Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS

DI SUSUN OLEH

MUHAMAD YAMIN

18170100037

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU (STIKIM)

2018
LAPORAN PENDAHULUAN
DIABETES MELLITUS

A. PENGERTIAN

Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik yang disertai


dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan oleh gangguan hormonal yang
menimbulkan berbagai macam komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf,
pembuluh darah disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan
pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2005).

B. ANATOMI FISIOLOGI
1. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah sebuah organ tubuh yang terletak pada rongga perut, di bawah
lambung, sebelah atas colon transversum dan sebelah kiri dari duodenum, bentuk
pancreas memanjang dari kanan ke kiri belakang. Pankreas merupakan sekumpulan
kelenjar yang panjangnya kira- kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke
limpa dan beratnya rata- rata 60- 90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2
di belakang lambung.
Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik
hewan maupun manusia. Bagian depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan
yang dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang
merupakan bagian utama dari organ ini merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya
menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang membentuk usus.
Pankreas terdiri dari dua jaringan utama, yaitu :
1. Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum
2. Pulau Langerhans yang tidak mengeluarkan sekretnya, tetapi mensekresi insulin dan
glukagon langsung ke darah.
Fungsi kelenjar pankreas:
a) Menghasilkan hormon (fungsi endokrin):
1) Hormon insulin yang berfungsi untuk mengubah glukosa menjadi glukogen di
hepar.
2) Hormon glukogen yang berfungsi untuk mengubah kembali glikogen menjadi
glukosa darah di hepar.
b) Menghasilkan enzim- enzim pencernaan (fungsi eksokrin):
1) Amilase, berfungsi mengubah karbohidrat menjadi glukosa
2) Tripsin, berfungsi mencerna protein menjadi asam amino
3) Lipase, berfungsi mengubah lipid menjadi asam lemak
Insulin merupakan protein kecil dengan berat molekul 5808 untuk insulin manusia.
Molekul insulin terdiri dari dua rantai polipeptida yang tidak sama, yaitu rantai A dan B.
Kedua rantai ini dihubungkan oleh dua jembatan (perangkai), yang terdiri dari disulfida.
Rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin
dapat larut pada pH 4-7 dengan titik isoelektrik pada 5,3. Sebelum insulin dapat
berfungsi, ia harus berikatan dengan protein reseptor yang besar di dalam membran sel.
Insulin di sintesis sel beta pankreas dari proinsulin dan di simpan dalam butiran
berselaput yang berasal dari kompleks Golgi. Pengaturan sekresi insulin dipengaruhi
efek umpan balik kadar glukosa darah pada pankreas. Bila kadar glukosa darah
meningkat diatas 100 mg/ 100ml darah, sekresi insulin meningkat cepat. Bila kadar
glukosa normal atau rendah, produksi insulin akan menurun.
Selain kadar glukosa darah, faktor lain seperti asam amino, asam lemak, dan
hormon gastrointestina merangsang sekresi insulin dalam derajat berbeda- beda. Fungsi
metabolisme utama insulin untuk meningkatkan kecepatan transport glukosa melalui
membran sel ke jaringan terutama sel- sel otot, fibroblas dan sel lemak.
2. Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan kulit juga merupakan alat tubuhyang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 15%dari berat tubuh danluasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2
mm. paling tebal(6mm) terdapat di telapak tangan dan kaki dan yang paling tipis(0,5mm)
terdapat di penis. Bagian bagian kulit manusia sebagaiberikut :
 Epidermis :Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu lapisanbasal atau stratum
germinativium, lapisan malphigi ataustratum spinosum, lapisan glanular atau stratum
gronulosum,lapisan tanduk atau stratum korneum. Epidermis mengandungjuga:
kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus,rambut dan kuku. Kelenjar
keringat ada dua jenis, ekrin danapokrin. Fungsinya mengatur suhu, menyebabkan
panasdilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapatdisemua daerah
kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir.Seluruhnya berjulah antara 2 sampai 5 juta
yang terbanyakditelapak tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringatbesar
yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak,daerah anogenital. Puting susu
dan areola. Kelenjar sebaseusterdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan,
tapak kakidan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala, muka,kening, dan
dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandungasam lemak, kolesterol dan zat lain.
 Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawahepidermis dan diatas jaringan
sukutan. Dermis terdiri darijaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars
papilaris),sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars
reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung pembuluhdarah, saraf, rambut,
kelenjar keringat dan kelenjar sebaseus.
 Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung dibawah
dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis tidak tegas.Sel-sel yang
terbanyak adalah limposit yang menghasilkanbanyak lemak. Jaringan sebkutan
mengandung saraf, pembuluhdarah limfe. Kandungan rambut dan di lapisan atas
jaringansubkutan terdapat kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan
subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan
tempat penumpukan energy.
C. ETIOLOGI
1. Diabetes Mellitus Tipe 1: Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)
Disebabkan karena destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin
absolut.
a. Faktor Genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu
predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I.
Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen
HLA.
b. Autoimun
Disebabkan kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada
tubuh. Ditemukan beberapa petanda imun (immune markers) yang menunjukkan
pengrusakan sel beta pankreas untuk mendeteksi kerusakan sel beta, seperti "islet
cell autoantibodies (ICAs), autoantibodies to insulin (IAAs), autoantibodies to
glutamic acid decarboxylase (GAD). )", dan antibodies to tyrosine phosphatase
IA-2 and IA-2.
c. Idiopatik
Sebagian kecil diabetes melitus tipe 1 penyebabnya tidak jelas (idiopatik).
2. DiabetesMellitus Tipe 2: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)
Bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin.
Faktor- faktor resiko :
a. Kelainan Genetik
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap diabetes. Ini
terjadi karena DNA pada orang diabetes melitus akan ikut diinformasikan pada
gen berikutnya terkait dengan penurunan produksi insulin.
b. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis
menurun dengan cepat pada usia di atas 65 tahun. Penurunan ini yang akan
beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
c. Obesitas/ Kegemukan
Obesitas mengakibatkan sel- sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh pada penurunan hormon insulin.
d. Pola Makan Salah
Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama meningkatkan resiko
diabetes.Malnutrisi dapat merusak pancreas, sedangkan obesitas meningkatkan
gangguan kerja atau resistensi insulin. Pola makan yang tidak teratur dan
cenderung terlambat juga akan berperanan pada ketidakstabilan kerja pankreas.
e. Kurang Gerak
Seiring dengan kemajuan zaman dan perkembangan teknologi yang semakin
memudahkan pekerjaan manusia menyebabkan manusia makin sedikit melakukan
gerak badan sehingga dapat meningkatkan kadar glukosa darah akibat
berkurangnya pemakaian glukosa untuk metabolisme otot.
3. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi
atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi.
Berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak
kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan
hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes
akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan.
Risiko Tinggi DM Gestasional:
1) Umur lebih dari 30 tahun
2) Obesitas dengan indeks massa tubuh 30 kg/m2
3) Riwayat DM pada keluarga (ibu atau ayah)
4) Pernah menderita DM gestasional sebelumnya
5) Pernah melahirkan anak besar > 4.000 gram
6) Adanya glukosuria
D. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dansomnolen yang
berlangsung agak lama, beberapa hari atauseminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat meninggaljika tidak segera
mendapat penanganan atau tidak diobati segera.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi insulinuntuk mengontrol
karbohidrat di dalam sel.
Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe IIantara lain :
Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosauntuk NIDDM ini dibuat setelah
adanya pemeriksaan darah sertates toleransi glukosa di didalam laboratorium, keadaan
hiperglikemi berat, kemudian timbulnya gejala polidipsia, poliuria,lemah dan somnolen,
ketoadosis jarang menyerang pada penderitadiabetes mellitus tipe II ini.
E. PATOFISIOLOGI
Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-
hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung- tepungan), protein (asam amino),
dan lemak (asam lemak).Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke
lambung dan selanjutnya ke usus.Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah
menjadi bahan dasar dari makanan itu.Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi
asam amino dan lemak menjadi asam lemak.
Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam
pembuluh darah dan diedarkan keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ- organ di
dalam tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat
makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu
insulin memegang peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa dalam
sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah salah
suatu zat atau hormone yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.
Pada diabetes yang jenis diabetes mellitus tipe 2 jumlah insulin normal, malah
mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada permukaan sel
yang kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke
dalam sel. Pada keadaan tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, sehingga meskipun
anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka
glukosa yang masuk sel akan sedikit, sehingga sel akan kekurangan bahan bakar
(glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah meningkat. Dengan demikian keadaan
ini sama dengan pada diabetes mellitus tipe 1.
Penyebab resistensi insulin pada diabetes mellitus tipe 2 disamping tidak begitu
jelas, tetapi faktor- faktor di bawah ini banyak berperan :
1. Faktor Keturunan (herediter)
2. Obesitas/ kegemukan
3. Kurang berat badan
Pada diabetes mellitus tipe 2 jumlah sel beta berkurang sampai 50- 60% dari
normal.Jumlah sel alfa meningkat, yang menyolok adalah adanya peningkatan jumlah
jaringan amiloid pada sel beta yang disebut amilin. Baik pada diabetes mellitus tipe 1
maupun pada diabetes mellitus tipe 2 kadar glukosa darah jelas meningkat dan bila itu
melewati batas ambang ginjal, maka glukosa itu akan keluar melalui urine.
Penyakit diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui kerusakan pada
pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati diabetik.Penyakit ini berjalan kronis
dan terbagi dua yaitu gangguan pada pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut
makroangiopati, dan pada pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut
mikroangiopati. Bila yang terkena pembuluh darah di otak timbul stroke, bila pada mata
terjadi kebutaan, pada jantung penyakit jantung koroner yang dapat berakibat serangan
jantung/ infark jantung, pada ginjal menjadi penyakit ginjal kronik sampai gagal ginjal
tahap akhir sehingga harus cuci darah atau transplantasi. Bila pada kaki timbul luka yang
sukar sembuh sampai menjadi busuk (gangren).Selain itu bila saraf yang terkena timbul
neuropati diabetik, sehingga ada bagian yang tidak berasa apa-apa/ mati rasa, sekalipun
tertusuk jarum/ paku atau terkena benda panas.
Kelainan tungkai bawah karena diabetes disebabkan adanya gangguan pembuluh
darah, gangguan saraf, dan adanya infeksi.Pada gangguan pembuluh darah, kaki bisa
terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika ada luka sukar sembuh karena aliran darah ke
bagian tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki sukar diraba, kulit tampak
pucat atau kebiru- biruan, kemudian pada akhirnya dapat menjadi gangren/ jaringan
busuk, kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur, hal ini akan membahayakan pasien
karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis). Bila terjadi gangguan saraf,
disebut neuropati diabetik dapat timbul gangguan rasa (sensorik) baal, kurang berasa
sampai mati rasa.Selain itu gangguan motorik, timbul kelemahan otot, otot mengecil,
kram otot, mudah lelah. Kaki yang tidak berasa akan berbahaya karena bila menginjak
benda tajam tidak akan dirasa padahal telah timbul luka, ditambah dengan mudahnya
terjadi infeksi. Kalau sudah gangren, kaki harus dipotong di atas bagian yang membusuk
tersebut.
Gangren diabetik merupakan dampak jangka lama arteriosklerosis dan emboli
trombus kecil. Angiopati diabetik hampir selalu juga mengakibatkan neuropati perifer.
Neuropati diabetik ini berupa gangguan motorik, sensorik dan autonom yang masing-
masing memegang peranan pada terjadinya luka kaki. Paralisis otot kaki menyebabkan
terjadinya perubahan keseimbangan di sendi kaki, perubahan cara berjalan, dan akan
menimbulkan titik tekan baru pada telapak kaki sehingga terjadi kalus pada tempat itu.
Gangren diabetik akibat mikroangiopatik disebut juga gangren panas karena
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan,
dan biasanya teraba pulsasi arteri di bagian distal. Biasanya terdapat ulkus diabetik pada
telapak kaki. Proses makroangiopati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan
secara akut emboli akan memberikan gejala klinis 5 P, yaitu:
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (parestesia dan kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari Fontaine,
yaitu 4 :
a. Stadium I ; asimptomatis atau gejala tidak khas (semutan atau geringgingan)
b. Stadium II ; terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III ; timbul nyeri saat istirahat
d. Stadium IV ; berupa manifestasi kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Gangguan sensorik menyebabkan mati rasa setempat dan hilangnya perlindungan
terhadap trauma sehingga penderita mengalami cedera tanpa disadari. Akibatnya, kalus
dapat berubah menjadi ulkus yang bila disertai dengan infeksi berkembang menjadi
selulitis dan berakhir dengan gangren.
Gangguan saraf autonom mengakibatkan hilangnya sekresi kulit sehingga kulit
kering dan mudah mengalami luka yang sukar sembuh. Infeksi dan luka ini sukar
sembuh dan mudah mengalami nekrosis akibat dari tiga faktor. Faktor pertama adalah
angiopati arteriol yang menyebabkan perfusi jaringan kaki kurang baik sehingga
mekanisme radang jadi tidak efektif. Faktor kedua adalah lingkungan gula darah yang
subur untuk perkembangan bakteri patogen. Faktor ketiga terbukanya pintas arteri-vena
di subkutis, aliran nutrien akan memintas tempat infeksi di kulit.
Poluria, polidipsia dan penurunan berat badan menurun di sebabkan karena kadar
glukosa plasma: > 180 mg/ dl, gula akan diekskresikan ke dalam urine (glikogusria).
Volume urine meningkat akibat terjadinya diuersis osmotik dan kehilangan air yang
bersifat obligatorik pada saat yang bersarnaan (poliuria), kejadian ini selanjutnya akan
menimbulkan dehidrasi (hiperosmolaritas), bertambahnya rasa haus dan gejala banyak
minum (Polidipsia).
Glikosuria menyebabkan kehilangan kalori yang cukup besar (4.'1 kal bagi setiap
gram karbohidrat yang diekskresikan keluar), kehilangan ini, kalau ditambah lagi dengan
deplesi jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang
hebat kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan-kalori yang
normal atau meningkat. Sintesis protein akan menurun dalam keadaan tanpa insulin dan
keadaan ini sebagian terjadi akibat berkurangnya pengangkutan asam amino ke dalam
otot (asam amino berfungsi sebagai substrat glukoneogenik).
Jadi, orang yang kekurangan insulin berada dalam keseimbangan nitrogen yang
negatif. Kerja antilipolisi insulin hilang seperti halnya efek lipogenik yang dimiliknya,
dengan demikian, kadar asam lemak plasma akan meninggi. Kalau kemampuan hati
untuk mengakosidasi asam lemak terlampaui, maka senyawa asam β hidroksibutirat dan
asam asetoasetat akan bertumpuk (ketosis). Mula mula penderita dapat mengimbangi
pengumpulan asam organik ini dengan meningkatan pengeluaran CO2 lewat sistem
respirasi, namun bila keadaan ini tidak dikendalikan dengan pemberian insulin, maka
akan terjadi asidosis metabolik dan pasien akan meninggal dalam keadaan koma
diabetik.
F. Pathways
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Glukosa darah : meningkat 100 – 200 mg/dL
b. Aseton plasma (keton) : positif
c. Asam lemak bebas : peningkatan lipid dan kolesterol
d. Elektrolit :
Natrium : normal, meningkat ataupun turun
Kalium: normal, peningkatan semu, kemudian menurun
Fosfor : menurun
e. Hemoglobin glikosilat : meningkat 2 – 4 kali lipat
f. Gas darah arteri : pH rendah dan penurunan HCO 3 (asidosis metabolik) dengan
kompensasi alkalosis respiratorik
g. Trombosit darah : peningkatan Ht, leukositosis
h. Ureum/ kreatinin : dapat normal ataupun meningkat
i. Amilase darah : meningkat
j. Insulin darah : menurun sampai tidak ada (pada tipe I) dan meninggi pada tipe II
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktivitas hormon tiroid
l. Urine : gula dan aseton positif, peningkatan berat jenis dan osmolalita

H. PENATALAKSANAAN
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnyapenderita setelah menjalani
tindakan operasi debridement yaitutermasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.
a. MedisMenurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai
berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
a) Ada penurunan BB dengan drastis
b) Hiperglikemi berat
c) Munculnya ketoadosis diabetikum
d) Gangguan pada organ ginjal atau hati.
3) Pembedahan
Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukanpembedahan yang bertujuan
untuk mencegah penyebaranulkus ke jaringan yang masih sehat, tindakannya
antara lain:
a) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada lukaulkus diabetikum.
b) Neucrotomi
c) Amputasi
d) Keperawatan
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secarakeperawatan yaitu :
a. Diit
Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatanglukosa.
b. Latihan
Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahragakecil, jalan-jalan sore,
senam diabetik untuk mencegahadanya ulkus.
c. Pemantauan
Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnyasecara mandiri dan
optimal.
d. Terapi insulin
Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kalisesudah makan dan pada
malamhari.

e. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasibagi penderita ulkus dm
supaya penderita mampumengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya
danmampu menghindarinya.
f. Nutrisi
Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan lukadebridement, karena
asupan nutrisi yang cukup mampumengontrol energy yang dikeluarkan.
g. Stress Mekanik
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinyaadalah seperti bedrest, dimana
semua pasin beraktifitas ditempat tidur jika diperlukan. Dan setiap hari tumit
kakiharus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan(medikasi) untuk
mengetahui perkembangan luka danmencegah infeksi luka setelah dilakukan
operasidebridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)
h. Tindakan pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasiantara lain :
Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukanatau tidak ada.
Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaanmedis, dan dilakukan
perawatan dalam jangka panjangsampai dengan luka terkontrol dengan baik.
(Smelzer &Bare, 2005).

I. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan sering BAK, banyak minum,
kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering,
merah, sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, lemah otot, disorientasi,
letargi, koma.
2) Riwayat kesehatan dahulu :
Biasanya klien DM mempunyai riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
infark miokard. Memiliki kebiasaan mengkonsumsi makanan berlemak, kurang
olah raga. Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, apa
terapinya, apakah klien teratur dalam minum obat.
2) Riwayat kesehatan keluarga :
Biasanya ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM

b. Pengkajian berdasarkan 11 pendekatan fungsional Gordon


1) Pola Persepsi Kesehatan atau Penanganan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan
kesehatan. Persepsi terhadap arti kesehatan, dan penatalaksanaan kesehatan,
kemampuan menyusun tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak dari penyakit
diabetes mellitus, sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya
dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan karena
perawatan yang lama.
2) Pola Nutrisi Metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin maka
kadar gula darah dalam sel tidak ada/ tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan banyak makan, banyak minum, berat badan menurun dan
mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi
dan metabolisme yang dapat mempengaruhi status kesehatan penderita.
3) Pola Eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine (glukosuria).
3) Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan, susah berjalan/ bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, takhikardi/ tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot– otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari- hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
4) Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif karena adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka, sehingga
klien mengalami kesulitan tidur.
5) Kognitif Persepsi
Pada pasien DM dengan gangren cenderung mengalami neuropati/ mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, dan gangguan penglihatan.

6) Persepsi dan Konsep Diri


Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh, lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga ( self esteem ).
7) Peran Hubungan
Pada pasien DM dengan luka gangren yang sukar sembuh dan berbau
menyebabkan penderita malu dan menarik diri dari pergaulan.
8) Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan kualitas maupun
ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta orgasme.
9) Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain– lain, dapat
menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif / adaptif.
10) Nilai Keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka pada
kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengaruhi pola ibadah penderita.

J. Fokus Intervensi Keperawatan


J. FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan NOC: Manajemen nyeri :
agen injuri biologis (penurunan1. 1. Tingkat nyeri 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
perfusi jaringan perifer) 2. 2. Nyeri terkontrol termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
3. 3. Tingkat kenyamanan kualitas dan ontro presipitasi.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
24jam, klien dapat : 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
1. Mengontrol nyeri, dengan indikator : mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
a. Mengenal faktor-faktor penyebab 4. Kontrol ontro lingkungan yang mempengaruhi nyeri
b. Mengenal onset nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
c. Tindakan pertolongan non farmakologi
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non
d. Menggunakan analgetik farmakologis).
e. Melaporkan gejala-gejala nyeri kepada tim 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi
kesehatan. dll) untuk mengetasi nyeri.
f. Nyeri terkontrol 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
2. Menunjukkan tingkat nyeri, dengan indikator: 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/ontrol nyeri.
a. Melaporkan nyeri 10. Kolaborasi dengan dokter bila ada komplain tentang
pemberian analgetik tidak berhasil.
b. Frekuensi nyeri 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
c. Lamanya episode nyeri
d. Ekspresi nyeri; wajah Administrasi analgetik :.
e. Perubahan respirasi rate 1. Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
f. Perubahan tekanan darah 2. Cek riwayat alergi.
g. Kehilangan nafsu makan 3. Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis
. optimal.
4. Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian
analgetik.
5. Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri
muncul.
6. Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek
samping.
2 Ketidakseimbangan nutrisi Nutritional Status : Food and Fluid Intake Nutrition Management
kurang dari kebutuhan tubuh a. Intake makanan peroral yang adekuat 1. Monitor intake makanan dan minuman yang
b.d. ketidakmampuan b. Intake NGT adekuat dikonsumsi klien setiap hari
menggunakan glukose (tipe 1) 2. Tentukan berapa jumlah kalori dan tipe zat gizi yang
c. Intake cairan peroral adekuat
dibutuhkan dengan berkolaborasi dengan ahli gizi
d. Intake cairan yang adekuat 3. Dorong peningkatan intake kalori, zat besi, protein dan
e. Intake TPN adekuat vitamin C
4. Beri makanan lewat oral, bila memungkinkan
5. Kaji kebutuhan klien akan pemasangan NGT
6. Lepas NGT bila klien sudah bisa makan lewat oral
3 Ketidakseimbangan nutrisi lebih Nutritional Status : Nutrient Intake Weight Management
dari kebutuhan tubuh b.d. a. Kalori 1. Diskusikan dengan pasien tentang kebiasaan dan
kelebihan intake nutrisi (tipe 2) b. Protein budaya serta faktor hereditas yang mempengaruhi
berat badan.
c. Lemak
2. Diskusikan resiko kelebihan berat badan.
d. Karbohidrat 3. Kaji berat badan ideal klien.
e. vitamin 4. Kaji persentase normal lemak tubuh klien.
f. Mineral 5. Beri motivasi kepada klien untuk menurunkan berat
badan.
g. Zat besi
6. Timbang berat badan setiap hari.
h. Kalsium 7. Buat rencana untuk menurunkan berat badan klien.
8. Buat rencana olahraga untuk klien.
9. Ajari klien untuk diet sesuai dengan kebutuhan
nutrisinya.

4 Defisit Volume Cairan b.d NOC: Fluid management


Kehilangan volume cairan a. Fluid balance 1. Timbang popok/pembalut jika diperlukan
secara aktif, Kegagalan b. Hydration 2. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
mekanisme pengaturan c. Nutritional Status : Food and Fluid Intake 3. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran
Kriteria Hasil : mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
1) Mempertahankan urine output sesuai diperlukan
dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT 4. Monitor vital sign
normal 5. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung intake
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam kalori harian
batas normal 6. Kolaborasikan pemberian cairan IV
3) Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas 7. Monitor status nutrisi
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, 8. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
tidak ada rasa haus yang berlebihan 9. Dorong masukan oral
10. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul
meburuk
14. Atur kemungkinan tranfusi
15. Persiapan untuk tranfusi
5 PK: Hipoglikemia Setelah dilakukan askep….x24 jam diharapkan Managemen Hipoglikemia:
PK: Hiperglikemi perawat akan menangani dan meminimalkan 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
episode hipo/ hiperglikemia. 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula
darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab pucat,
tachikardi, peka rangsang, gelisah, tidak sadar ,
bingung, ngantuk.
3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis
jahe setiap 15 menit sampai kadar gula darah > 69
mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula
darah > 300 mg/dl, pernafasan bau aseton, sakit
kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan
muntah, tachikardi, TD rendah, polyuria,
polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur
atau kadar Na,K,Po4 menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dengan dokter jika tanda dan gejala
Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya
adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama,
warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi perifer dan
kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
6 Perfusi jaringan tidak efektif b.d NOC : Peripheral Sensation Management (Manajemen
hipoksemia jaringan. 1. Circulation status sensasi perifer)
2. Tissue Prefusion : cerebral 1. Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka
terhadap panas/dingin/tajam/tumpul
Kriteria Hasil :
2. Monitor adanya paretese
1. mendemonstrasikan status sirkulasi
3. Instruksikan keluarga untuk mengobservasi kulit jika
a. Tekanan systole dandiastole dalam rentang
ada lsi atau laserasi
yang diharapkan
4. Gunakan sarun tangan untuk proteksi
b. Tidak ada ortostatikhipertensi 5. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung
c. Tidak ada tanda tanda peningkatan tekanan 6. Monitor kemampuan BAB
intrakranial (tidak lebih dari 15 mmHg) 7. Kolaborasi pemberian analgetik
2. mendemonstrasikan kemampuan kognitif yang 8. Monitor adanya tromboplebitis
ditandai dengan: 9. Diskusikan menganai penyebab perubahan sensasi
a. berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
b. menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
c. memproses informasi
d. membuat keputusan dengan benar
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2011. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC
Corwin, EJ. 2010. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC.
Johnson, M., et all. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 2015. Nursing Interventions Classification (NIC) Second
Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Rab, T. 2008. Agenda Gawat Darurat (Critical Care). Bandung: Penerbit PT Alumni
Santosa, Budi. 2015. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2015. Jakarta: Prima Medik

Anda mungkin juga menyukai