Acuan Normatif Sarpras
Acuan Normatif Sarpras
1.1.1 Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 416 tahun 1990, air bersih adalah air
yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan
dapat diminum apabila telah dimasak.
Air dapat berwujud padatan (es), cairan (air), dan gas (uap air). Air merupakan satu – satunya zat
yang secara alami terdapat dipermukaan bumi dalam ketiga wujudnya tersebut. Air adalah
substansi kimia dengan rumus kimia H20 : satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen
yang terikat secara kovalen pada satu atom oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan
tidak berbau pada kondisi standar (Allafa, 2008 dalam Putra ).
Air merupakan salah satu kebutuhan esensial manusia yang kedua setelah udara untuk keperluan
hidupnya. Manusia hanya bisa bertahan hidup selama kurang lebih tiga hari tanpa air. Untuk
menciptakan suatu lingkungan hidup manusia yang bersih dan sehat tanpa persediaan air bersih
yang cukup, mustahil akan tercapai (Daud, 1999 dalam Radjab).
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari – hari yang kualitasnya memenuhi
syarat kesehatan tapi masih memungkinkan mangandung mikroorganisme dan bahan kimia yang
dapat membahayakan kesehatan oleh karena itu masih perlu ada pengolahan lebih lanjut sepeti
terlebih dahulu dimasak sebelum diminum (Daud, 2011).
Air bersih adalah salah satu jenis sumber daya berbasis air yang bermutu baik dan biasa
dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari
termasuk diantaranya adalah sanitasi. Untuk konsumsi air minum menurut departemen
kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak
mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat
risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat
berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100 °C, banyak zat
berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 1991 mendefenisikan air bersih sebagai berikut
:
a. Dipandang dari sudut ilmiah, air bersih adalah air yang telah bebas dari mineral, bahan
kimia jasad renik
b. Dipandang dari sudut program, air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan
rumah tangga dan dapat diminum setelah masak.
Sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan air bersih karena tanpa sumber air
maka suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan berfungsi,Air bersih adalah air yang
memenuhi ketentuan baku mutu air besih yang berlaku, memenuhi ketentuan baku mutu air baku
yang dapat diolah menjadi air minum dan ketentuan baku mutu air minum yang berlaku.
Menurut Sutrisno, dkk. ( 2002 ) sumber – sumber air adalah sebagai berikut yaitu :
a. Mata air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya kepermukaan tanah. Mata air yang
berasal dari tanah dalam, hampir tidak terpengaruh oleh musim dan kualitas/kualitasnya sama
dengan keadaan air dalam.
Terjadi karena daya proses peresapan air dari permukaan tanah. Lumpur akan tetahan, demikian
pula dengan sebagian bakteri, sehingga air tanah akan jernih tetapi lebih banyak mengandung zat
kimia (garam – garam yang terlarut) karena melalui lapisan tanah yang mempunyai unsur –
unsur kimia tertentu untuk masing – masing lapisan tanah. Lapis tanah disini berfungsi sebagai
saringan.
2. Air permukaan
Adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan
mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur, batang – batang kayu, daun
– daun, kotoran industri kota dan sebgainya. Air permukaan ada 2 macam, yaitu :
a. Air Sungai
b. Air Rawa/danau
3. Air Laut
Mempunyai sifat asin, karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%.
Dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk air minum.
4. Air atmosfir
Dalam keadaan murni, sangat bersih, Karena dengan adanya pengotoran udara yang disebabkan
oleh kotoran – kotoran industri/debu dan lain sebagainya. Maka untuk menjadikan air hujan
sebagai sumber air minum hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada
saat hujan mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran.
Berdasarkan PP no 16 tahun 2005 tentang SPAM, air minum adalah air minum rumah tangga
yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan
dan dapat langsung diminum. SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau
bukan jaringan perpipaan, SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit
produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan, sedangkan SPAM bukan jaringan
perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan,
terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air.
Air minum yang dihasilkan dari SPAM yang digunakan oleh masyarakat pengguna/pelanggan
harus memenuhi syarat kualitas berdasarkan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang kesehatan dan yang tidak memenuhi stamdar kualitas dilarang
didistribusikan kepada masyarakat.
Tarif air minum merupakan biaya jasa pelayanan air minum dan pelayanan air limbah yang wajib
dibayar oleh pelanggan untuk setiap pemakaian air minum yang diberikan oleh
Penyelenggara.Perhitungan dan penetapan tarif air minum harus didasarkan pada prinsip-
prinsip:
b. mutu pelayanan;
c. pemulihan biaya;
Berdasarkan UU no. 7 tahun 2004 tentang SDA, air adalah semua air yang terdapat di atas,
ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air
hujan, dan air laut yang berada di darat. Sumber daya air dikelola berdasarkan asas kelestarian,
keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta
transparansi dan akuntabilitas, secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup
dengan tujuan mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga
dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum, pengembangan tersebut menjadi
tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah daerah. Pengaturan terhadap pengembangan sistem
penyediaan air minum bertujuan untuk:
b. Tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan
Berdasarkan Permen No. 22 Tahun 2008 tentang SPM Perumahan, air minum memiliki
ketentuan yakni:
Berdasarkan Permen PU no.1 PRT M 2014, Sumber daya air adalah Penyediaan air baku untuk
kebutuhan masyarakat dengan indikator persentase tersedianya air irigasi untuk pertanian rakyat
pada sistem irigasi yang sudah ada sesuai dengan kewenangannya, dengan indikator :
1. Persentase tersedinya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-
hari;dan
2. Persentase tersedinya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada
sesuai dengan kewenangannya.
3. Penyediaan air minum dengan indikator persentase penduduk yang mendapatkan akses
air minum yang aman.
e) persentase penduduk yang telayani sistem jaringan drainase skala kota sehingga tidak
terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 6 jam) lebih dari 2 kali setahun.
5. Penataan Bangunan dan Lingkungan dengan indikator persentase jumlah Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) yang diterbitkan;
Menurut Permen PU No. 01 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan
Umum dan Penataan Ruang, penyediaan air baku untuk kebutuhan masyarakat ditingkat
kabupaten/kota diutamakan guna memenuhi kebutuhan air baku untuk memenuhi kebutuhan
pokok minimal seharihari serta memenuhi kebutuhan air irigasi untuk pertanian rakyat pada
sistem irigasi yang sudah ada sesuai dengan kewenangan pengelolaannya.
a. Pengertian:
1. Air baku untuk air minum rumah tangga, yang selanjutnya disebut air baku adalah air
yang dapat berasal dari sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang
memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk air minum.
2. Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan melalui
pengembangan sistem penyediaan air minum.
3. Kinerja Sistem Jaringan Penyediaan Air Baku adalah kemampuan system jaringan untuk
membawa sejumlah air dari sumbernya ke Instalasi Pengolah Air sesuai waktu dan tempat
berdasarkan rencana pencapaian akses terhadap air bersih yang ditetapkan dalam target MDGs
bidang Air Minum.
b. Ruang Lingkup
- Persentase tersedianya air baku untuk memenuhi kebutuhan pokok minimaln sehari-hari.
- Persentase ersedinya air irigasi untuk pertanian rakyat pada sistem irigasi yang sudah ada
sesuai dengan kewenangannya. Sistem irigasi yang dimaksud meliputi sistem irigasi primer dan
sekunder pada daerah irigasi lintas kabupaten/kota dan/atau sistem irigasi primer dan sekunder
pada daerah irigasi sampai dengan 1000 ha dan terletak dalam satu kabupaten/kota.
4. Sistem Jaringan penyediaan air baku terdiri dari bangunan penampungan air, bangunan
pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan
saluran pembawa/transmisi peserta bangunan pelengkapnya yang membawa air dari sumbernya
ke Instalasi Pengolah Air.
5. Sistem irigasi yang dimaksud meliputi sistem irigasi primer dan sekunder pada daerah
irigasi dalam satu kabupaten/kota yang luasnya kurang dari 1000 ha.
6. Nilai SPM keandalan ketersediaan air baku merupakan rasio ketersediaan air baku secara
nasional yang merupakan kumulatif dari masing-masing Instalasi Pengolah Air terhadap target
MDGs kebutuhan air baku secara nasional yang telah ditetapkan.
7. Nilai SPM keandalan ketersediaan air irigasi merupakan rasio ketersediaan air irigasi di
petak-petak sawah dalam jumlah, waktu dan tempat pada setiap musim tanam terhadap
kebutuhan air irigasi berdasarkan Rencana Tata Tanam yang telah ditetapkan.
c. Target Capaian
Pokok Minimal Sehari-hari Persentase target pencapaian SPM Penyediaan Air Baku Untuk
Kebutuhan Pokok Minimal Sehari-hari ditingkat Kabupaten/Kota adalah 100% dari target MDGs
untuk menyediakan air bersih secara berkelanjutan yang dapat diakses paling tidak oleh 68,87 %
(rata-rata) masyarakat setempat.
Persentase target pencapaian SPM Penyediaan Air Baku Untuk Kebutuhan Masyarakat ditingkat
Provinsi adalah 70% (kinerja baik) pada tahun 2019. Hal ini berarti bahwa pada tahun 2019,
jumlah air yang tersedia untuk melayani petakpetak sawah minimal pada satu musim tanam
adalah 70% dari kebutuhannya. Penentuan persentase tersebut didasarkan pada Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum No. 32 tahun 2007 tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan
Jaringan
d. Cara Mengukur
Pencapaian target SPM untuk Tersedianya Air Baku untuk Kebutuhan Pokok Minimal Sehari-
hari diukur dengan melakukan:
• Menghitung pencapaian target SPM dan menilai kinerja layanan penyediaan air baku
dengan membandingkan realisasi layanan instalasi pengolah air dengan kebutuhan air baku yang
sesuai target MDGs. Pencapaian target SPM untuk Tersedianya Air Irigasi Pertanian Rakyat
diukur dengan melakukan:
• Survei lapangan untuk mengidentifikasi realisasi layanan irigasi terhadap luas tanam.
• Menghitung pencapaian target SPM dan menilai kinerja jaringan irigasi dengan
membandingkan antara realisasi luas tanam dengan rencana tata tanam.
e. Upaya Pencapaian
• Target SPM untuk Tersedianya Air Baku untuk Kebutuhan Pokok Minimal Seharihari
dicapai melalui pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan (O&P) sarana dan
prasarana penyediaan air baku. Termasuk didalamnya adalah kegiatan-kegiatan penunjang,
seperti: perencanaan; pengawasan; dan pemberdayaan.
• Target SPM dicapai melalui pembangunan, rehabilitasi, serta operasi dan pemeliharaan
(O&P) jaringan irigasi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota. Termasuk didalamnya adalah
kegiatan-kegiatan penunjang, seperti: perencanaan; pengawasan; dan pemberdayaan.
1.2.1 Definisi
Perkembangan industri yang pesat dewasa ini tidak lain karena penerapan kemajuan
teknologi oleh manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik, namun di sisi
lain perkembangan tersebut juga dapat menimbulkan dampak yang justru merugikan
kelangsungan hidup manusia. Dampak tersebut harus dicegah karena keseimbangan
lingkungan dapat terganggu oleh kegiatan industri dan teknologi tersebut. Jika
keseimbangan lingkungan terganggu maka kualitas lingkungan juga berubah. Padahal
kenyamanan hidup banyak ditentukan oleh daya dukung alam atau kualitas lingkungan
yang mendukung kelangsungan hidup manusia (Wardhana, 1999).
Diantara dampak kegiatan yang sangat berpengaruh pada kualitas lingkungan adalah
dihasilkannya limbah pada berbagai kegiatan diatas. Beberapa pengertian air limbah
menurut beberapa pendapat antara lain:
a. Menurut Tchobanoglous (2003), air limbah adalah kombinasi dari cairan atau
limbah yang dibawa oleh air yang berasal dari kegiatan rumah tangga, institusi,
komersial, dan industrial, bersamaan dengan air tanah, air permukaan,dan air hujan yang
mungkin terjadi.
b. Menurut Azwar (1989), air limbah adalah air yang tidak bersih dan mengandung
berbagai zat yang membahayakan kehidupan manusia atau hewan serta tumbuhan,
merupakan kegiatan manusia seperti, limbah industri dan limbah rumah tangga.
c. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), air limbah atau air buangan adalah sisa
air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup.
d. Menurut Sugiharto (2005), air limbah (wastewater) adalah kotoran dari manusia
dan rumah tangga serta berasal dari industri, atau air permukaan serta buangan lainnya.
Dengan demikian air buangan ini merupakan hal yang bersifat kotoran umum.
b. Limbah padat
d. Limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) adalah limbah yang apabila setelah
melalui pengujian memiliki salah satu atau lebih karakteristik mudah meledak, mudah
terbakar, bersifat reaktif, beracun, penyebab infeksi, dan bersifat korosif.
Adapun karakteristik limbah secara umum menurut (Nugroho, 2006) adalah sebagai
berikut:
e. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste = tidak mudah terurai), misanya plastic, kaca, kaleng, dan sampah
sejenisnya.
Air limbah, sesuai dengan sumber asalnya, mempunyai komposisi yang sangat bervariasi
pada setiap tempat dan saat. Akan tetapi secara garis besar zat – zat yang terdapat
didalam air limbah secara detail (kandungan dan sifat-sifatnya), mempunyai sifat yang
dibedakan menjadi tiga bagian besar antara lain sifat fisik, kimia, dan bologis. Cara
pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui sifat tersebut dilaksanakan secara berbeda
– beda sesuai dengan keadaannya. Analisa jumlah dan satuan biasanya diterapkan untuk
penelaahan bahan kimia, sedangkan analisa dengan menggunakan penggolongan banyak
diterapkan apabila menganalisa kandungan biologisnya (Sugiharto, 1987).
1. Sifat Fisik
Sifat fisik yang terpenting dari air limbah adalah kandungan total padatan, yang terdiri
dari material terapung, material terendapkan, material koloidal, dan material terlarut.
Sifat-sifat fisika yang penting lainnya dari air limbah termasuk diantaranya distribusi
ukuran partikel, turbiditas (kekeruhan), warna, temperatur (suhu), daya hantar listrik,
kerapatan, dan berat jenis. Bau terkadang dipertimbangkan sebagai faktor fisik terutama
bila bau tersebut telah mengganggu.
Umumnya air limbah mengandung bahan terendap yang cukup tinggi apabila diukur dari
padatan terlarut dan padatan tersuspensi. Air dikatakan keruh jika air tersebut
mengandung bagitu banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna
atau rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan-bahan yang menyebabkan kekeruhan ini
antara lain yaitu : tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik dan partikel-partikel kecil yang
tersuspensi lainnya. Kekeruhan biasanya disebabkan karena butiran halus yang melayang.
b. Bau
Air limbah yang mengalami proses degradasi akan menghasilkan bau. Hal ini disebabkan
karena adanya zat organik terurai secara tak sempurna dalam air limbah. Selain itu juga
bau timbul karena adanya aktifitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik atau
reaksi kimia yang terjadi dan menghasilkan gas tertentu. Bau biasanya timbul pada
limbah yang sudah lama, tetapi juga ada yang muncul pada limbah baru. Hal ini
dikarenakan sumber pencemar yang berbeda. Senyawa-senyawa yang menghasilkan bau
antara lain : NH3 dan Hidrogen Sulfida (H2S).
c. Warna
Zat terlarut dalam air limbah dapat menimbulkan warna tertentu pada air limbah.
Berdasarkan sifat-sifat penyebabnya, warna dalam air dibagi menjadi dua jenis, yaitu
warna sejati dan warna semu. Warna sejati disebabkan oleh koloida-koloida organik atau
zat-zat terlarut. Sedang warna semu disebabkan oleh suspensi partikel-partikel penyebab
kekeruhan. Warna juga merupakan ciri kualitatif untuk mengkaji kondisi umum air
limbah. Jika coklat, umur air kurang dari 6 jam. Warna abu-abu muda sampai abu-abu
setengah tua tandanya air sedang mengalami pembusukan oleh bakteri. Jika abu-abu tua
hingga hitam berarti sudah busuk akibat bakteri. Air yang berwarna dalam batas tertentu
akan mengurangi segi estetika dan tidak dapat diterima oleh masyarakat.
d. Temperatur
Proses kegiatan sumber limbah dapat menyebabkan air buangan menjadi hangat,
sehingga air limbah umumnya memiliki suhu yang lebih tinggi dibanding dengan suhu air
bersih. Suhu dari air limbah sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi kimia dan tata
kehidupan dalam air. Proses pembusukan terjadi pada suhu tinggi serta tingkat oksidasi
yang juga lebih besar. Pengukuran suhu penting karena pada umumnya instalasi pengolah
air limbah meliputi proses biologis yang bergantung suhu.
2. Sifat Kimia
Secara garis besar sifat kimia air limbah terbagi menjadi dua berdasarkan senyawa yang
terkandung pada air limbah tersebut yaitu senyawa organik dan anorganik.
a. Senyawa Organik
Air limbah pada umumnya mengandung senyawa organic yang tersusun dari unsure-
unsur seperti : C, H, O, N, P dan S yang bentuknya berupa senyawa protein, karbohidrat,
lemak, minyak, dan lain-lain. Sifat kimia yang perlu diperhatikan dari air limbah dapat
diklasifikasikan sebagai unsur secara agregat maupun individu. Unsur organik agregat
adalah sejumlah senyawa yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya (Tchobanoglous,
2003). Contoh unsur agregat dalam air limbah adalah BOD, COD, TOC, dan lain-lain.
Sedangkan contoh unsur individu yang perlu diperhatikan pada air limbah antara lain
senyawa fenol, pestisida, dan deterjen.
b. Senyawa Anorganik
Sumber dari unsur anorganik logam maupun non-logam pada air limbah berasal dari latar
belakang pasokan air tersebut dan penambahan dari penggunaan rumah tangga,
penambahan air bermineral tinggi dari sumur pribadi dan air tanah, serta dari penggunaan
industri. Penghilang kesadahan pada air rumah tangga maupun industri juga berkontribusi
secara signifikan terhadap peningkatan kandungan mineral, pada beberapa area hal ini
dapat mewakili sumber utama. Terkadang air yang ditambahkan dari sumur pribadi dan
infiltrasi air tanah akan berfungsi sebagai pengencer konsentrasi mineral dalam air
limbah.
3. Sifat Biologis
Berdasarkan beberapa karakteristik air buangan tersebut, maka pengolahan air limbah
dibagi atas:
Untuk suatu jenis air buangan tertentu ketiga metode pengolahan tersebut dapat
diaplikasikan secara terpisah atau secara kombinasi.
Baik tidaknya kualitas air secara biologis ditentukan oleh jumlah mikroorganisme
pathogen dan non-patogen. Mikroorganisme patogen bisa berwujud bakteri, virus atau
spora pembawa bibit penyakit. Sebaliknya yang nonpatogen, meskipun relatif tidak
berbahaya bagi kesehatan, kehadirannya akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak
enak. Pemeriksaan biologis di dalam air bertujuan untuk mengetahui apakah ada
mikroorganisme patogen berada di dalam air.
Kelompok mikroorganisme terpenting dalam air buangan ada tiga macam, yaitu
kelompok protista, tumbuh-tumbuhan, dan kelompok hewan. Kelompok protista terdiri
dari protozoa, sedangkan kelompok tumbuh-tumbuhan terdiri dari paku-pakuan dan
lumut. Bakteri berperan penting dalam air buangan, terutama pada proses biologis.
Sedangkan protozoa dalam air buangan berfungsi untuk mengontrol semua bakteri
sehingga terjadi keseimbangan. Alga sebagai penghasil oksigen pada proses fotositesis
juga dapat mengurangi nitrogen yang terdapat dalam air. Namun alga juga dapat
menimbulkan gangguan pada permukaai air karena kondisinya yang menguntungkan
(sampai kedalaman 1 meter di bawah permukaan air) sehingga dapat tumbuh dengan
cepat dan menutupi permukaan air, sehingga sinar matahari tidak mampu menembus
permukaan air.
Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2005 Tentang Prasarana Dan Sarana Air Limbah
Pasal 15 ayat (1)
PS Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilakukan melalui sistem pembuangan air
limbah setempat dan/atau terpusat.
Pasal 15 ayat (2)
Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara individual
melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat.
Pasal 15 ayat (3)
Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara kolektif
melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat.
Pasal 15 ayat (4)
Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah tersedia, setiap orang perseorangan
atau kelompok masyarakat dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke sumber
air baku.
Pasal 15 ayat (5)
Dalam hal PS Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, setiap orang perseorangan
atau kelompok masyarakat dilarang membuang air limbah secara langsung tanpa pengolahan ke sumber
air baku yang ditetapkan oleh Pemerintah/ Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
Pasal 16 ayat (1)
Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja
dilakukan dengan mengguna-kan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah
tangkapan air/resapan air baku.
Pasal 16 ayat (2)
Sistem pembuangan air limbah setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi orang
perseorangan/rumah tangga.
Pasal 16 ayat (3)
Sistem pembuangan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperuntukkan bagi kawasan
padat penduduk dengan memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan
kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Pasal 17 ayat (1)
Hasil pengolahan air limbah terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) meliputi bentuk
cairan dan padatan
Pasal 17 ayat (2)
Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
memperhatikan standar baku mutu air buangan dan baku mutu sumber air baku yang mencakup syarat
fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 17 ayat (3)
Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan sudah
tidak dapat dimanfaatkan kembali wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
Pasal 17 ayat (4)
Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan secara rutin dan berkala
sesuai dengan standar yang ditetapkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
lingkungan hidup.
Pasal 18 ayat (1)
Pemilihan lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial
budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga.
Pasal 18 ayat (2)
Lokasi pembuangan akhir hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan, wajib memperhatikan
faktor keamanan, pengaliran sumber air baku dan daerah terbuka.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 Tentang
Baku Mutu Air Limbah
Pasal 3 ayat (1) point tt
1. Ayat 1 point tt
Usaha dan/atau kegiatan yang baku mutu air limbahnya diatur dalam Peraturan Menteri ini terdiri dari
domestik yang meliputi : Ayat 1 point tt
a. Kawasan pemukiman, kawasan perkantoran, kawasan perniagaan, dan apartemen;
b. Rumah makan dengan luas bangunan lebih dari 1000 m2 (seribu meter persegi); dan
c. Asrama yang berpenghuni 100 (seratus) orang atau lebih.
2. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
berdasarkan:
a. Kemampuan teknologi pengolahan air limbah yang umum digunakan; dan/atau
b. Daya tampung lingkungan di wilayah usaha dan/atau kegiatan, untuk memperoleh konsentrasi
dan/atau beban pencemaran paling tinggi.
Pasal 4 ayat (5)
Jika hasil kajian menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini
menyebabkan daya dukung dan daya tampung beban pencemaran belum terlampaui sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf a, gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan nilai baku mutu
air limbah yang sama dengan Peraturan Menteri ini.
Pasal 4 ayat (6)
Jika hasil kajian menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri ini
menyebabkan daya dukung dan daya tampung beban pencemaran telah terlampaui sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) huruf b, gubernur sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan nilai baku
mutu air limbah yang lebih spesifik dan/atau lebih ketat dari baku mutu air limbah dalam Peraturan
Menteri ini.
Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) atau
sanitasi mengacu pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/Prt/M/2010 tentang Standar
Pelayanan Mnimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.
SPM adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar bidang pekerjaan umum dan
penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara
secara minimal. Pemerintah daerah kabupaten/kota menyelenggarakan pelayanan dasar bidang
pkerjaan umum dan penataan ruang harus mengacu pada ketentuan SPM tersebut di atas.
Indikator SPM adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk
menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian SPM berupa masukan,
proses keluaran, hasil dan/atau manfaat pelayanan dasar. Batas waktu pencapaian adalah batas
waktu untuk mencapai target jenis pelayanan dasar tersebut secara bertahap sesuai dengan
indikator dan nilai yang ditetapkan.
SPM:
1. Tersedianya fasilitas sistem air limbah setempat yang memadai sebesar 60% pada
tahun 2014.
Target:
1.3.1 Definisi
Menurut Haryono (1999), drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah. Drainase
(drainage) berasal dari kata To Drain artinya mengosongkan air. Dalam bidang teknik sipil,
drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai tindakan teknis untuk mengurangi kelebihan
air, baik yang berasal dari hujan, rembesan, maupun kelebihan air irigasi kawasan/ lahan
sehingga fungsi dari kawasan/ lahan tidak terganggu.
Kelebihan air pada suatu kawasan perkotaan akibat hujan dan limbah rumah tangga dialirkan
melalui suatu saluran ke jaringan drainase perkotaan menuju pembuangan utama yaitu sungai
ataupun laut. Untuk dapat menjalankan fungsinya, drainase terdiri dari beberapa elemen
bangunan yang direncanakan secara sistematis sesuai dengan fungsinya masing – masing
sehingga membentuk suatu sistem jaringan drainase. Sehingga sistem drainase dapat
didefinisikan sebagai rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang
kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal dan
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan masyarakat (Supirin, 2004).
Drainase perkotaan merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan
yang meliputi :
a) Permukiman.
e) Lapangan olahraga.
f) Lapangan parkir.
g) Instalasi militer, listrik, telekomunikasi.
h) Pelabuhan udara.
2. Limbah Anorganik
e. Rulit terurai.
3. Materi/Gabungan bahan
yaitu polutan kompleks yang berupa gabungan dari berbagai senyawa dan materi.
Contoh: sampah rumah tangga (sisa makanan, botol, daun, plastik, deterjen), limbah pabrik (kardus,
mesin industri, sisa bahan produksi).
Klasifikasi limbah berdasarkan bentuknya dibedakan atas :
1. Limbah Cair
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang pengelolaan
kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan pengertian dari limbah yaitu
sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Pengertian limbah cair
lainnya adalah sisa hasil buangan proses produksi atau aktivitas domestik yang berupa
cairan. Limbah cair dapat berupa air beserta bahan-bahan buangan lain yang tercampur
(tersuspensi) maupun terlarut dalam air. Limbah cair dapat diklasifikasikan dalam empat
kelompok diantaranya yaitu:
Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan dari perumahan
(rumah tangga), bangunan, perdagangan dan perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen
sisa cucian, dan air tinja.
Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil buangan industri. Contohnya
yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari industri tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa
cucian daging, buah, atau sayur.
Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang berasal dari berbagai
sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah cair melalui rembesan ke dalam tanah atau
melalui luapan dari permukan. Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan melalui
pipa yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat melalui bagian saluran yang membuka
atau yang terhubung kepermukaan. Contohnya yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin
ruangan (AC), bangunan perdagangan dan industri, serta pertanian atau perkebunan.
Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air hujan di atas permukaan
tanah. Aliran air hujan dipermukaan tanah dapat melewati dan membawa partikel-partikel buangan
padat atau cair sehingga dapat disebut limbah cair.
Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air dalam
sistem prosesnya. Selain itu, ada juga bahan baku mengandung air sehingga dalam proses
pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses pengolahan kemudian dibuang
misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu bahan sebelum diproses lanjut. Air
ditambah bahan kimia tertentu kemudian diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis
perlakuan ini mengakibatkan buangan air.
Limbah cair yang tidak ditangani atau diolah dengan baik dapat menimbulkan
dampak yang besar bagi pencemaran lingkungan serta dapat menjadi sumber penyakit
bagi masyarakat. Industri primer pengolahan hasil hutan merupakan salah satu
penyumbang limbah cair yang berbahaya bagi lingkungan. Bagi industri-industri besar,
seperti industri pulp dan kertas, teknologi pengolahan limbah cair yang dihasilkannya
mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Selain
itu, limbah cair domestik biasanya tidak terlalu diperhatikan dengan baik padahal kalau
dibiarkan terus menerus dalam jangka waktu lama dapat menjadi masalah bagi
lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sebagai contoh, limbah air deterjen sisa cucian
apabila dibiarkan dalam jangka panjang akan menjadi sumber pencemaran lingkungan
dan menjadi sumber penyakit bagi masyarakat. Mengingat penting dan besarnya dampak
yang ditimbulkan oleh limbah cair bagi lingkungan, sehingga penting bagi sektor industri
maupun domestik untuk memahami dasar-dasar teknologi pengolahan limbah cair.
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri
yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat.
Teknologi pengolahan yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi
masyarakat yang bersangkutan. Pengolahan limbah cair dapat dikelompokkan menjadi
tiga yaitu: pengolahan secara biologi, pengolahan secara fisika, dan pengolahan secara
kimia.
2. Limbah Padat
Limbah padat adalah sisa hasil kegiatan industri ataupun aktivitas domestik yang
berbentuk padat. Contoh dari limbah padat diantaranya yaitu: kertas, plastik, serbuk besi,
serbuk kayu, kain, dll. Limbah padat dapat diklasifikasikan menjadi enam kelompok
sebagai berikut:
- Sampah organik mudah busuk (garbage), yaitu limbah padat semi basah, berupa bahan-bahan
organik yang mudah membusuk atau terurai mikroorganisme. Contohnya yaitu: sisa makanan, sisa
dapur, sampah sayuran, kulit buah-buahan.
- Sampah anorganik dan organik tak membusuk (rubbish), yaitu limbah padat anorganik atau
organik cukup kering yang sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit membusuk.
Contohnya yaitu: selulosa, kertas, plastik, kaca, logam.
- Sampah abu (ashes), yaitu limbah padat yang berupa abu, biasanya hasil pembakaran. Sampah ini
mudah terbawa angin karena ringan dan tidak mudah membusuk.
- Sampah bangkai binatang (dead animal), yaitu semua limbah yang berupa bangkai binatang,
seperti tikus, ikan dan binatang ternak yang mati.
- Sampah sapuan (street sweeping), yaitu limbah padat hasil sapuan jalanan yang berisi berbagai
sampah yang tersebar di jalanan, sperti dedaunan, kertas dan plastik.
- Sampah industri (industrial waste), yaitu semua limbah padat yang bersal daribuangan industri.
Komposisi sampah ini tergantung dari jenis industrinya.
Penanganan limbah padat bisa dibedakan dari kegunaan atau fungsi limbah padat
itu sendiri. Limbah padat ada yang dapat didaur ulang atau dimanfaatkan lagi serta
mempunyai nilai ekonomis seperti plastik, tekstil, potongan logam, namun ada juga yang
tidak bisa dimanfaatkan lagi. Limbah padat yang tidak dapat dimanfaatkan lagi biasanya
dibuang, dibakar, atau ditimbun begitu saja. Beberapa industri tertentu limbah padat yang
dihasilkan terkadang menimbulkan masalah baru yang berhubungan dengan tempat atau
areal luas yang dibutuhkan untuk menampung limbah tersebut.
3. Limbah Gas (Udara)
Limbah gas adalah limbah yang memanfaatkan udara sebagai media. Secara alami
udara mengandung unsur-unsur kimia seperti O2, N2, NO2, CO2, H2 dll. Penambahan gas
ke udara yang melampaui kandungan udara alami akan menurunkan kualitas udara.
Limbah gas yang dihasilkan berlebihan dapat mencemari udara serta dapat mengganggu
kesehatan masyarakat. Zat pencemar melalui udara diklasifikasikan menjadi dua bagian
yaitu partikel dan gas. Partikel adalah butiran halus dan masih mungkin terlihat dengan
mata telanjang seperti uap air, debu, asap, kabut dan fume. Sedangkan pencemaran
berbentuk gas hanya dapat dirasakan melalui penciuman (untuk gas tertentu) ataupun
akibat langsung.
Limbah gas yang dibuang ke udara biasanya mengandung partikel-partikel bahan
padatan atau cairan yang berukuran sangat kecil dan ringan sehingga tersuspensi dengan
gas-gas tersebut. Bahan padatan dan cairan tersebut disebut sebagai materi partikulat.
Seperti limbah gas yang dihasilkan oleh suatu pabrik dapat mengeluarkan gas yang
berupa asap, partikel serta debu. Apabila ini tidak ditangkap dengan menggunakan alat,
maka dengan dibantu oleh angin akan memberikan jangkauan pencemaran yang lebih
luas. Jenis dan karakteristik setiap jenis limbah akan tergantung dari sumber limbah.
Tabel 2.3 Macam Limbah Gas yang Umum Ada di Udara
NO JENIS KETERANGAN
4. Limbah Suara
Limbah suara yaitu limbah yang berupa gelombang bunyi yang merambat di udara. Limbah suara
dapat dihasilkan dari mesin kendaraan, mesin-mesin pabrik, peralatan elektronik dan sumber-sumber yang
lainnya.
Gorong-gorong
Pertemuan saluran
Bangunan terjunan
Street inlet
Pompa
Pintu air
Sumber: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 Tentang Perumahan Dan
Permukiman
Tabel 2.5 Aspek dan Keterangan UU Republik Indonesia No. 4 Tahun 1992
ASPEK KETERANGAN
sebagaimana mestinya.
Persyaratan Kawasan Siap Bangun rencana tata ruang yang rinci, data mengenai luas, batas, dan
pemilikan tanah.
jaringan primer dan sekunder prasarana lingkungan.
Tabel 2.6 Aspek dan Keterangan UU Republik Indonesia No. 7 Tahun 2004
ASPEK KETERANGAN
Pengendalian daya rusak air Pengendalian daya rusak air dilakukan secara menyeluruh yang
mencakup upaya pencegahan, penanggulangan, dan pemulihan.
Pemulihan daya rusak air Pemulihan daya rusak airdilakukan dengan memulihkan kembali
fungsi lingkunganhidup dan sistem prasarana sumber daya air.
Pengendalian Daya Rusak Air Pengendalian daya rusak air dilakukan pada sungai, danau,waduk
dan/atau bendungan, rawa, cekungan air tanah, sistemirigasi, air
hujan, dan air laut yang berada di darat.
Ruang Lingkup Spesifikasi ini memuat pengertian dan persyaratan teknis sumur resapan khusus untuk
air hujan pada lahan pekarangan
Persyaratan Teknis 1.Sumur resapan air hujan berbentuk segi empat atau lingkaran;
2. Ukuran minimum sisi penampang atau diameter adalah
0,8meter;
3. Ukuran maksimum sisi penampang atau diameter adalah 1,4
meter;
4. Ukuran pipa masuk diameter 110 mm
5. Ukuran pipa pelimpah diameter 110mm
Tabel 2.8 Aspek dan Keterangan berdasarkan SNI 03-2453-2002
Aspek Keterangan
Ruang Lingkup Tata cara ini memuat pengertian, persyaratan dan teknis mengenai
bats muka air tanah, nilai permeabilitas tanah, jarak terhadap
bangunan, perhitungan dan penentuan sumur resapan air hujan.
Umur Resapan Air Hujan Sumur resapan air hujan adalah prasarana untuk menampung dan
meresapkan air hujan ke dalam tanah
Persyaratan Umum Sumur resapan air hujan ditempatkan pada lahan yang relatif
datar
Air yang masuk adalah air yang tidak tercemar
Penempatan sumur harus mempertimbangkan keamanan
bangunan sekitarnya
Memperhatikan peraturan dareah setempat
Hal-hal yang tidak memenuhi ketentuan ini harus disetujui
Instansi yang berwenang
Persyaratan Teknis Kedalaman air tanah
Permeabilitas air tanah
Ruang Lingkup Ruang lingkup Juknis ini memuat pengertian, persyaratan umum
dan teknis mengenai lokasi penempatan Sumur Resapan Air Hujan,
saluran air hujan dan retensi pada lapangan terbuka atau pada
lapangan parker di daerah permukiman atau perkantoran
menggunakan paving block atau grass block.
Design Standards
Aspek Keterangan
Ruang Lingkup Tata Cara Penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan ini memuat
pengertian, ketentuan umum dan teknik berupa data dan informasi, kriteria
perencanaan, dan cara pengerjaan penyusunan rencana induk sistem drainase
perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.
Persyaratan Umum Rencana induk sistem drainase disusun dengan memperhatikan hal-
hal
Pemerintah Daerah menyediakan alokasi ruang (space) untuk
penempatan saluran drainase dan sarana drainase serta bangunan
pelengkapnya.
Daerah perkotaan/permukiman yang elevasi muka tanahnya selalu
lebih rendah daripada elevasi muka air sungai atau laut dapat
dibangun sistem polder.
Pembangunan sistem drainase harus berwawasan lingkungan.
Bangunan pelengkap yang dibangun pada saluran dan sarana
drainasekapasitasnya minimal 10% lebih tinggi dari kapasitas
rencana salurandan sarana drainase.
Rencana induk sistem drainase perkotaan yang berwawasan
lingkungan disahkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang.
Persyaratan Teknis Data dan Informasi
Aspek Keterangan
Keterangan:
Pembilang (A): jumlah kumulatif penduduk yang rumahnya terlayani sistem drainase
Penyebut (B) : jumlah kumulatif masyarakat seluruh kota Ukuran/konstanta : persen (%)
2. Pengurangan Luas Genangan
a) SPM ini adalah persentase luasan yang masih tergenang di suatu Kota/Kabupaten pada akhir tahun pencapaian
SPM terhadap luasan daerah rawan genangan atau berpotensi tergenang di Kota/Kabupaten dimaksud.
Keterangan :
Pembilang (A): jumlah luasan daerah yang masih tergenang (2 jam setelah hujan masih
terendam > 30 cm).
Penyebut (B) : luas daerah rawan genangan Ukuran/konstanta : persen (%)
Standar Pelayanan Minimal Drainase mencakup : Tidak ada genangan banjir di daerah
kota/perkotaan > 10 Ha. Tingkat pelayanannya meliputi lokasi genangan dengan klasifikasi:
- Tinggi genangan rata-rata > 30 cm
- Lama genangan > 2jam
Frekuensi kejadian banjr > 2 kaIi setahun
1.4.1 Definisi
Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan penerimaan dari setiap informasi
dalam bentuk tanda- tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat optic,
radio atau sistem elektromagnetik lainnya (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi). Prasarana telekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi (Pasal 1 angka 4 UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang
Telekomunikasi).
Rencana sistem jaringan telekomunikasi yang dikembangkan dalam perkotaan meliputi sistem
kabel, sistem nirkabel, dan sistem satelit, yang terdiri atas :
• Infrastruktur telekomunikasi yang berupa jaringan kabel telepon, fixed line, dan lokasi
pusat automatisasi sambungan telepon.
• Infrastruktur telepon nirkabel antara lain lokasi menara telekomunikasi termasuk menara
Base Transceiver Station (BTS); dan
Penyediaan jumlah kebutuhan jaringan telekomunikasi sangat tergantung pada karakteristik fisik,
sosial, dan ekonomi dari lokasi yang bersangkutan sehingga pemenuhan kebutuhan tersebut tepat
waktu, jumlah, dan lokasi. Dalam penyediaan prasarana pendukung yaitu pemasangan rumah
kabel sebagai titik akhir dari jaringan kabel primer dan titik awal dari jaringan kabel sekunder
hharus memenuhi syarat- syarat sebagai berikut :
2. Bentuk rumah kabel harus dibedakan antara yang berkapasitas 800 pasang dengan
1.600 pasang
3. Rumah kabel terbuat dari bahan isolasi tahan panas yang diperkuat dengan fiber glass
warna abu-abu
5. Penempatan rumah kabel pada trotoar jalan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
a) Letak rumah kabel tidak boleh menghalangi dan membahayakan lalu lintas
b) Rumah kabel tidak boleh dipasang pada tempat yang menurut perkiraan mudah
terlanggar oleh kendaraan
d) Penempatan rumah kabel harus serasi dengan tikungan tajam, paling sedikit 5
d) Membangun Base Tranceiver System (BTS) secara terpadu berdasarkan Master Plan
Tower Bersama serta mengendalikan tower-tower seluler yang tidak sesuai dengan Master
Plan.
Peraturan Prasarana Telekomunikasi
» perseorangan;
» instansi pemerintah;
» badan hukum selain penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau
penyelenggara jasa telekomunikasi
Berdasarkan SNI 03-6981-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan sederhana
tidak bersusun di daerah perkotaan, tiap lingkungan rumah perlu dilayani sambungan telepon
rumah dan telepon umum sejumlah 0,13 sambungan telepon rumah per jiwa atau dengan
menggunakan asumsi berdasarkan tipe rumah sebagai berikut:
Selain dari sambungan telepon rumah, dibutuhkan sekurang-kurangnya satu sambungan telepon
umum untuk setiap 250 jiwa penduduk (unit RT) yang ditempatkan pada pusat-pusat kegiatan
lingkungan RT tersebut. Ketersediaan antar sambungan telepon umum ini harus memiliki jarak
radius bagi pejalan kaki yaitu 200 - 400 meter. Penempatan pesawat telepon umum diutamakan
di area-area publik seperti ruang terbuka umum, pusat lingkungan, ataupun berdekatan dengan
bangunan sarana lingkungan; dan penempatan pesawat telepon harus terlindungi terhadap cuaca
(hujan dan panas matahari) yang dapat diintegrasikan dengan kebutuhan kenyamanan pemakai
telepon umum tersebut.
Dan penempatan stasiun telepon otomat (STO) untuk setiap 3.000 – 10.000 sambungan dengan
radius pelayanan 3 – 5 km dihitung dari copper center, yang berfungsi sebagai pusat pengendali
jaringan dan tempat pengaduan pelanggan. Serta jarak terjauh rumah yang direncanakan terhadap
Stasiun Telepon Otomat (STO), berkaitan dengan kebutuhan STO pada kawasan yang
direncanakan.
Berdasarkan surat edaran direktur jenderal penataan ruang kementerian pekerjaan umum nomor
06/SE/Dr/2011 tentang petunjuk teknis kriteria lokasi menara telekomunikasi, terdapat beberapa
persyaratan umum yang harus diperhatikan dalam pengaturan lokasi menara yang mencakup
sebagai berikut:
1.5.1 Definisi
Listrik menurut merupakan daya atau kekuatan yang ditimbulkan oleh adanya pergesekan atau
melalui proses kimia yang dapat digunakan untuk menghasilkan panas atau cahaya atau juga
untuk menjalankan mesin. Listrik memiliki beberapa definisi dari para ahli, yaitu:
1. Menurut Gatut Susanta dan Sasi Agustoni, listrik adalah sumber energi yang disalurkan
melalui kabel atau penghantar lainnya.
2. Menurut Hasan Amrin, listrik merupakan suatu bentuk energi dan listrik hanya salah satu
dari banyak bentuk energi.
3. Menurut Aip Saripudin, listrik adalah energi yang paling banyak dimanfaatkan manusia.
4. Menurut Joyce James, Colin Baker, dan Helen Swain; listrik adalah aliran atau
pergerakan elektron-elektron adalah partikel bermuatan negatif yang ditemukan pada semua
atom.
5. Menurut Mikrajuddin, listrik merupakan salah satu bentuk energi. Selain BBM, listrik
telah menjadi bentuk energi terpenting bagi kehidupan kita.
6. Menurut Agung Wijaya, listrik adalah kebutuhan primer manusia.
7. Menurut Heinz Frick dan Pujo L. Setiawan, listrik merupakan energi yang dapat diubah
menjadi energi lain, menghasilkan panas, cahaya, kimia, atau gerak (mekanik).
8. Menurut UU Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, tenaga listrik adalah salah
satu bentuk energi sekunder yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan untuk
segala macam keperluan, dan bukan listrik yang dipakai untuk komunikasi atau isyarat
Jadi, prasarana listrik adalah sesuatu yang mendukung proses pembangunan fisik energi listrik
yang merupakan suatu kebutuhan primer masyarakat dan sangat penting artinya bagi
peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat pada umumnya serta untuk mendorong
peningkatan kegiatan ekonomi. Sumber daya alam yang merupakan sumber energi ada harus
dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk berbagai tujuan termasuk untuk menjamin keperluan
penyediaan tenaga listrik. Sumber energi primer yang terdapat di dalam negeri dan/atau berasal
dari luar negeri harus dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan kebijakan energi nasional
untuk menjamin penyediaan tenaga listrik yang berkelanjutan dengan mengutamakan sumber
energi baru dan terbarukan.
1. Mikrohidro
2. Angin
Secara umum Indonesia masuk kategori Negara tanpa angin, mengingat bahwa kecepatan
angin minimum rata‐rata yang secara ekonomis dapat dikembangkan sebagai penyedia jasa
energi adalah 4m/dt. Ada beberapa wilayah dimana sumber energi angin kemungkinan besar
layak dikembangkan. Wilayah tersebut antara lain adalah Nusa Tenggara Timur (NTT),
Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan dan Tenggara,Pantai Utara dan Selatan Jawa
dan Karimun Jawa.
3. Surya
Sebagai sumber energi, limbah biomasa tersedia cukup melimpah dan berkelanjutan,
terutama pada daerah industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
5. Panas bumi
Berdasarkan survei menunjukkan bahwa terdapat 70 lokasi panas bumi bertemperatur tinggi
dengan kapasitas total mencapai 19.658 MW. Sebagian besar dari lokasi tersebut belum
dilakukan eksploitasi secara intensif.
6. Energi laut
Luas lautan melingkupi 2/3 wilayah Indonesia, atau sekitar 4 juta km2 dan garis pantai
sepanjang 80.791 km sehingga laut atau samudera secara kualitatif kan menyimpn potensi
sumber energi terbarukan (ET) yang cukup besar. Secara kuantitatif kandungan ET dari
samudera yang dapat dikelola secara ekonomis masih memerlukan kajian lebih lanjut.
Energi yang berasal dari samudera dapat diperoleh dari 3 bentuk sumber utama, yaitu:
gelombang, pasang surut, dan perbedaan suhu antara permukaan dan bagian dalam air laut.
Berdasarkan ukuran tegangan, jaringan distribusi tenaga listrik dapat dibedakan pada dua sistem,
yaitu:
Sistem jaringan distribusi primer atau sering disebut jaringan distribusi tegangan tinggi
(JDTT) terletak antara gardu induk dengan gardu pembagi yang memiliki tegangan sistem
lebih tinggi dari tegangan terpakai untuk konsumen. Standar tegangan untuk jaringan
distribusi primer ini adalah 6 kV, 10 kV, dan 20 kV (sesuai standar PLN). Sedangkan di
Amerika Serikat standar tegangan untuk jaringan distribusi primer ini adalah 2,4 kV; 4,16
kV; dan 13,8 kV.
Sistem jaringan distribusi sekunder atau sering disebut jaringan distribusi tegangan rendah
(JDTR) merupakan jaringan yang berfungsi sebagai penyalur tenaga listrik dari gardu-gardu
pembagi (gardu distribusi) ke pusat-pusat beban (konsumen tenaga listrik). Besarnya standar
tegangan untuk jaringan ditribusi sekunder ini adalah 127/220 V untuk sistem lama, dan
220/380 V untuk sistem baru, serta 440/550 V untuk keperluam industri. Besarnya tegangan
maksimum yang diizinkan adalah 3 sampai 4% lebih besar dari tegangan nominalnya.
Penetapan ini sebanding dengan besarnya nilai tegangan jatuh (voltage drop) yang telah
ditetapkan berdasarkan PUIL 661 F.1, bahwa rugi-rugi daya pada suatu jaringan adalah 15
% dengan adanya pembatasan tersebut stabilitas penyaluran daya ke pusat-pusat beban tidak
terganggu.
c. Tegangan Lebih
Pada sistem jaringan tenaga listrik seringkali terjadi perubahan tegangan yang lebih tinggi
dari tegangan maksimumnya, baik lebih tinggi untuk sesaat yang berupa tegangan lebih
peralihan (transient over voltage) maupun lebih tinggi secara bertahan yang berupa tegangan
lebih stasioner. Pada umumnya tegangan lebih ini ditimbulkan oleh dua sebab, yaitu
disebabkan kerana sistem itu sendiri dan sebab luar sistem. Tegangan lebih yang disebabkan
oleh sistem itu sendiri biasanya terjadi karena:
- Adanya gangguan hubung singkat (short circuit) pada kawat penghantar jaringan.
- Adanya kerja hubung yang terjadi karena penutupan atau pembukaan saklar (switch)
dengan cepat, atau tak serempaknya pemutusan saklar pemutus jaringan pada rangkaian
tiga fasa.
Perbedaan tegangan pada jaringan transmisi dan jaringan distribusi untuk setiap negara sangat
berlainan. Biasanya tiap-tiapnegara menentukan standar tegangan sendiri-sendiri. Faktor-faktor
yang mempengaruhi standar tegangan:
1. Faktor tekno-ekonomis
Makin padat suatu daerah, makin tinggi beban pelayanannya. Hal ini akan mengganggu
kestabilan tegangan.
Besarnya tenaga yang harus disalurkan dari Pusat Pembangkit Tenaga Listrik ke Pusat-Pusat
Beban (load centers).
Tenaga listrik yang harus ditempuh untuk memindahkan tenaga listrik tersebut secara
ekonomis. Makin dekat daerah pelayanan, tegangannya pun tidak akan besar.
5. Faktor perencanaan jangka panjang
Perkembangan teknologi makin pesat maka setiap terjadi perubahan tegangan diperlukan
penelitian baru.
Standar Penyediaan Kebutuhan Daya Listrik dilingkungan perumahan berdasarkan SNI (Standar
Nasional Indonesia) Nomor 03-1733-2004, yaitu:
1. Penyediaan kebutuhan daya listrik untuk sarana lingkungan perumahan sebesar 40% dari
total kebutuhan rumah tangga, dimana standar minimal pelayanan daya listrik per jiwa untuk
setiap unit rumah tangga adalah 450VA.
Kebutuhan energi listrik menurut Rencana Pengembangan Tata Ruang Kawasan Kota Terpadu
Mandiri tahun 2011:
Kegiatan Sosial dan Pelayanan umum, kebutuhan sumber daya listrik untuk kegiatan sosial
adalah pendidikan, kesehatan, dan peribadatan. Sedangkan pelayanan umum berupa perkantoran,
pemerintahan dan rekreasi olahraga. Kebutuhan listrik untuk seluruh kegiatan tersebut
maksumum adalah 40 watt/m2 atau 25% dari seluruh kebutuhan rumah tangga.
1.6.1 Definisi
Menurut definisi World Health Organization (WHO) sampah adalah sesuatu yang tidak
digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan
manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2006). Undang-Undang Pengelolaan
Sampah Nomor 18 tahun 2008 menyatakan sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia
dan/atau dari proses alam yang berbentuk padat.
Juli Soemirat (1994) berpendapat bahwa sampah adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh
yang punya dan bersifat padat. Azwar (1990) mengatakan sampah adalah sebagian dari sesuatu
yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari
kegiatan yang dilakukan manusia (termasuk kegiatan industri) tetapi bukan biologis karena
kotoran manusia (human waste) tidak termasuk kedalamnya. Manik (2003) mendefinisikan
sampah sebagai suatu benda yang tidak digunakan atau tidak dikehendaki dan harus dibuang,
yang dihasilkan oleh kegiatan manusia.
Sampah merupakan bahan buangan dari kegiatan rumah tangga, komersial, industri atau
aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh manusia lainnya. Sampah juga merupakan hasil
sampingan dari aktivitas manusia yang sudah tidak terpakai (Purwendro & Nurhidayat, 2006).
Menurut Soemirat Slamet (2004), sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh
yang punya dan bersifat padat. Sampah ada yang mudah membusuk dan ada pula yang tidak
mudah membusuk. Sampah yang mudah membusuk terdiri dari zat-zat organik seperti sayuran,
sisa daging, daun dan lain sebagainya, sedangkan yang tidak mudah membusuk berupa plastik,
kertas, karet, logam, abu sisa pembakaran dan lain sebagainya. Limbah atau buangan yang
bersifat padat atau setengah padat yang merupakan hasil sampingan dari kegiatan perkotaan atau
siklus kehidupan manusia hewan dan tumbuh tumbuhan siklus kehidupan manusia, hewan, dan
tumbuh-tumbuhan (Kodoatie, 2003).
Menurut Departemen PU Tahun 2004, timbulan sampah adalah volume sampah atau berat
sampah yang dihasilkan dari jenis sumber sampah diwilayah tertentu persatuan waktu m^3/h.
Timbulan sampah adalah sampah yang dihasilkan dari sumber sampah (SNI, 1995). Timbulan
sampah sangat diperlukan untuk menentukan dan merancang peralatan yang digunakan dalam
transportasi sampah, fasilitas recovery material, dan fasilitas Lokasi Pembuangan Akhir (LPA)
sampah.
1. Sampah Organik
Sampah Organik merupakan barang yang dianggap sudah tidak terpakai dan dibuang oleh
pemilik/pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa dipakai, dikelola dan dimanfaatkan dengan
prosedur yang benar. Sampah ini dapat diuraikan dengan mudah melalui proses alami. Sampah
organik merupakan sampah yang mudah membusuk seperti, sisa daging, sisa sayuran, daun-
daun, sampah kebun dan lainnya.
2. Sampah Non-organik
Sampah non-organik adalah sampah yang dihasilkan dari bahan-bahan non-hayati, baik berupa
produk sintetik maupun hasil proses teknologi pengolahan bahan tambang. Sampah ini
merupakan sampah yang tidak mudah membusuk seperti, kertas, plastik, logam, karet, abu gelas,
bahan bangunan bekas dan lainnya. Menurut Gelbert (1996), pada tingkat rumah tangga sampah
jenis ini berupa botol plastik, botol gelas, tas plastik, dan kaleng.
Sampah ini terjadi dari zat kimia organik dan non-organik serta logam-logam berat yang
umunnya berasal dari buangan industri. Pengelolaan sampah B3 tidak dapat dicampurkan dengan
sampah organik dan non-organik. Biasanya ada badan khusus yang dibentuk untuk mengelola
sampah B3 sesuai peraturan yang berlaku.
Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media
lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan (UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang
Pengelolaan Sampah). Tempat pembuangan akhir atau TPA adalah suatu areal yang menampung
sampah dari hasil pengangkutan dari TPS maupun langsung dari sumbernya (bak/tong sampah)
dengan tujuan akan mengurangi permasalah kapsitas/timbunan sampah yang ada dimasyarakat
(Suryono dan Budiman, 2010). Di TPA, sampah masih mengalami proses penguraian secara
alamiah dengan jangka waktu panjang. Persyaratan umum lokasi,metode pengelolaan sampah di
TPA dan kriteria pemilihan lokasi, menurut SK SNI T-11-1991-03 adalah sebagai berikut:
Karakteristik sampah yang dikelola berdasarkan undang-undang nomor 18 tahun 2008 tentang
pengelolaan sampah adalah sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga, dan
sampah spesifik. Sampah rumah tangga merupakan sampah yang berasal dari kegiatan sehar i-
hari dalam rumah tangga, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah
rumah tangga yaitu yang berasal dari kawasan komersial , kawasan industri, kawasan
khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum,dan/atau fasilitas lainnya. Dan Sampah spesifik meliputi;
Teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan berdasarkan SNI 19-2454-2002 tentang tata
cara teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan, terdiri dari pewadahan sampai dengan
pembuangan akhir sampah, dan harus bersifat terpadu dengan melakukan pemilihan sejak dari
sumbernya. Skema teknik operasional pengelolaan sampah perkotaan dapat dilihat pada bagan
berikut; Skema Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan
Timbulan Sampah
Pemilahan, Pewadahan,
dan Pengolahan di
Sumber
Pengumpulan
Pengankutan
Pembuangan Akhir
Berdasarkan standar pelayanan minimal peraturan menteri pekerjaan umum nomor 14 tahun
2010, pengelolaan sampah terdiri dari 2 aspek yaitu tersedianya fasilitas pengurangan sampah
dan sistem penanganan sampah di perkotaan. Pengurangan sampah meliputi kegiatan
pembatasan timbulan sampah, pendaur ulang sampah dan pemanfaatan kembali sampah serta
standar pelayanan minimal fasilitas pengurangan sampah di perkotaan adalah volume sampah di
perkotaan yang melalui guna ulang, daur ulang, pengolahan di tempat pengolahan sampah
sebelum akhirnya masuk ke TPA terhadap volume seluruh sampah kota, dinyatakan dalam
bentuk presentase. Pelayanan pengangkutan sampah dilakukan dengan alat angkut sampah baik
untuk sampah terpilah maupun sampah tercampur, mulai dari sumber timbulan sampah (rumah,
perkantoran, pasar, dll), TPS 3R, TPS menuju tempat pemrosesan akhir sampah (TPA).
Pengangkutan sampah ke TPA dilakukan secara berkala minimal 2 (dua) kali seminggu, dimana
untuk jenis sampah mudah terurai/organik minimal 2 (dua) hari sekali terangkut dari lingkungan
permukiman. Penyediaan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) yang ramah lingkungan
adalah jumlah TPA yang memenuhi kriteria dan dioperasikan secara layak (controlled
landfill/sanitary landfill)/ramah lingkungan terhadap jumlah TPA yang ada di perkotaan,
dinyatakan dalam bentuk prosentase.
Berdasarkan SNI 03-3242-1994 tentang tata cara pengelolaan sampah di permukiman,
operasional pengelolaan sampah di permukiman disayaratkan adanya keterlibatan aktif
masyarakat, pengelola sampah kota, dan pengembangan perumahan baru terutama dalam
mengelola dan mengadakan sarana persampahan di lingkungan permukiman. Ketentuan
pengelolaan sampah seperti berikut;
1. Perencanaan, dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah rumah, kelas, dan tipe bangunan; jumlah
sampah yang akan dikelola berdasarkan jumlah penduduk dan luas bangunan/fasilitas umum, besara
timbulan sampah berdasarkan sumbernya.
2. Teknik operasional, ditentukan berdasarkan kondisi topografi dan lingkungan pelayanan, kondisi sosial
ekonomi, partisipasi masyarakat, jumlah dan jenis timbulan sampah, pola operasional dilakukan melalui
pewadahan, pengumpulan, pemindahan di transfer depo, pengangkutan ke TPA.
3. Pembiayaan meliputi seluruh biaya pengelolaan untuk operasi, pemeliharaan, serta penggantian alat.
Cara pengerjaan dilakukan dengan menganalisa atas penyebaran rumah, luas daerah yang
dikelola, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan, jumlah rumah berdasarkan tipe, timbulan
sampah perhari, jumlah bangunan fasilitas umum, kondisi jalan, topografi, dan lingkungan untuk
menentukan alternatif sistem termasuk jenis peralatan.
Untuk menentukan lokasi TPA sampah berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang tata cara
pemilihan lokasi TPA sampah, TPA sampah tidak boleh berlokasi di sekitar danau, sungai dan
laut serta Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu :
Tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam
wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan.
Tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara
beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional.
Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang,
Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak
sebagai berikut:
1) Kondisi geologi
tidak berlokasi di zona holocene fault.
tidak berlokasi di dizona bahaya geologi.
2) Kondisi hidrologi
tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter.
tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 106 cm/det.
jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran.
tidak berlokasi disekitar DAS.
3) kemiringan zona harus kurang dari 20 %
4) jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus
lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.
5) tidak berlokasi pada daerah lindung.
6) Tidak berlokasi pada daerah rawan bencana alam.
Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu teridiri
dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut;
1. Klasifikasi pengelolaan
Klasifikasi pengelolaan berdasarkan lingkungan permukiman yang ada yaitu :
1 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 150 – 250 jiwa ( 30 – 50 rumah)
1 Rukun Warga : 2.500 jiwa (± 500 rumah)
1 kelurahan : 30.000 jiwa penduduk (± 6.000 rumah)
1 kecamatan : 120.000 jiwa (± 24.000 rumah)
3. Klasifikasi TPS
Klasifikasi TPS sebagai berikut :
1. TPS tipe I
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan :
Ruang pemilahan
gudang
tempat pemindahan sampah yang dilengkapi dengan landasan container
Luas lahan ± 10 - 50 m2
2. TPS tipe II
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan :
Ruang pemilahan (10 m2)
Pengomposan sampah organik (200 m2)
Gudang (50 m2)
Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m
luas lahan ± 60 – 200 m2
3. TPS tipe III
Tempat pemindahan sampah dari alat pengumpul ke alat angkut sampah yang dilengkapi dengan :
Ruang pemilahan (30 m2)
Pengomposan sampah organik (800 m2)
Gudang (100 m2)
Tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2)
luas lahan > 200 m2
Metode pembuangan sampah terbagi atas beberapa kategori yakni sebagai berikut:
a. Open Dumping
Open dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana
sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi, dibiarkan terbuka tanpa pengamanan dan
ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Cara ini tidak direkomendasikan karena mengingat
banyaknya potensi pencemaran lingkungan yang dapat ditimbulkan seperti:
b. Control Landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang
telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan
yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk
meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA. Metode control
landfill dianjurkan untuk diterapkan dikota sedang dan kecil. Untuk dapat melaksanakan metode
ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya:
- Alat berat
c. Sanitary Landfill
Sanitary Landfill adalah suatu sistem pengolahan sampah dengan mengandalkan areal tanah
yang terbuka dan luas dengan membuat lubang bertempat sampah dimasukkan kelubang tersebut
kemudian ditimbun, dipadatkan, diatas timbunan sampah tersebut ditempatkan sampah lagi
kemudian ditimbun kembali sampai beberapa lapisan yang terakhir di tutup tanah setebal 60 cm
atau lebih (Suryono dan Budiman, 2010). Metode ini merupakan metode standar yang dipakai
secara Internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan
yang timbul dapat diminimalkan. Namun diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang
cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga baru dianjurkan untuk kota besar dan
metropolitan
1.7 Transportasi
1.7.1 Definisi
Terminal
Menurut undang-undang No 14 tahun 1992 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, terminal
adalah prasarana transportasi jalan untuk barang serta mengatur kedatangan dan pemberangkatan
kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi.
Menurut Morlok, (2005) terminal adalah tempat pengangkutan dapat berhenti dan memuat
atau membongkar barang-barang, sedangkan Juknis LLAJ, (1995) mendefinisikan terminal
sebagai berikut :
• Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan
kota dan lingkungan.
1. Fasilitas utama yang tersedia adalah ruang untuk penumpang dan ruang area
kendaraan.
2. Kendaraan yang terlibat biasanya bus antar kota, bus antar provinsi, bus
kota, angkutan umum, taksi, dan lain sebagainya.
2. Terminal angkutan antar kota adalah merupakan titik temu dan titik sebar
perjalanan antar kota yang satu dengan kota yang lain.
Jalur kereta api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak jalan rel yang meliputi ruang
manfaat jalur kereta api, ruang milik jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api,
termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api. Jalur
keretaapi menurut pengoperasiannya dibagi kedalam jalur kereta api khusus dan jalur kereta api
umum.
Jalur kereta api khusus adalah jalur kereta api yang digunakan secara khusus oleh badan usaha
tertentu untuk menunjang kegiatan pokok badan usaha tersebut, sedangkan jalur kereta api
umum
Stasiun Kereta Api/Emplasement
Berdasarkan reglemen 19 Bab I Pasal 1 ayat 4a yang dimaksudkan dengan stasiun adalah tempat
kereta api berhenti dan berangkat, bersilang, menyusul atau disusul. Sedangkan menurut
Keputusan Menteri Perhubungan 22 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 ayat 2, stasiun adalah tempat
kereta api berangkat atau berhenti untuk melayani naik dan turun penumpang dan atau bongkar
muat barang dan atau untuk keperluan operasi kereta api. Kumpulan dari jalan rel di suatu
stasiun disebut sebagai emplasement
1.7.3 Acuan Normatif
Adapun persyaratan lokasi terminal bus menurut Warpani, (2002) adalah sebagai berikut :
o Terkait pada sistem jaringan jalan primer, mempunyai jarak minimum 100 meter
dari jalan primer.
o Terletak di daerah pinggir kota sentris sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional.
o Terletak pada lokasi sedemikian rupa, sehingga tingkat kebisingan dan polusi
udara tidak mengganggu lingkungan hidup sekitarnya.
o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan regional.
o Terkait pada sistem jaringan jalan primer dan jaringan jalan kolektor primer,
mempunyai jarak minimum 50 meter dari jalan primer atau kolektor primer.
o Terletak di daerah pinggir kota sentris sesuai dengan arah geografis lokasi
pemasaran regional.
o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan regional.
o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan regional.
o Letak lokasi dapat dicapai secara langsung dengan cepat, aman dan mudah
oleh pemakai jasa angkutan lokal.
o Terkait sistem fungsi sekunder, dalam tata ruang wilayah atau kota.
o Terletak pada lokasi yang merupakan bagian yang integral dengan sistem
angkutan primer lainnya.
o Letak lokasi dapat dicapai secara cepat, aman dan mudah oleh pemakai jasa
angkutan lokal.
F. Persyaratan lokasi terminal sekunder cabang
Perkeretaapian merupakan salah satu moda transportasi dalam sistem transportasi nasional yang
mempunyai karakteristik pengangkutan secara massal dan keunggulan tersendiri, yang tidak
dapat dipisahkan dari moda transportasi lain, perlu dikembangkan potensinya dan ditingkatkan
peranannya sebagai penghubung wilayah, baik nasional maupun internasional, untuk menunjang,
mendorong, dan menggerakkan pembangunan nasional guna meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Perkeretaapian merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber
daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan
transportasi kereta api. Menurut Undang - undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang
Perkeretaapian Prasarana perkeretaapian adalah jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas
operasi kereta api agar kereta api dapat dioperasikan.
Menurut Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang perkeretaapian, definisi dari kereta
api adalah kendaraan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan
sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di atas jalan rel yang terkait
dengan perjalanan kereta api. Kereta api sendiri terdiri dari lokomotif, kereta, dan gerbong.
Lokomotif merupakan kendaraan rel yang dilengkapi dengan mesin penggerak dan pemindah
tenaga kepada roda - roda dan khusus digunakan untuk menarik kereta penumpang dan atau
gerbong barang. Kereta merupakan salah satu rangkaian dari kereta api yang berfungsi untuk
mengangkut penumpang. Sedangkan rangkaian yang digunakan untuk mengangkut barang atau
binatang disebut gerbong. Di dalam Peraturan Pemerintah nomor 69 tahun 1998 meyebutkan
bahwa moda transportasi kereta api memiliki karakteristik dan keunggulan khusus. Beberapa
keunggulan dari kereta api adalah kemampuannya dalam mengangkut baik penumpang maupun
barang secara massal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang, memiliki faktor keamanan
yang tinggi, tingkat pencemaran yang rendah, serta lebih efisien untuk angkutan jarak jauh.
Jalur Kereta Api
Berikut adalah jenis-jenis stasiun yang dijelaskan pada Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
22 Tahun 2003 yang dibedakan berdasarkan kedudukannya terhadap perjalanan suatu rangkaian
kereta api :
Stasiun tujuan terdekat dalam setiap perjalanan kereta api yang berfungsi juga untuk
menerima kedatangan dan memberangkatkan kembali kereta api atau dilewati oleh
kereta api yang berjalan langsung.
Stasiun tujuan akhir perjalanan kereta api yang menerima kedatangan kereta api.
Stasiun awal perjalanan kereta api dan stasiun antara tertentu yang ditetapkan sebagai
stasiun pemeriksa dalam Grafik Perjalanan Kereta Api (Gapeka). Di stasiun
pemeriksa wajib dilakukan kegiatan pencatatan mengenai persilangan luar biasa
dengan kereta api fakultatif atau kereta api luar biasa.
5. Stasiun Batas
Stasiun sebagai pembatas perjalanan kereta api dikarenakan adanya stasiun yang ditutup.
Pelabuhan merupakan salah satu jenis prasarana transportasi laut. Adanya fasilitas pelabuhan
pada suatu daerah atau kota akan memacu perkembangan dan pertumbuhan daerah atau
kota tersebut. Hal ini disebabkan fasilitas pelabuhan laut merupakan salah satu prasarana
penghubung suatu wilayah dengan wilayah lainnya, sehingga dapat terjalinnya suatu kerjasama
baik dibidang ekonomi, sosial, budaya, maupun politik.
Menurut Triatmodjo (1992) pelabuhan (port) adalah suatu daerah perairan yang terlindung
dari gelombang dan digunakan sebagai tempat berlabuhnya kapal maupun kendaraan air
lainnya yang berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan penumpang, barang maupun
hewan, reparasi, pengisian bahan bakar dan lain sebagainya yang dilengkapi dengan
dermaga tempat menambatkan kapal, kran-kran untuk bongkar muat barang, gudang
transito, serta tempat penyimpanan barang dalam waktu yang lebih lama, sementara
menunggu penyaluran ke daerah tujuan atau pengapalan selanjutnya.
Menurut Peraturan Menteri (PM) No. 48 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Minimum
Angkutan Orang Dengan Kereta Api. PM menegaskan bahwa pengoperasian kereta api harus
memenuhi Standar Pelayanan Minimum (SPM).
Penerapan SPM kepada pengguna jasa kereta api tersebut meliputi SPM di Stasiun kereta api dan
SPM dalam perjalanan. Aspek – aspek SPM di stasiun kereta api dan dalam perjalanan
mencakup, keselamatan, keamanan, kehandalan, kenyamanan, kemudahan dan kesetaraan.
Dalam penerapan SPM tersebut, penyelenggara sarana perkeretaapian memiliki bererapa
kewajiban kepada pengguna jasa kereta api diantaranya yaitu : jika terjadi keterlambatan
keberangkatan perjalanan terjadwal dari kereta api perkotaan, pada stasiun keberangkatan, dalam
30 menit atau lebih, setiap penumpang berhak meminta formulir informasi keterlambatan dari
penyelenggara sarana perkeretaapian pada stasiun tujuan bagi penumpang yang membutuhkan.
Untuk kereta api antarkota, jika terjadi keterlambatan keberangkatan perjalanan lebih dari tiga
jam setiap penumpang mendapat kompensasi makanan ringan dan keterlambatan keberangkatan
lebih dari lima jam, penumpang memperoleh makanan berat dan minuman di stasiun
keberangkatan.
Pemberian kompensasi juga diberikan kepada penumpang kereta api antar kota jika dalam
perjalanan mengalami gangguan, sehingga mengalami keterlambatan kedatangan di stasiun
tujuan. Keterlambatan kedatangan lebih dari tiga jam penumpang wajib diberikan makanan
ringan dan keterlambatan kedatangan lebih dari lima jam diberikan makanan berat dan minuman.
, yang dimaksud dengan pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan yang
memiliki batas-batas tertentu dan sebagai tempat kegiatan pemerintah dan kegiatan pengusahaan
yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan atau tempat
bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal dan memiliki fasilitas
keselamatan dan keamanan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan dan sebagai tempat
pemindahan intra dan antarmoda transportasi.
Menurut undang-undang No.17 tahun 2008 tentang pelayaran, pelabuhan laut memiliki hierarki
antara lain pelabuhan utama, pelabuhan pengumpul, dan pelabuhan pengumpan.
1. Pelabuhan Utama
Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut
dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam
jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang, serta angkutan
penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi. Berdasarkan hierarkinya pelabuhan
utama di Indonesia pada saat ini terdapat sebanyak 39 pelabuhan utama, termasuk di dalamnya
dua pelabuhan utama yang berfungsi sebagai hubungan internasional yaitu Pelabuhan Bitung dan
Pelabuhan Kuala Tanjung. Dalam menetapkan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama
setidaknya dapat berpedoman pada:
• Kedekatan dengan jalur pelayaran internasional ± 500 mil dan jalur pelayaran
nasional ± 50 mil;
• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
• Kedalaman kolam pelabuhan minimal -9 mLWS;
2. Pelabuhan Pengumpul
Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan
sebagai tempat asal tujuan penumpang dan atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan
jangkauan pelayanan antarprovinsi. Dalam menetapkan hierarki pelabuhan sebagai pelabuhan
pengumpul setidaknya memperhatikan kriteria teknis sebagai berikut:
• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
• Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang umum nasional.
3. Pelabuhan Pengumpan
Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan
laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan
pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan
penumpang dan atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan
dalam provinsi. Berdasarkan hierarkiya pelabuhan pengumpan dibagi menjadi 2 (dua) yaitu
Pelabuhan Pegumpan Regional (PR) dan Pelabuhan Pengumpan Lokal (PL), pada saat ini
terdapat sekitar 235 Pengumpan Regional dan 726 Pengumpan Lokal. Dalam penetapannya
harus memperhatikan kriteria teknis sebagai berikut:
• Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari/ke Pelabuhan
Pengumpul dan/atau Pelabuhan Pengumpan lainnya;
• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;
• Memiliki luas daratan dan perairan tertentu dan terlindung dari gelombang;
• Berada pada lokasi yang tidak dilalui jalur transportasi laut regular kecuali
keperintisan;