Anda di halaman 1dari 34

REFERAT

SMF/Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Perbedaan Larva Lalat dalam Menentukan Waktu Kematian

Disusun Oleh:
Dian Kurnia Dwi Saputri 1810029037
Muhammad Aris Indrawan 1810029035
Muhammad Ihsan 1810029043
Ermina Adriani 1810029028
Wisika Cakra Pradipta 1810029036
Salahuddin Al Ayubi 1810029044

Pembimbing:
dr.Daniel Umar, Sp.F., S.H.

SMF/Laboratorium Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal


Program Studi Pendidikan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Samarinda
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Referat Peran
Larva Lalat dalam Penentuan Waktu Kematian. Referat ini disusun untuk
mengetahui lebih jauh lagi tentang peranan entomologi forensik dalam menentukan
perkiraan waktu kematian dan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti program
Profesi Kedokteran di bagian Forensik RSUD Abdul Wahab Syahranie, Samarinda.
Dalam penulisan ini, penyusun juga ingin menghaturkan banyak terima
kasih kepada dr. Daniel Umar, Sp.F atas waktunya untuk membimbing penyusun di
sela-sela kesibukannya. Banyak ilmu yang penyusun dapat dari arahan beliau yang
bisa membantu dalam kehidupan penyusun.
Penyusun sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam referat ini, oleh
sebab itu penyusun mengharapkan pembaca dapat memberi saran dan kritik yang
dapat membangun demi perbaikan tinjauan pustaka ini. Akhirnya, penyusun
berharap agar referat ini dapat bermanfaat menambah wawasan dan pengetahuan
tentang entomologi forensik dan menjadi bekal di masa mendatang.

Samarinda, 31 Oktober 2018

Penyusun

DAFTAR ISI

i
Kata Pengantar..........................................................................................................i

Daftar Isi..................................................................................................................ii

Daftar Gambar………………………....................................................................iv

BAB I Pendahuluan……………………………………………………………….1

1.1 Latar Belakang........................................................................................1

1.2 Permasalahan...........................................................................................2

1.3 Tujuan Penulisan.....................................................................................3

BAB II Tinjauan Pustaka………………………………………………………….4

2.1 Definisi Entomologi................................................................................4

2.2 Jenis – Jenis Serangga............................................................................7


2.3.1 Lalat (ordo Diptera) ....................................................................7

2.3.2 Famili Sarcophagidae……...…………………………………...10

2.3 Siklus Hidup Lalat …..………………………………………………..12


2.4 Prosedur Pemeriksaan............................................................................15

2.4.1 Pemberian Label Spesimen.........................................................15

2.4.2 Pengambilan Spesimen…………………………………………15

2.4.3 Pengemasan Spesimen………………………………………….17

2.4.4 Pengawetan Spesimen………………………………………….18

2.5 Kegunaan Entomologi Forensik............................................................20

2.6 Penentuan Waktu Kematian..................................................................23

2.6.1 Aktifitas Serangga………………………………………………24

2.6.2 Tahap-Tahap Pembusukan……………………………………...25

ii
BAB III Penutup …...............................................................................................28

3.1 Kesimpulan ..........................................................................................28

3.2 Saran ....................................................................................................28

Daftar Pustaka........................................................................................................29

DAFTAR GAMBAR

iii
Gambar 2.2.1 Ordo diptera............................................................................……8

Gambar 2.2.1.2 Chrysomya...................................................................................9

Gambar 2.2.1.3 Cochliomyia.................................................................................9

Gambar 2.3.1.4 Lucilia………………………………………………..…………10

Gambar 2.3.1.5 Calliphora...................................................................................10

Gambar 2.2.2 Sarcophaga sp................................................................................11

Gambar 2.2.3 Musca domestic..............................................................................11

Gambar 2.3a Siklus Hidup Lalat...........................................................................12

Gambar 2.3b Hipotesis Perkembangan Lalat........................................................13

Gambar 2.4.2 Pengambilan Sampel……………………………………………...16

Gambar 2.4.3 Tempat Sampel Disimpan………………………………………...17

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Entomologi adalah ilmu yang mempelajari tentang serangga (classic
insecta). Serangga merupakan spesies terbanyak di dunia, lebih dari 50%
keberadaannya di dunia dengan lebih dari 900.000 spesies serangga sudah
terdefinisi. Serangga berperan dalam ekosistem alami, agroekosistem, kesehatan
dan forensik.1Ilmu Kedokteran Forensik (IKF) adalah salah satu cabang spesialistik
ilmu kedokteran yang memanfaatkan ilmu kedokteran untuk membantu
penegakkan hukum dan masalah-masalah di bidang hukum..2 Ilmu ini sering untuk
kepentingan peradilan. Dilihat dari fungsinya, IKF dapat dikelompokkan ke dalam
ilmu-ilmu forensik (Forensic Sciences) seperti Ilmu Kimia Forensik, Ilmu Fisika
Forensik, Kedokteran Gigi Forensik, Psikiatri Forensik, Balistik, Entomologi
Forensik, dan lain sebagainya.3

Dibutuhkan ketelitian dalam mengungkap berbagai penyebab di balik


kasus-kasus forensik. Berbagai metode akan amat dibutuhkan dalam menjawab
berbagai pertanyaan terkait kasus-kasus tersebut, dan sudah menjadi keharusan
bahwa bukti atau kesaksian ahli ini dapat dipertanggung jawabkan. Pada peristiwa
yang melibatkan korban meninggal, dokter sering menemui kesulitan dalam
menentukan waktu kematian korban, terutama pada jenazah yang sudah ditemukan
dalam keadaan membusuk. Selain itu, dengan berjalannya waktu, beberapa barang
bukti, terutama jaringan tubuh manusia akan mengalami proses degradasi dan
akhirnya hilang.4

Oleh karena itu, dikembangkanlah Entomologi Forensik, yaitu suatu ilmu


yang mempelajari tentang serangga yang dihubungkan dengan mayat dalam usaha
untuk menentukan waktu yang sudah berlalu sejak orang tersebut meninggal. 3 Bagi
seorang ahli entomologi forensik, kerusakan dan hilangnya jaringan tubuh tadi

1
dapat membawa bukti-bukti baru. Bukti yang tentunya dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah di pengadilan.4

Dalam bidang forensik, entomologi forensic digunakan pertama kali pada


abad ke-13 dan digunakan serta dikembangkan secara besar-besaran pada abad ke-
19. Seperti saat hidup, jaringan tubuh manusia setelah kematian tetap menarik bagi
berbagai jenis serangga. Jenis serangga yang berbeda akan tertarik pada tahap yang
berbeda pula dari tahapan-tahapan pembusukan jaringan tubuh manusia. Serangga-
serangga ini mengikuti suatu pola perkembangan. Terkait dengan pengetahuan
mengenai pertumbuhan dan perkembangan mereka, hal ini dapat digunakan untuk
membuat suatu perkiraan berapa lama tubuh tadi telah mati. Sebagai
tambahan,identifikasi hal di atas juga akan dapat mengindikasikan apakah mayat
telah dipindahkan darisatu area ke area yang lain.4

Oleh karena itu, entomologi forensik cukup membantu di saat barang bukti
maupun bagian tubuh jenazah sudah tidak mendukung untuk penyidikan lebih
mendalam. Selain itu, bukti yang ditemukan menggunakan prinsip entomologi
forensik adalah legal dan dapat dipertanggung jawabkan. Dalam makalah ini kami
akan membahas mengenai entomologi dari definisi hingga kegunaannya dalam
penyidikan untuk menambah pengetahuan praktisi yang berhubungan dengan ilmu
forensik.

1.2 Permasalahan
Masalah- masalah yang diangkat pada referat ini adalah :
1. Apa saja jenis-jenis serangga yang mempunyai peran penting dalam
entomologi forensik?
2. Bagaimana prosedur pemeriksaan dalam entomologi forensik, meliputi
pengumpulan, pengawetan, dan pengemasan spesies?
3. Apakah kegunaan entomologi forensik dalam memperkirakan waktu
kematian?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum

2
Penulisan referat ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan
pengetahuan mengenai entomologi forensik sehingga diharapkan dengan
mengetahui lebih mendalam tentang entomologi dapat membantu dalam
melaksanakan penyelidikan yang lebih mendalam.

1.3.2 Tujuan Khusus


- Mengetahui definisi entomologi, serta hubungan dan batasannya dalam ilmu
forensik.
- Mengetahui jenis-jenis serangga yang mempunyai peranan penting dalam
entomologi forensik.
- Mengetahui prosedur pemeriksaan dalam entomologi forensik, meliputi
pengumpulan, pengawetan, dan pengemasan spesies.
- Mengetahui kegunaan entomologi forensik dalam memperkirakan waktu
kematian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Definisi Entomologi
Entomologi kedokteran adalah ilmu yang mempelajari tentang vektor,
kelainan dan penyakit yang disebabkan oleh atropoda. Entomologi forensik adalah
ilmu pengetahuan tentang serangga dan arthropoda dalam kaitan dan aplikasinya
untuk kepentingan hukum. Ilmu tersebut dikaitkan dengan jenazah manusia sesuai
dengan tujuan utamanya untuk menentukan lama perkiraan waktu sejak
kematiannya.5,9
Entomologi forensik merupakan pemanfaatan serangga untuk
menginvestigasi sebuah kejahatan. Dalam hal ini, teknik yang digunakan adalah
mengidentifikasi jenis-jenis serangga pemakan bangkai (disebut nekrofagus) yang
muncul pada korban kejahatan. Kemampuan serangga sebagai perombak bahan
organik, termasuk mayat manusia, dimanfaatkan di dalam bidang kedokteran
forensik untuk mengetahui waktu kematian mayat (Postmortem Period
Investigation, PMI). 6

Bangsa Cina sudah mulai mengembangkan teknik pemeriksaan mayat


menggunakan serangga (blow fly, famili Calliphoridae, ordo Diptera) pada abad ke-
7
12. Pada perkembangannya, kelompok-kelompok serangga nekrofagus yang
banyak digunakan untuk mengidentifikasi umur mayat berasal dari ordo Diptera,
Coleoptera, Hymenoptera (terutama semut), dan beberapa Lepidoptera. 8

Dalam lima belas tahun terakhir, entomologi forensik semakin sering


digunakan dalam membantu proses investigasi yang dilakukan oleh polisi.
Berkaitan dengan hal tersebut, penggunaan entomologi forensik terutama
diterapkan pada kasus-kasus kematian yang diperkirakan telah berlangsung selama
tujuh puluh dua jam atau lebih, karena metode forensic lainnya dinilai lebih akurat
dalam menentukan waktu kematian sebelum tujuh puluh dua jam atau lebih.
Namun, bila kematian telah berlangsung lebih dari tiga hari bukti serangga dinilai
lebih akurat dan terkadang bisa menjadi satu-satunya metode pilihan dalam
menentukan waktu kematian.9

4
Entomologi forensik dibagi dalam tiga aspek, yaitu urban, stored-product,
dan medikolegal/medikokriminal. Aspek urban menekankan keberadaan serangga
hidup dalam lingkungan di sekitar manusia. Hal tersebut dapat berguna dalam
masalah hukum dengan ditemukannya serangga atau hama urban yang hidup pada
manusia baik yang masih hidup ataupun yang sudah mati. Serangga tersebut dapat
menyerang tubuh dan kemudian menimbulkan kerusakan berupa luka yang dapat
diinterpretasikan salah sebagai tanda kekerasan yang terjadi sebelumnya.

Aspek entomologi strored-product melibatkan keberadaan serangga atau


arthropoda atau bagian-bagian tubuh serangga pada makanan atau produk lainnya.
Contohnya terdapat serangga atau larva yang berada pada makanan, sayuran atau
makanan kaleng membuat konsumen menuntut pihak pembuat makanan atau
restoranyang terkadang bisa merupakan suatu penipuan yang dilakukan oleh
seseorang dengan memasukkan serangga atau bagian tubuhnya ke dalam makanan
yang sudah dibeli terlebih dulu untuk menuntut produsen makanan. Kasus tersebut
dapat diselesaikan dengan bantuan entomologi forensik.

Entomologi medikolegal atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan


entomologi medico kriminal, merupakan aspek yang penting karena kegunaannya
dalam memecahkan kasus kriminal, terutama kekerasan. Hal ini berkaitan dengan
adanya suatu jenis serangga, larva ataupun telur, kapan dan darimana asalnya, atau
dalam keadaan yang bagaimana organisme tersebut dapat muncul di tubuh
manusia. Hal tersebut dapat sangat berguna dalam menentukan waktu atau interval
postmortem (post mortem interval) dan menentukan lokasi terjadinya kematian-
karena beberapa spesies hanya berada pada tempat tertentu atau hanya aktif pada
saat-saat tertentu (musim atau waktu tertentu). Contoh kasus seperti yang terjadi di
Ohio ketika seorang laki-laki terbukti bersalah membunuh anak dan istrinya di
California karena pada mobilnya ditemukan belalang dan serangga yang muncul di
malam hari dan banyak terdapat pada daerah Amerika bagian barat. Aspek lain
yang termasuk dalam forensik medikolegal adalah entomotoksikologi, yaitu
pengunaan serangga untuk analisis toksikologi dengan menguji beberapa zat yang
diduga menyebabkan kematian pada korban karena jaringan serangga dapat

5
mengasimilasi zat toksin yang terkumpul pada jaringan tubuh sebelum kematian.9

Berkaitan dengan tujuan penerapan entomologi forensik dalam menentukan


waktu kematian, terdapat dua cara untuk menghubungkan serangga dengan
terjadinya waktu kematian. Cara pertama yaitu berdasarkan fakta bahwa tubuh
manusia atau bangkai lainnya mendukung terjadinya perubahan ekosistem dalam
beberapa saat tergantung dari kondisi geografisnya. Selama proses pembusukan,
terjadi perubahan fisik, biologi dan kimia. Perbedaan stadium dari fase
pembusukan tersebut dapat menarik jenis serangga tertentu untuk muncul. Jenis
Calliphoridae dan Muscidae dapat ditemukan berada di daerah atau cairan tubuh
lainnya dalam beberapa menit sesudah kematian. Jenis Piophilidae tidak muncul
saat jenazah masih baru, tetapi akan muncul beberapa saat setelah terjadinya
fermentasi protein dalam tubuh. Cara kedua dalam menentukan interval kematian
adalah dengan menggunakan umur larva. Umur larva dapat menentukan perkiraan
interval kematian yang terjadi dalam satu minggu pertama sejak kematian. Spesies
tertentu ditemukan ditubuh jenazah kemudian meninggalkan telurnya yang
kemudian nantinya akan berkembang sesuai siklus hidupnya Stadium dalam siklus
hidup larva tersebut dapat ditentukan berdasarkanukuran dan spirakelnya.
Selanjutnya perkembangan stadium memerlukanwaktu tertentu yang dipengaruhi
juga oleh temperaturdi sekitarnya, karena serangga adalah makhluk berdarah
dingin yang perkembangannya tergantung pada suhu sekitar. 4 Terdapat beberapa
jenis serangga yang memiliki peranan yang penting bagi entomologi forensik.

Meskipun demikian, teknik ini juga mempunyai kelemahan yang cukup


mendasar, yaitu sangat tergantung dari keadaan cuaca, misalnya suhu, kelembaban,
dan curah hujan, atau oleh perlakuan manusia, yang secara langsung akan
menentukan proses dekomposisi yang menjadi dasar kehadiran serangga-serangga
tersebut. 2

2.2 Jenis – Jenis Serangga


2.2.1 Lalat (ordo Diptera)
Lalat termasuk ordo diphtheria pada kelas insect. Ordo diptera dibagi
menjadi 3 subordo yaitu Nematocera, Brachycera, Cyclorrhapha. Subordo

6
Cyclorrapha terdiri dari segolongan famili, tetapi hanya tiga famili lalat yang
berperan dalam entomologi forensik yaitu famili Calliphoridae, Sarcophagidae dan
Muscidae.13

2.2.1.1 Famili Calliphoridae (blow flies)

Famili ini dibagi menjadi dua golongan yaitu metallic calliphoridae


berwarna hijau, biru atau ungu dan non-metallic calliphoridae dengan warna hitam,
abu-abu tua atau jingga. 14
Lalat dewasa dari famili ini rata-rata panjangnya 6-14 mm. Larva matur
blow flies memiliki panjang 8-23 mm, berwarna putih atau coklat muda. Pada
segmen terminal larva memiliki enam atau lebih tuberkel berbentuk kerucut dan
spirakel posterior yang digunakan untuk respirasi. Pada kelompok metallic,
spirakel posterior seperti buah alpukat, peritreme jelas, spiracular slits lurus dan
mengarah ke bawah. Pada kelompok non metallic, spirakel posterior bervariasi
bentuknya, peritreme tidak jelas, spiracular slits bentuk lurus atau kantong dan
tidak mengarah ke bawah. 13

Blowflies dalam beberapa menit muncul dan membentuk koloni pertama


kali pada mayat. Lalat betina akan meletakan telur dalam jumlah besar di lubang
hidung, mulut dan luka terbuka. Telur akan menetas dalam waktu 24 jam.
Sedangkan larva dan pupa akan menjadi lengkap masing-masing dalam waktu 10
13
hari. Golongan Metallic yang penting adalah genus Chrysomya,Calitroga,
Lucillia, Calliphora. 14

Gambar 2.2.1 Ordo diptera

2.2.1.2 Chrysomya

7
Lalat ditemukan di daerah tropis dan subtropics. Spesies yang terpenting
adalah Chrysomyia bezziana yang secara obligat merupakan parasit manusia atau
hewan, dan menimbulkan myiasis pada manusia. Lalat dewasa berukuran 8 mm-12
mm, warna biru, biru hiau atau biru muda. Rambut di dada bagian dorsal sedikit,
berbeda dengan genus Lucilia yang rambutnya banyak. Squama berambut banyak,
sebaliknya genus Lucilia tidak berambut. Setelah kopulasi, betina meletakkan
berates telur di mukosa, tepi luka atau langsung pada kulit yang luka. Setelah 8-24
jam akan menetas menjadi larva. Larva akan menembuts ke dalam jaringan dimana
mereka tinggal bersama-sama. Larva mempunyai kecenderungan masuk ke
jaringan yang lebih dalam sehingga memungkinkan sampai di otak bila telur
diletakkan di telinga, mata atau hidung. Menimbulkan bau yang busuk dan luka
yang hebat. Setelah 6-7 hari larva akan keluar dari luka, menjatuhkan diri ke tanah
dan menjadi pupa. Umur pupa kira-kira 1 minggu tergantung suhu. Lalat dewasa
ditemukan tidak hanya di sekitar luka, tetapi juga di bunga, sampah atau kotoran
binatang segar.14

Gambar 2.2.1.2. Chrysomya

2.2.1.3 Calitroga / Cochliomyia


Lalat ini juga diketahui menimbulkan myiasis pada manusia. Ciri lalat
dewasa seperti chrysomyia yaitu berambut jarang di dorsal dada, squama berambut.
Lalat betina meletakkan 200-300 telur di tepi luka atau di mukosa yang luka, 24-36
jam kemudian telur menetas dan larva akan menembus lebih dalam ke jaringan,
dan hidup bergerombol. Lalat ini sering meletakkan telurnya di luka kecil atau

8
bekas garukan, sekitar lubang hidung, mulut, vagina dan dapat juga menyerang
sinus.14

Gambar 2.2.1.3. Cochliomyia

2.2.1.4 Lucilia
Lalat ini dikenal dengan nama “green bottle”, umumnya larva hidup di
bangkai. Lalat dewasa warna hijai, hijau-biru atau merah kehijauan. Rambut di
dada dorsal banyak, squama tidak berambut. Larvanya sulit dibedakan dari genus
Calliphora, dan hanya dapat dibedakan kalau dibiarkan menjadi dewasa. Lalat
dewasa menyukai kotoran hewan, sampah busuk dan bangkai.14

Gambar 2.2.1.4. Lucilia

2.2.1.5 Calliphora
Lalat ini dikenal dengan nama “blue bottle”. Larvanya menyukai bangkai,
jarang menimbulkan myiasis. Lalat dewasa memiliki rambut di dada dorsal, dan
squama berambut.14

9
Gambar 2.2.1.5 Calliphora

2.2.2 Famili Sarcophagidae (flesh flies)


Spesies dari famili ini ditemukan pada daerah dengan iklim tropis dan
panas. Dinamakan sebagai lalat daging didasarkan pada perilaku larvanya yang
memakan materi-materi yang berasal dari binatang.15 Lalat dewasa memiliki
panjang 2-14 mm, dengan warna belang abu-abu hitam pada thorax. Beberapa
spesies memiliki warna mata merah terang. Larva flesh flies memiliki spirakel
posterior di ujung abdomen dan dikelilingi oleh tuberkel. Spirakel posterior pada
famili Sarcophagidae memiliki 3 buah spiracular slits yang tersusun convergen
terhadap botton.15
Lalat ini tertarik terhadap mayat atau bangkai dalam berbagai keadaan, baik
panas, kering, teduh, basah, dalam maupun luar ruangan. Berbeda dari famili
lainnya, mereka tidak meletakkan telurnya pada tubuh mayat. Lalat meletakkan
50-100 larva di luka baik manusia maupun hewan. Setelah 10 hari larva kemudian
menjatuhkan diri ke tanah, bersembunyi di dalam tanah dan menjadi pupa, 1-2
minggu kemudian menjadi dewasa. Sehingga ketika menghitung interval
postmortem, waktu yang diperlukan bagi telur untuk berkembang menjadi larva
harus dihilangkan.13

Gambar 2.2.2. Sarcophaga sp.


2.2.3 Famili Muscidae
Lalat dari famili ini berukuran sedang, dengan panjang sekitar 3-10 mm.
Mereka biasanya berwarna keabuan hingga gelap, meskipun beberapa spesies

10
memiliki warna metalik. Larva maturnya memiliki panjang 5-12 mm dan berwarna
putih hingga kekuningan.15 Famili ini biasanya muncul pada tubuh mayat sesudah
blow flies dan flesh flies. Mereka juga meletakkan telur-telurnya pada lubang-
lubang yang ada pada tubuh.

Gambar 2.2.3. Musca domestica

Terlihat letak spirakel terdapat di bagian anterior dan posterior tubuh.


Fungsi spirakel pada larva adalah sebagai alat pernapasan. Spirakel mulai terbentuk
pada larva instar ke-2 dan sempurna pada instar ke-3. 13

2.3 Siklus Hidup Lalat


Lalat mengalami metamorfosis lengkap dengan stadium-stadiumnya yang
terdiri dari telur-larva-pupa-dewasa. Terjadi metamorfosis lengkap
(homometabolous) sebab terdapat perubahan bentuk yang sama sekali berbeda dari
stadium larva sampai stadium dewasa. Lalat betina akan meletakkan telur dalam
jumlah besar pada awal bloat stage dari pembusukan. Dalam waktu 8 jam sampai
tiga hari telur menetas dan menjadi larva. Lalu larva akan menjadi pupa dalam
waktu 2-19 hari. Dalam waktu tiga hari, pupa akan berubah menjadi lalat dewasa.13

Gambar 2.3a Siklus Hidup Lalat

11
Tabel.2.3 Siklus hidup lalat mayat ( Black Carrion Fly) dari telur hingga menjadi lalat dewasa 16

Tahap Tahap Durasi Keterangan


Perkembangan Perkembangan Waktu
Awal Akhir (jam)

Telur Larva 26 Lalat akan bertelur pada


tubuh mayat, biasanya di
daerah hidung, mata, dan
anus

Larva 1 Larva 2 95.5 Pada tahap larva awal,


ukurannya pada kisaran 2.37
mm dan berkembang sampai
5.47 mm

Larva 2 Larva 3 128 Tahap larva ketiga mencapai


ukuran 14.8 mm

Larva 3 Pupae 372

Pupae Lalat dewasa 518 Total durasi waktu dari telur


hingga menjadi lalat dewasa
adalah 21.6 hari

12
Gambar. 2.3 b Hipotesis perkembangan lalat

a. Telur
Telur lalat bervariasi bentuk dan ukurannya. Lalat biasanya
meletakkan telurnya secara berkelompok yang dapat mencapai 40-200 telur
sekali bertelur. Telur lalat akan menetas menjadi larva kira-kira setelah 1
hari.
b. Larva
Larva lalat tidak memiliki kaki (legless larva / apodous). Larva akan
mengalami pengelupasan kulit sebanyak tiga kali sebelum akhirnya
bermigrasi untuk menjadi pupa. Terdapat tiga perkembangan larva lalat:
 1st instar
Stadium ini membutuhkan waktu paling sedikit diantara
stadium lain. Kebanyakan larva lalat membutuhkan waktu 11-38
jam untuk menyelesaikan stadium ini sejak telur menetas, dengan
puncak pertumbuhan pada 22-28 jam. Panjang larva pada stadium
ini mencapai kurang lebih 5 mm atau seukuran bulir nasi.
 2nd instar
Kebanyakan larva menyelesaikan 11-22 jam sejak 1st instar
untuk kemudian menjadi 3 rd instar. Larva membentuk koloni yang
disebut “maggot mass” dan menyebabkan temperature di sekitar
larva sedikit meningkat yang disebut maggot mass temperature.
Panjang larva pada stadium ini kurang lebih 10 mm dan mulai
terbentuk spirakel posterior untuk respirasi.
 3rd instar
Stadium ini adalah stadium terlama yang dibagi menjadi dua
tahap. Tahap pertama larva melanjutkan memakan mayat sampai 20-
96 jam, pada tahap ini larva memiliki empat spirakel posterior dan

13
mencapai panjang kurang lebih 17 mm. Tahap kedua akan
berlangsung 80-112 jam. Setelah larva berhenti makan, kemudian
akan berpindah ke daerah yang lebih kering untuk memulai stadium
pupa. Larva berubah warna agak coklat kemerahan.

c. Pupa
Diperlukan waktu kira-kira 10 hari dalam puparium, untuk
transformasi dari larva menjadi lalat dewasa. Tahap pupa dapat bertahan
dari keadaan panas, dingin ataupun banjir.
d. Dewasa
Setelah 3 hari, larva yang sudah berubah menjadi bentuk lalat dewasa
akan keluar dari pupa dan dapat memulai siklus hidupnya lagi dengan
bertelur.14

2.4 Prosedur Pemeriksaan


2.4.1 Pemberian Label Spesimen
Serangga yang dikumpul dari suatu bagian tubuh harus dipisahkan dari
bagian tubuh yang lain. Spesies yang berbeda juga dipisahkan. Setiap botol
sebaiknya diberi label yang terdiri dari :17
1. Area tubuh / tanah.
2. Tanggal dan waktu pengumpulan
3. Nama kolektor
4. Fase hidup serangga

2.4.2 Pengambilan Spesimen


Pengumpulan sampel dan prosedur hukum tiap negara mungkin berbeda,
namun Mark Benecke telah membuat suatu pedoman umum mengenai
pengumpulan sampel entomologi yang dinamainya “ Ten Basic Rules for
Collection”

Ambil foto close-up dari semua lokasi artropoda diambil.

Karena larva umumnya tidak terlihat saat penggunaan blitz, usahakan untuk
tidak menggunakan blitz terutama pada foto digital.

Selalu sertakan alat ukur dalam setiap foto yang diambil untuk menjelaskan
ukuran larva atau bentuk serangga lain.

14

Kumpulkan kira-kira satu sendok makan penuh sertangga dari minimal 3
lokasi berbeda dari tempat kejadian perkara dan untuk serangga dari tubuh
mayat, letakkan pada 3 wadah bertutup yang bening.

Jangan memasukkan serangga ke dalam isopropyl atau formalin, sebagai
gantinya gunakan ethanol 98% bagi setengah dari jumlah serangga yang
kita kumpulkan.

Matikan serangga dengan air panas sebelum meletakkannya dalam ethanol.

Masukkan setengah jumlah spesimen pada pendingin.

Lengkapi setiap wadah sampel dengan label yang dilengkapi dengan
informasi tanggal, inisial, waktu dan lokasi.

Konsultasikan dengan entomology forensik yang berpengalaman untuk
setiap pertanyaan yang timbul saat pengumpulan sampel dan
pemrosesannya.

Identifikasi dan analisa harus dilakukan dengan bantuan entomolog.9

Gambar 2.4.2 Pengambilan Spesimen

2.4.3 Pengemasan Spesimen

15
Serangga sebaiknya dibawa ke ahli entomologi forensik sesegera mungkin
untuk mempertahankan kontinuitasnya. Serangga ini dikemas dalam sebuah kotak
yang mempunyai banyak udara dan berada dalam posisi tegak.11

Gambar 2.4.3 Tempat sampel disimpan

Sampel yang dikumpulkan mencakup semua stadium serangga dan diambil


dari area tubuh berbeda, antara lain diambil dari pakaian dan dari tanah atau karpet.
Serangga lebih sering berkumpul di luka dan di area orifisium natural. 18

a. Telur

Telur dapat dikumpulkan dengan menggunakan kuas atau forsep dan


dimasukkan di dalam air. Sebahagian sebaiknya dilarutkan ke dalam 75% alcohol
atau 50% isopropyl alhokol. Sisanya ditempatkan pada sebuah botol kecil dengan
sedikit kertas saring yang basah untuk mencegah dehidrasi. Jika pengumpulan
tersebut membutuhkan waktu beberapa jam sebelum diterima oleh ahli entomolgi
forensik sebaiknya tembahkan seiris hati sapi dan pastikan terdapat tissue untuk
mencegah telur tersebut tenggelam.17,19

b. Larva

Larva dikumpulkan berdasarkan ukuran. Larva yang berukuran besar


biasanya lebih tua dan sangat penting untuk penyelidikan. Larva dikumpulkan dari
berbagai area tubuh dan sekitarnya kemudian dipisahkan. Setelah dikumpulkan
larva harus diawetkan segera. Jika terdapat banyak larva pada tubuh, maka
diawetkan kira-kira setengah dari seluruh ukuran. Jika hanya dua puluh sampai

16
tiga puluh, diawetkan satu atau dua. Pengawetan spesimen dilakukan dengan cara
mencelupkannya ke dalam air panas selama beberapa menit kemudian
dimasukkan ke dalam alcohol70% atau isopropyl alcohol 50%. Perlu diingat
bahwa sebagian larva harus tetap hidup. Sampel sebaiknya mengandung seratus
larva (setiap ukuran jika mungkin). Spesimen yang hidup ditempatkan dalam botol
kecil dengan udara dan makanan sama seperti telur.17

c. Pupa

Siklus pupa sangat penting dan sangat mudah hilang. Pupa dimasukkan ke
dalam botol kecil yang disertakan dengan selembar tissue untuk mencegah
kerusakan. Dapat pula dilembabkan dengan air tapi hati-hati jangan sampai
tenggelam. Pupa tidak boleh diawetkan. Mereka tidak akan berkembang dan
hamper tidak mungkin dapat diidentifikasi sampai pupa tersebut berubah menjadi
dewasa.17,19

d. Lalat Dewasa

Lalat dewasa tidak terlalu penting. Lalat dewasa ini hanya digunakan
sebagai indikasi untuk menentukan jenis serangga mana yang langsung
berkembang dari mayat dan jenis serangga mana yang berasal dari tempat
lain..Lalat ini dapat dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam botol kecil tanpa air
dan makanan.17

2.4.4 Pengawetan Sampel


Pengawetan yang dilakukan dengan cara membunuh larva dengan air panas
dan disimpan dalam etanol 80% lebih baik dibandingkan dengan metode yang
lainnya). Keuntungan membunuh larva dengan air panas adalah otot larva menjadi
kontraksi sehingga didapatkan larva yang lurus dan tidak melengkung. Di samping
itu, spina (bentukan duri) yang tumbuh disekitar tubuhnya dapat terbentuk dengan
baik. Metode ini sangat membantu dalam upaya identifikasi larva dari lapangan
sebelum melakukan ekstraksi DNA untuk analisis molekuler selanjutnya. Untuk
bahan perbandingan dilakukan pengawetan dengan cara larva dimasukkan
langsung ke dalam etanol 80% metode ini tidak mampu membunuh larva secara

17
langsung sehingga diperoleh larva yang lemas. Selain itu larva cenderung berubah
warna menjadi hitam dibandingkan dengan metode yang direndam terlebih dahulu
dengan air panas. Perubahan warna ini mengakibatkan identifikasi larva lebih sulit.
Hasil pengawetan dengan formalin 10% diperoleh larva yang baik untuk
kepentingan identifikasi namun tidak lebih baik dari larva yang dibunuh dengan air
panas. Pengawetan larva dengan formalin menyebabkan jaringan menjadi rapuh
sehingga tidak dianjurkan untuk keperluan analisis molekuler kecuali untuk
kepentingan pembuatan preparat histologik Berbeda dengan pengawetan larva, lalat
dewasa diawetkan dalam bentuk kering. Pengawetan ini merupakan metode standar
yang praktis untuk insekta. Namun, S HAUFF (2001) menyatakan bahwa
pengawetan ini tidak sesuai untuk jenis diptera karena dapat menyebabkan
kerusakan pada kepala, kaki, dan antena yang mudah menjadi patah.20
Ketika menyelidiki suatu kasus kematian, beberapa pertanyaan utama yang
dibutuhkan dan harus dijawab oleh ahli entomologi forensik adalah :5
1. Serangga jenis apa yang terdapat pada tubuh?
2. Spesimen mana yang paling tua?
3. Berapa umur spesimen yang tertua?
4. Apakah suhu lingkungan di tempat kejadian sesuai ketika lalat
berkembang pada tubuh mayat ?
Faktor-faktor lain yang sebaiknya diketahui pada suatu kasus kematian
yang mempengaruhi pada saat pengambilan sample yaitu : 4
a. Habitat
- Lokasi umum : apakah hutan, pantai, rumah, atau pinggir jalan.
- Vegetasi : pepohonan, rumput, atau semak-semak.
- Jenis tanah : berbatu-batu, berpasir, atau berlumpur
- Cuaca pada saat pengumpulan specimen : panas terik atau berawan.
- Suhu.
- Lokasi kejadian : teduh atau di bawah sinar matahari langsung.

b. Jenazah
- Keberadaan dan tipe pakaian.

18
- Penyebab kematian jika diketahui, apakah ada darah atau cairan tubuh
disekitarnya.
- Keberadaan luka dan jenisnya.
- Keberadaan obat-obatan yang dapat mempengaruhi kecepatan
dekomposisi.
c. Posisi jenazah
- Tahap-tahap dekomposisi.
- Keberadaan larva dan jumlahnya.
- Keberadaan daging atau bangkai di sekitar jenazah yang mungkin dapat
menarik serangga.
d. Mencatat keadaan yang tidak umum, yang disebabkan oleh manusia, dan
tanda sudah terdapatnya tanda pembusukan.

2
2.5 Kegunaan Entomologi Forensik
Entomologi forensik digunakan untuk membantu penanganan kasus
kriminal untuk menentukan interval postmortem dan perkiraan waktu kematian.
Interval postmortal merupakan hal yang penting dalam penyelidikan kasus
pembunuhan dan kematian tidak wajar lainnya. Hasil investigasi dapat membantu
mengungkapkan kasus kejahatan dengan menyingkirkan tersangka atau
menghubungkan kematian seseorang dengan interval waktu tertentu. Jika
identifikasi spesies tidak tepat maka perkiraan interval postmortal menjadi tidak
tepat pula. Secara umum kegunaan Entomologi forensik adalah:21
1. Memperkirakan Interval Postmortem
Perubahan postmortem pada tubuh mayat dipengaruhi beberapa faktor,
sehingga interval postmortem akan sulit ditentukan. Perubahan biologi dan fisik
yang merupakan fungsi yang masih terjadi setelah kematian merupakan petunjuk
dalam menentukan saat kematian. Namun pada kasus kematian yang telah
berlangsung lama metode tersebut menjadi tidak berguna dan petunjuk yang tepat
didapat dari informasi entomologi. Mayat yang mengalami pembusukan dapat
mempengaruhi perilaku dan komposisi spesies di sekitarnya. Telah banyak

19
dilakukan pengamatan terhadap serangga-serangga yang berkaitan dengan proses
pembusukan mayat. Salah satu proses ini adalah perkembangan spesies yang
memakan bangkai, contohnya adalah lalat dari famili Calliphoridae,
Sacrophagidae, dan Muscidae, yang merupakan serangga yang umum ditemukan
pada mayat. Perkiraan umur serangga yang imatur yang telah memakan bangkai
menunjukkan interval postmortem yang pendek karena, dengan pengecualian yang
sangat jarang, lalat betina dewasa tidak meletakkan anak mereka pada inang yang
masih hidup. Tergantung pada spesies serangga dan kondisi tempat kejadian,
stadium perkembangan larva dapat menunjukkan interval postmortem 1 hari
sampai lebih dari 1 bulan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
serangga pada mayat adalah: 21,22
a. Karakteristik spesies
Implikasi penting untuk memperkirakan interval postmortem adalah
bahwa spesies serangga pada bangkai berbeda dalam kecepatan
pertumbuhan dan waktu tiba di bangkai.
b. Iklim dan cuaca
Temperatur memiliki peran penting pada kecepatan pertumbuhan dan
metabolisme serangga. Perkembangan serangga akan semakin cepat
apabila temperaturnya meningkat.
c. Tipe makanan
Beberapa lalat bangkai dapat berkembang biak dalam beberapa macam
tipe makanan. Contohnya Megaselia scalaris yang dapat memakan
invertebrata yang hidup maupun yang sudah mati. Lucilia sericata
tumbuh lebih lambat pada medium sayuran daripada medium daging.
d. Obat-obatan dan racun
Korban yang meninggal karena bahan kimia seperti bunuh diri atau
overdosis obat-obatan memiliki efek pada serangga pemakan bangkai.
Pertumbuhan serangga dapat cepat atau lambat tergantung dari
konsentrasi zat kimia tersebut.21
Pada hampir semua kasus, sampel serangga yang terkumpul berguna untuk
memperkirakan waktu kematian. Keadaan mati adalah unik sehingga tidak ada satu
algoritme terbaik untuk memperkirakan waktu kematian. Salah satu cara untuk
memperkirakan interval postmortem adalah dengan mengamati tahap

20
perkembangan serangga tersebut. Model referensi untuk perkembangan spesies
adalah kurva pertumbuhan, perkiraan terbaik usia larva tergantung pada ukuran
kurva. Garis mendatar dari nilai panjang atau berat larva akan memotong kurva
yang di bawahnya yang merupakan nilai usia. Kurva pertumbuhan belatung
berbentuk huruf "S", yang menunjukkan berat berdasarkan usia, dengan
pertumbuhan yang lambat pada 2 stadium larva yang pertama dan menurun lambat
pada saat penghentian makan oleh stadium ketiga clan munculnya pupa. Pada
daerah kurva yang landai ini merupakan bagian yang berguna untuk
memperkirakan usia.

2. Menentukan Waktu Kematian


Analisis mengenai serangga dapat digunakan untuk menentukan waktu
kematian. Ketika jenazah ditemukan setelah beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah kematian, bukti entomologi seringkali menjadi satu-satunya metode yang
tersedia untuk menentukan waktu kematian dengan tepat. Beberapa spesies tertarik
pada jenazah segera setelah kematian, jenis lainnya tertarik setelah tahap
pembusukan aktif, dan yang lainnya tertarik dengan kulit dan tulang yang kering.
Serangga terus berkoloni di tubuh mayat sampai tidak ada lagi makanan.
Ketika serangga bermigrasi dari jenazah, mereka selalu meninggalkan bukti
kehadiran mereka sebelumnya, seperti cetakan kulit dari kulit larva dan selubung
pupa yang kosong. Sementara itu jenazah mengalami perubahan serta menarik jenis
serangga lain sehingga terbentuk koloni selanjutnya. Ketika jenazah ditemukan,
ahli Entomologi forensik akan memeriksa serangga yang terdapat di atas
permukaan jenazah pada waktu ditemukan, selain itu dilakukan juga pemeriksaan
terhadap bukti yang ditinggalkan oleh koloni-koloni sebelumnya. Mereka juga
akan mencatat spesies yang tidak ada, namun secara normalnya diharapkan muncul
dalam serangkaian koloni. Dari informasi ini, waktu kematian secara akurat dapat
ditentukan.21,22
3. Menentukan apakah mayat dipindahkan dari tempat kejadian
Setelah sel dalam tubuh menjadi tidak berfungsi, beberapa jenis serangga
(lalat dan kumbang) dan bakteri segera membentuk koloni di tubuh mayat, ruang di
bawah mayat juga akan akan menarik kumbang dan beberapa serangga lainnya.
Dengan membandingkan keadaan lokasi ditemukannya mayat dan informasi dari

21
mayat (stadium pembusukan dan kaku mayat) dapat ditentukan apakah mayat
dipindahkan dari tempat sebelumnya atau tidak.1
4. Menentukan sebab kematian
Seiring berjalannya waktu dan proses pembusukan, akan semakin sulit
untuk melakukan uji darah, urin, atau isi lambung untuk mencari sebab kematian.
Meskipun begitu, karena belatung memakan mayat, dimungkinkan untuk
mendapatkan informasi tersebut dari belatung yang ditemukan. Hal ini dapat
membantu menentukan sebab kematian. Pemeriksaan toksikologi dapat dilakukan
pada larva serangga karena jaringan larva mengasimilasi racun yang terakumulasi
dalam jaringan tubuh mayat.1 Serangga seringkali memulai pembentukan koloni
dari lubnag-lubang alami di tubuh mayat baru kemudian memasuki bagian dalam
mayat, kecuali bila terjadi perlukaan terbuka pada permukaan tubuh mayat. Bila
didapatkan kolonisasi serangga di tempat yang tidak biasa, maka dapat
dimungkinkan bahwa telah terjadi perlukaan terbuka pada tempat tersebut.1

2.6 Penentuan Waktu Kematian


Perkiraan waktu kematian dalam suatu kasus forensik adalah hal yang
penting, sehingga hampir selalu dicantumkan dalam sebuah kesimpulan autopsi
forensik. Perkiraan saat kematian membantu pihak kepolisian dalam konfirmasi
alibi seseorang, yang pada gilirannya akan mempersempit daftar tersangka di
tangan kepolisian. Tersusunnya daftar tersangka yang tajam dan tepat akan
menghemat waktu, tenaga dan dana dalam suatu penyidikan.22
Dalam ilmu kedokteran, memperkiraan saat kematian tidak dapat dilakukan
dengan 1 metode saja, gabungan dari 2 atau lebih metode akan memberikan hasil
perkiraan yang lebih akurat dengan rentang bias yang lebih kecil. Beberapa metode
yang lazim digunakan dalam membuat perkiraan saat kematian adalah pengukuran
penurunan suhu tubuh, interpretasi lebam dan kaku mayat, interpretasi proses
dekomposisi, pengukuran perubahan kimia pada vitreous, interpretasi isi dan
pengosongan lambung serta interpretasi aktivitas serangga yaitu melalui
entomologi forensik.22,23
Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas serangga dengan berbagai
teknik untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah

22
jaringan tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi
lain.Entomologi tidak hanya bergelut dengan biologi dan histologi artropoda,
namun saat ini entomologi dalam metode – metodenya juga menggeluti ilmu lain
seperti kimia dan genetika termasuk melalui DNA. Hal ini memungkinkan untuk
mengidentifikasi jaringan tubuh atau mayat seseorang melalui serangga yang
ditemukan pada tempat kejadian perkara.22,23
Terdapat 2 metode utama untuk menentukan waktu kematian dengan
menggunakan serangga, yaitu: (1) menggunakan laju perkembangan, dengan
mempertimbangkan temperatur serangga yang pertama kali berkoloni. Metode ini
dapat digunakan sampai beberapa minggu pertama kematian. (2) menggunakan
perubahan komunitas bakteri yang berkoloni pada mayat dari waktu ke waktu, dan
metode ini dapat digunakan dari 3 minggu sampai dengan 1 tahun setelah
kematian. 22

2.6.1 Aktivitas Serangga


Serangga yang tertarik pada mayat, secara umum dapat dikategorikan
menjadi tiga kelompok yaitu spesies nekrofagus yang memakan jaringan tubuh
mayat, kelompok predator dan kelompok parasit yang memakan serangga
nekrofagus. Kelompok parasit adalah kelompok spesies omnivora yang memakan
baik jaringan tubuh mayat dan juga memakan serangga yang lain. Dari tiga
kelompok ini, kelompok spesies nekrofagus adalah kelompok spesies yang paling
penting dalam membantu membuat perkiraan saat kematian. Bergantung pada
waktu dan spesies dari serangga, serangga dapat mendatangi, memakan dan
berkembang biak segera setelah kematian. Sejalan dengan proses pembusukan,
beberapa gelombang generasi serangga dapat menetap pada tubuh mayat. Berbagai
faktor seperti derajat pembusukan, penguburan, terendam dalam air, proses
mumifikasi dan kondisi geografi dapat menentukan kecepatan kerusakan tubuh
mayat, dan berapa tipe serangga serta berapa generasi serangga yang dapat
ditemukan.22,23
Lalat adalah serangga yang paling umum dikaitkan dengan pembusukan.
Lalat cenderung menempatkan telurnya dalam orificium tubuh atau pada luka

23
terbuka. Kecenderungan ini akan mengakibatkan berubahnya bentuk luka atau
bahkan hancurnya daerah sekitar luka. Telur lalat umumnya terdeposit pada mayat
segera setelah kematian pada siang hari. Bila mayat tidak dipindahkan dan hanya
telur yang ditemukan pada mayat, maka dapat diasumsikan bahwa waktu kematian
berkisar antara 1 - 2 hari. Angka ini sedikit variatif, tergantung pada temperatur,
kelembapan dan spesies lalat. Setelah menetas, larva berkembang sehingga
mencapai tahap pupa. Tahap ini memakan waktu 6 - 10 hari pada kondisi tropis
biasa. Lalat dewasa keluar dari pupa pada 12 - 18 hari. Banyak variabel yang
mempengaruhi perkembangan serangga, karenanya suatu usaha memperkirakan
saat kematian dengan menggunakan metode dari entomologi, harus dibantu oleh
seorang ahli entomologi medik.2

2.6.2 Tahap – Tahap Pembusukan


Terdapat lima tahap dekomposisi disertai aktivitas serangga yang berbeda yang
terdiri dari :2
1. Fresh stage
Dalam fresh stage, serangga pertama yang tiba adalah lalat. Beberapa
peneliti menganggap keseluruhan kolonisasi sebagai blowflies sedangkan peneliti
lain melihat blowflies dan fleshflies sebagai jenis yang terpisah. Deskripsi yang
lebih akurat adalah melalui klasifikasi yang sebenarnya dimana blowflies termasuk
dalam famili Calliphoridae dan dikenal sebagai green bottles, blue bottles, dan
lalat rumah sedangkan fleshflies termasuk dalam famili Sarcophagidae.
Cara membedakannya adalah bowflies dapat berwarna metalik, hijau, biru
atau hitam sedangkan fleshflies cenderung tidak berwarna, dapat bergaris dengan
tonjolan merah di bagian perut belakang. Blowflies bertelur di luka atau daerah
terbuka seperti mata, hidung, penis atau vagina. Sedangkan fleshflies langsung
mendepositkan larva hidup ke dalam tubuh.
Serangga yang datang pada fase ini adalah green bottle dan blue bottle.
Serangga ini datang mulai dari beberapa menit sampai beberapa jam setelah
kematian tergantung pada kondisi lingkungan. Lalat betina bertelur di setiap bagian
tubuh yang terbuka. Tempat telur pertama tidak dapat segera terlihat karena telur

24
terdeposit sangat jauh di dalam rongga tubuh. Telur blowfly memiliki panjang
sekitar 2 mm, dan berwarna putih atau kuning. Fleshflies dapat datang pada waktu
yang sama atau beberapa jam setelah blowflies. Seperti yang telah disebutkan
Fleshflies mendepositkan larva hidup di tubuh. Pada tahap ini mereka dapat
menjadi mangsa bagi lalat dewasa. Semut juga dapat muncul dan memangsa telur
dan belatung.
Selama tahap ini ada beberapa metode yang digunakan untuk
memperkirakan PMI (post mortem interval). Telur dikumpulkan, kemudian dibawa
ke laboratorium. Di laboratorium para peneliti harus menciptakan kondisi
lingkungan seperti saat tubuh itu ditemukan. Beberapa peneliti menyarankan hati
sapi sebagai sumber makanan yang baik untuk pembiakan belatung. Telur menetas
dan munculah lalat dewasa. Beberapa lalat dewasa dikumpulkan dan diidentifikasi.
Siklus kedua mungkin terjadi sehingg penyelidik harus mencatat waktu yang tepat
dari masing-masing tahap dan total lamanya waktu yang diperlukan untuk satu
siklus lengkap.
Siklus hidup lalat terdiri dari lima tahap. Yang pertama adalah telur. Kedua
tahap tiga instar, masing-masing menghasilkan belatung yang lebih besar. Yang
keempat adalah tahap pra-pupa di mana belatung meninggalkan tubuh dan
mencoba untuk membungkus diri di daerah di mana ia akan menjadi kepompong
dan menjadi lalat dewasa. Tahap pembentukan pupa adalah tahap kelima dan
terakhir. Tahap tiga instar diidentifikasi melalui morfologi dari mulut dan spirakel
posterior. Belatung hidup yang ditemukan dikumpulkan dan dibandingkan dengan
kecepatan pertumbuhan. Bagaimanapun juga, kecepatan pertumbuhan ini
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan spesies dari lalat itu sendiri.
2. Bloated Stage
Tahap ini dibedakan dari terdapatnya produksi gas oleh bakteri yang
memecah jaringan. Telur lalat akan menetas dan larva secara aktif berkontribusi
terhadap dekomposisi melalui peningkatan aktivitas pengrusakan jaringan yang
dapat mengakibatkan peningkatkan suhu tubuh hingga 127 derajat fahrenheit .
Semakin tinggi suhu tubuh lebih banyak aktivitas bakteri yang terjadi.
3. Decay Stage

25
Pada decay stage, kulit telah pecah dan cairan tubuh menyerap ke area
sekitarnya. Belatung (larva) akan berhenti makan dan pergi dari tubuh. Belatung
berada dalam tahap instar ketiga selama fase ini. Belatung akan bergerak lepas dari
tubuh secara massal atau individu tergantung dari spesiesnya. Beberapa akan
bergerak sejauh 20 meter dari tubuh. Kumbang menjadi serangga yang paling
umum pada akhir fase ini.
4. Post-Decay stage
Pada tahap post decay yang paling banyak ditemukan pada tubuh adalah
kumbang. Spesies akan bervariasi sesuai dengan kondisi. Beberapa kumbang tidak
dapat hidup dalam kondisi basah sementara yang lainnya membutuhkan kondisi
lembab.
5. Skeletal Stage
Pada tahap ini hanya serangga tanah yang dapat ditemukan. Pada tahap ini
penting untuk mengambil contoh tanah dari bawah tubuh sampai jarak 3 kaki dari
tubuh.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Entomologi forensik mengevaluasi aktifitas lalat dengan berbagai teknik
untuk membantu memperkirakan saat kematian dan menentukan apakah jaringan
tubuh atau mayat telah dipindah dari suatu lokasi ke lokasi lain. Penetuan waktu
kematian dapat dilakukan dengan mengidentifikasi umur lalat maupun telur yang

26
ada pada mayat, sehingga dapat memperkirakan dengan lebih tepat waktu kematian
mayat tersebut. Untuk menentukan apakah suatu mayat telah dipindahkan dari
lokasi pembunuhan yang sebenarnya dapat dilakukan dengan mengidentifikasi lalat
yang terdapat pada mayat dan dibandingkan dengan serangga serupa yang terdapat
di sekitarnya. Identifikasi terutama secara molekular akan diperoleh data apakah
lalat yang terdapat pada mayat berasal dari daerah tempat mayat tersebut
ditemukan ataukah berasal dari tempat lain, karena pada dasarnya bahkan serangga
yang sejenis dapat memiliki variasi genetik yang berbeda antara lokasi satu dengan
yang lain.
Entomologi medik termasuk di dalamnya entomologi forensik terus
berkembang pesat, dan jasa entomolog medik amat dibutuhkan. Keahlian tenaga
entomolog dibutuhkan dalam penyidikan, di peradilan maupun dalam pengawasan
bidang kedokteran untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Walau di
Indonesia bidang ini belum sepopuler ilmu medik yang lain, namun dengan era
informasi dan globalisasi saat ini, trend entomologi diharapkan akan sepopuler
disiplin entomologi di bagian dunia yang lain.

3.2. Saran
Penentuan saat kematian merupakan hal yang penting dalam identifikasi
jenazah sehingga diperlukan pengetahuan yang mendalam oleh tenaga medis dalam
mengetahui tanda-tanda khusus pada jenazah, salah satunya dengan melihat siklus
hidup lalat yang dapat ditemukan pada bagian tubuh jenazah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Dr. J. H. Byrd. Forensic entomology. Insects in investigations. 1998-2010.


Available at : http://www.forensicentomology.com/literature.htm
2. Suharto, Gatot, dkk. Tanya Jawab Ilmu Kedokteran Forensik. Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal. Hal.1. 2010. Semarang : Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

27
3. Hadley D. An Early History of Forensic Entomology, 1300-1900. 2010.
Available at: www.about.com
4. Anderson S Gail. Forensic entomology [online]. 2008. [cited on 2018 Oktober 31].
Available from : URL http://www.remp-learning.orgdocsecdd0030.htm
5. Anonym. Forensic entomology [online].2008 [cited on 2018 Oktober]. Available
from URL : http://www.wikipedia.orgwikiforensic_entomology.htm
6. Goff, L. 2003. Forensic Entomology. Dalam: V.H. Resh & R.T. Carde (editor),
Encyclopedia of Insects, Academic Press, Amsterdam, halaman 919 – 926.
7. Benecke, M. 2001. A brief history of forensic entomology. Forensic Science
International 120: 2-14..
8. Jiron, L.F. and V.M. Cartin. 1981. Insect succession in the decomposition of a
mammal in Costa Rica. Journal of the New York Entomological Society
89: 158-165.
9. Gail. S, dr. Forensic Entomology : The Use of Insect in Death Investigation. 1998
[cited 2018 Oktober 31]. Available from URL : http://www.remp-learning.org
10. Serangga. In Scribd. [serial online]. 2010 [cited 2018 Oktober 31]. Available
from : http://www.scribd.com/doc/13066004/Insecta
11. Meyer Jhon R. Diptera. Department of Entomology NC State University: 2005
[cited 2018 Oktober 31]. Available from:
http://www.cals.ncsu.edu/course/ent425/compendium/diptera.html
12. Isfandiari Adelia B. Perbedaan Genus Larva Lalat Tikus Wistar Mati pada Dataran
Tinggi dan Rendah di Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro. 2009.
13. Hendratno S. Entomologi Kedokteran. Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Semarang. 2002.
14. Bullington, Stephen. Forensic Entomology. 1998 [cited 2018 Oktober 31].
Available from URL: http://www.FORENSIC-ENT.com
15. Putri AA. Entomologi Forensik. Available from URL:
http://www.scribd.com/doc/132078852/Entomologi-Forensik
16. Dadour, Ian and Cook, David. Forensic Entomology, Collecting From A Corpse.
Available on : agspsrv34.agric.wa.gov.au/ento/forensic.htm.
17. Putra NS. Entomologi forensic : satu lagi manfaat serangga bagi kepentingan
manusia. 2009 [cited 2018 Oktober 31]. Available from :
http://ilmuserangga.wordpress.com/2009/12/23/entomologi-forensik-satu-lagi-
manfaat-serangga-bagi-kepentingan-manusia/
18. Brandt, Amoret and Hall, Martin. Forensic Entomology. Natural History Museum.
London. 2006. Available on : www.scienceinschool.org/2006/issue2/forensic/

28
19. Suwondo, dkk. Pengawetan Sampel untuk Kepentingan Forensik. 2008. [cited
2018 Oktober 31] . Available from :
http://peternakan.litbang.deptan.go.id/fullteks/jitv/jitv84-8.pdf
20. Morten Staerkeby. What is Forensic Entomology? 2002 [cited 2018 Oktober].
Available from URL: http://forensic-entomology.com
21. Idries AM, et al. Peran Ilmu Kedokteran Forensik dalam proses penyidikan.
Jakarta : Sagung Seto, 2008. Page : 190 – 210.
22. Gennard DE,Wiley J and Sons. Forensic Entomology : An Introduction.
Chichester, United Kingdom, 2007.

29

Anda mungkin juga menyukai