bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah mendominasi
penyebab kematian.3 Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan
prevalensi penyakit jantung di Indonesia sebesar 7,2% dan prevalensi penyakit
jantung koroner pada tahun 2013 sebesar 1,5 % (Depkes RI, 2007 dan Depkes RI,
2013).
Salah satu faktor utama terjadinya PJK adalah dislipidemia. Dislipidemia
ialah adanya ketidaknormalan metabolisme lipoprotein, baik produksi yang
berlebihan maupun kekurangan. Mencakup kolesterol total, trigliserida, kolesterol
LDL (Low Density Lipoproterin), kolesterol HDL (High Density Lipoprotein).
Dislipidemia disebabkan oleh adanya perubahan gaya hidup disertai pola makan
yang tidak seimbang. Makan merupakan kebutuhan hidup manusia untuk
memenuhi kebutuhan energi yang diperlukan dalam menjalankan fungsi fisiologis
tubuh, namun makan juga dapat menimbulkan masalah bagi kesehatan terutama
pada kondisi pemilihan jenis makanan dan pola makan yang tidak seimbang.
Kondisi yang dimaksud yaitu adanya peningkatan proporsi konsumsi lemak (lebih
dari 30% dari total kalori), asam lemak (> 10% dari total kalori) dan kolesterol
(>300 mg) perhari (Lichtenstein., et al, 2006).
Hasil penelitian Sartika RAD tahun 2009 melaporkan bahwa sumber
utama asupan lemak orang Indonesia berasal dari makanan yang digoreng (80 -
90%) (Sartika, 2009). Masyarakat sering kali menggoreng menggunakan minyak
jelantah. Minyak jelantah adalah minyak goreng yang sudah digunakan beberapa
kali pemakaian (Pakpahan., et al, 2013). Minyak semacam ini umumnya
digunakan oleh pedagang makanan gorengan di pinggir jalan. Minyak yang biasa
dikonsumsi masyarakat Indonesia berupa minyak kelapa sawit yang mengandung
tinggi asam lemak tak jenuh. Minyak goreng yang mengandung asam lemak tak
jenuh bila dipanaskan secara berulang, asam lemak tersebut akan berubah menjadi
asam lemak trans. Tahun 2009 Sartika RAD melaporkan penggunaan minyak
yang berulang saat proses deep frying berpotensi meningkatnya kandungan asam
lemak trans, oleh karena itu orang yang mengkonsumsi makanan gorengan
memungkinkan asupan asam lemak trans jauh lebih tinggi (Sartika, 2009).
Asupan asam lemak trans berhubungan dengan perubahan profil lipid
darah (Benatar, 2010). Motard-Belanger, et al melaporkan bahwa pada kelompok
tinggi asupan asam lemak trans secara signifikan kolesterol LDL lebih tinggi dan
kolesterol HDL lebih rendah dibanding kelompok rendah asam lemak trans
(Motartd-Belanger., et al, 2008). Hasil studi pada tahun 2011 memaparkan bahwa
konsumsi asam lemak trans dari makanan goreng-gorengan meningkatkan kadar
trigliserida (Sartika, 2011).
Saat penggorengan terjadi proses destruksi karena pemanasan berupa
degradasi, oksidasi dan dehidrasi dari minyak goreng. Proses ini meningkatkan
kadar peroksida dan pembentukan radikal bebas yang bersifat toksik
(Sartika,2009). Meningkatnya asupan minyak teroksidasi menyebabkan
ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh serta terjadi
peningkatan kadar Malondialdehid (MDA). Malondialdehid merupakan pertanda
terjadinya peroksidasi lipid akibat degradasi radikal bebas hidroksil terhadap asam
lemak tak jenuh, kemudian ditransformasi menjadi radikal yang reaktif (murray,
2009).
Berdasarkan hal tersebut, percobaan ini dilakukan identifikasi dan
penentuan kadar malondialdehid yang terdapat dalam minyak jelantah yang
diperoleh dari pedagang pecel ayam. Pengujian kandungan MDA dilakukan
dengan pereaksi thiobarbituric acid (TBA) dengan mekanisme reaksi penambahan
nukleofilik membentuk senyawa MDA-TBA (Contiet.al, 1991). Senyawa ini
berwarna merah jambu yang dapat diukur intensitasnya dengan menggunakan
spektrofotometer.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Minyak goreng berulang kali atau yang lebih dikenal dengan minyak
jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis minyak goreng
seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan sebagainya.
Minyak ini merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga yang
dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat
menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu yang panjang (Tamrin, 2013).

Tabel 1. Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jelantah


Sifat Fisik Minyak Jelantah Sifat Kimia Minyak Jelantah
Warna coklat kekuning-kuningan Hidrolisa, minyak akan diubah
menjadi asam lemak bebas dan
gliserol.
Berbau tengik Proses oksidasi berlangsung bila
terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan minyak.
Terdapat endapan Proses hidrogenasi bertujuan untuk
menumbuhkan ikatan rangkap dari
rantai karbon asam lemak pada
minyak.
(Sumber : Geminastiti, 2012)
Aterosklerosis merupakan penyakit vaskuler yang ditandai dengan
pembentukan ateroma yang mempersempit lumen arteri. Salah satu manifestasi
utama aterosklerosis adalah penyakit jantung koroner (PJK) (DEPKES RI, 2003).
Salah satu faktor utama terjadinya PJK adalah dislipidemia. Dislipidemia
disebabkan oleh adanya perubahan gaya hidup disertai pola makan yang tidak
seimbang. Hasil penelitian Sartika RAD tahun 2009 melaporkan bahwa sumber
utama asupan lemak orang Indonesia berasal dari makanan yang digoreng (80 -
90%) (Sartika, 2009). Masyarakat sering kali menggoreng menggunakan minyak
jelantah. Meningkatnya asupan minyak teroksidasi menyebabkan
ketidakseimbangan radikal bebas dan antioksidan dalam tubuh serta terjadi
peningkatan kadar Malondialdehid (MDA).
Malondialdehida (MDA) merupakan produk hasil peroksidasi lipid dalam
tubuh dan terdapat dalam bentuk bebas atau terkompleks dengan jaringan di
dalam tubuh.Reaksi ionisasi senyawa senyawa radikal bebas juga dapat
membentuk MDA dan MDA juga merupakan produk samping biosintesis
prostaglandin (Bird dan Drapper,1984).
Senyawa senyawa aldehida dan keton seperti hidroksi alkenal dan
tentunya MDA terbentuk dari bereaksinya molekul lemak dengan asam lemak tak
jenuh yang karbon metilennya telah teroksidasi, selanjutnyasenyawa senyawa ini
telah diketahui bersifattoksik terhadap sel. Konsentrasi MDA dalam material
biologi telah digunakan secara luassebagai indikator dan kerusakan oksidatif pada
lemak tak jenuh sekaligus merupakan indikator keberadaan radikal bebas
(Zakaria,1996).
Rantai asam lemak tak jenuh jamak pada lapisan fosfolipid membran
diserang oleh radikal hidroksil menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid. Proses
peroksidasi dimulai dengan terbentuknyacarbon centered radical pada lapisan
fosfolipid dan selanjutnya bereaksi denga noksigen membentuk radikal bebas baru
yaitu radikal bebas peroksil. Radikal peroksil cukup reaktif untuk menyerang
asam lemak di sekitarnya sehingga dapat terbentuk lipid hidroperoksida dan
carbon centered radikal yang baru. Cukup satu radikal hidroksil untuk merusak
ratusan asam lemak tak jenuh jamak. Penimbunan hidroperoksida lipid pada
membran akan menyebabkan gangguan pada fungsi sel dan sel menjadi runtuh.
Hidroperoksida lipid kemudian dapat berubah menjadi senyawa toksik yaitu
aldehid, MDA, dan hidroksi nonenal.
Senyawa-senyawa antioksidan dapat mencegah teroksidasinya asam lemak
jenuh agar tidak membentuk lipid peroksida dan mencegah berlangsungnya reaksi
berantai senyawa radikal. Analisis MDA merupakan analisis radikal bebas secara
tidak langsung dan mudah dalam menentukan jumlah radikal bebas yang
terbentuk. Analisis radikal bebas secara langsung sangat sulit dilakukan karena
senyawa radikal sangat tidak stabil dan bersifat elektrofil dan reaksinya pun
berlangsung sangat cepat (Gutteridge, 1996).
Pengukuran MDA dapat dilakukan dengan pereaksi thiobarbituric acid
(TBA) dengan mekanisme reaksi penambahan nukleofilik membentuk senyawa
MDA-TBA (Contiet.al, 1991). Senyawa ini berwarna merah jambu yang dapat
diukur intensitasnya dengan menggunakan spektrofotometer.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,


Republik Indonesia. 2007. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia; 2007.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan,
Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Departemen
Kesehatan, Republik Indonesia.
Benatar JR. 2010. Trans fatty acids and coronary artery disease. Journal of
Clinical Trials. 2: 9–13.
Bird RP dan Draper HH. 1984. ComparativeStudies on Different Methods of
Malon-aldehyde Determination di dalam Methods in Enzymology 105:
299-304pp.
Conti, M et .al.1991. Improved FluorometricDetermination of Malonaldehyde.
Clin.Chem. 37/7, 1273-1275 pp.
Gutteridge JMC, Halliwell B. 1996. Antioxidant in Nutritions Health and Disease.
Oxford University Press. NewYork
Lichtenstein AH, Appel LJ, Brands M, Carnethon M, Daniels S, Franch HA.
2006. Diet and lifestyle recommendations revision: a scientific statement
from the American Heart Association Nutrition Committee. Circulation;
114(1): 82-96.
Motard-Bélanger A, Charest A, Grenier G, Paquin P, Chouinard Y, Lemieux S, et
al. 2008. Study of the effect of trans fatty acids from ruminants on
bloodlipids and other risk factors for cardiovascular disease. Am J Clin
Nutr. 87:593–9.
Murray RK. 2009. Biokimia Harper Ed 27. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran. p
4-584
Pakpahan JF, Tambunan T, Harimby A, Ritonga MY. 2013. Pengurangan FFA
dan warna dari minyak jelantah dengan adsorben serabut kelapa dan
jerami. Jurnal Teknik Kimia USU. 2(1): 31- 6
Sartika RAD. 2011. Effect of trans fatty acids intake on blood lipid profile of
workers in East Kalimantan, Indonesia. Mal J Nutr. 17(1): 119-127.
Sartika, RAD. 2009. Pengaruh suhu dan lama proses menggoreng (deep frying)
terhadap pembentukan asam lemak trans. MAKARA, SAIN. 13(1): 23-28.
Tamrin. 2013. Gasifikasi Minyak Jelantah Pada Kompor Bertekanan. Jurnal
Teknik Pertanian Universitas Lampung Vol. 2 No. 2: 115-122
Zakaria FR. 1996. Peranan Zat Gizi dalamSistem Kekebalan Tubuh. Bul. Tek dan
Ind. Pangan 7:75-81 pp

Anda mungkin juga menyukai