Anda di halaman 1dari 41

PROPOSAL PENGEMBANGAN RESEP/FORMULA

“FASE STABILISASI DAN FASE TRANSISI PADA PENDERITA GIZI


BURUK”

Dosen Pembimbing: Rijanti Abdurrachim, DCN., M.Kes

Disusun oleh :

KELOMPOK 5

Akhmad Nurdin P07131216092

Eka Hervina P07131216101

Muna Izzati P07131216118

Nurul Eka Wahyuni P07131216125

Siti Alifa Risqi Dzulfikria P07131216131

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANJARMASIN

PROGRAM DIPLOMA IV JURUSAN GIZI

201
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan
rumah sakit yang mempunyai peranan penting dalam meningkatkan pencapaian
tingkat kesehatan baik bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif.
Kegiatan pelayanan gizi di rumah sakit bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien di rumah sakit baik rawat inap dan rawat jalan, untuk keperluan
metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan maupun mengoreksi kelainan
metabolisme. Pelayanan gizi rumah sakit ini disesuaikan dengan keadaan
individu dan berdasarkan status gizi, anamnesa dan status metabolisme tubuh.
Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit,
sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi
pasien (Depkes, 2003). Pemberian makanan yang memenuhi gizi seimbang
serta habis termakan merupakan salah satu cara untuk mempercepat
penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap (Depkes, 2006).
Masalah gizi buruk dan kekurangan gizi telah menjadi keprihatinan
dunia sebab penderita gizi buruk umumnya adalah balita dan anak-anak
yang tidak lain adalah generasi generus bangsa. Kasus gizi buruk
merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena terjadi di tengah
pesatnya kemajuan zaman (Republika, 2009).
Gizi buruk atau kurang energi protein (KEP) terus menjadi salah
satu masalah kesehatan utama di dunia sampai saat ini, terutama pada anak-
anak di bawah lima tahun (Hockenberry & Wilson, 2009). Kurang Energi
Protein (KEP) didefinisikan suatu keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari sehingga
tidak memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) dalam jangka waktu yang lama
yang ditandai dengan z-skor berat badan berada di bawah -2.0 SD baku normal
(Kemenkes 2010). KEP pada anak balita, masih menjadi salah satu masalah gizi

2
di berbagai wilayah Indonesia termasuk di Provinsi Kalimantan Selatan. Secara
nasional, prevalensi balita kurang gizi dan gizi buruk sebesar 21% dan di
Kalimantan Selatan sebesar 24% pada tahun 2013 (RI, 2013).
Menurut Menteri Kesehatan, Nila Djuwita F Moelok (2015)
menyebutkan bahwa kasus gizi buruk yang terjadi dikarenakan kurangnya
kesadaran masyarakat membuat makanan yang kaya akan nutrisi. Secara
realita kebanyakan masyarakat tidak memahami cara meamasak bahan
makanan secara tepat yang dapat menurunkan kualitas dari bahan makanan
tersebut. Selain kurangnya pengetahuan, masalah ekonomi pun akan
mempengaruhi bahan makanan yang dibeli sehingga akan berpenguruh
terhadap kualitas makanan yang di asup.
Depkes (2011) menyatakan bahwa terdapat tiga fase dalam proses
pengobatan gizi buruk baik kwashiorkor, marasmus, maupun marasmik-
kwashiorkor yaitu fase stabilisasi, fase transisi, dan fase rehabilitasi.
Dalam praktikum ini, akan dibuat F-75 untuk gizi buruk fase
stabilisasi dan fase. Fase stabilisasi biasanya terjadi selama 1-2 hari. Pada
awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan
faali anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang. Saat memasuki
fase transisi anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang
rusak (cathup).
Berdasarkan tahapan fase makanan rujukan dari Depkes RI (2003)
yang terdiri dari fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi yaitu
makanannya berupa formula WHO ( F-75, F-100, F-135). F -75 diberikan
pada saat fase stabilisasi (1-7 hari) artinya pemberian Formula F-75 ke
pasien sesuai dengan tabel petunjuk pemberian F-75 yaitu pemberiannya
sesuai dengan berat badan anak dan kondisi anak, F-100 diberikan pada
fase transisi artinya pemberian F-100 ke pasien sesuai dengan tabel petunjuk
pemberian F-100 yaitu pemberiannya sesuai dengan berata badan anak dan
kondisi anak, serta F-135 yang dapat diberikan untuk anak gizi buruk fase
rehabililitasi.

3
Selain pemberian F-135 untuk masa rehabilitasi, juga diberikan
makanan tambahan berupa makanan bayi/makanan lumat untuk berat badan <
7 kg atau makanan anak/makanan lunak untuk berat badan ≥ 7 kg . Pada
praktikum ini, anak diberikan makanan anak/makanan lunak 3 kali sehari
karena berat badannya ≥ 7 kg, selain itu juga diberikan sari buah 1-2 kali
sehari.

1.2. Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Melakukan pembuatan formula makanan bagi penderita gizi buruk
dengan zat gizi yang tepat agar dapat meningkatkan status gizi penderita
pada fase stabilisasi dan transisi.

1.2.2 Tujuan Khusus


a. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap warna dari
F75, F100, M ½ dan M 1.
b. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma dari
F75, F100, M ½ dan M 1.
c. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap tekstur F75,
F100, M ½ dan M 1.
d. Mengidentifikasi tingkat kesukaan konsumen terhadap rasa dari F75,
F100, M ½ dan M 1.
e. Mengidentifikasi mutu fisik dari F75, F100, M ½ dan M 1.
f. Menganalisa biaya yang dibutuhkan dalam pembuatan formula F75,
F100, M ½ dan M 1.

4
5
BAB II
TINAJUAN PUSTAKA

2.1. Gizi Buruk


2.1.1 Definisi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang
kekurangan nutrisi, atau nutrisinya di bawah standar. Gizi buruk
banyak dialami oleh bayi dibawah lima tahun (balita). Kasus gizi
buruk merupakan aib bagi pemerintah dan masyarakat karena
terjadi di tengah pesatnya kemajuan zaman (Republika, 2009).
Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan
oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah
kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini
merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan
gizi menahun.
Depkes (2011) menyatakan bahwa gizi buruk menggambarkan
keadaan gizi anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda
berikut yaitu sangat kurus, edema (minimal pada kedua punggung
kaki), BB/PB atau BB/TB < -3 SD, LLA < 11.5 cm untuk anak
usia 6-59 bulan. Keadaan balita dengan gizi buruk sering
digambarkan dengan adanya busung lapar. Gizi buruk atau kurang
energi protein (KEP) terus menjadi salah satu masalah kesehatan
utama di dunia sampai saat ini, terutama pada anak-anak di bawah
lima tahun (Hockenberry & Wilson, 2009).
Kelompok anak usia di bawah lima tahun merupakan kelompok
yang rentan terhadap kesehatan dan gizi karena sistem kekebalan
tubuh yang belum berkembang sehingga menyebabkan lebih
mudah terkena masalah nutrisi. (Nurhalinah, 2006; Davis &
Sherer, 1994 dalam Fitriyani, 2009). Hal ini dapat diperparah jika
bayi lahir prematur dan berat badan lahir rendah sehingga

6
pertumbuhan dan perkembangan terganggu sebagai akibat dari
kekurangan nutrisi. Anak usia di bawah lima tahun yang sehat
atau kurang gizi dapat diketahui dari pertambahan berat badannya.
Bila pertambahan berat badan sesuai dengan pertambahan umur
menurut suatu standar organisasi kesehatan dunia, anak tersebut
dapat dikatakan bergizi baik. Bila sedikit di bawah standar
dikatakan bergizi kurang dan bila jauh di bawah standar
dikatakan gizi buruk.

2.1.2. Pengukuran Gizi Buruk


Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
1) Pengukuran Klinis
Metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita
tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari
oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan
kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel
seperti kulit,rambut,atau mata. Misalnya pada balita marasmus kulit
akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit
terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement
dermatosis).
2) Pengukuran Antropometri
Metode ini dilakukan beberapa macam pengukuran antara lain
pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkar lengan atas.
Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan, lingkar
lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalam
survei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui
dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur secara sendiri-
sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan
kombinasi dari ketiganya.
Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :

7
a. Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2
SD.
c. Tergolong gizi baik jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan)
atau Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut Umur diperoleh
kategori:
a. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Pendek jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
c. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan
atau Panjang Badan:
a. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
c. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.

2.1.3 Penyebab Gizi Buruk


1) Penyebab langsung, yaitu :
a. Keadaan gizi yang dipengaruhi oleh ketidakcukupan asupan
makanan dan penyakit infeksi yang ditimbulkan seperti
penyakit diare, campak dan infeksi saluran nafas yang kerap
menimbulkan berkurangnya nafsu makan. Hal ini sesuai dengan
pendapat Hidayati (2011) yang mengatakan bahwa beberapa
faktor lain yang mempengaruhi nutrisi pada anak adalah
penyakit infeksi, sosial ekonomi, dan tingkat pendidikan orang
tua. Kondisi anak yang sakit menyebabkan nutrisi tidak dapat

8
dimanfaatkan tubuh secara optimal karena adanya gangguan
akibat penyakit infeksi.
b. Malnutrisi yang berawal dari nutrisi ibu yang kurang saat
sebelum dan sesudah hamil, dan penyakit infeksi, maka pada
gilirannya nanti akan mengakibatkan terlahirnya bayi dengan
berat badan rendah yang kemudian akan mengakibatkan gizi
buruk pada anak tersebut.

2) Penyebab secara tidak langsung, yaitu :


a. Ketersediaan pangan tingkat rumah tangga yang rendah
b. Ketersediaan pelayanan kesehatan yang tidak memadai
c. Kemiskinan merupakan akibat dari krisis ekonomi dan politik
yang mengakibatkan sulitnya mendapatkan pekerjaan yang
kemudian berakibat pada minimnya pendapatan seseorang dan
ketersediaan panganpun berkurang.
d. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pekerjaan, pendapatan,
pengetahuan, dan perilaku orang tua dalam memenuhi kebutuhan
nutrisi anak (Depkes, 2008 dalam Sulistiyawati 2011).
e. Lingkungan yang tidak sehat dan tempat tinggal yang berjejalan
menyebabkan infeksi akan sering terjadi. Dan kemudian penykit
infeksi itu akan berpotensi sebagai penyokong atau pembangkit
gizi buruk (Gizi Dalam daur Kehidupan. Arisman, MB., 2002).

2.1.4 Kriteria Anak Gizi Buruk

1) Gizi Buruk Tanpa Komplikasi


a. BB/TB: < -3 SD dan atau;
b. Terlihat sangat kurus dan atau;
c. Adanya Edema dan atau;
d. LILA < 11,5 cm untuk anak 6-59 bulan

9
2) Gizi Buruk dengan Komplikasi
Gizi buruk dengan tanda-tanda tersebut di atas disertai salah
satu atau lebih dari tanda komplikasi medis berikut:

a. Anoreksia
b. Pneumonia berat
c. Anemia berat
d. Dehidrasi berat
b. Demam sangat tinggi
c. Penurunan kesadaran

2.1.5 Klasifikasi Gizi Buruk

Gizi buruk berdasarkan gejala klinisnya dapat dibagi menjadi tiga :

a. Marasmus
Marasmus merupakan salah satu bentuk gizi buruk
yang paling sering ditemukan pada balita. Hal ini merupakan
hasil akhir dari tingkat keparahan gizi buruk. Gejala
marasmus antara lain anak tampak kurus, rambut tipis dan
jarang,kulit keriput yang disebabkan karena lemak di
bawah kulit berkurang, muka seperti orang tua (berkerut),
balita cengeng dan rewel meskipun setelah makan, bokong
baggy pant, dan iga gambang.

Pada patologi marasmus awalnya pertumbuhan yang


kurang dan atrofi otot serta menghilangnya lemak di bawah
kulit merupakan proses fisiologis. Tubuh membutuhkan
energi yang dapat dipenuhi oleh asupan makanan untuk
kelangsungan hidup jaringan. Untuk memenuhi kebutuhan
energi cadangan protein juga digunakan. Penghancuran

10
jaringan pada defisiensi kalori tidak hanya untuk memenuhi
kebutuhan energi tetapi juga untuk sistesis glukosa.

b. Kwashiorkor
Kwashiorkor adalah suatu bentuk malnutrisi protein yang
berat disebabkan oleh asupan karbohidrat yang normal atau
tinggi dan asupan protein yang inadekuat. Hal ini seperti
marasmus,kwashiorkor juga merupakan hasil akhir dari
tingkat keparahan gizi buruk.

Tanda khas kwashiorkor antara lain pertumbuhan


terganggu, perubahan mental,pada sebagian besar penderita
ditemukan oedema baik ringan maupun berat, gejala
gastrointestinal, rambut kepala mudah dicabut, kulit penderita
biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang
lebih mendalam dan lebar,sering ditemukan hiperpigmentasi
dan persikan kulit, pembesaran hati,anemia ringan, pada
biopsi hati ditemukan perlemakan.

Gangguan metabolik dan perubahan sel dapat


menyebabkan perlemakan hati dan oedema. Pada penderita
defisiensi protein tidak terjadi proses katabolisme jaringan
yang sangat berlebihan karena persediaan energi dapat
dipenuhi dengan jumlah kalori yang cukup dalam asupan
makanan. Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan
kekurangan asam amino esensial yang dibutuhkan untuk
sintesis. Asupan makanan yang terdapat cukup karbohidrat
menyebabkan produksi insulin meningkat dan sebagian
asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah
kurang akan disalurkan ke otot. Kurangnya pembentukan
albumin oleh hepar disebabkan oleh berkurangnya asam amino
dalam serum yang kemudian menimbulkan oedema.

11
c. Marasmiks-Kwashiorkor
Marasmiks-kwashiorkor gejala klinisnya merupakan
campuran dari beberapa gejala klinis antara kwashiorkor dan
marasmus dengan Berat Badan (BB) menurut umur (U) <
60% baku median WHO-NCHS yang disertai oedema yang
tidak mencolok.

Menurut Pudjiadi (2000, dalam Sulistiyawati, 2011) ada


empat dampak gizi buruk. (1) anak dapat memiliki kelainan
pada organ-organ tubuh seperti Analisis praktik atrofi pada
sistem gastro intestinal, penimbunan lemak pada hepar,
dan pengecilan pancreas (2) gizi buruk membuat otak
mengurangi sintesa protein DNA. Akibatnya terdapat otak
dengan jumlah sel yang kurang atau otak dengan ukuran
yang lebih kecil (3) dapat terjadi gangguan pada sistem
endokrin (4) dapat mengakibatkan kematian bila gizi buruk
disertai penyakit infeksi seperti tuberculosis, radang paru, atau
infeksi saluran cerna.

Nutrisi berperan penting dalam penyembuhan penyakit.


Kesalahan pengaturan diet dapat memperlambat
penyembuhan penyakit. Dengan nutrisi akan memberikan
makanan-makanan tinggi kalori, protein dan cukup vitamin-
mineral untuk mencapai status gizi optimal. Nutrisi gizi
buruk diawali dengan pemberian makanan secara teratur,
bertahap, porsi kecil, sering dan mudah diserap. Frekuensi
pemberian dapat dimulai setiap 2 jam kemudian ditingkatkan 3
jam atau 4 jam.

2.2 Fase Stabilisasi

12
Fase stabilisasi biasanya terjadi selama 1-2 hari. Pada awal fase
stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati, karena keadaan faali
anak sangat lemah dan kapasitas homeostatik berkurang.
Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat
dan dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup
untuk memenuhi metabolisma basal saja.
Pada fase stabilisasi, peningkatan jumlah formula diberikan
secara bertahap dengan tujuan memberikan makanan awal supaya
anak dalam kondisi stabil. Formula hendaknya hipoosmolar rendah
laktosa, porsi kecil dan sering. Setiap 100 ml mengandung 75 kal dan
protein 0,9 gram. Diberikan makanan formula 75 (F 75). Resomal
dapat diberikan apabila anak diare/muntah / dehidrasi, 2 jam pertama
setiap . jam, selanjutnua 10 jam berikutnya diselang seling dengan
F75.
Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco
½ yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun
sedemikian rupa agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan
persyaratan diet sebagai berikut :

a. Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa


b. Energi : 80-100 kkal/kgBB/hari
c. Protein : 1-1.5 gr/kgBB/hari
d. Cairan : 130 ml/kgBB/hari (jika ada edema berat 100
ml/kgBB/hari)
e. Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula
WHO 75/pengganti/Modisco ½ dengan menggunakan
cangkir/gelas, bila anak terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet
f. Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco ½ atau
pengganti dan jadwal pemberian makanan harus disusun sesuai
dengan kebutuhan anak

13
Keterangan :
1) Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)
2) Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO
75/pengganti/Modisco ½ dalam sehari, maka berikan sisa formula
tersebut melalui pipa nasogastrik (dibutuhkan ketrampilan petugas)
3) Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/kgBB/hari
4) Pada hari 3 s/d 4 frekuensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap
jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
5) Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
Pemantauan pada fase stabilisasi:
a. Jumlah yang diberikan dan sisanya
b. Banyaknya muntah
c. Frekuensi buang air besar dan konsistensi tinja
d. Berat badan (harian)
Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita
dengan edema , mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian
berat badan naik

2.3 Fase Transisi


Pada fase ini anak mulai stabil dan memperbaiki jaringan tubuh yang
rusak (cathup). Fase transisi merupakan fase peralihan dari fase stabilisasi
yang cara pemberian makanan sebagai berikut:
a. Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk
menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
b. Ganti formula khusus awal (energi 80-100 kkal/kgBB/hr dan protein 1-1.5
gram/kgBB/hari) dengan formula khusus lanjutan (energi 100-150
kkal/kgBB/hari dan protein 2-3 gram/kgBB/hari ) dalam jangka waktu 48

14
jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan
kandungan energi dan protein yang sama.
c. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgBB/kali pemberian (200
ml/kgBB/hari).
Pemantauan pada fase transisi :

1) Frekuensi nafas
2) Frekuensi denyut nadi
Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi > 25
kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume
seperti di atas.

3) Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan

Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi :

a. Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas


dan sering.
b. Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
c. Protein 4-6 gram/kgBB/hari
d. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.

2.4 Formula 75 (F-75)


Makanan formula atau bahan makanan campuran merupakan kombinasi
dari berbagai bahan yang memungkinkan penambahan kekurangan sesuatu zat
gizi dalam sesuatu bahan dalam bahan lain sehingga menjadi sesuatu bahan
yang mengandung zat-zat gizi dalam jumlah cukup sesuai dengan kebutuhan.

15
Makanan formula memiliki syarat sebagai berikut : Bernilai gizi tinggi,
dapat diterima baik citarasanya dan dibuat dari bahan makanan setempat.
Formula 75 atau F-75 adalah formula yang diberikan pada penderita gizi buruk
fase stabilisasi yang diberikan secara bertahap dengan tujuan memberikan
makanan awal agar anak dalam kondisi stabil. Formula 75 (F-75) ini terdapat 2
variasi yaitu formula 75 (F-75) tanpa tepung dan formula 75 (F75) dengan
tepung, cara membuatnya sama hanya saja terdapat perbedaan pada pemberian
tepung. Formula 75 (F-75) diberikan untuk penderita gizi buruk dengan diare
karena memiliki osmolaritas yang lebih rendah.
Bahan yang diperlukan untuk membuat makanan formula 75 ini adalah
gula, susu skim bubuk, minyak sayur dan larutan elektrolit. Sedangkan untuk
formula 75 dengan tepung ada penambahan tepung beras.

a. Gula pasir
Gula pasir adalah jenis gula yang paling mudah dijumpai, digunakan sehari-
hari untuk pemanis makanan dan minuman. Gula pasir juga merupakan jenis
gula yang digunakan dalam penelitian ini.Gula pasir berasal dari cairan sari
tebu. Setelah dikristalkan, sari tebu akan mengalami kristalisasi dan berubah
menjadi butiran gula berwarna putih bersih atau putih agak kecoklatan (raw
sugar). Gula pasir merupakan karbohidrat sederhana yang dibuat dari cairan
tebu. Gula pasir dominan digunakan sehari – hari sebagai pemanis baik di
industri maupun pemakaian rumah tangga.
Menurut Darwin (2013), gula adalah suatu karbohidrat sederhana karena
dapat larut dalam air dan langsung diserap tubuh untuk diubah menjadi energi.

b. Susu skim bubuk


Susu skim adalah susu yang kadar lemaknya telah dikurangi hingga berada
dibawah batas minimal yang telah ditetapkan. Susu skim merupakan bagian
susu yang tertinggal sesudah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu
skim mengandung zat makanan dari susu kecuali lemak dan vitamin – vitamin

16
yang larut dalam lemak. Susu skim memiliki rasa yang asin, berebeda dengan
susu segar yang normalnya memiliki rasa yang agak manis dan tidak asin. Hal
ini berasal dari garam-garam mineral flourida dan sitrat. Warna pada susu skim
yaitu putih. Kebanyakan susu bubuk berwarna putih kekuningan, namun
berbeda dengan susu skim yang berwarna putih saja, hal ini dikarenakan tidak
adanya kandungan lemak pada susu tersebut. Aroma atau bau pada susu skim
ini adalah beraroma manis dikarenakan tidak adanya penyimpangan pada susu
skim. Untuk ukuran rumah tangga pada susu skim per sendok makannya ialah
rata-rata 9,5 gr. URT pada susu skim kurang lebih sama dengan URT pada
susu bubuk instant.

c. Minyak sayur
Minyak sayur/minyak nabati adalah sejenis minyak yang terbuat dari
tumbuhan. Digunakan dalam makanan dan memasak. Beberapa jenis minyak
nabati yang biasa digunakan ialah minyak kelapa sawit, jagung, zaitun, kedelai
bunga matahari dll (Wikipedia, 2009).
Berdasarkan kegunaannya, minyak nabati terbagi menjadi dua golongan.
Pertama, minyak nabati yang dapat digunakan dalam industri makanan (edible
oils) dan dikenal dengan nama minyak goreng meliputi minyak kelapa, minyak
kelapa sawit, minyak zaitun, minyak kedelai dan sebagainya. Kedua, minyak
yang digunakan dalam industri non makanan (non edible oils) misalnya minyak
kayu putih, minyak jarak (Ketaren, 1986).

d. Larutan elektrolit
Larutan Elektrolit adalah larutan untuk membuat formula WHO. Bahan
untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri atas :

KCL 224 g
Tripotassium Citrat 81 g
MgCL2.6H2O 76 g
Zn asetat 2H2O 8,2 g

17
CuSO4.5H2O 1,4 g
Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)
Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula WHO-75,
Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan tersebut tidak
tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan elektrolit
tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara lain sari
buah tomat (400 cc)/jeruk (500cc)/pisang (250g)/alpukat (175g)/melon (400g).
e. Tepung beras
Tepung beras terdiri dari tepung beras pecah kulit dan tepung beras sosoh.
Tepung beras banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti bihun dan
bakmi, macaroni, aneka snacks, aneka kue kering (“cookies”), biscuit,
“crackers”, makanan bayi, makanan sapihan untuk Balita, tepung campuran
(“composite flour”) dan sebagainya. Tepung beras juga banyak digunakan
dalam pembuatan “pudding micxture” atau “custard”. Makanan bayi yang
terbuat dari tepung beras, sudah dapat diberikan kepada bayi yang berumur 2-3
bulan, sedangkan kepada bayi yang berumur 5 bulan dapat diberikan dalam
bentuk nasi tim.
Standar mutu tepung beras ditentukan menurut Standar Industri Indonesia
(SII). Syarat mutu tepung beras yang baik adalah : kadar air maksimum 10%,
kadar abu maksimum 1%, bebas dari logam berbahaya, serangga, jamur, serta
dengan bau dan rasa yang normal. Di Amerika, dikenal dua jenis tepung beras,
yaitu tepung beras ketan dan tepung beras biasa. Tepung ketan mempunyai
mutu lebih tinggi jika digunakan sebagai pengental susu, pudding dan makanan
ringan.
Proses pembuatan tepung beras dimulai dengan penepungan kering
dilanjutkan dengan penepungan beras basah (beras direndam dalam air
semalam, ditiriskan, dan ditepungkan). Alat penepung yang digunakan adalah
secara tradisional (alu, lesung, kincir air) dan mesin penepung (hammer mill
dan disc mill).

18
Pada F-75 tanpa tepung cara membuatnya yaitu campurkan gula dan minyak
sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian
masukkan susu skim sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel.
Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum.
Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare persisten. Sedangkan
pada F-75 dengan tepung cara membuatnya yaitu campurkan gula dan minyak
sayur, aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian
masukkan susu skim dan tepung sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan
berbentuk gel. Tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
homogen sehingga mencapai 1000 ml dan didihkan sambil diaduk-aduk hingga
larut selama 5-7 menit.

2.5 Formula 100 (F-100)


Formula 100 atau F-100 adalah formula yang diberikan pada penderita
gizi buruk fase transisi dengan tujuan memberikan makanan pada anak yang
kondisinya mulai stabil, dan untuk memperbaiki jaringan tubuh yang rusak.
Bahan yang diperlukan untuk membuat makanan formula 100 ini adalah gula,
susu skim bubuk, minyak sayur dan larutan elektrolit.
Cara membuat F-100 yaitu campurkan gula dan minyak sayur, aduk
sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix, kemudian masukkan susu skim
sedikit demi sedikit, aduk sampai kalis dan berbentuk gel. Encerkan dengan air
hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen volume menjadi
1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum atau dimasak dulu selama 4 menit.

19
FORMULA WHO
Bahan Per 100 ml F 75 F 100 F 135
Susu skim bubuk g) 25 85 90
Gula pasir g 100 50 65
Minyak sayur g 30 60 75
Lar.elektrolit mL 20 20 27
Tambahan air s/d 1000 1000 1000

NILAI GIZI F 75 F 100 F 135


Energi Kalori 750 1000 1350
Protein g 9 29 33

Lactosa g 13 42 48

Potasium Mmol 36 59 63

Sodium Mmol 6 19 22

Magnesium Mmol 4.3 7.3 8

Seng Mg 20 23 30

Copper Mg 2.5 2.5 3.4

% energi protein – 5 12 10

% energi lemak – 36 53 57

Osmolality Mosm/l 413 419 508

Tabel 3. Nilai Gizi Formula WHO (F75, F100 dan 135)

20
2.6 Modisco
Modisco merupakan singkatan dari Modified Dried Skimmed Milk and
Coconut. Modisco pertama kali dtemukan oleh May dan Whitehead pada tahun
1973. Modisco merupakan makanan atau minuman bergizi tinggi yang pertama
kali dicobakan pada anak-anak yang mengalami gangguan gizi berat di Uganda
(Afrika) dengan hasil yang memuaskan. Manfaat modisco yang paling utama
adalah untuk mengatasi gizi buruk padamanusia dengan cepat dan mudah. Karena
modisco mempunyai kandungan kalori yang tinggi serta mudah dicerna oleh usus
manusia. Modisco juga dapat membantu mempercepat penyembuhan penyakit
sehingga biaya pengobatan menjadi lebih ringan(Sudiana & Acep, 2005).
Kombinasi MPT komposisinya antara lain: agar-agar dengan variasi rasa,
putih telur ayam, gula pasir, susu skim dengan berat 80 gr. Tujuan utama MPT
digunakan untuk meningkatkankadar albumin dalam darah. MPT diberikan pada
pasien-pasien bedah yang hypoalbumin (<3gr/dl) dengan waktu pemberian 2x
perhari (pk.10.oo dan 16.oo wib) selama 7 s/d 10 hari. Pembuatan Modisco Putih
Telur ( MPT ) sesuai standar pelayanan gizi di RSUP Dr. Kariadi dilakukan oleh
tenaga SMKKBoga dan produksi dilaksanakan di Instalasi Gizi RSUP Dr.
Kariadi, sedangkan distribusi MPT ke pasien oleh tenaga pramusaji IRNA bedah.
Namun sampai sekarang belum ada pembuktian peningkatan kadar albumin dalam
darah sesuai yang diharapkan.(Sumber: Standar Pelayanan Instalasi Gizi RSUP.
Dr. Kariadi Semarang).
a. Bahan baku Modisco
Susu, gula pasir, minyak goreng atau margarine
b. Sifat Modisco
Berkalori tinggi, Murah, Mudah dibuat , Dapat diolah dengan beraneka ragam
makanan
c. Yang Membutuhkan Modisco
Penderita penyakit infeksi menahun, Orang yang sembuh dari penyakit berat,
Mereka yang sulit makan karena infeksi bawaan, Anak yang sehat tapi kurus.
d. Keuntungan Modisco

21
Mempercepat penyembuhan., pengobatan lebih ringan
e. Modisco Tidak Boleh Diberikan Kepada
Anak gemuk, Bayi dibawah usia 6 tahun, Penderita penyakit ginjal, hati, dan
jantung.
f. Cara Memberikan Modisco
Dapat diberikan sebagai bahan minuman untuk diet penuh, Dapat diberikan
sebagai campuran bahan makanan lain, misalnya minuman dicampur coklat
atau buah-buahan, Dicampur pada bubur kacang hijau atau kolak pisang.

2.7 Parameter Mutu


2.6.1 Uji Organoleptik

Uji Organoleptik adalah cara mengukur, menilai atau menguji mutu


komoditas dengan menggunakan kepekaan alat indra manusia, yaitu mata,
hidung, mulut, dan ujung jari tangan. Uji organoleptik juga disebut
pengukuran subjektif karena didasarkan pada respon subjektif manusia
sebagai alat ukur (Soekarto,2002).

Dalam penilaian bahan pangan, faktor yang menentukan diterima atau


tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian Indrawi ini ada 6
tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan
klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati,
dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut. Indra yang
digunakandalam menilai sifat indrawi suatu produk adalah :

a. Penglihatan yang berhubungan dengan warna, viskositas, ukuran dan


bentuk, volume kerapatan dan berat jenis, panjang lebar dan diameter
serta bentuk bahan.
b. Indra peraba yang berkaitan dengan struktur, tekstur, dan konsistensi.
Struktur merupakan sifat dari komponen penyusun, tekstur merupakan

22
suatu sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut atau perabaan
dengan jari, dan konsistensi merupakan tebal, tipis, dan halus.
c. Indra pembau, pembauan juga dapat digunakan sebagai suatu indikator
terjadinya kerusakan pada produk, misalnya ada bau busuk yang
menandakan produk tersebut telah mengalami kerusakan.
d. Indra pengecap, dalam hal kepekaan rasa, maka rasa manis dapat
dengan mudah dirasakan pada ujung lidah, rasa asin pada ujung dan
pinggir lidah, rasa asam pada pinggir lidah, dan rasa pahit pada bagian
belakang lidah (www.petra.ac.id, 2017).

2.6.2. Uji Hedonik dan Uji mutu hedonic

Dalam uji organoleptik ini panelis diminta mengungkapkan tanggpan


pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan, sekaligus tingkatannya.
Tingkat kesukaan itu disebut skala hedonic, misalnya amat sangat suka,
sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat
tidak suka , amat tidak suka.

Uji mutu hedonic adalah uji mutu yang lebih spesifik untuk suatu jenis
mutu tertentu. Contoh penggunaan uji hedonic adalah untuk mengetahui
rasa buah dan permen, sifat pera atau pulen pada nasi, sifat gurih pada
kerupuk, dan kelezatan pada daging panggang (Rahayu, 1998)

Untuk mendukung pelaksaan uji organoleptik, maka perlu memenuhi


syarat-syarat sebagai berikut ;

 Lokasi laboratorium harus tenang dan bebas polusi


 Ruang pengujian terbagi 2 : bilik pencicip dan dapur
 Dinding dicat warna netral
 Westafel dilengkapi lap dan serbet
 Tissue polos non parfum
 Panelis sedang tidak lapar, (Anonim, 2009)

23
2.6.3 Uji Fisik
Uji Fisik adalah uji dimana kualitas produk diukur secara objektif
berdasarkan hal-hal fisik yang nampak dari suatu produk. Prinsip uji fisik yaitu
Pengujian dilakukan dengan cara kasat mata, penciuman, perabaan dan
pengecapan dan alat-alat tertentu yang sudah di akui secara akademis. (Kartika,
1998).
Pertama, menggunakan indera manusia, dengan cara menyentuh, memijit,
menggigit, mengunyah, dan sebagainya, selanjutnya kita sampaikan apa yang
kita rasakan. Ini yang disebut dengan analisa sensori. Karena reaksi kita sebagai
manusia yang menguji berbeda-beda, maka diperlukan analisa statistik untuk
menyimpulkan skala perbedaan ataupun tingkat kesukaan penguji terhadap
produk tersebut. Cara uji kedua dengan pendekatan fisik, menggunakan
instrument atau peralatan tertentu, (Kartika, 1998).
Uji morfologi adalah uji yang dilakukan terhadap produk pangan seperti
bentuk, ukuran dan warna atau faktor-faktor luaran dari produk pangan.
(Prabaningtyas 2003).

2.6.4 Uji Kimia


Menentukan kadar protein dengan menggunakan metode Kjeldahl dengan
prinsip dye uji Kjeldahl, yaitu senyawa nitrogen diubah menjadi ammonium
sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium Sulfat yang terbentuk diuraikan dengan
NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat dengan asam borat dan kemudian diatur
dengan larutan baku asam.

2.6.5 Uji Biologis


Pengujian dilakukan dengan pemberian perlakuan uji coba pada makhluk
hidup, biasanya pada hewan seperti tikus atau mencit.

2.6.6. Uji Mikrobiologi

24
Prinsip dari metode hitungan cawan atau Total Plate Count (TPC) adalah
menumbuhkan sel mikroorganisme yang masih hidup pada media agar,
sehingga mikroorganisme akan berkembang biak dan membentuk koloni yang
dapat dilihat langsung dan dihitung dengan mata tanpa menggunakan
mikroskop.
Pada metode ini, teknik pengenceran merupakan hal yang harus dikuasai.
Tujuan dari pengenceran sampel yaitu mengurangi jumlah kandungan mikroba
dalam sampel sehingga nantinya dapat diamati dan diketahui jumlah
mikroorganisme secara spesifik sehingga didapatkan perhitungan yang tepat.
Pengenceran memudahkan dalam perhitungan koloni (Fardiaz, 1993). Setelah
dilakukan pengenceran, kemudian dilakukan penanaman pada media lempeng
agar. Setelah diinkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati dan
dihitung. Koloni merupakan sekumpulan mikroorganisme yang memiliki
kesamaan sifat seperti bentuk, susunan, permukaan, dan sebagainya.
Selanjutnya perhitungan dilakukan terhadap cawan petri dengan jumlah koloni
bakteri antara 30-300. Perhitungan Total Plate Countdinyatakan sebagai jumlah
koloni bakteri hasil perhitungan dikalikan faktor pengencer. Keuntungan dari
metode TPC adalah dapat mengetahui jumlah mikroba yang dominan.

25
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


 Hari : Senin, 6 Mei 2019
 Waktu : 10.00-13.00 WITA
 Tempat : Lab.ITP Poltekkes Kemenkes Banjarmasin Jurusan
Gizi
3.2 Kasus

Seorang anak laki-laki berumur 18 bulan, PB 67 cm, BB 4.8 kg (kondisi


odema), BBA 4.32 kg, kerumah sakit karena batuk sejak dua hari yang lalu. Gino
tampak letargis, lemah dan pucat. Pemeriksaan fisik : pernapasan 50x/menit, nadi
160x/ menit, suhu 38.5oC, cuping hidung kembang kempis, iga kelihatan
menonjol, terdapat tarikan dinding dada dan ada edema di kedua punggung kaki.
Data biokimia : Hb 10.2 mgdl, leukosit 9000/ml, trombosit 230000/ml, Na 155
mmol/lL GDS 110 mgdl, kalium 3.1 mEq/L, MCV 89.5 IL, MCH 25.5 Pg,
MCHC 29.3 gr/dl. Anamnesis : hanya mendapat ASI sampai 4 bulan dan sejak
lahir sudah diberikan pisang serta makanan lain seperti biskuit dan roti.
Anamnesis diet : rata-rata makan sehari 3x, hanya 4-5 sendok makan (lauk, kuah
sayur ,tempe atau tahu) jarang makan buah, tidak suka ikan dan daging. Makan
ayam dan telur (sebulan sekali) dan sering jajan permen, es, kerupuk, biskuit dan
kadang-kadang makan bakso keliling. Food recall satu hari sebelum sakit sebagai
berikut :

Pagi : Biskuit 4 keping, teh manis ½ gelas (gula 1 sdm)

Snack pagi : permen gula 2 buah

Siang : nasi ½ piring (50 gram) ,kuah sup ½ mangkok ,tahu


llllllllllllllllllllllllllll goreng 1 potong (50 gram) ,teh manis½ gelas (gula 1 sdm)

26
Malam : lontong isi ukuran kecil (50 gram), tahu goreng 1 potong
llllllllllllllllllllllllllll (50 gram), teh manis ½ gelas (gula 1 sdm)

Pasien didiagnosa menderita marasmus dengan odema. Pasien mendapatkan


dextrose 5% NS 400cc/24 jam (8tpm), ampisilin 150mg/6 jam, gentasilin 30mg/
24 jam. Setelah pasien diberikan standar formula untuk fase stabilisasi, pasien
dapat menghabiskan makanan yang diberikan setelah 2 hari dirawat di rumah
sakit. Setelah 4 hari, pasien diberikan formula untuk fase transisi odem pasien
mulai berkurang dan berat badan pasien mengalami kenaikan menjadi 4,7 kg.
Untuk mempertahankan dan dalam upaya meningkatkan BB pasien maka fase
pemberian makanan ditingkatkan menjadi fase rehabilitasi pada 1 - 2 minggu
sampai BB/PB mencapai -2SD.

Perhitungan :
1. Perhitungan Kebutuhan Gizi :
 BB dengan odema = 4,8 kg
 BBA = 4,8 kg – 10%(4,8 kg)
= 4,8 – 0,48 = 4,32 kg
 BBI = Berdasarkan tabel Z-score
= 7,7 kg
 Status Gizi = BB/PB (4,32 kg Gizi Buruk)
Perhitungan setiap fase :
a. Fase Stabilisasi = 80 x BB
= 80 x 4,32
= 345,6
 Kalori Infus (Dextrose 5%) 400 cc/24 jam
= 400 x 5%
= 20 x 4 kkal = 80 kkal
 Kebutuhan Energi = 345,6 – kalori infus
= 345,6 – 80
= 265,6 kkal
 Protein = 1 gr x BB
= 1 gr x 4,32

27
= 4,32 gr (5,5%)
 Lemak = 25% x kebutuhan energi
= (25% x 265,6 kkal) : 9
= 7,37 gr
 Karbohidrat = 69,5% x kebtuhan energi
= (69,5% x 265,5 kkal) : 4
= 46,13 gr
 Cairan = 130 ml x kgBB/hari
= 130 ml x 4,32
= 561,6 ml/hari
 Cairan yang dibutuhkan = cairan – cairan infus
= 561,6 – 400 cc
= 161,6 ml
b. Fase Transisi = 110 x BB
= 110 x 4,32
= 475,2
 Kalori Infus (Dextrose 5%) 400 cc/24 jam
= 400 x 5%
= 20 x 4 kkal = 80 kkal
 Kebutuhan Energi = 847 – kalori infus
= 847 – 80
= 767 kkal
 Protein = 3 gr x BB
= 3 gr x 4,32
= 12,96 gr (11,7%)
 Lemak = 18,3% x kebutuhan energi
= (18,3% x 767 kkal) : 9
= 15,59 gr
 Karbohidrat = 70% x kebtuhan energi
= (70% x 767 kkal) : 4
= 134,22 gr
 Cairan = 150 ml x kgBB/hari
= 150 ml x 4,32
= 648 ml/hari

28
 Cairan yang dibutuhkan = cairan – cairan infus
= 648 – 400 cc
= 248 ml
c. Fase Rehabilitasi = 150 x BBI
= 150 x 7,7 kg
= 1155
 Kalori Infus (Dextrose 5%) 400 cc/24 jam
= 400 x 5%
= 20 x 4 kkal = 80 kkal
 Kebutuhan Energi = 1155 – kalori infus
= 1155 – 80
= 1075 kkal
 Protein = 3 gr x BBI
= 3 gr x 7,7
= 23,1 gr (11,7%)
 Lemak = 18,3% x kebutuhan energi
= (18,3% x 1075 kkal) : 9
= 21,85 gr
 Karbohidrat = 70% x kebtuhan energi
= (70% x 1075 kkal) : 4
= 188,12 gr
 Cairan = 150 ml x kgBBI/hari
= 150 ml x 7,7
= 1155 ml/hari
 Cairan yang dibutuhkan = cairan – cairan infus
= 1155 – 400 cc
= 755 ml

29
3.3 Identifikasi Resep/ Formula
a. Nama Resep : F-75
Bahan :
a. 25 g Susu skim bubuk
b. 100 g Gula pasir
c. 30 g Minyak sayur
d. 20 ml Larutan Elektrolit
e. 1000 ml (Tambahan air s/d 1000 mL)
Cara Membuat :
1. Campurkan gula dan minyak sayur
2. Aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix
3. Kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit
4. Aduk sampai kalis dan berbentuk gel
5. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
homogen dan volume menjadi 1000 ml.
6. Larutan ini bisa langsung diminum.
7. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare persisten.

b. Nama Resep : F-100


Bahan :
a. 85 g Susu skim bubuk
b. 50 g Gula pasir
c. 60 g Minyak sayur
d. 20 ml Larutan Elektrolit
e. 1000 ml (Tambahan air s/d 1000 mL)
Cara Membuat :
1. Campurkan gula dan minyak sayur
2. Aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix
3. Kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit
4. Aduk sampai kalis dan berbentuk gel

30
5. Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
homogen dan volume menjadi 1000 ml.
6. Larutan ini bisa langsung diminum.
7. Masak selama 4 menit, bagi anak yang disentri atau diare persisten.

Diagram Alir :
Siapkan masing-masing bahan sesuai jumlahnya

Campurkan gula dan minyak sayur

Aduk sampai rata dan tambahkan larutan mineral mix

Kemudian masukkan susu skim sedikit demi sedikit aduk sampai


kalis dan berbentuk gel

Encerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk


sampai homogen volume menjadi 1000 ml Larutan ini bisa
langsung diminum atau dimasak dulu selama 4 menit.

c. Nama Resep : Modisco ½


Bahan :
a. 20 gr/4 sdm Susu bubuk Skim
b. 10 gr/ 1 sdm Gula
c. 4,6 cc/1 sdt Minyak kelapa
d. 200 cc/ 1 gls Air masak
Cara Membuat :
Susu Skim, gula dan minyak diaduk sampai rata, lalu ditambahkan
dengan air sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga cairan larut.
Disaring dan dimasukkan dalam gelas kemudian diminum dalam keadaan
hangat

31
d. Nama Resep : Modisco 1
Bahan :
a. 20 gr/4 sdm Susu bubuk Skim
b. 10 gr/ 1 sdm Gula
c. 9,2 cc/2 sdt Minyak kelapa
d. 200 cc/ 1 gls Air masak
Cara Membuat :
Susu Skim, gula dan minyak diaduk sampai rata, lalu ditambahkan
dengan air sedikit demi sedikit sambil terus diaduk hingga cairan larut.
Disaring dan dimasukkan dalam gelas kemudian diminum dalam keadaan
hangat

3.4 Analisis Nilai Gizi


 Formula 75 (F-75)
Berat Energi Protein Lemak KH Vit. Vit.
Bahan Ca F Fe Vit.A
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr) B1 C
Susu Skim 25 9 0,87 0,02 1,275 30,75 24,25 0,02 0 0,01 0,25
Gula Pasir 100 364 0 0 94 5 1 0,1 0 0 0
Minyak Sayur 30 261 0,3 29,4 0 0,9 0 0 0 0 0
Larutan
20 ml
Elektrolit
Air 1L
Jumlah total 634 0,875 0,3 29,42 36,65 25,25 0,12 0 0,01 0,25

 Formula 100 (F-100)


Berat Energi Protein Lemak KH Vit. Vit.
Bahan Ca F Fe Vit.A
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr) B1 C
Susu Skim 85 30,6 2,97 0,08 4,3 104,5 82,45 0,08 0 0,03 0,85
Gula Pasir 50 182 0 0 47 2,5 0,5 0,05 0 0 0
Minyak Sayur 60 522 0 58,8 0 1,8 0 0 0 0 0
Laruran
20 ml
Elektrolit
Air 1L
Jumlah total 734,6 3,5 58,88 51,33 108,85 83 0,13 0 0,03 0,85

32
 Modisco 1/2
Berat Energi Protein Lemak KH Vit. Vit.
Bahan Ca F Fe Vit.A
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr) B1 C
Susu skim 20 7,2 0,7 0,02 1,02 24,6 19,4 0,02 0 0,008 0,2
Gula Pasir 10 36,4 0 0 9,4 0,5 0,1 0,001 0 0 0
Minyak Sayur 5 43,5 0,05 4,9 0 0,15 0 0 0 0 0
Air 200 cc

Jumlah total 87,1 0,75 4,92 10,42 25,25 19,5 0,03 0 0,008 0,2

 Modisco 1
Berat Energi Protein Lemak KH Vit. Vit.
Bahan Ca F Fe Vit.A
(gr) (kkal) (gr) (gr) (gr) B1 C
Susu skim 20 7,2 0,7 0,02 1,02 24,6 19,4 0,02 0 0,008 0,2
Gula pasir 10 36,4 0 0 9,4 0,5 0,1 0,001 0 0 0
Minyak Sayur 10 87 0,1 9,8 0 0,3 0 0 0 0 0
Air 200 cc

Jumlah total 130,6 0,71 9,82 10,42 25,4 19,5 0,03 0 0,008 0,2

33
3.5 Analisis Biaya

No Nama Bahan Jumlah Biaya


F 75
1 Susu skim bubuk 25 gr 3000
2 Minyak sayur 30 gr 2000
3 Gula pasir 100 gr 1400
4 Lar. Elektrolit 20 gr 2000

Jumlah Rp 8400
F100

No Nama Bahan Jumlah Biaya


1 Susu skim bubuk 85gr 9000
2 Minyak sayur 60 gr 4000
3 Gula pasir 50 gr 700
4 Lar. Elektrolit 20 gr 2000

Jumlah Rp 15700
Modisco ½

No Nama Bahan Jumlah Biaya


Susu bubuk skim 20 gr/4 sdm 3000
Gula 10 gr/ 1 sdm 140
Minyak kelapa 4,6 cc/1 sdt 2000
Jumlah Rp 5140
Modisco 1

No Nama Bahan Jumlah Biaya


Susu bubuk Skim 20 gr/4 sdm 3000
Gula 10 gr /1 sdm 140
Minyak Kelapa 9,2 cc/ 2 sdt 500
Jumlah Rp 3640

34
3.5 Prosedur Uji
3.5.1 Uji Organoleptik
Untuk uji organoleptik, uji yang digunakan adalah Uji Hedonik dengan
cara panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya
(ketidaksukaan) dari tiap kriteria organoleptik meliputi warna, aroma, rasa, dan
tekstur puding lapis kaya antioksidan.
. Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau
kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaannya. Tingkat –
tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “ dapat
mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, suka, agak
suka. Sebaliknya jika tanggapan itu “ tidak suka “ dapat mempunyai skala
hedonik seperti suka dan agak suka, terdapat tanggapannya yang disebut
sebagai netral, yaitu bukan suka tetapi juga bukan tidak suka.. Jumlah panelis :
10 orang

a. Prosedur Uji Hedonik


1. Semua panelis dikumpulkan di suatu tempat yang telah ditentukan
dan diberi penjelasan tentang cara pengujian dan pengisian
kuisioner
2. Sampel disiapkan di dalam wadah
3. Panelis diminta mengisi formulir kuisioner yang telah disediakan
b. Alat Uji
- Formulir Uji Hedonik
- Pulpen
c. Pengolahan data skor
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan uji statistic.

3.5.2 Uji Fisik


a. Bahan : F75, F100, Modisco ½, Modisco 1
b. Alat : Neraca analitik 1 buah

35
c. Cara Kerja :
1. Mengamati bentuk Kaki Naga Ikan Gabus
2. Menimbang berat Kaki Naga Ikan Gabus

3.5.3 Uji Mikrobiologi


Untuk uji mikrobiologi, kami menggunakan metode cawan tuang
dengan 4 kali pengenceran.

a. Prosedur Penelitian
- Alat Metode Cawan Tuang
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain
: Cawan petri,tabung reaksi, pipet volum, aquades, sampel, jarum
ose, bunsen, colony counter.
- Bahan Cawan Tuang
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain : Aquades steril, Nutrien Agar (NA), NaCl Fisiologis,
Kapas, Alkohol, 70 %, Alkohol 96%, Aluminium foil, Safranin,
Lugol, Ungu Kristal dan Roti tawar.

b. Prosedur Kerja

- Sterilisasi alat
Alat yang akan digunakan dicuci dengan deterjen, wadah dengan
mulut lebar dibersihkan dengan merendamnya dalam deterjen selama
15 – 30 menit menit, 15 kemudian dibilas dengan air bersih dan
terakhir dengan air suling. Setelah kering alat – alat yang digunakan
dibungkus dengan koran atau kertas bersih kemudian diletakan dalam
bak untuk mencegah kontaminasi kemudian dioven selama 2 – 3 jam
pada suhu 1750C. Untuk alat – alat dan bahan seperti sarung tangan,
NA dan aquades disterilkan didalam autoclave pada suhu 1210C
selama 15 – 20 menit dengan tekanan 15 atm.
- Pembuatan Media Nutrien Agar (NA)

36
Ditimbang NA sebanyak 4,5 gram kemudian dilarutkan dalam 225 ml
aquades steril pada gelas beker, selanjutnya dipanaskan di atas
kompor gas dan diaduk secara perlahan-lahan. Setalah NA larut
semua, kemudian diangkat dan dituang ke dalam Erlenmeyer dan
ditutup dengan aluminium foil, lalu disterilkan di autoklaf dengan
suhu 121ºC selama 15 menit. Selanjutnya media siap digunakan.
- Pengolahan Sampel
Pertama-tama sampel dihaluskan dengan menggunakan lumpang dan
alu steril, setelah sampel menjadi halus ditimbang sebanyak 1 g
sampel mie kuning dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berisi 10 ml larutan (NaCl fisiologis) dan kemudian di vortex hingga
homogen. Dari suspensi tersebut diambil sebanyak 1 ml dengan
menggunakan dispo dan diencerkan menjadi 1:10 dengan
menambahkan NaCl sebanyak 9 ml, selanjutnya dibuat pengenceran
1:100, yaitu mengambil 1 ml dari hasil pengenceran sebelumnya,
demikian seterusnya hingga diperoleh pengenceran yang diinginkan.
- Inokulasi
Cara kerja yang dilakukan dalam perhitungan bakteri adalah
menumbuhkan bakteri pada media Nutrient Agar di cawan petri
dengan menggunakan metode tuang atau pour plate. Dari masing-
masing pengenceran diambil suspensi sebanyak 1 ml dengan
menggunakan dispo, lalu dipindahkan kedalam cawan petri kemudian
dituangkan Nutrient Agar cair sebanyak 10-15 ml. Cawan petri
digerakkan berlahan-lahan agar suspensi mie kuning tercampur rata
dalam media, kemudian didiamkan selama 10-15 menit sampai
nutrient agar menjadi dingin dan padat.
- Inkubasi
Setelah nutrient agar menjadi dingin dan padat kemudian diinkubasi
ke dalam inkubator dengan suhu 37ºC selama 72 jam atau selama tiga
hari dengan cara meletakkan cawan petri dalam keadaan terbalik,

37
dalam proses inkubasi ini perlu diamati perkembangan bakteri setiap
harinya.
- Perhitungan jumlah koloni bakteri
Setelah akhir masa inkubasi koloni yang terbentuk dihitung.
Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan menggunakan alat
hitung quebec coloni counter. Untuk menghitung koloni bakteri
digunakan rumus sebagai berikut :

c. pengolahan data

Pengolahan data dengan cara melakukan perhitungan koloni bakteri pada


cawan .

3.5.4 Uji Kimia (Total Protein Metode Kjeldahl)


A. Alat Dan Bahan
Alat : tabung reaksi, labu Kjeldahl, neraca, dan pipet volume.
Bahan :
aquadest, TCA, Etil Eter, Reagen Biuret Larutan (NH4)2SO4 jenuh,
B. Prosedur Percobaan
Untuk menentukan kadar protein dapat menggunakan metode
Kjeldahl dengan prinsip dye uji Kjeldahl, yaitu senyawa nitrogen diubah
menjadi ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Amonium Sulfat yang
terbentuk diuraikan dengan NaOH. Amoniak yang dibebaskan diikat
dengan asam borat dan kemudian diatur dengan larutan baku asam.
Prosedur uji kadar protein metode mikro Kjeldahl (Sudarmadji,
1997 dalam rosyidah,2015) :
1) Timbang 1 gram bahan yang telah dihaluskan dan masukkan ke
dalam labu Kjeldahl. Kemudian tambahkan 7,5 K2SO4 dan 0,35 gr
HgO, dam akhirnya tambahkan 15 ml H2SO4 pekat.

38
2) Panaskan semua bahan dalam labu Kjeldahl dalam almari asam
sampai berhenti berasap. Teruskan pemanasan tambahan lebih
kurang satu jam. Matikan api pemanas dan biarkan bahan menjadi
dingin.
3) Kemudian tambahkan 100 ml aquades dalam labu Kjeldahl yang
didinginkan dalam air es dan beberapa lempeng Zn, juga
ditambahkan 15 ml larutan K2SO4 (dalam air) dan akhirnya
tambahkan perlahan – lahan larutan NaOH 50% sebanyak 50 ml
yang sudah didinginkan dalam lemari es. Pasanglah labu Kjeldahl
dengan segera pada alat distalasi.
4) Panaskan labu Kjeldahl perlahan – lahan sampai dua lapisan cairan
tercampur, kemudian panaskan dengan cepat sampai mendidih.
5) Distilat ini ditampung dalam Erlenmeyer yang telah diidi dengan 50
ml larutan standar HCl (0,1) dan 5 tetes indicator metal merah.
Lakukan distilasi sampai distilat yang tertampung sebanyak 75 ml
6) Titrasi distilat yang diperoleh dengan standar NaOH (0,1N) sampai
warna kuning.
7) Buatlah juga larutan blanko dengan mengganti bahan dengan
aquades, lakukan dekstrusi, distalasi dan titrasi seperti pada contoh.

Perhitungan :

𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝑚𝑙 𝑁𝑎𝑂𝐻 𝑠𝑎𝑝𝑒𝑙


%N = 𝑥 100 𝑥 14,008
𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑥 100

% protein = kadar N x F

Keterangan : F = factor konversi protein

39
Lampiran 1

Nama :

Produk :

Tanggal : 1 April 2019

Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berilah tanda (√ ) pada kolom di bawah ini
sesuai dengan
pilihan anda.
Tingkat Kesukaan Warna Aroma Tekstur Rasa

Sangat suka

Suka

Agak suka

Agak tidak suka

Tidak suka

Komentar

...................................................................................................................................

..................................................................................................................................

..................................................................................................................................

40
No Nama Bahan Jumlah Biaya
F 75
1 Susu skim bubuk 25 gr 3000
2 Minyak sayur 30 gr 2000
3 Gula pasir 100 gr 1400
4 Lar. Elektrolit 20 gr 2000

Jumlah Rp 8400
F100

No Nama Bahan Jumlah Biaya


1 Susu skim bubuk 85gr 9000
2 Minyak sayur 60 gr 4000
3 Gula pasir 50 gr 700
4 Lar. Elektrolit 20 gr 2000

Jumlah Rp 15700
Modisco ½

No Nama Bahan Jumlah Biaya


Susu bubuk skim 20 gr/4 sdm 3000
Gula 10 gr/ 1 sdm 140
Minyak kelapa 4,6 cc/1 sdt 2000
Jumlah Rp 5140
Modisco 1

No Nama Bahan Jumlah Biaya


Susu bubuk Skim 20 gr/4 sdm 3000
Gula 10 gr /1 sdm 140
Minyak Kelapa 9,2 cc/ 2 sdt 500
Jumlah Rp 3640

41

Anda mungkin juga menyukai