Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PROPOSAL
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Kolektif
Dosen Pembimbing
Mukhamat Saini, MA.
Disusun Oleh:
1. Afiani Nasrotin
3. Anang Pambudi
4. M. Ainun Azharudin
5. Mahmudah
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebudayaan atau kultur adalah hasil karya cipta manusia dengan kekuatan
jiwa (pikiran, perasaan, intuisi, imajinasi dan lainnya) dan raganya, yang dinyatakan
dalam berbagai kehidupan manusia. Kebudayaan muncul sebagai jawaban atas segala
tantangan, tuntunan dan dorongan dari intra dan ekstra diri manusia untuk
mengekspresikan karya ciptanya, menuju arah terwujudnya kebahagiaan dan
kesejahteraan (spiritual dan materiil) manusia, baik individu maupun masyarakat
ataupun individu dan masyarakat.1
Indonesia mempunyai banyak kebudayaan yang telah mendarah daging dalam
kehidupan masyarakat dan merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan. Salah
satu kebudayaan itu adalah kebudayaan Jawa, yang telah ada hidup di tanah Jawa ini.
Sejak itu pula orang Jawa memiliki citra progresif dalam mengekpresikan karyanya
lewat budaya. Budaya Jawa merupakan suatu pengejawantahan karya cipta manusia
Jawa yang mencakup kemauan, cita-cita, ide maupun semangat dalam mencapai
kesejahteraan, keselamatan dan kebahagiaan hidup lahir batin. Kebudayaan Jawa
yang banyak dikenal adalah tari tradisionalnya. Bagi masyarakat Jawa tari tradisional
sangat berguna bagi kepentingan sosial atau selalu dilakukan dalam ritual masyarakat.
Kebudayaan kerap dijadikan panutan oleh sekelompok orang, dan apabila
tidak dilaksanakan akan terjadi sebuah bencana yang akan menimpa sekelompok
orang tersebut. Manusia selalu mengaitkan sesuatu kejadian yang akan menimpa
mereka adalah kutukan karena tidak melaksanakan kepercayaan yang telah
diwariskan secara turun temurun. Inilah salah satu kepercayaan atau keyakinan yang
masih ada dalam masyarakat terutama di daerah negara Indonesia. Setiap daerah di
Indonesia memiliki kebiasaan atau kebudayaan masing-masing. Sebagian kebudayaan
merupakan sebuah kepercayaan yang dianut oleh sekelompok orang yang diwariskan
langsung oleh nenek moyang mereka. Upacara yang sering menggunakan tari untuk
mendukung kepentingan ritual antara lain: nadzar, panen padi, minta hujan, bersih
desa, sedekah bumi, sedekah laut, sedekah kali ruwatan, dan hujatan. Sementara itu,
tari yang biasa digunakan salah satunya adalah tayub.
Tentang istilah tayub sendiri berasal dari kata “toto lan guyub” (ditata biar
kompak atau rukun), yang maknanya tingkah dan gerak harus kompak lahir batin. Ada
1
Endang Saifuddin Anshari, Agama Dan Kebudayaan (Surabaya: Bina Ilmu, 1979), 73.
1
makna harfiahnya, kalau masyarakat ditata dan diatur akan mampu menampilkan
suasana paguyuban yang kompak akan nilai persaudaraan, kerukunan, dan
kekeluargaan.2 Pada mulanya merupakan ungkapan kegembiraan untuk menyambut
kedatangan tamu dan merupakan bagian dari pesta rakyat. Seni tayub merupakan
kesenian tradisional yang berkembang dalam masyarakat dan merupakan kesenian
yang menyangkut masalah kepercayaan di masyarakat yang digunakan untuk acara
bersih desa agar terhindar dari malapetaka atau menjauhkan dari segala sesuatu yang
merugikan. Sebagaian besar tayub dilaksanakan pada waktu tertentu sesuai dengan
penanggalan Jawa.
Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa
pelaksanaan seni tayub dalam masyarakat desa Ja’an pada acara ritual bersih desa
diadakan menurut penanggalan jawa pada Jumat Pon di tempat yang khusus yaitu di
punden desa Jaan atau rumah Kamituwo Jaan. Sedangkan untuk pelaksanaan seni
tayub pada acara hiburan tidak ada tempat khusus dan hari tertentu melainkan
tergantung dari orang yang mempunyai hajatan.
Masyarakat desa Ja’an pada umumnya memandang hal ini (tayub) merupakan
agenda yang semestinya harus dilakukan dalam kurun waktu setahun sekali untuk
tujuan persembahan dari hasil yang didapat di sawah ataupun karena keberkahan yang
selalu didapat oleh masyarakat sekitar.
Di desa Ja’an istilah Langen Bekso atau yang sering disebut juga tayub
merupakan budaya Jawa tari-tarian yang dilakukan oleh wanita dan pria yang
berpasang-pasangan. Keberadaan tayub sendiri berpangkal pada cerita kedewataan
(para dewa-dewi), yaitu ketika dewa-dewi mataya (menari berjajar jajar) dengan
gerak yang guyub (serasi). Di desa Ja’an, tayub merupakan kebudayaan yang sering
dilakukan ketika acara bersih desa Ja’an setelah panen raya padi. Warga sangat
mempercayai bahwa setelah panen raya padi mereka harus melaksanakan kegiatan
bersih desa. Ketika kegiatan bersih desa warga juga mempercayai bahwa nenek
moyang yang terdahulu selalu melaksanakannya dengan mempertontonkan budaya
Langen Bekso/ Tayub. Tayub sendiri sudah terkenal di kalangan masyarakat Ja'an,
karena setiap kegiatan tersebut bapak-bapak selalu ikut andil dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan hasil wawancara yang kami peroleh bu Luluk mengatakan:
Bahwa bersih desa selalu dilaksanakan setiap tahunnya saat Jum’at Pon
dan bertepatan setelah panen raya padi. Tayub merupakan kebudayaan
turun-menurun yang selalu dilaksanakan setiap tahunnya setelah panen
raya padi di desa Ja’an. Warga mempercayai apabila yang di hadirkan
bukan kebudayaan Langen Bekso/ Tayub, maka di tahun berikutnya akan
2
Suwardi Endraswara, Budaya Jawa, (Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005), 279.
2
terjadi gagal panen dan terdapat bencana alam. Jika bukan tayub
kepercayaan leluhur itu katanya dan yang desa Ja’an itu marah, dan
dampaknya gagal panen, terus gelisah hatinya.3
Dari paparan di atas bahwa keberadaan Langen Bekso/Tayub sebagai
rangkaian acara bersih desa di desa Ja’an mempengaruhi pola cocok tanam di desa
Ja’an. Maka dari uraian itulah penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam,
mengenai pentas seni Tayub sebagai ritual untuk mendatangkan kemakmuran di desa
Ja’an.
B. Batasan Masalah
Mengingat banyaknya perkembangan yang bisa ditemukan dalam
permasalahan ini, maka perlu adanya batasan masalah yang jelas mengenai apa yang
dibuat dan diselesaikan dalam program ini. Adapun pembahasan yang dibatasi adalah
seputar aspek Langen Bekso yang ada di desa Jaan dan dampak apa yang diberikan
apabila tidak menghadirkan Langen Bekso ketika bersih desa Jaan.
C. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan Langen Bekso/Tayub?
2. Mengapa harus Langen Bekso yang di tanggap ketika bersih desa?
3. Apa dampak yang diberikan ketika tidak melaksanakan bersih desa?
D. Tujuan
1. Mendiskripsikan pengertian Langen Bekso
2. Menjelaskan alasan dibalik kebudayaan Langen Bekso
3. Menjelaskan dampak yang diberikan ketika tidak melaksanakan Bersih Desa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun secara
praktis, dengan pengertian sebagaiberikut :
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan untuk
memperkaya khasanah dan ilmu tentang kebudayaan Tayub.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis memberikan pemahaman tentang teori eksistensi untuk
menganalisis fenomena kesenian Tayub yang berfungsi sebagai ritual
kesuburan yang bersifat magis simpatetis
b. Bagi masyarakat desa Ja’an diharapkan sebagai bahan masukan agar
masyarakat mengerti lebih mendalam mengenai budaya Langen Bekso/ Tayub.
3
Luluk Kurniawati, Wawancara, Ja’an, 06 Oktober 2018.
3
c. Bagi mahasiswa diharapkan mampu menambah ilmu dan wawasan dalam
kegiatan penelitian, dan mampu sebagai bekal teori yang diperoleh dibangku
kuliah serta sebagai upaya mengembangkan ilmu pengetahuan.
F. Penelitian Terdahulu
Peneliti menemukan karya ilmiyah tentnag tadisi Tayub yang dilakukan oleh
Imam Zamahsyari pada skripsi tahun 2007 yang berjudul “Kesenian Tayub sebagai
media komunikasi masyarakat” (study kasus di desa Sumberejo, kecamatan
Tanjunganom, kabupaten Nganjuk.). Jurusan komunikasi fakultas dakwah UIN Sunan
Ampel Surabaya.
Peneliti yang lain ditulis oleh Ratna Margareta yang berjudul “Unsur Religius
Pemetasan Tayub “SREDEG” dalam upacara Adat Bersih Desa di Desa Karangsari
Kecamatan Jatioso, Kabupaten Karanganyar.” Skripsi dari UNS jurusan sastra daerah
tahun 2013 membahas tentang Tayub yang ada di desa Karangsari dalam upacara adat
bersih desa dengan tokoh mbah Sredeg. Tayub Sredeg menjadi hal yang wajib
dilaksanakan pada upacara adat bersih desa dikarenakan Tayub Sredeg dapat
membawa masyarakat desa Karangsari meningkat kehidupannya.
Peneliti ingin melanjutkan penelitian terdahulu mengenai kesenian Tayub,
dengan judul “Pentas Seni Tayub sebagai Ritual untuk Mendatangan Kemakmuran di
Desa Ja’an”, kecamatan Gondang, kabupaten Nganjuk.
Namun yang menjadi perbedaan disini adalah dalam hal perumusan masalah.
Dalam hal ini peneliti membahas tentang alasan dibalik kebudayaan Langen Bekso
atau Tayub beserta dampak yang diberikan ketika tidak melaksanakan bersih desa.
4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pengertian Tayub
Tayub dalam pengertian secara umum adalah kesenian tradisional yang dilihat
dari segi bentuk dan teknis penyajiannya merupakan tari-tarian yang diringi oleh
musik gamelan, penyajian tari-tarian maksudnya adalah penyajian tari yang
dibawakan oleh seorang diri, berpasangan antara pria dan wanita, atau menari secara
bersama-sama, sedangkan musik gamelan adalah hidangan vokal instrumental dari
seperangkan ansambel gamelan.
Menurut Anis Sujana dalam bukunya yang berjudul “Tayuban Kalangenan
Menak Priangan” istilah nayuban merupakan bentuk dari kata dasar Tayub yang
kemudian di beri imbuhan/akhiran. Arti kata Tayub sendiri tidak diketahui secara
jelas. Keterangan yang diperoleh dari Mangkunegaraan kata Tayub terbentuk dari
dua kata yaitu mataya yang berarti tari dan guyub yang berarti rukun bersama
sehingga timbul perubahan dari dua kata menjadi satu mataya dan guyub jadi Tayub
dan berubah menjadi nayub. Tayuban muncul pada pesta-pesta perayaan seperti
khitanan, perkawinan dan tampil pada perayaan-perayaan kenegaraan seperti hari-
hari Nasional.4
Kesenian Tayub pertama kali muncul di Surakarta pada abad ke-19, pada saat itu
kesenian Tayub merupakan hiburan bagi para segenap masyarakat, terutama para
bangsawan dan pemuka-pemuka desa yang digelar dalam sebuah acara pernikahan
dan khitanan.
Pada awal kemunculannya yang menjadi ciri khas kesenian Tayub pada saat itu
terdapat penari wanita atau ronggeng memiliki peranan yang sangat central. Unsur
lain juga di temukan minuman keras, lawakan serta tari-tarian. Dapat dikatakan
bahwa yang menjadi ciri khas dalam pertunjukan kesenian Tayub yaitu bernuansa
feodal bersifat pemborosan karena dengan latar belakang persaingan dan gengsi
terhadap tamu-tamu yang lainnya, tetapi dalam hal ini Sjuana mengemukakan
bahwa:
Dalam sajian kesenian Tayub ronggeng dan minuman keras adalah
unsur-unsur pokok yang melandasi terjadinya peristiwa, tetapi
diketahui bahwa perlakuan yang berlebihan terhadap kedua unsur itu
bukanlah suatu keharusan, perbuatan-perbuatan boros menjadi ciri
utama tumbuh bukan sekedar beban yang harus diberikan, melainkan
juga karena adanya persaingan diantara mereka (priyayi) dalam
memelihara praja dan gengsi.
4
Anis Sujana, Tayuban Kalangenan Menak Priangan, (Bandung: STSI Press Bandung,2002).
5
Menurut uraian yang dikemukakan di atas perbuatan boros merupakan ciri dari
pertunjukan kesenian Tayub, namun kegiatan tersebut bukanlah suatu keharusan
yang harus dilaksanakan, perbuatan tersebut sebetulnya didasari oleh alasan untuk
memelihara praja dan gengsi di kalangan priyayi.
5
Prastyca Ries Navy Triesnawati, Artikel Kesenian Tayub Di Lingkung Seni “Mekar Pusaka
Gentrabuana” Kabupaten Subang, 2003.
6
tahapan-tahapan pertunjukan terdapat pula aspek pertunjukan
yang terkandung dalam pertunjukan kesenian Tayub.
1. Aspek Pertunjukan
Dalam struktur pertunjukan pada kesenian Tayub mengemukakan bahwa
aspek-aspek pertunjukan dalam kesenian Tayub meliputi sebagai berikut:
a. Pelaku
Pelaku pertunjukan terdiri dari penari pria yang dipilih
menjadi dua kategori yaitu penari pokok dan penari pemair.
Selain itu ada penari wanita yang dinamakan ronggeng serta
penari yang berperan sebagai pengatur pertunjukan yang
disebut juru baksa.
b. Penari pokok (pengibing/nu ngibing)
Penari pokok adalah pria yang tampil pertama kali dalam
seubah babak lagu, dan biasanya adalah ‘gegedan’ atau yang
dipandang paling terkemuka di antara yang hadir.
c. Pamair
Pamair adalah penari (pria) yang, mairan ‟(menjawab/merespon).
Artinya turut menari bersama dengan penari pokok.
d. Ronggeng
Ronggeng adalah penari wanita profesional yang difungsikan
sebagai partner penari pria, keterlibatan penari wanita yang
disebut ronggeng dipandang sebagai unsur yang sangat
menentukan bagi terselenggaranya pertunjukan Tayuban.
D. Kebudayaan Langen Bekso
Tari tradisional sangat erat hubungannya dengan lingkungan di mana tarian itu
lahir. Ia tidak mandiri, tetapi luluh lekat dengan adat setempat, pandangan hidup, tata
masyarakat, agama atau kepercayaan dan lain sebagainya.6
Tayub yang telah terkena pengaruh negatif dari zaman penjajahan Belanda
namun terus terpelihara hingga pemerintahan yang dipegang oleh Sultan
Pangkubuwono III. Karena Tayub sudah terkena pengaruh negatif maka Sultan
memberikan tari Tayub ini ke Bupati sebagai tari Pasrawungan yang kemudian
dikembangkan hingga sekarang.
Langen Bekso atau tayub yang dilaksanakan di desa Ja’an Semuanya demi
sebuah ritual kesuburan. Pada upacara Langen Bekso ini penari yang tampil pertama
bersama tledhek tayub adalah ketua desa. Pasangan antara ketua desa dengan tledhek
dalam tarian itu disebut bedah bumi atau membedah bumi. Tarian berpasangan itu
juga melambangkan hubungan antara pria dan wanita dengan tanah yang dibedah
6
Ben Suharto, Tayub Pertunjukan dan Ritual Kesuburan, (Bandung: Masyarakat Seni Petunjukan
Indonesia, 1999), 1-2.
7
atau dibelah untuk ditanami padi. Dengan kata lain membelah rahim wanita yang
dimaksudkan sebagai membelah bumi.7
Langen Bekso di laksanakan setiap setelah panen raya padi pada hari Jum’at
Pon. Langen Bekso merupakan kesenian Jawa yang kerap kali dipertontonkan untuk
acara bersih desa di desa Ja’an dan merupakan kepercayaan nenek moyang pada
zaman dahulu.
E. Dampak Bersih Desa
1. Dampak positif jika diadakan acara bersih desa antara lain:
a. Mampu melestarikan budaya Jawa
b. Sebagai hiburan di masyarakat
c. Menambah pendapatan masyarakat di desa Ja’an dengan berjualan makanan,
minuman dan aneka mainan.
2. Dampak negatif jika diadakan acara bersih desa antara lain:
a. Masyarakat cenderung mengkonsumsi minuman keras
b. Sering terjadi tawuran
c. Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap kebersihan lingkungan sekitar
misalnya (membuang sampah sembarangan).
Pertunjukan kesenian tayub bagi masyarakat memiliki dampak positif dan
negatif. Dampak positif misalnya dapat terjalin hubungan yang baik antar warga
masyarakat, dan dengan adanya pertunjukan kesenian tayub masyarakat dapat
menikmati kesenian tradisinya. Untuk dampak negatif antara lain adanya minum
minuman keras yang dilakukan oleh para pengibing. Tayub sangatlah erat dengan
suatu peristiwa yang melibatkan penggunaan minuman keras ketika ada suatu
upacara. Sekilas adat kebiasaan semacam ini dipengaruhi dari budaya hindu yang
sudah melekat sejak zaman nenek moyang yanga ada di pulau Jawa, dimana dahulu
mayoritas masyarakat menganut agama Hindu. Mengakibatkan masyarakat Indonesia
masih terbiasa dengan hal semacam itu.
Seiring berjalannya waktu, sejak berdirinya kerajaan Pajang dan Mataram,
kesenian ini mulai digali kembali. Malah pada waktu itu Tayub dijadikan Tarian
Beksan di Keraton yang digelar hanya pada waktu acara-acara khusus. Namun
disayangkan, penjajah Belanda memasukkan unsur negatif yang dikenal dengan 3C,
Cium, Ciu dan Colek. Tayub yang telah terkena pengaruh negatif dari penjajah
Belanda terus terpelihara hingga pemerintahan dipegang oleh Sunan Pakubuwono III.
Sewaktu pemerintahan dipegang oleh Sunan Pakubuwono ke IV, beliau tidak
berkenan dengan adanya pengaruh negatif tersebut. Akhirnya Tayub ditetapkan
sebagai tari Pasrawungan di masyarakat. Selanjutnya kesenian Tayub mengalami
perkembangan di daerah Sragen, Wonogiri dan Purwodadi. Di daerah Sragen sendiri,
7
Evi Kuswandani, Wawancara, Ja’an, 06 Oktober 2018.
8
kesenian Tayub banyak berkembang di Kecamatan Jenar, Gesi, Sukodono, Mondokan
dan Ngrampal. Citra kesenian Tayub pada waktu itu, diperburuk perbuatan para
penari pria atau penonton. Dulu, para penari ini biasa memberi sawer (memberikan
uang pada penari wanita) dengan cara memasukkannya ke kemben (kain penutup
dada). Dengan demikian muncul kesan bahwa penayub itu ”murahan”. Tetapi, di era
sekarang hal semacam itu sudah amat jarang terjadi.
12
lanjut bahwa penyanyi dangdut pun kian lama terlihat sangat erotis dalam
berpakaian maupun goyangannya. Hal ini tentu saja sangat jauh berbeda jika
dibandingkan dengan Tayub pada masa sekarang ini. Namun, secara fakta
masyarakat zaman sekarang lebih sering mengundang elekton atau grup musik
dangdut seperti palapa, sera atau yang lain untuk acara-acara seperti perkawinan
dan khitanan yang dulunya merupakan sektor dari Tayub itu sendiri.
H. Manfaat Pagelaran Tayub Bagi Masyarakat
1. Manfaat Bagi Seniman Tayub
a. Bagi para seniman Tayub yang notabene personilnya adalah para petani dan
ibu rumah tangga dapat memperoleh penghasilan tambahan dari upah selama
masa tunggu panen tiba.
b. Pagelaran Tayub sebagai ungkapan jiwa seni dan estetika musik Jawa bagi
para seniman tayub.
2. Manfaat Bagi Pemerintah Daerah
a. Pagelaran Tayub dapat dijadikan sebagi suatu obyek pariwisata budaya yang
sangat berpotensi dan bermanfaat bagi perkembangan kebudayaan nasional
Indonesia.
b. Pagelaran Tayub dapat menjadi sebuah aset daerah untuk mengangkat
perekonomian daerah melalui sektor pariwisata budaya.
3. Manfaat Bagi Masyarakat
a. Sebagai aset kebudayaan daerah yang mempunyai nilai adiluhung dan perlu
dikembangkan terus menerus.
b. Masyarakat dapat menikmati suatu sajian musik yang khas dan tradisional
yang memiliki nilai kesopanan,keamanan dan fungsi sosial yang baik di
masyarakat.
c. Sebagai sebuah kesenian khas daerah yang perlu diwariskan kepada generasi
muda agar terjaga kelestariannya.
BAB III
13
METODOLOGI PENELITIAN
8
Lexy J. Moelong, Metode Penelitian, (Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2000), 3.
9
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatid Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), 9.
10
Ibid, 12.
14
1. Metode Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan pengamatan
terhadap objek penelitian.11 Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
peneliti langsung mendatangi daerah atau yang dijadikan objek penelitian.
Observasi (pengamatan) adalah metode pengumpulan data di mana
peneliti atau kolaboratornya mencatat informasi sebagaimana yang
mereka saksikan selama penelitian. Penyaksian terhadap peristiwa-peristiwa itu
bisa dengan melihat, mendengar, merasakan, yang kemudian dicatat seobyektif
mungkin.
Peranan pengamat yang digunakan adalah partisipasi sebagai pengamat, yaitu
masing-masing pihak, baik pengamat maupun yang diamati, menyadari
peranannya. Peneliti sebagai pengamat membatasi diri dalam berpartisipasi
sebagai pengamat dan responden menyadari bahwa dirinya adalah obyek
pengamatan.
2. Wawancara
Melalui wawancara, peneliti bisa merangsang responden agar memiliki
wawasan pengalaman yang lebih luas.12 Pada metode ini peneliti langsung
berhadapan dengan responden atau subjek yang diteliti.
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara penetiti dan
responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab
dalam hubungan tatap muka, sehingga gerak dan mimik responden
merupakan pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal.
Bentuk wawancara yang digunakan adalah wawanacara campuran,
bentuk ini merupakan campuran antara wawancara berstruktur dan tak
berstruktur.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data-data mengenai hal-hal yang berupa
catatan, agenda, majalah, surat kabar, dan lain sebagainya. Data sekunder dalam
penelitian adalah bahan kepustakaan baik buku, jurnal ilmiah, artikel, ensiklopedi
dan terbitan yang membahas seputar Tayub.
F. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknis analisis data
deskriptif. Dalam analisis data ini penulis mendeskripsikan dan menguraikan tentang
Pentas Seni Tayub Sebagai Ritual Uutuk Mendatangkan Kemakmuran di desa Ja’an
11
Yatim Rianto, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Surabaya: SIC, 2000), 96.
12
Ibid, 213.
15
Gondang Nganjuk. Dalam penulisan kualitatif analisis data dilakukan selama dan
setelah pengumpulan data. Oleh karena itu penulis telah merumuskan:
1. Analisis Selama Pengumpulan Data
Dalam tahap ini penulis berada di lapangan untuk mengumpulkan data dari
berbagai sumber. Untuk memudahkan dalam pengumpulan data tersebut penulis
menetapkan hal-hal sebagai berikut: 1) mencatat hal-hal yang pokok saja, 2)
mengarahkan pertanyaan pada fokus penelitian, 3) mengembangkan pertanyaan-
pertanyaan.
2. Analisis Setelah Pengumpulan Data
Data yang sudah terkumpul ketika berada di lapangan yang diperoleh dari
observasi, wawancara, dan dokumentasi masih berupa data yang acak-acakan
belum tersusun secara sistematis atau istilah dalam penelitian masih berupa data
mentah. Dalam tahap ini analisis dilakukan dengan cara mengatur, mengurutkan
data ke dala, suatu pola, kategori, sehingga didapatkan suatu uraian jelas, terici,
dan sistematis.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Agar data yang telah diperoleh dalam penulisan ini terjamin tingkat validitasnya
maka perlu dilakukan pengecekan atau pemeriksaan keabsahan data. Adapun penulis
dalam melakukan pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik Triangulasi.
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut.13
13
Lexy J. Moelong, Metode Penelitian Kualitatif, 178.
16
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Saat mengadakan Tayub untuk memperingati acara sedekah bumi, masyarakat desa
melakukan ritual dengan menaruh sesaji yang diletakkan di suatu tempat yang sudah
ditentukan oleh masyarakat ketika sesaji sudah terkumpul masyarakat berdoa bersama-
sama dengan tujuan mensyuruki apa yang diberikan kepada mereka selama ini dan
berharap dikemudian hari ketika warga desa mulai panen agar diberikan hasil yang
melimpah.
Adapun sesaji yang digunakan pada saat ritual sebagai berikut:
1. Sego gurih (nasi kuning) yang ditaruh tampah
2. Ayam bakar
3. Dupa/kemenyan
4. Hasil panen/seikat padi
Akan tetapi ketika mereka melakukannya dengan cara yang berbeda dengan cara
yang dilakukan oleh nenek moyangnya dahulu. Setelah menaruh sesaji mereka berdo’a
layaknya umat muslim lainnya karena agama mereka muslim. Bukan dengan cara
memuja dewa atau roh penunggu sawah mereka, karena warga sudah paham hal seperti
itu dikatakan musryik karena menyembah makhluk lain selain Allah SWT.
Suatu upacara yang selalu diselenggarakan oleh masyarakat desa tertentu yang
intinya membersihkan atau menghalau segala gangguan, kejahatan, hama dan seagainya
yang berfungsi untuk:
1. Mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Dewi Sri/Padi dan dhayang
penunggu desa atau hasil pertanian yang telah tercapai.
2. Memohon keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Dewi Sri/Padi dan dhayang
penunggu desa itu, baik terhadap seluruh warga masyarakat desa tersebut maupun
segenap hasil pertanian mereka.
BAB V
17
PENUTUP
A. Kesimpulan
Langen Bekso atau yang sering disebut juga Tayub merupakan budaya Jawa tari-
tarian yang dilakukan oleh wanita dan pria yang berpasang-pasangan. Keberadaan Tayub
sendiri berpangkal pada cerita kedewataan (para dewa-dewi), yaitu ketika dewa-dewi
mataya (menari berjajar jajar) dengan gerak yang guyub (serasi). Di desa Ja’an, Tayub
merupakan kebudayaan yang sering dilakukan ketika acara bersih desa Ja’an setelah
panen raya padi.
Langen Bekso harus dilaksanakan di desa Ja’an karena menurut kepercayaan nenek
moyang, Langen Bekso merupakan pagelaran yang harus dipertontonkan ketika Bersih
Desa. Masyarakat mempercayai bahwa pagelaran Langen Bekso merupakan suatu
kebudayaan yang harus diadakan untuk mengucapkan rasa syukur kepada tuhan dan agar
tidak terjadi bencana di desa Ja’an tersebut.
Langen bekso mempunyai dampak positif dan negatif di desa Ja’an. Dampak
positifnya adalah masyarakat merasakan gembira karena ada hiburan setiap setahun
sekali, dan dimana pada acara tersebut juga banyak dari masyarakat berdagang untuk
menambah pendapatan keluarganya. Sedangkan dampak negatifnya seperti sering terjadi
pertawuran dan memberikan peluang masyarakat untuk minum-minuman keras karena
ada beberapa masyarakat yang belum meninggalkan kebudayaan minum-minuman keras.
18
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Endang Saifuddin. Agama Dan Kebudayaan. Surabaya: Bina Ilmu, 1979
Endraswara, Suwardi. Budaya Jawa. Yogyakarta: Gelombang Pasang, 2005
Kurniawati, Luluk. Wawancara. Ja’an, 2018
Kuswandani, Evi. Wawancara. Ja’an, 2018
Moelong, Lexy J. Metode Penelitian. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2000
Rianto, Yatim. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC, 2000
Suharto, Ben. Tayub Pertunjukan dan Ritual Kesuburan. Bandung: Masyarakat Seni
Petunjukan Indonesia, 1999
Sujana, Anis. Tayuban Kalangenan Menak Priangan. Bandung: STSI Press Bandung, 2002
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitatid Dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010
http://www.academia.edu/7198129/SENI_TAYUB
19
DOKUMENTASI
20
21